Dalam sejarahnya, kata “Teater” berasal dari bahasa Inggris theater atau theatre, bahasa Perancis
théâtre dan dari bahasa Yunani theatron (θέατρον). Secara etimologis, kata “teater” dapat diartikan
sebagai tempat atau gedung pertunjukan. Sedangkan secara istilah kata teater diartikan sebagai
segala hal yang dipertunjukkan di atas pentas untuk konsumsi penikmat.
Selain itu, istilah teater dapat diartikan dengan dua cara yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas.
Teater dalam arti sempit dideskripsikan sebagai sebuah drama (perjalanan hidup seseorang yang
dipertunjukkan di atas pentas, disaksikan banyak orang dan berdasarkan atas naskah yang
tertulis). Sedangkan dalam arti luas, teater adalah segala adegan peran yang dipertunjukkan di
depan orang banyak, seperti ketoprak, ludruk, wayang, sintren, janger, mamanda, dagelan, sulap,
akrobat, dan lain sebagainya.
Dalam perkembangannya, istilah teater selalu dikaitkan dengan kata drama. Hubungan kata “teater”
dan “drama” bersandingan sedemikian erat yang pada prinsipnya keduanya merupakan istilah yang
berbeda. Drama merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani Kuno “draomai” yang berarti
bertindak atau berbuat dan dalam bahasa Perancis “drame” menjelaskan tingkah laku kehidupan
kelas menengah.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah “teater” berkaitan langsung dengan
pertunjukan, sedangkan “drama” berkaitan dengan peran atau naskah cerita yang akan dipentaskan.
Jadi, teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan
disaksikan oleh penonton. Dengan kata lain drama merupakan bagian atau salah satu unsur dari
teater.
Sejarah Teater
Waktu dan tempat pertunjukan teater pertama kali dimulai tidak diketahui. Adapun yang dapat
diketahui hanyalah teori tentang asal mulanya. Di antaranya teori tentang asal mula teater adalah
sebagai berikut:
1. Berasal dari upacara agama primitif. Unsur cerita ditambahkan pada upacara semacam itu
yang akhirnya berkembang menjadi pertunjukan teater. Meskipun upacara agama telah
lama ditinggalkan, tapi teater ini hidup terus hingga sekarang.
2. Berasal dari nyayian untuk menghormati seorang pahlawan di kuburannya. Dalam acara ini
seseorang mengisahkan riwayat hidup sang pahlawan yang lama kelamaan diperagakan
dalam bentuk teater.
3. Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita. Cerita itu kemudian juga dibuat
dalam bentuk teater (kisah perburuan, kepahlawanan, perang, dsb).
Naskah teater tertua di dunia yang pernah ditemukan ditulis seorang pendeta Mesir, I Kher-nefert,
di jaman peradaban mesir kuno kira-kira 2000 tahun sebelum tarikh Masehi dimana pada jaman itu
peradaban Mesir kuno sudah maju. Mereka sudah bisa membuat piramida, sudah mengerti irigasi,
sudah bisa membuat kalender, sudah mengenal ilmu bedah, dan juga sudah mengenal tulis menulis.
I Kher-nefert menulis naskah tersebut untuk sebuah pertunjukan teater ritual di kota Abydos,
sehingga terkenal sebagai “Naskah Abydos” yang menceritakan pertarungan antara dewa buruk dan
dewa baik. Jalan cerita naskah Abydos juga diketemukan tergambar dalam relief kuburan yang lebih
tua. Sehingga para ahli bisa mengira bahwa jalan cerita itu sudah ada dan dimainkan orang sejak
tahun 5000 SM.
Meskipun baru muncul sebagai naskah tertulis di tahun 2000 SM. Dari hasil penelitian yang
dilakukan diketahui juga bahwa pertunjukan teater Abydos terdapat unsur-unsur teater yang
meliputi; pemain, jalan cerita, naskah dialog, topeng, tata busana, musik, nyanyian, tarian, dan
properti pemain seperti tombak, kapak, tameng, dan sejenisnya.
1. Teater Tradisional
2. Teater non-tradisional atau Teater modern.
Banjet,
Longser,
Ogel,
Reog,
Topeng Cirebon,
Angklung Badut,
Wayang Golek dari Jawa Barat
Reog Ponorogo,
Ludruk dari Jawa Timur-Ketoprak,
Wayang Orang,
Wayang Kulit,
Wayang Suket,
Kethek Ogleg,
Dagelan,
Scandul dari Jawa Tengah-
Lenong dan Topeng Blantik dari Betawi
a. drama
b. teater
c. sinetron
d. film
Ciri ciri Teater Modern
1. – Panggunga tertata
2. – Ada pengaturan jalan cerita
3. – tempat panggung tertutup
1. teater tutur,
2. teater gerak,
3. teater boneka,
4. drama,
5. drama musikal.
Teater Tutur
adalah Kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai Teater Tutur berhubungan
dengan aktivitas bercerita secara tunggal (monolog), seperti membaca puisi,
deklamasi, mendongeng, dan stand up comedy.
Contoh Teater Tutur yang bersumber dari nilai-nilai lokal
adalah bakaba, macapat, kentrung, dan P.M. Toh, yang seringkali berhubungan
dengan cerita rakyat (folklor).
Teater Gerak
Kegiatan teater yang dialognya disampaikan melalui gerak, misalnya
pantomim/tablo. Contoh Teater Gerak yang bersumber dari nilai-nilai lokal
adalah randai, wayang orang, dan tari kecak. Tema cerita dalam Teater Gerak
adalah bagian dari cerita rakyat (folklor).
Teater gerak yang paling populer dan bertahan sampai saat ini adalah pantomim.
Sebagai sebuah pertunjukan yang sunyi karena tidak menggunakan suara,
pantomim mencoba mengungkapkan ekspresinya melalui tingkah laku gerak dan
mimik para pemainnya. Makna pesan yang hendak direalisasikan dipertunjukkan
dalam bentuk gerak.
T
EATER GERAK
Teater Boneka
Kegiatan teater yang menggunakan benda/boneka yang merupakan
representasi dari suatu karakter atau tokoh dalam cerita, misalnya wayang
kulit, wayang golek, wayang potehi, cemen, dan wayang suket.
Teat
er Boneka
Contoh teater boneka yang cukup populer ialah pertujukan wayang kulit. Dalam
pertunjukan wayang kulit, wayang dimainkan di belakang layar tipis dan sinar
lampu menciptakan bayangan wayang di layar. Penonton wanita duduk di depan
layar, menonton bayangan tersebut. Penonton pria duduk di belakang layar dan
menonton wayang secara langsung.
TEA
TER WAYANG KULIT
Beralih ke luar negeri, pertujukan Boneka Bunraku dari Jepang mampu melakukan
banyak sekali gerakan sehingga diperlukan tiga dalang untuk menggerakkannya.
Dalang berpakaian hitam dan duduk persis di depan penonton. Dalang utama
mengendalikan kepala dan lengan kanan. Para pencerita bernyanyi dan
melantunkan kisahnya.
Teater Dramatik
Kegiatan teater yang bersumber dari naskah tertulis, misalnya drama Kwek-
Kwek (karya D. Djayakusuma) dan Romeo dan Juliet.
Teater
Dramatik
Drama Musikal
Dra
ma Musikal
Kegiatan teater yang menggabungkan cerita, gerak, dan musik, dengan dialog
yang dinyanyikan. Bentuk drama musikal adalah operet dan kabaret, misalnya
operet Laskar Pelangi, Bawang Merah dan Bawang Putih, Ande-Ande Lumut, Si
Pitung, dan Sabai nan Aluih. Teater tradisi yang dapat dikategorikan ke dalam
Drama Musikal adalah lenong, ketoprak, ludruk, teater kubruk, dan langendrian.
Cerita dalam teater mengandung unsur konflik atau pertentangan antara dua
pihak dan sebagai bentuk pembelajaran karakter, pertentangan selalu diakhiri
dengan kemenangan pihak yang baik. Pesan atau moral cerita didapatkan melalui
dialog para tokoh dan juga laku cerita yang terjadi. Tokoh cerita dalam teater
sering pula disebut sebagai karakter dan secara mendasar atau konvensional
karakter dalam teater dibedakan menjadi, protagonis (karakter yang bersifat baik
dan membawa pesan kebaikan), antagonis (karakter yang bersifat jahat), dan
tritagonis (karakter yang dimunculkan dalam cerita untuk membantu kelancaran
jalannya cerita).
Untuk memahami karakter ini pemain bisa mempelajarinya dari dialog dan peran
karakter tersebut dalam cerita. Selanjutnya, karakter dapat dilihat dari dimensi
fisiknya seperti tinggi tubuh, usia, jenis kelamin dan cirri fisik yang lain. Dari
dimensi kejiwaan dapat diketahui watak atau sifat karakter tersebut apakah
sombong, baik hati, dermawan atau licik. Dari sisi status sosial dapat diketahui
apakah karakter tersebut termasuk orang terpandang, pejabat, pegawai atau
masyarakat biasa.
Tata Rias
Tata Rias adalah cara mendadndani pemain dalam memerankan tokoh teateragar
lebih meyakinkan
Tata Busana
Tata Busana adalah pengaturan pakaina pemain agar mendukung keadaan yang
menghendaki. Contohnya : pakaian sekolah lain dengan pakaian harian
b. Sutradara/ derektor
c. Stage manager
d. Desainer
Menyiapkan semua aspek visual yang menyangkut setting tempat atau suasana,
properti atau perlengkapan pementasan, kostum, tata lampu dan pencahayaan,
serta perlengkapan lain (seperti: audio).
e. Crew
Crew merupakan pemegang divisi dari setiap sub yang dipegang bagian desainer,
diantaranya:
Bagian pentas/tempat;
Bagian tata lampu (lighting);
Bagian perlengkapan dan tata musik;
Pada awal munculnya, teater hadir sebagai sarana upacara persembahan kepada
dewa Dyonesos dan upacara pesta untuk dewa Apollo. Teater yang berfungsi
untuk kepentingan upacara tidak membutuhkan penonton karena
penontonnya adalah bagian dari peserta upacara itu sendiri.
Di Indonesia seni teater yang dijadikan sebagai sarana upacara dikenal dengan
istilah teater tradisional.
Teater merupakan salah satu bentuk seni dengan fokus utama pada laku dan
dialog. Berbeda dengan seni musik yang mengedepankan aspek suara dan seni
tari yang menekankan pada keselarasan gerak dan irama. Dalam praktiknya,
Seniman teater akan mengekspresikan seninya dalam bentuk gerakan tubuh dan
ucapan-ucapan.
Teater adalah seni kolektif, dalam artian teater tidak dikerjakan secara individual.
Melainkan untuk mewujudkannya diperlukan kerja tim yang harmonis. Jika suatu
teater dipentaskan diharapkan pesan-pesan yang ingin diutarakan penulis dan
pemain tersampaikan kepada penonton. Melalui pertunjukan biasanya manusia
akan lebih mudah mengerti nilai baik buruk kehidupan dibandingkan hanya
membaca lewat sebuah cerita.
Penulisan Naskah
Penciptaan naskah untuk teater anak-anak mengambil tema yang akrab
dengan kehidupan sehari-hari mereka seperti tentang dunia sekolah, cerita
binatang, dongeng, dakwah keagamaan, petualangan khas anak dsb. Naskah
cerita dibuat tidak terlalu panjang, sehingga ketika dipentaskan hanya memakan
waktu sekitar 15-20 menit. Hal ini disesuaikan dengan kemampuan anak dalam
berolah akting, menghafal naskah dsb. Dialog-dialog pun dibuat dengan logika
berbahasa yang sederhana dan kalimat yang pendek-pendek agar mudah dihafal
dan dihayati.
a. Konsentrasi
Media sarana ekspresi seorang pemain drama adalah tubuh, suara (vokal)
dan sukma (Rendra, 1985). Pengolahan tubuh anak-anak ditekankan pada aspek
koordinasi dalam melakukan akting. Koordinasi itu terkait dengan menciptakan
gerak sesuai dengan kebutuhan pemanggungan. Anak-anak ditunjukkan tentang
sikap tubuh yang baik di atas pentas.
a). Latihan pemanasan (warm-up), yaitu serial latihan gerakan tubuh untuk
meningkatkan sirkulasi dengan cara meregangkan otot atau melemaskan otot-
otot. Teknis yang dipakai bisa dengan melakukan gerakan yang ada dalam gerakan
senam kelenturan.
b). Latihan inti, yaitu latihan gerakan yang akan dilatihkan atau latihan gerakan
sesuai kebutuhan naskah yang akan dipentaskan.
c). Latihan pendinginan adalah latihan dengan gerakan yang dapat menimbulkan
efek relaksasi, sehingga membantu menghantarkan pemain kedalam proses
konsentrasi
Fungsi utama dari latihan olah tubuh ini adalah menjadikan organ tubuh lentur
sehingga leluasa dan luwes jika digerakkan ketika sedang bermain peran.
2). Olah Suara
Pengolahan suara atau vokal pada anak-anak ditekankan pada penciptaan
nada dalam dialog. Penciptaan nada dapat memberi efek tertentu pada dialog
sesuai dengan kandungan makna di dalamnya (Harymawan, 1988). Anak-anak
diajak memainkan berbagai macam warna suara. Latihan ini akan memberikan
ketrampilan berdialog pada anak-anak.
Untuk menjadi pemain teater yang baik, maka dia harus mempunyai dasar suara
atau vokal yang baik pula. “Baik” disini dapat diartikan sebagai berikut.
a). Dapat terdengar seluruh penonton sampai posisi paling belakang
b). Jelas secara artikulasi yaitu pengucapan yang tepat
c). Baik secara intonasi yaitu baik dalam lagu dialog
d). Tersampaikan misi atau pesan yang disampaikan melalui dialog
e). Tidak monoton
3). Olah Rasa
Dalam latihan olah rasa atau sukma penekannya pada faktor emosi. Anak-
anak dibimbing untuk mampu menumbuhkan emosi sesuai dengan tuntutan
peran. Apabila anak-anak telah mampu menumbuhkan emosi, maka anak-anak
dirangsang untuk mengembangkan emosi sesuai dengan takaran peran. Pada
pihak lain, anak-anak juga dilatih untuk mengendalikan emosi, agar kelak bisa
mengontrol perkembangan emosi yang berlebih. Ketika anak-anak terlatih
mengelola emosi maka kehidupannya akan terkontrol dengan baik. Oleh karena
itu, pengelolaan emosi anak mendapat latihan yang besar.
Nilai karakter yang dapat diintegrasikan dalam tahap pelatihan dasar pemeranan
adalah;
a). Disiplin dalam hal ketepatan waktu latihan
b). Kerjasama dengan peserta yang lain sewaktu melaksanakan nomor-nomor
latihan (olah tubuh, suara, dan rasa)
c). Percaya diri dalam berekspresi atau melakukan kegiatan dalam latihan
d). Kerja keras dalam melakukan latihan untuk mencapai tujuan yang diharapkan
e). Komunikatif dalam arti mampu menjalin komunikasi baik dengan rekan
ataupun pelatih
Dalam kehidupan sehari-hari setiap anak pasti memiliki watak yang
berbeda, sehingga pemahaman terhadap perwatakan akan mengantarkan mereka
pada bentuk pergaulan yang lebih baik. John Harrop dan Sabih R. Epstein (1990)
mengatakan bahwa latihan perwatakan mencakup aspek fisiologis, psikologis dan
sosiologis Dalam latihan fisiologis anak-anak diminta mengidentifikasi aspek
fisiologis teman-temannya seperti jenis kelamin, usia, postur, warna kulit, dan
semua aspek fisik lainnya. Selanjutnya, anak-anak diminta mengidentifikasi aspek
fisiologis pada cerita anak-anak atau dongeng yang pernah dibaca selama
pelatihan.
1. Tafsir
b). Observasi Karakter
Setelah mendapatkan informasi mengenai peran yang akan dimainkan seorang
pemeran memerlukan observasi atau pengamatan secara nyata dalam kehidupan
untuk menemukan model acuan dari orang-orang yang diamati tersebut. Model
acuan yang sesuai dengan karakter tokoh yang akan dimainkan berikutnya
diamati secara detil sehingga gaya dan tingkah lakunya dapat diadaptasikan ke
dalam praktik pemeranan. Alangkah lebih baik jika ciri-ciri karakter orang yang
diamati ini dicatat sehingga nantinya akan mudah untuk diaplikasikan.
c). Eksplorasi Karakter
Eksplorasi karakter adalah kegiatan mengembangkan gaya atau perilaku karakter
yang akan dimainkan berdasar catatan hasil pengamatan (observasi). Gaya dan
perilaku ini disesuaikan dengan tuntutan cerita. Oleh karena itu dalam
mengembangkan gaya dan perilaku karakter ini harus tidak boleh lepas dari
tuntutan cerita.
d). Kolaborasi Antarkarakter
Kerjasama antarkarakter atau kolaborasi ini sangat diperlukan ketika latihan
sudah mengarah pada adegan-adegan dalam cerita di mana karakter yang satu
akan bertemu dengan karakter yang lain. Kerjasama antarkarakter ini
dimaksudkan agar tidak terjadi kekakuan atau ekspresi karakter yang berjalan
sendiri-sendiri sehingga tidak terjadi komuikasi yang alami dan mengakibatkan
makna atau maksud adegan menjadi kabur. Tidak jarang, pemain teater itu hanya
bermain menurut tafsirnya sendiri tanpa menghiraukan yang lainnya. Oleh karena
itu sangat diperlukan latihan aksi-reaki dan response antarkarakter dalam setiap
adegan sehingga kerjasama terbentuk dengan baik dan komunikasi peran menjadi
alami.
PROSES PEMENTASAN
Sekalipun telah memiliki kemampuan bermain teater berkat pelatihan yang
diberikan oleh seorang instruktur (pendamping), tetapi dalam sebuah
pementasan teater mereka tidak bisa bekerja sendiri. Mereka harus didampingi
seorang sutradara. Sutradara adalah orang yang membantu melatih pemain,
mengarahkan permainan, membimbing dan sumber inspirasi dalam pertunjukan.
Sutradara harus menguasai permainan dan artistik. Kecakapan seorang sutradara
akan menentukan sebuah pertunjukan.
Kepanitiaan Pentas
Kepanitiaan dibentuk untuk mengatur penyelenggaraan pementasan.
Pementasan di sini tidak haru dilakukan di panggung tetapi bisa juga di
selenggarakan di dalam kelas dengan penonton teman-teman sekolah sendiri.
Tugas panitia adalah mengatur jalannya pementasan mulai dari penonton datang
sampai pertunjukan selesai di mana ada yang bertindak sebagai penerima tamu,
pengatur penonton, pembawa acara, pembantu rias dan busana, dekorasi, dan
lain sebagainya.
Gladi Bersih
Gladi bersih adalah latihan keseluruhan dan lengkap sebagai model dari pentas
yang sesungguhnya di mana kerja panitia juga sudah dimulai. Namun sebelum
gladi bersih, latihan secara menyeluruh dari awal hingga akhir cerita sudah sering
pula dilakukan sehingga pemain benar-benar siap.
Pentas
Pementasan dapat diselenggarakan di mana saja dengan ketersediaan sarana dan
prasaran yang ada, tidak harus di gedung pertunjukan. Inti dari penyelenggaraan
pentas adalah unjuk kerja para pemain dan kepanitaan serta kerjasama di antara
mereka.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk memberikan penilaian atas pentas yang telah dilakukan.
Evaluasi lebih bersikap refleksi sehingga semua yang terlibat menyadari
kekurangan dan mau memperbaikinya untuk kegiatan yang akan datang.
pentas
Kerja keras dalam melakukan latihan untuk mencapai hasil yang dinginkan
Komunikatif dalam arti mampu menjalin komunikasi dengan seluruh rekan kerja
produksi pementasan untuk mencapai hasil yang maksimal.