Anda di halaman 1dari 28

Pelayanan Kedokteran Keluarga dan JPKM Ditulis oleh Administrator Friday, 21 December 2007 1.

Pengertin dan Ruang Lingkup Pelayanan Dokter Keluarga : Pelayanan Dokter Keluarga melibatkan Dokter Keluarga (DK) sebagai penyaring di tingkat primer, dokter Spesialis (DSp) di tingkat pelayanan sekunder, rumah sakit rujukan, dan pihak pendana yang kesemuanya bekerja sama dibawah naungan peraturan dan perundangan. Pelayanan diselenggarakan secara komprehensif, kontinu, integratif, holistik,koordinatif, dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya. 2. Tugas Dokter Keluarga 1) Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan, 2) Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat, 3) Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit, 4) Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya, 5) Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi, 6) Menangani penyakit akut dan kronik, 7) Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS, 8) Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di RS, 9) Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan, 10) Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya, 11) Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien, 12) Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar, 13) Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan ilmu kedokteran keluarga secara khusus. 3. Wewenang Dokter Keluarga 1) Menyelenggarakan Rekam Medis yang memenuhi standar, 2) Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat, 3) Melaksanakan tindak pencegahan penyakit, 4) Memgobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer, 5) Mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal, 6) Melakukan tindak prabedah, beda minor, rawat pascabedah di unit pelayanan primer, 7) Melakukan perawatan sementara, 8) Menerbitkan surat keterangan medis, 9) Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap, 10) Memberikan perawatan dirumah untuk keadaan khusus. 4. Kompetensi Dokter Keluarga Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada seorang lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah yang perlu dilatihkan melalui program perlatihan ini. Yang dicantumkan disini hanyalah kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap Dokter Keluarga secara garis besar. Rincian memgenai kompetensi ini, yang dijabarkan dalam bentuk tujuan pelatihan, akan tercantum dibawah judul setiap modul pelatihan yang terpisah dalam berkas tersendiri karena akan lebih sering disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran. a) Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga, b) Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam pelayanan kedokteran keluarga, c) Menguasai ketrampilan berkomunikasi, menyelenggarakan hubungan profesional dokter- pasien untuk : (a) Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga, (b) Secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana menyelesaikan masalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga, (c) Dapat bekerjasama secara profesional secara harmonis dalam satu tim pada penyelenggaraan pelayanan kedokteran/kesehatan. A. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan kliniks. a) Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan potensi yang dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan. masalahnya, b) Menyelenggarakan pelayan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan. B. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spritual. C. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan kesehatan termasuk sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan/JPKM). 5. Klinik dokter Keluarga ( KDK ) a) Merupakan klinik yang menyelenggarakan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK), b) Sebaiknya mudah dicapai dengan kendaraan umum. (terletak di tempat strategis), c) Mempunyai bangunan yang memadai, d) Dilengkapi dengan saraba komunikasi, e) Mempunyai sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK, f) Mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis telah lulus perlatihan khusus pembantu KDK, g) Dapat berbentuk praktek mandiri (solo) atau berkelompok. h) Mempunyai izin yang berorientasi wilayah, i) Menyelenggarakan pelayanan yang sifatnya paripurna, holistik, terpadu, dan berkesinambungan, j) Melayani semua jenis penyakit dan golongan umur, k) Mempunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan peringkat klinik ybs. 6. Sistem Pelayanan Dokter Keluarga ( SPDK )

Untuk menunjang tugas dan wewenang nya diperlukan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga yang terdiri atas komponen : a) Dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan primer di klinik Dokter Keluarga (KDK), b) Dokter Spesialis yang menyelenggarakan pelayanan sekunder di klinik Dokter Spesialis (KDSp), c) Rumah sakit rujukan, d) Asuransi kesehatan/ Sistem Pembiayaan, e) Seperangkat peraturan penunjang. Dalam sistem ini kontak pertama pasien dengan dokter akan terjadi di KDK yang selanjutnya akan menentukan dan mengkoordinasikan keperluan pelayanan sekunder jika dipandang perlu sesuai dengan SOP standar yang disepakati. Pasca pelayanan sekunder, pasien segera dirujuk balik ke KDK untuk pemantauan lebih lanjut. Tata selenggarapelayanan seperti ini akan diperkuat oleh ketentuan yang diberlakukan dalam skema JPKM/asuransi. 7. JPKM Untuk efisiensi pembiayaan dan menjaga mutu pelayanan dokter keluarga, ditetapkan JPKM. JPKM merupakan sistem pemeliharaan kesehatan menyeluruh yang terjamin mutunya dengan pembiayaan praupaya . uraian tentang JPKM mencakup sbb : a) Latar belakang (masalah pelayanan dan pembiayaan kesehatan) JPKM dirumuskan sebagai upaya dirumuskan sebagai upaya Indonesia untuk mengatasi ancaman terhadap akses pelayanan kesehatan akibat kenaikan biaya kesehatan yang juga mengacam penurunan mutunya. Setelah bertahun-tahun terhadap pelbagai bentuk pemeliharaan kesehatan mancanegara, disadari bahwa pembayaran tunai langsung dari kocek konsumen atau pembayaran melalui pihak ketiga terhadap tagihan pemberi pelayanan kesehatan telah mendorong kenaikan biaya kesehatan . karena itu, dalam sitem JPKM dirumuskan keterlibatan masyarakat untuk membiayai kesehatan dengan iuran dimuka, keterlibatan pihak ketiga sebagai badan penyelenggara yang bertanggungjawab mengelola iuran secara efisien, keterlibatan sarana pelayanan kesehatan untuk melaksanakan layanan bermutu namun ekonomis (cost- effrctive) dengan pembayaran Pra-upaya, dan keterlibatan pemerintah sebagai badan pembina yang mengarahkan hubungan saling menguntungkan antar para pelaku JPKM tersebut. Dengan demikian, JPKM yang dalam UU No .23/1992 dinyatakan sebagai suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna, berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin, serta dengan pembiayaan yang dilaksanakan secara pra- upaya, pada hakekatnya adalah sistem pemeliharaan kesehatan yang memadu kan penataan subsistem pelayanan dengan subsistem pembiayaan kesehatan. Tujuannya adalah meningkatkan taraf kesehatan masyarakat dengan menjaga mutu pelayanan dan mengendalikan biaya pelayanan sehingga tidak menghambat akses masyarakat.b) Beberapa bentuk pembiayaan pemeliharaan kesehatan (tunai-langsung atau fee for service, asuransi ganti-rugi, asuransi dengan taguhan provider, pelayanan kesehatan terkendali (managed care). Dalam JPKM pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh pelbagai sarana dan/atau penyelenggara Pemeluharaan Kesehatan atau pemberi Pelayanaan Kesehatan (PPK) yang dikontrak oleh Bapel serta dibayar secara pra-upaya. Dengan pembayaran secara pra-upaya, ppk didorong untuk merencanakan pelayanan kesehatan berdasarkan profil peserta dan efesiensi (cost- effectiveness), Hal ini akan mendorong penerapan standar pelayanan dan upaya jaga mutu yang akan memelihara dan meningkatkan taraf kesehatan peserta. c) JPKM sebagai bentuk pelayanan kesehatan terkendali di Indonesia (pengertian, para pelaku, tujuh jurus, program pengembangan : visi-misi-strategi-swot-tujuan-kegiatan-hasil-arah pengembangan selanjutnya). d) Peran dokter keluarga dalam JPKM (pelayanan tingkat pertama yang bermutu segai ujung tombak JPKM, health-resource-alocator terpecaya bagi keluarga). Batasan dan Ruang Lingkup Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan primer yang komprehensif, kontinu, mengutamakan pencegahan, koordinatif, mempertimbangkan keluarga, komunitas dan lingkungannya dilandasi ketrampilan dan keilmuan yang mapan Pengertian dan Ruang Lingkup Pelayanan Dokter Keluarga Pelayanan dokter keluarga melibatkan Dokter Keluarga sebagai penyaring di tingkat primer sebagai bagian suatu jaringan pelayanan kesehatan terpadu yang melibatkan dokter spesialis di tingkat pelayanan sekunder dan rumah sakit rujukan sebagai tempat pelayanan rawat inap, diselenggarakan secara komprehensif, kontinu, integratif, holistik, koordinatif dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungannya serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memilah jenis kelamin, usia serta faktor-faktor lainnya. (The American Academy of Family Physician, 1969; Geyman, 1971; McWhinney, 1981) Karakteristik Dokter Keluarga Lynn P. Carmichael (1973) Mencegah penyakit dan memelihara kesehatan Pasien sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat Pelayanan menyeluruh, mempertimbangkan pasien dan keluarganya Andal mendiagnosis, tanggap epidemiologi dan terampil menangani penyakit Tanggap saling-aruh faktor biologik-emosi-sosial, dan mewaspadai kemiripan penyakit Debra P. Hymovic & Martha Underwood Barnards (1973) Pelayanan responsif dan bertanggung jawab Pelayanan primer dan lanjut

Diagnosis dini, capai taraf kesehatan tinggi Memandang pasien dan keluarga Melayani secara maksimal IDI (1982) Memandang pasien sebagai individu, bagian dari keluarga dan masyarakat Pelayanan menyeluruh dan maksimal Mengutamakan pencegahan, tingkatan taraf kesehatan Menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dan memenuhinya Menyelenggarakan pelayanan primer dan bertanggung jawab atas kelanjutannya Tujuan Pelayanan Dokter Keluarga Skala kecil: Mewujudkan keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga Mewujudkan keluarga sehat sejahtera Skala besar: Pemerataan pelayanan yang manusiawi, bermutu, efektif, efisien, dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia Dokter Keluarga di Indonesia Kegiatan untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1981 yakni dengan didirikannya Kelompok Studi Dokter Keluarga. Pada Tahun 1990 melalui kongres yang kedua di Bogor, nama organisasi dirubah menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI). Sekalipun organisasi ini sejak tahun 1988 telah menjadi anggota IDI, tapi pelayanan dokter keluarga di Indonesia belum secara resmi mendapat pengakuan baik dari profesi kedokteran ataupun dari pemerintah. Untuk lebih meningkatkan program kerja, terutama pada tingkat internasional, maka pada tahun 1972 didirikanlah organisasi internasional dokter keluarga yang dikenal dengan nama World of National College and Academic Association of General Practitioners / Family Physicians (WONCA). Indonesia adalah anggota dari WONCA yang diwakili oleh Kolese Dokter Keluarga Indonesia. Untuk Indonesia, manfaat pelayanan kedokteran keluarga tidak hanya untuk mengendalikan biaya dan atau meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, akan tetapi juga dalam rangka turut mengatasi paling tidak 3 (tiga) masalah pokok pelayanan kesehatan lain yakni: Pendayagunaan dokter pasca PTT Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Menghadapi era globalisasi Kegiatan untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1981 yakni dengan didirikannya kelompok studi Dokter Keluarga. Pada Tahun 1990 melalui kongres yang kedua di Bogor, nama organisasi dirubah menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI). Sekalipun organisasi ini sejak tahun 1988 telah menjadi anggota IDI, tapi pelayanan dokter keluarga di Indonesia belum secara resmi mendapat pengakuan baik dari profesi kedokteran ataupun dari pemerintah. Untuk lebih meningkatkan program kerja, terutama pada tingkat internasional, maka pada tahun 1972 didirikanlah organisasi internasional dokter keluarga yang dikenal dengan nama World of National College and Academic Association of General Practitioners/Family Physicians (WONCA). Indonesia adalah anggota dari WONCA yang diwakili oleh Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI). Untuk Indonesia, manfaat pelayanan kedokteran keluarga tidak hanya untuk mengendalikan biaya dan atau meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, akan tetapi juga dalam rangka turut mengatasi paling tidak 3 (tiga) masalah pokok pelayanan kesehatan lain yakni: a. Pendayagunaan dokter pasca PTT b. Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat c. Menghadapi era globalisasi Bila kita cermati sejumlah definisi yang berkaitan dengan praktek doker keluarga yang disampaikan di sini, segera tampak bahwa didalamnya telah tersirat profil Klinik Dokter Keluarga. Beberapa definisi tersebut adalah: Menurut Olesen F, dkk (2000), Dokter Keluarga adalah: Dokter yang dididik secara khusus untuk bertugas di lini terdepan sistem pelayanan kesehatan, bertugas mengambil langkah awal penyelesaian semua masalah yang mungkin dimiliki pasien.

1. a.

b.

c. 2.

3.

4.

5. 1) 2) 3)

4) 5)

Melayani individu dalam masyarakat, tanpa memandang jenis penyakitnya ataupun karakter personal dan sosialnya, dan memanfaatkan semua sumberdaya yang tersedia dalam sistem pelayanan kesehatan untuk semaksimal mungkin kepentingan pasien. Berwenang secara mandiri melakukan tindak medis mulai dari pencegahan, diagnosis, pengobatan, perawatan dan asuhan paliatif, menggunakan dan memadukan ilmu-ilmu biomedis, psikologi medis dan sosiologi medis. Menurut Sugito Wonodirekso (2003), Dokter Keluarga adalah Dokter Praktek Umum (DPU) yang telah mendapat pendidikan tambahan khusus dan menyelenggarakan praktek dengan menerapkan prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga, dalam batas kewenangan sebagai Dokter Layanan Primer. Pendidikan tambahan diperoleh melalui CME ( Continuing Medical Education) atau CPD (Continuing Profesional Development) terstruktur dalam proses resertifikasi. Pada pengertian diatas muncul adanya pengertian Dokter Praktek Umum. Yang dimaksud dengan Dokter Praktek Umum adalah tenaga kesehatan (dokter) tempat kontak pertama pasien (di fasilitas atau sistem pelayanan kesehatan) untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin yang sedini dan sedapat mungkin, secara paripurna, dengan pendekatan holistik, bersinambung dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggungjawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya (wewenang) sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran dasar. Sedangkan pengertian dari Dokter Layanan Primer adalah Dokter Praktek Umum dengan kewenanganya yang sebatas pelayanan Kesehatan Tingkat Primer. Menurut The American Academy of Family Physician Dokter Keluarga adalah sebagai penyaring di tingkat primer sebagai bagian suatu jaringan pelayanan kesehatan terpadu yang melibatkan dokter spesialis di tingkat pelayanan sekunder dan rumah sakit rujukan sebagai tempat pelayanan rawat inap, diselenggarakan secara komprehensif, kontinyu, integratif, holistik, koordinatif dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungannya serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memilah jenis kelamin, usia serta faktor-faktor lainnya. Menurut WONCA, Dokter Keluarga adalah tenaga kesehatan (dokter) tempat kontak pertama pasien (di fasilitas atau sistem pelayanan kesehatan) untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin sedini dan sedapat mungkin secara paripurna dengan pendekatan holistik, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggungjawab profesional, hukum, etika dan moral. Menurut Roebijoso (2003), Dokter Keluarga memiliki 5 (lima) pengertian, yaitu: Dokter Keluarga sebagai ilmu (science), perlu dikaji dan dikembangkan oleh Pusat Pendidikan Dokter. Dokter Keluarga sebagai pendekatan (approach) pelayanan kesehatan yang holistik (vs non holitik atau maszab liberalis dan sosialis) perlu dikaji, disusun, dibakukan dan diajarkan, oleh IDI dan Fakultas Kedokteran. Dokter Keluarga sebagai manajemen klinik dan jaringan klinik dokter keluarga yang berstandar, berorientasi pada kemampuan dan pemberdayaan pada individu dan keluarga sebagai unit pelayanan, serta manajemen pelayanan kesehatan berwawasan mutu dengan mengutamakan upaya pembiayaan prabayar. Dokter Keluarga sebagai profesi dengan standar, kurikulum dan akreditasi oleh persatuan profesi (nasional dan lokal). Dokter Keluarga sebagai politik ekonomi pelayanan kesehatan yaitu iklim politik dan supra struktur yang mampu mendukung berbagai pengembangan Dokter Keluarga di Indonesia. Berdasarkan hasil Musyawarah Kerja IDI ke-18 Dokter Keluarga adalah dokter yang memberi pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat pada keluarga sehingga seorang Dokter Keluarga tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya. Secara singkat dapat didefinisikan sebagai dokter yang berprofesi khusus sebagai dokter praktik umum yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat primer dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga. Penjabaran tersebut adalah sebagai berikut:

6.

1. Berprofesi khusus karena dididik secara khusus untuk mencapai standar kompetensi tertentu 2. Dokter praktik umum, yaitu dokter yang dalam praktiknya menampung semua masalah yang dimiliki pasien tanpa memandang jenis kelamin, status sosial, jenis penyakit, golongan usia, ataupun sistem organ. 3. Pelayanan kesehatan tingkat primer ujung tombak pelayanan kesehatan tempat kontak pertama dengan pasien untuk selanjutnya menyelesaikan semua masalah sedini dan sedapat mungkin atau mengkoordinasikan tindak lanjut yang diperlukan pasien. 4. Prinsip-prinsip kedokteran keluarga, adalah pelayanan yang komprehensif, kontinyu, koordinatif (kolaboratif), mengutamakan pencegahan, menimbang keluarga dan komunitasnya. BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Sejak 1978 ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memulai programnya Health for All in 2000, pelayanan kesehatan primer menjadi salah satu hal yang utama dalam pengembangan perencanaan pemerintah. Program tersebut menitikberatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Pada Januari 1995 Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Dokter Keluarga Dunia yaitu World Organization of National Colleges, Academies and Academic Associatons of General Practitioner or Family Physician (WONCA) telah merumuskan sebuah visi global dan rencana tindakan ( action plan) untuk meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat yang tertuang dalam tulisan Making Medical Practice and Education More Relevant to Peoples Needs: The Role of Family Doctor. Dalam acara pembukaan Temu Ilmiah Akbar Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran (TIA-KPPIK) 2002 di Jakarta, Menteri Kesehatan, Achmad Sujudi, menyatakan bahwa visi dan misi kurikulum pendidikan dokter di Indonesia sepatutnya diarahkan untuk menghasilkan dokter keluarga, tidak lagi dokter komunitas atau dokter Puskesmas seperti sekarang. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 916/Menkes/Per/VIII/1997 tentang Pelayanan Dokter Umum yang diarahkan menjadi pelayanan dokter keluarga. Ilmu Kedokteran Keluarga kemudian masuk dalam Kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI II) pada tahun 1993, yang merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat. Definisi dokter keluarga (DK) atau dokter praktek umum (DPU) yang dicanangkan oleh WONCA pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, jenis kelamin ataupun jenis penyakit. Dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut tanpa membedakan ras, budaya dan tingkatan sosial. Secara klinis dokter ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan memperhatikan latar budaya, sosial ekonomi dan psikologis pasien. Sebagai tambahan, dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya (Danakusuma, 1996). Dokter keluarga ini memiliki fungsi sebagai five stars doctor dan memiliki organisasi yang telah dibentuk yaitu PDKI dan KIKKI yang telah diketahui oleh IDI. I.2. TUJUAN Tujuan umum Mengetahui tentang kedokteran keluarga beserta sistemnya.

Tujuan khusus a. Mengetahui tentang pengertian dari kedokteran keluarga b. Mengetahui sejarah daripada organisasi yang telah terbentuk c. Mengetahui perbedaan antara dokter keluarga dan dokter praktek umum I.3. MANFAAT Menambah wawasan dan keilmuan untuk penulis serta membantu pembaca khususnya teman-teman mahasiswa lainnya untuk memahami tentang kedokteran keluarga. BAB II PEMBAHASAN II.1. PENGERTIAN Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kedokteran dan kesehatan yang bermutu dan terjangkau sudah sangat didambakan. Sehingga merupakan tugas profesi untuk mewujudkannya seoptimal mungkin agar masyarakat tetap dan semakin percaya pada sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Definisi dokter keluarga atau dokter praktek umum yang dicanangkan oleh WONCA pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, jenis kelamin ataupun jenis penyakit. Dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut tanpa membedakan ras, budaya dan tingkatan sosial. Secara klinis dokter ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan memperhatikan latar budaya, sosial ekonomi dan psikologis pasien. Sebagai tambahan, dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya. Definisi kedokteran keluarga (IKK FK-UI 1996) adalah disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari dinamika kehidupan keluarga, pengaruh penyakit terhadap fungsi keluarga, pengaruh fungsi keluarga terhadap timbul dan berkembangnya penyakit, cara pendekatan kesehatan untuk mengembalikan fungsi tubuh sekaligus fungsi keluarga agar dalam keadaan normal. Setiap dokter yang mengabdikan dirinya dalam bidang profesi dokter maupun kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan melalui pendidikan khusus di bidang kedokteran keluarga yang mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek dokter keluarga. Definisi kedokteran keluarga (PB IDI 1983) adalah ilmu kedokteran yang mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran yang orientasinya untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada kesatuan individu, keluarga, masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Pelayanan kesehatan tingkat pertama dikenal sebagai primary health care, yang mencangkup tujuh pelayanan (Muhyidin, 1996) : 1. Promosi kesehatan 2. KIA 3. KB 4. Gizi 5. Kesehatan lingkungan

6. Pengendalian penyakit menular 7. Pengobatan dasar II.2. TUJUAN PELAYANAN DOKTER KELUARGA Tujuan pelayanan dokter keluarga mencakup bidang yang amat luas sekali. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam (Azwar, 1995) : 1. Tujuan Umum Tujuan umum pelayanan dokter keluarga adalah sama dengan tujuan pelayanan kedokteran dan atau pelayanan kesehatan pada umumnya, yakni terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga. 2. Tujuan Khusus Sedangkan tujuan khusus pelayanan dokter keluarga dapat dibedakan atas dua macam : a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif. Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga memang lebih efektif. Ini disebabkan karena dalam menangani suatu masalah kesehatan, perhatian tidak hanya ditujukan pada keluhan yang disampaikan saja, tetapi pada pasien sebagai manusia seutuhnya, dan bahkan sebagai bagian dari anggota keluarga dengan lingkungannya masing-masing. Dengan diperhatikannya berbagai faktor yang seperti ini, maka pengelolaan suatu masalah kesehatan akan dapat dilakukan secara sempurna dan karena itu penyelesaian suatu masalah kesehatan akan dapat pula diharapkan lebih memuaskan. b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien. Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga juga lebih mengutamakan pelayanan pencegahan penyakit serta diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Dengan diutamakannya pelayanan pencegahan penyakit, maka berarti angka jatuh sakit akan menurun, yang apabila dapat dipertahankan, pada gilirannya akan berperan besar dalam menurunkan biaya kesehatan. Hal yang sama juga ditemukan pada pelayanan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Karena salah satu keuntungan dari pelayanan yang seperti ini ialah dapat dihindarkannya tindakan dan atau pemeriksaan kedokteran yang berulang-ulang, yang besar peranannya dalam mencegah penghamburan dana kesehatan yang jumlahnya telah diketahui selalu bersifat terbatas. II.3. MANFAAT PELAYANAN DOKTER KELUARGA Apabila pelayanan dokter keluarga dapat diselenggarakan dengan baik, akan banyak manfaat yang diperoleh. Manfaat yang dimaksud antara lain adalah (Cambridge Research Institute, 1976) : 1. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan. 2. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin kesinambungan pelayanan kesehatan. 3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini. 4. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah lainnya. 5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala keterangan tentang keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan dan ataupun keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi.

6. Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis. 7. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tata cara yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya kesehatan. 8. Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang memberatkan biaya kesehatan. II.4. FUNGSI, TUGAS DAN KOMPETENSI DOKTER KELUARGA Dokter keluarga memiliki 5 fungsi yang dimiliki, yaitu (Azrul Azwar, dkk. 2004) : a. Care Provider (Penyelenggara Pelayanan Kesehatan) Yang mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang individu dan sebagai bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas, lingkungannya, dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, komprehensif, kontinu, dan personal dalam jangka waktu panjang dalam wujud hubungan profesional dokter-pasien yang saling menghargai dan mempercayai. Juga sebagai pelayanan komprehensif yang manusiawi namun tetap dapat dapat diaudit dan dipertangungjawabkan b. Comunicator (Penghubung atau Penyampai Pesan) Yang mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang efektif sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatannya sendiri serta memicu perubahan cara berpikir menuju sehat dan mandiri kepada pasien dan komunitasnya c. Decision Maker (Pembuat Keputusan) Yang melakukan pemeriksaan pasien, pengobatan, dan pemanfaatan teknologi kedokteran berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan mempertimbangkan harapan pasien, nilai etika, cost effectiveness untuk kepentingan pasien sepenuhnya dan membuat keputusan klinis yang ilmiah dan empatik d. Manager Yang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di dalam maupun di luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan pasien dan komunitasnya berdasarkan data kesehatan yang ada. Menjadi dokter yang cakap memimpin klinik, sehat, sejahtera, dan bijaksana e. Community Leader (Pemimpin Masyarakat) Yang memperoleh kepercayaan dari komunitas pasien yang dilayaninya, menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya, memberikan nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan kegaiatan atas nama masyarakat dan menjadi panutan masyarakat Selain fungsi, ada pula tugas dokter keluarga, yaitu : a. Mendiagnosis dan memberikan pelayanan aktif saat sehat dan sakit b. Melayani individu dan keluarganya c. Membina dan mengikut sertakan keluarga dalam upaya penanganan penyakit d. Menangani penyakit akut dan kronik e. Merujuk ke dokter spesialis Kewajiban dokter keluarga : a. Menjunjung tinggi profesionalisme b. Menerapkan prinsip kedokteran keluarga dalam praktek c. Bekerja dalam tim kesehatan

d. Menjadi sumber daya kesehatan e. Melakukan riset untuk pengembangan layanan primer Kompetensi dokter keluarga yang tercantum dalam Standar Kompetensi Dokter Keluarga yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia tahun 2006 adalah (Danasari, 2008) : a. Keterampilan komunikasi efektif b. Keterampilan klinik dasar c. Keterampilan menerapkan dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan epidemiologi dalam praktek kedokteran keluarga d. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga ataupun masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik, berkesinambungan, terkoordinir dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer e. Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi f. Mawas diri dan pengembangan diri atau belajar sepanjang hayat g. Etika moral dan profesionalisme dalam praktek II.5. ORGANISASI PADA DOKTER KELUARGA Pada dokter keluarga, memiliki 2 organisasi yang akan dibahas sebagai berikut : a. Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) yang saat ini seluruh anggotanya adalah Dokter Praktik Umum (DPU) yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Jumlah anggota yang telah mendaftar sekitar 3000 orang. Semua anggota PDKI adalah anggota IDI. PDKI merupakan organisasi profesi dokter penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer yang utama. Ciri dokter layanan primer adalah (Danasari, 2008) : 1. Menjadi kontak pertama dengan pasien dan memberi pembinaan berkelanjutan (continuing care) 2. Membuat diagnosis medis dan penangannnya 3. Membuat diagnosis psikologis dan penangannya 4. Memberi dukungan personal bagi setiap pasien dengan berbagai latar belakang dan berbagai stadium penyakit 5. Mengkomunikasikan informasi tentang pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan prognosis 6. Melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit kronik dan kecacatan melalui penilaian risiko, pendidikan kesehatan, deteksi dini penyakit, terapi preventif, dan perubahan perilaku. Setiap dokter yang menyelenggarakan pelayanan seperti di atas dapat menjadi anggota PDKI. Anggota PDKI adalah semua dokter penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer baik yang baru lulus maupun yang telah lama berpraktik sebagai Dokter Praktik Umum. Dokter penyelenggara tingkat primer, yaitu : 1. Dokter praktik umum yang praktik pribadi 2. Dokter keluarga yang praktik pribadi 3. Dokter layanan primer lainnya seperti : a. Dokter praktik umum yang bersama b. Dokter perusahaan c. Dokter bandara

d. Dokter pelabuhan e. Dokter kampus f. Dokter pesantren g. Dokter haji h. Dokter puskesmas i. Dokter yang bekerja di unit gawat darurat j. Dokter yang bekerja di poliklinik umum RS k. Dokter praktik umum yang bekerja di bagian pelayanan khusus Sejarah PDKI PDKI pada awalnya merupakan sebuah kelompok studi yang bernama Kelompok Studi Dokter Keluarga (KSDK, 1983), sebuah organisasi dokter seminat di bawah IDI. Anggotanya beragam, terdiri atas dokter praktik umum dan dokter spesialis. Pada tahun 1986, menjadi anggota organisasi dokter keluarga sedunia (WONCA). Pada tahun 1990, setelah Kongres Nasional di Bogor, yang bersamaan dengan Kongres Dokter Keluarga Asia-Pasifik di Bali, namanya diubah menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI), namun tetap sebagai organisasi dokter seminat. Pada tahun 2003, dalam Kongres Nasional di Surabaya, ditasbihkan sebagai perhimpunan profesi, yang anggotanya terdiri atas dokter praktik umum, dengan nama Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI), namun saat itu belum mempunyai kolegium yang berfungsi. Dalam Kongres Nasional di Makassar 2006 didirikan Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga (KIKK) dan telah dilaporkan ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Masyarakat Kestabilan dan Kendali Indonesia (MKKI). Continuing Professional Development (CPD) yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) adalah : 1. Pelatihan Paket A : Pengenalan Konsep Dokter Keluarga 2. Pelatihan Paket B : Manajemen Pelayanan Dokter Keluarga 3. Pelatihan Paket C : Pengetahuan Medis Dasar dan Keterampilan Teknis Medis 4. Pelatihan Paket D : Pengetahuan Mutakhir Kedokteran 5. Konversi DPU menjadi DK bagi dokter yang telah praktek 5 tahun atau lebih dan masih punya izin praktek dengan mengisi borang yang telah disediakan sampai tahun 2012, setelah itu bila ingin jadi dokter keluarga harus mengikuti pendidikan formal baik S2 atau spesialis DK 6. Pengisian modul DK 7. Kerja sama dengan Australia dengan mengisi modul online b. Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia ( KIKKI ) Dipilih dalam Kongres Nasional VII di Makassar 30 Agustus 2006 2 September 2006, dan telah dilaporkan ke PB IDI Pusat dan MKKI. Kolegium memang harus ada dalam sebuah organisasi profesi. Jadi PDKI harus mempunyai kolegium yang akan memberikan pengakuan kompetensi keprofesian kepada setiap anggotanya. Dalam PDKI lembaga ini yang diangkat oleh kongres dan bertugas sebagai berikut : 1. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua keputusan yang ditetapkan kongres 2. Mempunyai kewenangan menetapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan sistem pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga 3. Mengkoordinasikan kegiatan kolegium kedokteran

4. Mewakili PDKI dalam pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga 5. Menetapkan program studi pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga beserta kurikulumnya 6. Menetapkan kebijakan dan pengendalian uji kompetensi nasional pendidikan profesi kedokteran keluarga 7. Menetapkan pengakuan keahlian (sertfikasi dan resertifikasi) 8. Menetapkan kebijakan akreditasi pusat pendidikan dan rumah sakit pendidikan untuk pendidikan dokter keluarga 9. Mengembangkan sistem informasi pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga Angota KIKK terdiri atas anggota PDKI yang dinilai mempunyai tingkat integritas dan kepakaran yang tinggi untuk menilai kompetensi keprofesian anggotanya. Atas anjuran dan himbauan IDI sebaiknya KIKK digabung dengan KDI karena keduanya menerbitan sertifikat kompetensi untuk Dokter Pelayanan Primer (DPP). Setelah melalui diskusi yang berkepanjangan akhirnya bergabung dengan nama Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga (KDDKI) yang untuk sementara melanjutkan tugas masing-masing, unsur KDI memberikan sertifikat kepada dokter yang baru lulus sedangkan unsur KIKK memberikan sertifikat kompetensi (resertifikasi) kepada DPP yang akan mendaftar kembali ke KKI (Qomariah, 2000). II.6. PERBEDAAN DOKTER PRAKTEK UMUM DAN DOKTER KELUARGA Tabel ini menjelaskan tentang perbedaan antara dokter praktek umum dengan dokter keluarga (Qomariah, 2000) : DOKTER PRAKTEK UMUM Cakupan Pelayanan Terbatas DOKTER KELUARGA Lebih Luas Menyeluruh, Paripurna, Sifat Pelayanan Sesuai Keluhan bukan sekedar yang dikeluhkan Kasus per kasus dengan pengamatan sesaat Kasus per kasus dengan berkesinambungan sepanjang hayat Lebih kearah pencegahan, tanpa mengabaikan pengobatan dan rehabilitasi Lebih diperhatikan dan dilibatkan Jadi perhatian utama Dokter pasien teman sejawat dan konsultan Secara individual sebagai Awal pelayanan Secara individual bagian dari keluarga komunitas dan lingkungan BAB III KESIMPULAN DAN SARAN III.1. KESIMPULAN

Cara Pelayanan

Jenis Pelayanan

Lebih kuratif hanya untuk penyakit tertentu

Peran keluarga Promotif dan pencegahan Hubungan dokter-pasien

Kurang dipertimbangkan Tidak jadi perhatian Dokter pasien

Dokter keluarga merupakan profesi dokter yang dapat mencegah terjadinya pembengkakkan biaya dengan cara memperhatikan riwayat daripada suatu keluarga. Dengan tindakan seperti itulah dokter keluarga dapat mencegah penyakit yang akan timbul. Dan ini pula yang dilewati oleh dokter praktek umum. Dokter keluarga juga dapat berperan sebagaimana layaknya dokter praktek umum, yaitu sama-sama sebagai five stars doctor dimana mereka menjadi communicator, care provider, decision maker, community leader dan manager. Selain itu juga, dokter keluarga tergabung dalam organisasi Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) dan Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia (KIKKI). PDKI terbentuk pada tahun 2003 dengan anggotanya adalah dokter praktik umum (IDI) yang juga bekerja sebagai pelayanan jasa primer. Kemudian, pada kongres selanjutnya mendirikan kolega yaitu Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia (KIKKI). Namun, ada juga perbedaan antara dokter praktik umum dan dokter keluarga yang dapat dilihat dari cakupan pelayanan, sifat pelayanan, cara pelayanan, jenis pelayanan, dan lain-lain. III.2. SARAN Jadilah seorang dokter yang profesional sehingga dapat dipercaya oleh banyak orang.

Perhimpunan Dokter keluarga Indonesia (PDKI) PDKI adalah Kepanjanganya adalah Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia Saat ini seluruh anggotanya adalah Dokter Praktik Umum (DPU) yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Jumlah anggota yang telah mendaftar sekitar 3000 orang. Semua anggota PDKI adalah anggota IDI. PDKI merupakan organisasi profesi dokter penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer"yang utama". Ciri dokter layanan primer adalah: (Goroll, 2006) Menjadi kontak pertama dengan pasien dan memberi pembinaan berkelanjutan (continuing care) Membuat diagnosis medis dan penangannnya, Membuat diagnosis psikologis dan penangannya, Memberi dukungan personal bagi setiap pasien dengan berbagai latar belakang dan berbagai stadium penyakit Mengkomunikasikan informasi tentang pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan prognosis, dan Melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit kronik dan kecacatan melalui penilaian risiko, pendidikan kesehatan, deteksi dini penyakit, terapi preventif, dan perubahan perilaku. Setiap dokter yang menyelenggarakan pelayanan seperti di atas dapat menjadi anggota PDKI. Anggota PDKI adalah semua dokter penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer baik yang baru lulus maupun yang telah lama berpraktik sebagai Dokter Praktik Umum. Dokter penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer termasuk Dokter (Praktik Umum) yang praktik pribadi Dokter Keluarga yang praktik pribadi Dokter layanan primer lainnya termasuk: Dokter Praktik Umum yang praktik solo Dokter (praktik umum) praktik bersama Dokter perusahaan Dokter bandara Dokter pelabuhan Dokter kampus Dokter pesantren Dokter haji Dokter Puskesmas Dokter yang bekerja di unit gawat darurat Dokter yang bekerja di Poliklinik Umum RS Dokter Praktik Umum yang bekerja di bagian pelayanan khusus misalnya Unit Hemodialisis, PMI, dsb. Daftar isi [tampilkan] [sunting] Sejarah PDKI PDKI pada awalnya merupakan sebuah kelompok studi yang bernama Kelompok Studi Dokter Keluarga (KSDK, 1983), sebuah organisasi dokter seminat di bawah IDI. Anggotanya beragam, terdiri atas dokter praktik umum dan dokter spesialis. Pada tahun 1986, menjadi anggota organisasi dokter keluarga sedunia (WONCA). Pada tahun 1990, setelah Kongres Nasional di Bogor, yang bersamaan dengan Kongres Dokter Keluarga Asia-Pasifik di Bali, namanya diubah menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI), namun tetap sebagai organisasi dokter seminat. Pada tahun 2003, dalam Kogres Nasional di Surabaya, ditasbihkan sebagai perhimpunan profesi, yang anggotanya terdiri atas dokter praktik umum, dengan nama Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI), namun saat itu belum mempunyai kolegium yang berfungsi. Dalam Kongres Nasional di Makassar 2006 didirikan Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga (KIKK) dan telah dilaporkan ke IDI dan MKKI. [sunting] 1. KIKK Kepanjangannya adalah: Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga, dipilih dalam Kogres Nasional VII di Makassar 30 Agustus 2 September 2006, dan telah dilaporkan ke PB IDI Pusat dan MKKI. Kolegium memang harus ada dalam sebuah organisasi profesi. Jadi PDKI harus mempunyai kolegium yang akan memberikan pengakuan kompetensi keprofesian kepada setiap

anggotanya Dalam PDKI lembaga ini yang diangkat oleh kongres dan bertugas: Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua keputusan yang ditetapkan kongres Mempunyai kewenangan menetapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan sistem pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga Mengkoordinasikan kegiatan kolegium kedokteran. Mewakili PDKI dalam pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga Menetapkan program studi pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga beserta kurikulumnya Menetapkan kebijakan dan pengendalian uji kompetensi nasional pendidikan profesi kedokteran keluarga Menetapkan pengakuan keahlian (sertfikasi dan resertifikasi) Menetapkan kebijakan akreditasi pusat pendidikan dan rumah sakit pendidikan untuk pendidikan dokter keluarga Mengembangkan sistem informasi pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga Angota KIKK terdiri atas anggota PDKI yang dinilai mempunyai tingkat integritas dan kepakaran yang tinggi untuk menilai kompetensi keprofesian anggotanya Atas anjuran dan himbauan IDI sebaiknya KIKK digabung dengan KDI karena keduanya menerbitan sertifikat kompetensi untuk Dokter Pelayanan Primer (DPP). Setelah melalui diskusi yang berkepanjangan akhirnya deuanya digabung dengan nama Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga (KDDKI) yang untuk sementara melanjutkan tugas masing-masing, unsur KDI memberikan sertifikat kepada dokter yang baru lulus sedangkan unsur KIKK memberikan sertifikat kompetensi (resertifikasi) kepada DPP yang akan mendaftar kembali ke KKI. [sunting] 2. Dokter (Dokter Praktik Umum, DPU, General Practitioner) Dokter sering disebut Dokter Praktik Umum (General Practitioner) yang disalah-kaprahkan menjadi Dokter Umum Sebutan Dokter Umum sudah tidak digunakan lagi dan diganti dengan Dokter Praktik Umum (DPU) sesuai dengan keputusan Muktamar IDI di Malang tahun 2000 Dokter adalah gelar profesi bagi lulusan Fakultas Kedokteran dan atau Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD), yang menggunakan KIPDI I, II, dan sebelumnya Pendidikan dokter sejak tahun 2005 telah berubah metodenya dari Content Based Curriculum yang bersifat teacher centered menjadi Competency based Curriculum (KBK) yang bersifat student centered. Isi kurikulum (bahan bahasan) tetap sama yaitu Ilmu Kedokteran Pelayanan Primer beserta kemajuan yang dicapai. Seluruh isi KIPDI III selanjutnya menjadi bagian utama dan disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia sebagai Standar Nasional Kurikulum Pendidikan Dokter. Standar ini harus menjadi acuan utama kurikulum FK/PSPD dan menjadi 80% is kurikulum setiap FK/PSPD. Yang 20% lainnya berupa muatan local. Kurun waktu pendidikan dokter juga berubah menjadi 5 tahun ditambah internsip 1 tahun. Gelar dokter ini juga diberikan kepada lulusan Fakultas Kedokteran dan atau Program Studi Pendidikan Dokter yang menggunakan KBK sebelum dan sesudah internsip. Dengan demikian, definisi Dokter adalah tenaga kesehatan tempat kontak pertama pasien di fasilitas/sistem pelayanan kesehatan primer untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin sedini dan sedapat mungkin, secara paripurna, dengan pendekatan holistik, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien yang mengutamakan pencegahan, serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya (wewenang) sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran dasar. Secara singkat definisi Dokter adalah praktisi medis yang berpraktik sebagai DPU, dengan kewenangan sebatas pelayanan primer. Khusus untuk lulusan KBK yang dalam praktinya menerapkan pendekatan kedokteran keluarga, boleh disebut dokter keluarga sekalipun belum bergelar profesi sebagai Dokter Keluarga. Dengan kata lain, dalam praktiknya dokter menyelengarakan pelayanan kesehatan tingkat primer sebagai generalis atau Dokter Praktik Umum. Kewenangannya sebatas Basic Medical Doctor versi World Federation of Medical Education 2003 yang di Indonesia diberi gelar Dokter yang memperoleh sertifikat kompetensi dari Kolegium Dokter Indonesia dan dalam praktik bergelar DPU (Dokter Praktik Umum). [sunting] 3. Dokter Keluarga (DK), Magister Kedokteran Keluarga atau Magister Famili Medisin (MKK/MFM), dan Spesialis Kedokteran Keluarga atau Spesialis Famili Medisin (SpFM) Dokter Keluarga adalah tenaga kesehatan tempat kontak pertama pasien (di fasilitas/sistem pelayanan kesehatan) untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin sedini dan sedapat mungkin, secara paripurna, dengan pendekatan holistik, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien yang mengutamakan pencegahan serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya (wewenang) sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran dasar ditambah dengan kompetensi dokter layanan primer yang diperoleh melalui CME/CPD atau program spesialisasi. Seperti juga Dokter, Dokter Keluarga menyelengarakan pelayanan kesehatan tingkat primer sebagai generalis atau Dokter Praktik Umum. Cakupan layanan lebih luas dan dalam daripada Dokter tetapi tetap dalam lingkup pelayanan primer. Ilmu dan keterampilannya sebagai penyelenggara layanan primer lebih lengkap dibandingkan Dokter. Seperti telah dikatakan di atas, sekalipun mampu menerapkan pendekatan kedokteran keluarga, seorang Dokter mempunyai keterbatasan karena keterbatasan waktu pendidikan di fakultas kedokteran atau program studi pendidikan dokter. Oleh karena itu seorang Dokter harus menambah ilmu dan keterampilannya dalam lingkup pelayanan primer melalaui program CME/CPD terstruktur atau pendidikan dokter spesialis untuk mencapai predikat DK atau SpFM. Dengan demikian dokter yang bergelar profesi DK dapat didefinisikan secara singkat sebagai Dokter (Praktik Umum) yang memperoleh pendidikan t ambahan khusus melalui program CME/CPD dan menerapkan pendekatan kedokteran keluarga dalam praktiknya di tempat pelayanan kesehatan primer.

Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh. Dokter Keluarga Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan primer yang komprehensif, kontinyu, menutamakan pencegahan, koordinatif, mempertimbangkan keluarga, komunitas dan lingkungannya dilandasi keterampilan dan keilmuan yang mapan. Pelayanan Dokter Keluarga melibatkan Dokter Keluarga (DK) sebagai penyaring di tingkat primer, dokter Spesialis (DSp) di tingkat pelayanan sekunder, rumah sakit rujukan, dan pihak pendana yang kesemuanya bekerja sama dibawah naungan peraturan dan perundangan. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya. Tugas Dokter Keluarga: 1) Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan, 2) Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat, 3) Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit, 4) Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya, 5) Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi, 6) Menangani penyakit akut dan kronik, 7) Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS, 8) Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di RS, 9) Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan, 10) Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya, 11) Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien, 12) Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar, 13) Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan ilmu kedokteran keluarga secara khusus. Wewenang Dokter Keluarga: 1) Menyelenggarakan Rekam Medis yang memenuhi standar, 2) Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat, 3) Melaksanakan tindak pencegahan penyakit, 4) Mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer, 5) Mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal, 6) Melakukan tindak prabedah, beda minor, rawat pascabedah di unit pelayanan primer, 7) Melakukan perawatan sementara, 8) Menerbitkan surat keterangan medis, 9) Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap, 10) Memberikan perawatan dirumah untuk keadaan khusus. Kompetensi Dokter Keluarga: Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada seorang lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah yang perlu dilatihkan melalui program perlatihan ini. Yang dicantumkan disini hanyalah kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap Dokter Keluarga secara garis besar. Rincian memgenai kompetensi ini, yang dijabarkan dalam bentuk tujuan pelatihan, akan tercantum dibawah judul setiap modul pelatihan yang terpisah dalam berkas tersendiri karena akan lebih sering disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran. a) Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga, b) Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam pelayanan kedokteran keluarga, c) Menguasai ketrampilan berkomunikasi, menyelenggarakan hubungan profesional dokter- pasien untuk : (a) Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga, (b) Secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana menyelesaikan masalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga, (c) Dapat bekerjasama secara profesional secara harmonis dalam satu tim pada penyelenggaraan pelayanan kedokteran/kesehatan. A. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan kliniks. a) Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan potensi yang dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan. masalahnya, b) Menyelenggarakan pelayan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan. B. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spritual.

C. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan kesehatan termasuk sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan/JPKM). Klinik dokter Keluarga ( KDK ) a) Merupakan klinik yang menyelenggarakan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK), b) Sebaiknya mudah dicapai dengan kendaraan umum. (terletak di tempat strategis), c) Mempunyai bangunan yang memadai, d) Dilengkapi dengan saraba komunikasi, e) Mempunyai sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK, f) Mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis telah lulus perlatihan khusus pembantu KDK, g) Dapat berbentuk praktek mandiri (solo) atau berkelompok. h) Mempunyai izin yang berorientasi wilayah, i) Menyelenggarakan pelayanan yang sifatnya paripurna, holistik, terpadu, dan berkesinambungan, j) Melayani semua jenis penyakit dan golongan umur, k) Mempunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan peringkat klinik ybs. Sistem Pelayanan Dokter Keluarga ( SPDK ) Untuk menunjang tugas dan wewenang nya diperlukan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga yang terdiri atas komponen : a) Dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan primer di klinik Dokter Keluarga (KDK), b) Dokter Spesialis yang menyelenggarakan pelayanan sekunder di klinik Dokter Spesialis (KDSp), c) Rumah sakit rujukan, d) Asuransi kesehatan/ Sistem Pembiayaan, e) Seperangkat peraturan penunjang. Dalam sistem ini kontak pertama pasien dengan dokter akan terjadi di KDK yang selanjutnya akan menentukan dan mengkoordinasikan keperluan pelayanan sekunder jika dipandang perlu sesuai dengan SOP standar yang disepakati. Pasca pelayanan sekunder, pasien segera dirujuk balik ke KDK untuk pemantauan lebih lanjut. Tata selenggarapelayanan seperti ini akan diperkuat oleh ketentuan yang diberlakukan dalam skema JPKM/asuransi. JPKM Untuk efisiensi pembiayaan dan menjaga mutu pelayanan dokter keluarga, ditetapkan JPKM. JPKM merupakan sistem pemeliharaan kesehatan menyeluruh yang terjamin mutunya dengan pembiayaan praupaya . uraian tentang JPKM mencakup sbb : a) Latar belakang (masalah pelayanan dan pembiayaan kesehatan) JPKM dirumuskan sebagai upaya dirumuskan sebagai upaya Indonesia untuk mengatasi ancaman terhadap akses pelayanan kesehatan akibat kenaikan biaya kesehatan yang juga mengacam penurunan mutunya. Setelah bertahun-tahun terhadap pelbagai bentuk pemeliharaan kesehatan mancanegara, disadari bahwa pembayaran tunai langsung dari kocek konsumen atau pembayaran melalui pihak ketiga terhadap tagihan pemberi pelayanan kesehatan telah mendorong kenaikan biaya kesehatan . karena itu, dalam sitem JPKM dirumuskan keterlibatan masyarakat untuk membiayai kesehatan dengan iuran dimuka, keterlibatan pihak ketiga sebagai badan penyelenggara yang bertanggungjawab mengelola iuran secara efisien, keterlibatan sarana pelayanan kesehatan untuk melaksanakan layanan bermutu namun ekonomis (cost- effrctive) dengan pembayaran Pra-upaya, dan keterlibatan pemerintah sebagai badan pembina yang mengarahkan hubungan saling menguntungkan antar para pelaku JPKM tersebut. Dengan demikian, JPKM yang dalam UU No .23/1992 dinyatakan sebagai suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna, berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin, serta dengan pembiayaan yang dilaksanakan secara pra- upaya, pada hakekatnya adalah sistem pemeliharaan kesehatan yang memadu kan penataan subsistem pelayanan dengan subsistem pembiayaan kesehatan. Tujuannya adalah meningkatkan taraf kesehatan masyarakat dengan menjaga mutu pelayanan dan mengendalikan biaya pelayanan sehingga tidak menghambat akses masyarakat.b) Beberapa bentuk pembiayaan pemeliharaan kesehatan (tunai-langsung atau fee for service, asuransi ganti-rugi, asuransi dengan taguhan provider, pelayanan kesehatan terkendali (managed care). Dalam JPKM pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh pelbagai sarana dan/atau penyelenggara Pemeluharaan Kesehatan atau pemberi Pelayanaan Kesehatan (PPK) yang dikontrak oleh Bapel serta dibayar secara pra-upaya. Dengan pembayaran secara pra-upaya, ppk didorong untuk merencanakan pelayanan kesehatan berdasarkan profil peserta dan efesiensi (cost- effectiveness), Hal ini akan mendorong penerapan standar pelayanan dan upaya jaga mutu yang akan memelihara dan meningkatkan taraf kesehatan peserta. c) JPKM sebagai bentuk pelayanan kesehatan terkendali di Indonesia (pengertian, para pelaku, tujuh jurus, program pengembangan : visi-misi-strategi-swot-tujuan-kegiatan-hasil-arah pengembangan selanjutnya). d) Peran dokter keluarga dalam JPKM (pelayanan tingkat pertama yang bermutu segai ujung tombak JPKM, health-resource-alocator terpecaya bagi keluarga). Perbedaan antara Dokter dan Dokter Keluarga Submitted by hadinata on Saturday, 12 June 2010No Comment

Oleh : Dr. Sugito Wonodirekso, MS, PHK. PKK, Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia, Kabid. Pendidikan dan Penelitian Perubahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki sistem apapun yang sudah berjalan hampir selalu pada awalnya mendatangkan kerancuan. Demikian pula perubahan dalam pendidikan kedokteran dasar dan sistem pelayanan kesehatan. Penulis mencoba mengemukaan wacana ini dalam upaya membantu menjernihkan kerancuan yang ada yang menyangkut pengertian tentang definisi, kompetensi, dan kewenangan dokter layanan primer. A. Dokter Dokter dalam wacana ini diberi tanda kutip karena merupakan istilah bukan sebutan umum. Gelar Dokter diberikan kepada: 1. Lulusan institusi pendidikan kedokteran dasar yang menggunakan KIPDI I dan II dan sebelumnya. 2. Lulusan institusi pendidikan kedokteran dasar yang menggunakan KIPDI III sebelum menjalani program internsip. Mereka memperoleh gelar Dokter karena sudah mampu melaksanakan tugas sebagai dokter layanan primer akan tetapi belum mahir melaksanakannya sehingga masih memerlukan proses pemahiran dalam program internsip. Dokter seperti itu telah mendapat Sertifikat Kompetensi dari KDI. Sertifikat kompetensi ini bersifat sementara dan hanya digunakan untuk mendaftarkan diri ke KKI agar memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) sementara yang diperlukan untuk dapat praktik atas nama sendiri di bawah seliaan (supervisi) dokter senior yang bersertifikat sebagai penyelia di klinik tempatnya menjalani internsip. Dengan kata lain STR itu hanya berlaku sementara sepanjang masa internsip dan hanya di klinik tertentu (terakreditasi) tempatnya menjalani program internsip. Jika tempat internsip itu terdiri atas sejumlah klinik layanan primer, maka STR itu hanya berlaku di klinik-klinik tersebut. Dokter seperti ini belum boleh menyelengarakan praktik mandiri sebagai penyelenggara layanan kesehatan primer. 3. Lulusan institusi pendidikan kedokteran dasar yang menggunakan KIPDI III setelah menjalani program internsip. Mereka tetap menggunakan gelar Dokter karena tingkat kemampuannya sama dengan mereka yang belum menjalani internsip. Bedanya mereka diangap telah mahir menggunakan kemampuannya itu karena telah menjalani internsip. Untuk itu mereka memperoleh Sertifikat Kompetensi dari KDI yang berlaku sampai dengan saat registrasi ulang berikutnya sebagai penyelengara layanan kesehatan primer karena diangggap sudah mahir melaksanakannya. Serifikat Kompetensi itulah yang memungkinkan mereka mendaftar ke Konsil Kedokteran Indonesia untuk legalitas praktik mandirinya sebagai dokter layanan primer. Proses pemahiran melalui program internship ini sangat penting untuk menjamin mutu layanannya. Jadi, Dokter adalah predikat akademik-profesional yang diberikan kepada mereka yang telah menyelesaikan pendidikan di institusi pendidikan kedokteran dasar. Bagi mereka yang dididik menggunakan KIPDI I dan II dan sebelumnya, belum diwajibkan untuk menjalani internsip, karena kepaniteraan yang cukup panjang selama pendidikan dianggap cukup memadai. Oleh karena itu setelah lulus sebagai dokter, langsung diberi wewenang untuk menjalankan praktik kedokteran mandiri yang menangani masalah kesehatan tingkat primer tanpa memandang jenis penyakit, golongan usia, organologi, ataupun jenis kelamin pasien yang dihadapinya. Dari cakupan layannya yang luas itu lahirlah sebutan Dokter Umum yang menjalankan Praktik Umum yang selama ini dikenal masyarakat. Perlu ditekankan di sini, sebenarnya kedua sebutan itu diciptakan atau diberikan oleh masyarakat dan bukan oleh institusi pendidikan kedokteran dasar. Kedua istilah tadi diperlukan untuk membedakannya dengan dokter spesialis yang praktiknya dibatasi oleh jenis penyakit, golongan usia, jenis kelamin, dan jenis organ. Hal itu diperjelas oleh kenyataan bahwa dalam ijazah yang diperoleh dari intitusi pendidikan kedokteran dasar gelarnya adalah Dokter. Semua institusai pendidikan kedokteran dasar sepakat bahwa Dokter tersebut (yang lulus dari institusi pendidikan kedokteran dasar menggunakan KIPDI I dan II dan sebelumnya) dianggap belum mampu menerapkan pendekatan kedokteran keluarga karena pendidikannya yang community oriented, menerapkan paradigma sakit (disease oriented), dan menganggap pasien sebagai kumpulan organ. Selain itu harus diakui bahwa selama ini kompetensi dokter belum terformulasikan dengan jelas dan sebagai konsekuensinya batasan layanan primer yang menjadi wewenangnya juga belum jelas. Walaupun demikian, secara tersirat sudah tampak pada Tanggung Jawab Dokter di Indonesia dan TIU dan TPK yang tercantum dalam KIPDI I dan II.

Dokter juga merupakan gelar akademik-professional yang diberikan kepada para lulusan institusi pendidikan yang menggunakan KIPDI III sebelum dan setelah menjalani internsip selama paling kurang 1 tahun. Dokter lulusan KIPDI III (baru lulus sekitar tahun 2010) mempunyai wewenang yang sama dengan dokter pendahulunya yaitu sebagai penyelenggara layanan kesehatan tingkat pertama (primer), tanpa memandang jenis penyakit, golongan usia, 2 organologi, ataupun jenis kelamin pasien yang dihadapinya. Pembedanya adalah bahwa Dokter cetakan KIPDI III ini sekaligus telah mampu menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga dalam praktiknya. Kemampuan itu diperoleh selama pendidikan dokter di institusi pendidikan kedokteran dasar. Hal itu dimungkinkan karena proses pendidikannya yang competency based dan family medicine based yang memandang individu seutuhnya sebagai bagian integral dari keluarga, komunitas, dan lingkungannya. Berbeda dengan KIPDI I dan II, dalam KIPDI III jelas tercantum kompetensi yang harus dicapai selama pendidikan yang meliputi tujuh area kompetensi atau kompetensi utama yaitu: 1. Keterampilan komunikasi efektif. 2. Keterampilan klinik dasar. 3. Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan epidemiologi dalam praktik kedokteran keluarga. 4. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada indivivu, keluarga ataupun masyarakat denga cara yang komprehensif, holistik, bersinambung, terkoordinasi dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer. 5.Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi. 6. Mawas diri dan mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat. 7. Menjunjung tinggi etika, moral dan profesionalisme dalam praktik. Ketujuh area kompetensi itu sebenarnya adalah kemampuan dasar seorang dokter yang menurut WFME (World Federation for Medical Education) disebut basic medical doctor. Untuk menjamin pencapaian ketujuh area kompetesi itu diperlukan kepaniteraan (untuk mencapai kompetensi sebagai dokter layanan primer yang menerapkan pendekatan kedokteran keluarga) dan internsip (untuk pemahiran kompetensi yang telah diperolehnya). Agar lebih menjamin kemampuan dan kemahiran tadi, maka kepaniteraan dan internsip sebaiknya atau seharusnya diselenggarakan di tempat layanan primer yang menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga yang terdiri atas: 1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif 2. Pelayanan yang kontinu 3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan 4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif 5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari keluarganya 6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat tinggalnya 7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika, moral. dan hukum 8. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu 9. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertangungjawabkan Jika diperhatikan, penguasaan ketujuh arena kompetensi tadi akan menjamin kemampuan dokter menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga karena pada dasanya prinsip-prinsip kedokteran keluarga dapat diterapkan secara sempurna jika ketujuh area kompetensi tadi tercapai. Perlu ditekankan di sini bahwa penerapan prinsip-prinsip kedokteran keluarga bukan hanya menjadi tanggung jawab dokter dan atau Dokter Keluarga saja melainkan juga menjadi tanggung jawab setiap dokter di semua tingkat layanan, primer, sekunder, dan tersier. Hanya saja dokter dan atau Dokter Keluarga bertanggung jawab menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga di layanan primer sedangkan dokter spesialis di layanan sekunder dan tersier dalam Sistem Kesehatan Nasional. Jika hal itu disadari maka Sistem Pelayanan Dokter Keluarga akan dijelaskan kemudian akan dapat terlaksana secara baik. Jadi, secara akademik-profesional, yang dimaksud dengan Dokter (lulusan KIPDI-3) adalah lulusan institusi pendidikan kedokteran dasar yang belum menjalani program internsip sehingga belum berwenang menyelenggarakan layanan kesehatan tingkat primer dengan pendekatan kedokteran keluarga secara mandiri dan yang telah menyelesaikan program internsip dan memperoleh surat tanda registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia sehingga berwenang menyelenggarakan layanan kesehatan tingkat primer dengan pendekatan kedokteran keluarga secara mandiri. Secara operasional dokter dapat didefinisikan sebagai berikut:

Dokter adalah tenaga kesehatan (dokter) tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran dasar. 3 B. Dokter Keluarga Dalam wacana berkut yang dimaksud dengan dokter adalah lulusan pendidikan kedokteran dasar yang menggunakan KIPDI I, II, dan III dan sebelumnya. Harus disadari layanan kesehatan tingkat primer bukan layanan kesehatan yang sederhana seperti anggapan banyak orang selama ini. Kenyataannya masalah kesehatan yang dihadapi di layanan primer sangat kompleks dan luas serta membutuhkan pemahaman dasar ilmu kedokteran dan ilmu sosial yang luas dan dalam, seperti yang disyaratkan dalam tujuh area kompetensi yang harus dicapai. Penyakit atau masalah yang dihadapi masih belum spesifik sehingga penguasaan ketujuh area kompetensi sangat diperlukan. Sebagai konsekuensi kekhususan masalah yang dihadapi itu, maka telah diterbitkan buku ICPC (International Classification of Primary Care) yang lebih berorientasi pada keluhan yang membawa pasien ke dokter. Buku ini berbeda dengan ICD (International Classification of Diseases) yang lebih cocok untuk keperluan layanan sekunder yang lebih mendasarkan klasifikasinya pada penyakit atau diagnosis. Karena kekhususan dan kekompleksan masalah yang dihadapi oleh dokter layanan primer, diperlukan perluasan dan pendalaman ilmu dan keterampilan dokter (layanan primer). Harus disadari bahwa pendidikan kedokteran dasar tidak memungkinkan karena keterbatasan waktu studi pencetakan dokter yang menguasai ilmu dan keterampilan dokter layanan primer yang lebih luas dan dalam. Oleh karena itu dokter harus mengikuti pendidikan tambahan atau lanjutan khusus agar mempunyai kemampuan sebagai dokter layanan primer yang memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan primer yang bermutu tinggi. Untuk membedakan dokter layanan primer yang disebut dokter yang baru selesai menjalani internsip dengan dokter yang telah menjalani pendidikan khusus, diperlukan predikat yang berbeda yaitu Dokter Keluarga. Dengan demikian Dokter Keluarga - disingkat DK secara akademik-profesional didefinisikan sebagai dokter yang memperoleh pendidikan lanjutan khusus untuk menerapkan prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga dengan cakupan ilmu dan keterampilan yang lebih luas dan dalam sebagai DokterLayanan Kesehatan Tingkat Primer. Untuk keperluan operasional DK dapat didefinisikan sebagai tenaga kesehatan (dokter) tempat kontak pertama pasien dokternya untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya sebatas kompetensi dasar kedokteran ditambah dengan kompetensi dokter layanan primer yang diperoleh dalam pendidikan lanjutan khusus. Definisi di atas persis sama dengan definisi Dokter namun demikian batas kewenangan DK lebih luas karena DK telah menjalani pendidikan lanjutan khusus. Pascapendidikan lanjutan khusus itu, Dokter ybs memperoleh sertifikat kompetensi sebagai Dokter Keluarga yang diterbitkan oleh Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga untuk mendaftar ke Konsil Kedokteran Indonesia untuk legalitas praktiknya. Pendidikan lanjutan khusus maksudnya: Pendidikan lanjutan yang dirancang khusus untuk mencapai tingkat kompetensi tertentu yang lebih tinggi sebagai dokter layanan primer, yang dapat diperoleh melalui Pendidikan Kedokteran Bersinambung/ Pengembangan Profesional Bersinambung (PKB/PPB atau CME/CPD) yang terstruktur. Setelah mencapai angka kredit tertentu mereka berhak menyandang gelar Dokter Keluarga dan berwenang sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer dengan wewenang yang lebih luas. Yang dimaksud dengan Pelayanan Kesehatan Tingkat Primer adalah penyelengaraan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tempat kontak pertama pasien dengan dokter untuk menyelesaikan masalah kesehatan secara dini, optimal, paripurna, dan menyeluruh. Pelayanan kesehatan tingkat primer diselenggarakan oleh 3 kelompok dokter layanan primer yang diuraikan berikut ini. Dalam kurun waktu 5 tahun mendatang, kita akan mempunyai atau akan menghadapi 3 kelompok dokter yang semuanya adalah dokter layanan primer yaitu: 1. Dokter lulusan KIPDI 1 dan 2 dan sebelumnya

2. Dokter lulusan KIPDI 3 pasca-internsip 3. Dokter Keluarga Untuk memudahkan maka semua dokter kelompok-1 akan diberi gelar Diploma Dokter Keluarga yang disingkat DDK setelah menjalani program konversi yang diselenggarakan oleh Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia bersama Kolegium Dokter Indonesia. Kelompok-2 disebut Dokter dan kelompok-3 disebut Dokter Keluarga. Kata holistik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai pengertian ciri pandangan yang menyatakan bahwa keseluruhan sebagai suatu kesatuan lebih penting dari pada satu-satu bagian dari suatu organisme.

PENGERTIAN PUSKESMAS y Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/ kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pengembangan kesehatan di suatu wilayah kerja(Departemen Kesehatan RI, 2004).a. Unit Pelaksana Teknis y Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas KesehatanKabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. b. Pembangunan Kesehatan y Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesiauntuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orangagar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.c. Penanggung jawab Penyelenggaraan y Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan diwilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan puskesmas bertanggung jawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan olehdinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.d. Wilayah Kerja y Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabiladi satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayahkerja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah(desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.VISI PUSKESMAS y Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainyaKecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalahgambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunankesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat,memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adildan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni: Lingkungansehat, Perilaku sehat, Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan Derajat kesehatan penduduk kecamatan. ) Genogram Genogram merupakan diagram yang menggambarkan silsilah keluarga dan berisi catatan informasi tentang anggota keluarga serta hubungannya minimal dalam 3 generasi. Genogram mencakup informasi sistem keluarga mencakup generasi, usia, jenis kelamin, dan riwayat kesehatan anggota keluarga mencakup morbiditas dan mortalitas. Genogram juga digunakan untuk menggambarkan struktur anggota keluarga, pola interaksi keluarga dan informasi penting yang lain, misalnya kejadian khusus seperti masalah pada hubungan keluarga. 4. Tipe keluarga Menjelaskan tipe keluarga, misalnya: keluarga inti, extended family, single parent dsb. 5. Latar belakang budaya a) Menjelaskan latar belakang budaya keluarga. b) Bahasa yang digunakan keluarga

c) Asal Negara atau daerah d) Hubungan sosial keluarga dari dari etnis yang sama atau tidak e) Aktivitas agama, sosial, budaya, rekreasi, dan pendidikan keluarga f) Kebiasaan diet dan berpakaian tradisional atau modern g) Dekorasi rumah menandakan dipengaruhi budaya daerah tertentu h) Struktur kekuatan keluarga banyak dipengaruhi oleh budaya tradisional atau modern i) Pemanfaatan pelayanan dan praktek kesehatan, menggunakan pelayanan kesehatan tradisional atau meyakini budaya kesehatan tradisional penduduk asli. 6. Identifikasi agama a) Agama keluarga b) Perbedaan antar anggota keluarga dalam berkeyakinan c) Keaktifan keluarga dalam menjalankan ibadahnya d) Pengaruh agama sebagai dasar keyakinan atau nilai yang mempengaruhi kehidupan keluarga. 7. Status kelas sosial Merupakan ilustrasi pekerjaan , pendidikan, dan pendapatan. Memuat informasi tentang pencari nafkah di dalam keluarga, siapa yang member bantuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tentang keadequatan pendapatan dalam mensupport keluarga, serta bagaimana keluarga mengatur pendapatan-pengeluaran mereka. 8. Rekreasi keluarga Identifikasi tipe dan aktivitas keluarga serta seberapa sering hal tersebut dilakukan. Dapatkan juga informasi tentang perasaan anggota keluarga terhadap waktu luang mereka. B. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga a) Tahap perkembangan keluarga saat ini Menjelaskan tahapan perkembangan keluarga saat ini, apakah keluarga berada pada tahap keluarga dengan anak usia sekolah, keluarga dengan lansia dan sebagainya. b) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi Merupakan kesenjangan dari tahap perkembangan keluarga yang seharusnya telah dilalui baik pada keluarga atau masingmasing anggota keluarga. c) Riwayat keluarga inti Meliputi deskripsi perkembangan mental, status kesehatan yang unik,dan pengalaman seperti kematian, kehilangan, dan perceraian. d) Riwayat keluarga sebelumnya Merupakan riwayat dari kedua orang tua, termasuk riwayat kesehatannya. C. Data Lingkungan a) Karakteristik rumah Berisi denah rumah, status kepemilikan serta deskripsi kondisi rumah, meliputi ventilasi, penetrasi cahaya, kelembaban, dsb. Kaji juga sistem sanitasi keluarga seperti pembuangan limbah, pembuangan sampah, keadaan air, fasilitas toilet, sabun, handuk dan penggunaannya. Observasi secara umum kebersihan dan sanitasi rumah. Identifikasi sumber-sumber ada tidaknya zat berbahaya. b) Karakteristik tetangga dan komunitas Karakteristik fisik tetangga dan komunitas, tipe penduduk seperti rural, urban, suburban, atau perkotan. Tipe hunian seperti daerah industry, perumahan, pertanian dsb. Fasilitas apa saja yang ada di komunitas tersebut seperti kesehatan, pasar, pelayanan agensi social, rumah ibadah, sekolah, transportasi, keamanan dan kasus kejahatan yang terjadi di komunitas. c) Mobilitas geografis keluarga Mobilitas geografis mencakup berapa lama keluarga tinggal di daerah tersebut, adakah sejarah pindah dan dari mana pindahnya. d) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan komunitas Poin ini mencakup bagaimana anggota keluarga mengetahui penggunaan pelayanan komunitas, frekuensi dan fasilitas apa yang didapat, apakah keluarga memiliki perhatian terhadap pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, bagaimana

perasaan keluarga terhadap kelompok atau organisasi yang memberi bantuan dan bagaiman keluarga memandang komunitas. e) Sistem pendukung keluarga Sistem pendukung meliputi pihak yang member bantuan, konseling terhadap aktivitas keluarga. System pendukung ini dapat bersifat informal (teman, tetangga, kelompok sosial, pegawai) dan formal (pelayanan kesehatan, agensi, lembaga pemerintahan). D. Struktur Keluarga a) Pola komunikasi Observasi dari seluruh anggota keluarga dalam berhubungan, bagaiman akekuatan dari fungsi dan disfungsi komunikasi, berikan contohnya. Seberapa baik anggota keluarga menjadi pendengar, kejelasan dalam menyampaikan informasi dan perasaan, frekuensi terjadinya perdebatan karena penyampaian pesan yang tidak adequat, apakah tipe emosinya konstruktif atau destruktif. Identifikasi juga mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pola komunikasi keluarga (situasi, tahap siklus kehidupan keluarga, latar belakang budaya, kondisi keluarga, status sosial ekonomi). b) Struktur kekuatan keluarga Kekuatan di sini merefleksikan pihak yang berwenang mengambil keputusan, seberapa penting keputusan atau issue di keluarga seperti anggaran keluarga. Bagaimanakah proses pengambilan keputusan, dengan consensus, tawar-menawar, kompromi dsb. c) Struktur peran Menjelaskan bagaimana pelaksanaan peran, apakah ada konflik di dalam peran, bagaimana perasaan individu terhadap perannya, apakah peran berlaku fleksibel. Jika ada masalah di dalam peran, siapa yang mempengaruhi anggota keluarga dalam penyelesaiannya. Analisa tentang model peran, siapa yang menjadi model peran dan berpengaruh terhadap pelaksanaan peran tersebut, siapa yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan anggota keluarga. Kaji juga mengenai variabel yang mempengaruhi peran, pengaruh sosial ekonomi, budaya, dan perkembangan terhadap angota keluarga dalam menjalankan perannya, d) Nilai-nilai keluarga Dalam hal ini dikaji nilai-nilai kebudayaan yang dianut oleh keluarga, nilai inti keluarga seperti siapa yang berperan dalam mencari nafkah, orientasi masa depan, kesesuaian antara nilai-nilai keluarga dan nilai-nilai sub sistem keluarga, serta bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi kesehatan keluarga. E. Fungsi Keluarga a) Fungsi afektif Apakah anggota keluarga merasakan kebutuhan individu lain dalam keluarga, bagaimana sensitivitas anggota keluarga dengan melihat tanda-tanda yang berhubungan dengan perasaan, apakah anggota keluarga memiliki orang yang mereka percayai. Fungsi afektif juga menggambarkan bagaimana anggota keluarga saling memperhatikan, saling mendukung satu sama lain, apakah terdapat hubungan yang akrab dalam keluarga. b) Fungsi sosialisasi 1) Cara keluarga dalam membesarkan anak Kaji bagaimana keluarga membesarkan anak (meliputi kontrol perilaku seperti disiplin, reward and punishment, otonomi dan ketergantungan, memberi dan menerima cinta, serta latihan perilaku yang sesuai dengan usia. Pada aspek fungsi sosialisasi, juga dikaji mengenai siapa yang menerima tanggungjawab dan peran membesarkan anak, apakah fungsi ini dilaksanakan bersama-sama, bagaimana juga hal ini diatur. 2) Penghargaan terhadap anak dalam keluarga Bagaimana anak-anak dihargai dalam keluarga, keyakinan kebudayaan yang dianut dalam membesarkan anak, serta bagaimana faktor sosial mempengaruhi pola pengasuhan anak. 3) Resiko dalam sosialisasi Apakah keluarga mempunyai resiko tinggi dalam membesarkan anak, faktor resiko apa saja yang menempatkan keluarga masuk resiko tinggi, apakah lingkungan memberikan dukungan dalam perkembangan anak seperti memfasilitasi tempat bermain dan istirahat. c) Fungsi perawatan kesehatan 1) Nilai yang dianut keluarga.

Fungsi ini mencakup nilai yang diberikan keluarga untuk kesehatan, apakah ada konsistensi anggota keluarga terhadap nilainilai kesehatan yang dianut, apakah anggota keluarga selalu terliabat dalam kegiatan peningkatan kesehatan di keluarga. 2) Definisi keluarga tentang sehat-sakit. Bagaimana keluarga mendefinisikan sehat-sakit, tanda-tanda sakit, siapa yang mengambil keputusan di keluarga tentang sehat-sakit, apakah keluarga dapat melaporkan tanda dan perubahan penting tentang kesehatannya, dan apa saja sumber informasi kesehatan bagi keluarga. 3) Status kesehatan keluarga dan kerentanan terhadap sakit Bagaimana keluarga mengkaji tingkat kesehatan, masalah kesehatan apa yang diidentifikasi keluarga saat ini, dan apa persepsi keluarga terhadap kontrol yang mereka lakukan untuk menjaga kesehatan. 4) Diet keluarga Apakah keluarga mengetahui sumber-sumber makanan bergizi, apakah diet keluarga memadai, siapa yang bertanggungjawab terhadap perencanaan belanja dan pengolahan makanan, bagaimana makanan disajikan (seperti seringnya digoreng, direbus, dipanggang, bersantan), berapa jumlah makanan yang dikonsumsi dalam sehari, apakah ada batas anggaran rumah tangga, bagaimana sikap keluarga terhadap makanan dan jam makan. 5) Kebiasaan istirahat-tidur Apakah jumlah jam istirahat tidur anggota keluarga sesuai dengan tingkat perkembangan, apakah ada jam tidur tertentu yang harus diikuti oleh anggota keluarga, siapa yang memutuskan anak untuk tidur siang, serta bagaimana kualitas tempat istirahat tidur keluarga (apakah cukup kondusif untuk beristirahat) 6) Latihan dan rekreasi Apakah keluarga menyadari pentingnya rekreasi bagi kesehatan, jenis rekreasi yang dilakukan keluarga secara teratur, apakah keluarga mempunyai kesempatan untuk melakukan aktivitas latihan/ barolahraga. 7) Kebiasaan penggunaa obat-obatan oleh keluarga Apakah ada penggunaan alkohol, tembakau dan kopi, berapa lama penggunaan obat tertentu dan alkohol dalam keluarga, apakah penggunaan tersebut merupakan suatu masalah dalam keluarga, apakah keluarga sering menggunakan obat-obatan tanpa resep, bagaimana penyimpanan obat-obatan, apakah cukup aman dari jangkauan anak-anak. 8) Peran keluarga dalam praktek perawatan dirilingkungan Apa yang dilakuikan keluarga untuk memperbaiki status kesehatannya, apa upaya keluarga untuk mencegah terjadinya suatu penyakit, siapa yang mengambil keputusan dalam kesehatan, apa yang dilakukan keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang ada, apakah ada keyakinan, sikap serta nilai-nilai dalam hubungannya dengan perawatan di rumah. 9) Tindakan preventif Bagaimana perasaan keluarga tentang keadaan fisik ketika berada dalam keadaan sehat, kapan terakhir kali anggota keluarga melakukan pemeriksaan kesehatan. 10) Kesehatan gigi Apakah keluarga menggunakan air yang mengandung florida, apakah anak-anak dianjurkan untuk menggosok gigi secara teratur, kapan waktu yang tepat untuk menggosok gigi bagi keluarga, apakah keluarga mempunyai frekuensi yang cukup sering dalam mengkonsumsi gula dan kanji, apakah keluarga telah menerima perawatan gigi yang memadai untuk mencegah terjadinya kerusakan pada gigi. 11) Riwayat kesehatan keluarga Bagaimana kesehatan anggota keluarga dan keluarga yang lain dalam satu keturunan, apakah ada penyakit keturunan dalam keluarga. 12) Pelayanan kesehatan yang diterima Perawatan kesehatan diperoleh dari mana, apakah tenaga kesehatan yang datang bertemu dengan seluruh anggota keluarga. 13) Persepsi tentang pelayanan kesehatan Apa yang diketahui keluarga tentang pelayanan kesehatan yang ada di komunitas, bagaimana perasaan dan persepsi keluarga terhadap pelayanan kesehatan di komunitas, bagaimana pengalaman keluarga dalam menerima perawatan kesehatan yang terdahulu-apakah keluarga merasa puas, percaya dan nyaman dengan perawatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, apabila tidak ada pelayanan darurat-tahukah keluarga kemana harus meminta pertolongan, apakah keluarga mengetahui cara memanggil ambulan dan perawatan medis, apakah keluarga memiliki suatu perencanaan kesehatan darurat. 14) Sumber pembiayaan Bagaimana keluarga membayar pelayanan yang diterima, apakah keluarga menjadi anggota Asuransi kesehatan, apakah keluarga juga mendapatkan perawatan gratis.

15) Logistik untuka mendapatkan perawatan Seberapa jauh fasilitas perawatan dari keluarga, alat transportasi apa yang digunakan untuk mencapai pelayanan kesehatan, masalah apa saja yang ditemukan jika kleuarga menggunakn fasilitas umum. F. Koping Keluarga Koping keluaraga terkait dengan kemampuan keluarga dalam mengatasi stressor, merupakan respon yang positif, sesuai dengan masalah-afektif-persepsi, serta respon perilaku yang digunakan keluarga. Apakah keluarga mampu bertindak berdasarkan penilaian yang objektif dan realistis terhadap stressor. Perlu dikaji juga mengenai reaksi keluarga terhadap stressor, strategi koping yang diambil, apakah anggota keluarga mempunyai koping yang berbeda-beda, bagaimana strategi koping internal dan external yang diajarkan. Koping internal meliputi kelompok kepercayaan keluarga, penggunaan humor, self evaluation, penggunaan ungkapan, pengontrolan keluarga terhadap masalah, pemecahan masalah secara bersama, dan fleksibilitas peran. Strategi koping external meliputi pencarian informasi, pemeliharaan hubungan dengan komunitas, serta pencarian dukungan sosial. Apa Definisi Rekam Medis? Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka palayanan kesehatan. Bentuk Rekam Medis dalam berupa manual yaitu tertulis lengkap dan jelas dan dalam bentuk elektronik sesuai ketentuan. Rekam medis terdiri dari catatan-catatan data pasien yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Catatan-catatan tersebut sangat penting untuk pelayanan bagi pasien karena dengan data yang lengkap dapat memberikan informasi dalam menentukan keputusan baik pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya. Dokter atau dokter gigi diwajibkan membuat rekam medis sesuai aturan yang berlaku. Apa isi Rekam Medis? Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 data-data yang harus dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat jalan dan rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan baik di rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat dapat membuat rekam medis dengan data-data sebagai berikut: 1. Pasien Rawat Jalan Data pasien rawat jalan yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain: a. Identitas Pasien b. Tanggal dan waktu. c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit). d. Hasil Pemeriksaan fisik dan penunjang medis. e. Diagnosis f. Rencana penatalaksanaan g. Pengobatan dan atau tindakan h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. i. Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik dan j. Persetujuan tindakan bila perlu. 2. Pasien Rawat Inap Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain: a. Identitas Pasien b. Tanggal dan waktu. c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit. d. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis. e. Diagnosis f. Rencana penatalaksanaan g. Pengobatan dan atau tindakan h. Persetujuan tindakan bila perlu i. Catatan obsservasi klinis dan hasil pengobatan j. Ringkasan pulang (discharge summary) k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan ksehatan. l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu. m. Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik 3. Ruang Gawat Darurat Data pasien rawat inap yang harus dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain:

a. Identitas Pasien b. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan c. Identitas pengantar pasien d. Tanggal dan waktu. e. Hasil Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit. f. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis. g. Diagnosis h. Pengobatan dan/atau tindakan i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut. j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan. k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain dan l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu. Contoh Data-data Identitas Pasien antara lain: - Nama : - Jenis Kelamin : - Tempat Tanggal lahir : - Umur : - Alamat : - Pekerjaan : - Pendidikan : - Golongan Darah : - Status pernikahan : - Nama orang tua : - Pekerjaan Orang tua : - Nama suami/istri : Data-data rekam medis diatas dapat ditambahkan dan dilengkapi sesuai kebutuhan yang ada dalam palayanan kesehatan. GENOGRAM(FAMILYANATOMY) Definisi : genogram adalah suatu alat bantu berupa peta skema (visual map) dari silsilah keluarga pasien yang berguna bagi pemberi layanan kesehatan untuk segera mendapatkan informasi tentang nama anggota keluarga pasien, kualitas hubungan antar anggota keluarga.3 Genogram adalah biopsikososial pohon keluarga, yang mencatat tentang siklus kehidupan keluarga, riwayat sakit di dalam keluarga serta hubungan antar anggota keluarga. 1,2 Di dalam genogram berisi : nama, umur, status menikah, riwayat perkawinan, anak-anak, keluarga satu rumah, penyakit-penyakit spesifik, tahun meninggal, dan pekerjaan. Juga terdapat informasi tentang hubungan emosional, jarak atau konflik antar anggota keluarga, hubungan penting dengan profesional yang lain serta informasi-informasi lain yang relevan.3 Dengan genogram dapat digunakan juga untuk menyaring kemungkinan adanya kekerasan (abuse) di dalam keluarga.1 Genogram idealnya diisi sejak kunjungan pertama anggota keluarga, dan selalu dilengkapi (update) setiap ada informasi baru tentang anggota keluarga pada kunjungan-kunjungan selanjutnya.1,2,3 Dalam teori sistem keluarga dinyatakan bahwa keluarga sebagai sistem yang saling berinteraksi dalam suatu unit emosional.1 Setiap kejadian emosional keluarga dapat mempengaruhi atau melibatkan sediktnya 3 generasi keluarga.1 Sehingga idealnya, genogram dibuat minimal untuk 3 generasi. Dengan demikian, genogram dapat membantu dokter untuk :2 1. mendapat informasi dengan cepat tentang data yang terintegrasi antara kesehatan fisik dan mental di dalam keluarga 2. pola multigenerasi dari penyakit dan disfungsi Simbol-simbol yang digunakan dalam GENOGRAM

Sumber (gambar1) : Sloane, P.D., Slatt, L.M., Ebell, M.H., & Jacques, L.B. (2002). Essential ofFamily Medicine (4th Ed.). Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins (page 24) Sumber (gambar2): McDaniel, S., Campbell, T.L., Hepworth, J., & Lorenz, A. (2005). Family - Oriented Primary Care (2nd Ed.). New York: Springer (page 42) <------------------------------------------------> Langkah-langkah untuk menggambar Genogram : Step 1 - Drawing a skeletal genogram Indicate the identified patient with a doubly outlined circle or square. Represent each family member with a square for male and circle for female and link them up as in the table of symbols. For the adult patient, the current and past marital partners, children, parents and grandparents are included, Information about diseased members is often useful (e.g. age at death and cause of death). Place the "clinical nuclear family" roughly in the middle of the diagram, with previous marriages off to the right and left. Place siblings in chronological order, unless they are from multiple marriages. Offset index patient, spouse(s), and ancestors a little below their siblings Indicate exact age (if known) inside the person's symbol, with date of birth alongside, or indicate approximate ages relative to the patient as +4, -3 etc inside or alongside the circle or square that symbolises the person. Indicate death by crossing through the person's symbol: add date died beside, and age at death inside or alongside the person's symbol. Indicate separation with single slash, divorce with two slashes across the marriage line.

Number marriages for sponses, with dates of marriage separation, and divorce. Indicate remarriage to same person with multiple marriage lines. Enclose current household members with an interrupted line (dashes). Try to keep members of the same generation on the same horizontal level for each branch of the family, Link the relationship of two persons with lines of conflict or close relationship as appropriate. Step 2 - Expanding the genogram At a later date, enter serious physical and mental health problems for each family member, as they become known. Specific inquiry is desirable for heart disease, high blood pressure, diabetes, stroke, cancer, nerve problems, depression, alcoholism, and suicide. Sumber : Gan, L.G., Azwar, A., Wonodirekso, S. (Eds.) A primer on Family Medicine Practice. 2004: Singapore Rekam Medis, Defenisi dan Kegunaannya Dalam pelayanan kedokteran di tempat praktek maupun di Rumah Sakit yang standar, dokter membuat catatan mengenai berbagai informasi mengenai pasien tersebut dalam suatu berkas yang dikenal sebagai Status, Rekam Medis, Rekam Kesehatan atau Medical Record. Berkas ini merupakan suatu berkas yang memiliki arti penting bagi pasien, dokter, tenaga kesebatan serta Rumab Sakit. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai Rekam Medis serta aspek medikolegalnya.

Definisi

Rekam

Medis

Definisi Rekam Medis dalam berbagai kepustakaan dituliskan dalam berbagai pengertian, seperti dibawab ini: 1. Definisi Rekam Medis Menurut Edna K Huffman: Rekam Medis adalah berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan dan bagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama dirawat atau menjalani pengobatan. 2. Definisi Rekam Medis Menurut Permenkes No. 749a/Menkes!Per/XII/1989: Rekam Medis adalah berkas yang beiisi catatan dan dokumen mengenai identitas pasien, basil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima pasien pada sarana kesebatan, baik rawat jalan maupun rawat inap. 3. Definisi Rekam Medis Menurut Gemala Hatta Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleb para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. 4. Permenkes No. 749a/Menkes!Per/XII/1989 Menurut Waters dan Murphy : Rekam Medis adalah Kompendium (ikhtisar) yang berisi informasi tentang keadaan pasien selama perawatan atau selama pemeliharaan kesehatan.

Isi

Rekam

Medis

Isi Rekam Medis merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data tentang identitas dan data medis seorang pasien. Secara umum isi Rekam Medis dapat dibagi dalam dua kelompok data yaitu: 1. Data medis atau data klinis Yang termasuk data medis adalah segala data tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta hasilnya, laporan dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data-data ini merupakan data yang bersifat rahasia (confidential) sebingga tidak dapat dibuka kepada pibak ketiga tanpa izin dari pasien yang bersangkutan kecuali jika ada alasan lain berdasarkan peraturan atau perundang-undangan yang memaksa dibukanya informasi tersebut. 2. Data sosiologis atau data non-medis: Yang termasuk data ini adalah segala data lain yang tidak berkaitan langsung dengan data medis, seperti data identitas, data sosial ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan rahasia, tetapi menurut sebagian lainnya merupakan data yang juga bersifat rahasia (confidensial).

Penyelenggaraan

Rekam

Medis

Penyelenggaraan Rekam Medis pada suatu sarana pelayanan kesehatan merupakan salah satu indikator mutu pelayanan pada institusi tersebut. Berdasarkan data pada Rekam Medis tersebut akan dapat dinilai apakah pelayanan yang diberikan sudah cukup baik mutunya atau tidak, serta apakah sudah sesuai standar atau tidak. Untuk itulah, maka pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan merasa perlu mengatur tata cara penyelenggaraan Rekam Medis dalam suatu peraturan menteri keehatan agar jelas rambu-rambunya, yaitu berupa Permenkes No.749a1Menkes/Per/XII/1989. Secara garis besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes tersebut diatur sebagai berikut: 1. Rekam Medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima pelayanan (pasal 4). Hal ini dimaksudkan agar data yang dicatat masih original dan tidak ada yang terlupakan karena adanya tenggang waktu. 2. Setiap pencatatan Rekam Medis harus dibubuhi nama dan tanda tangan petugas pelayanan kesehatan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sistim pertanggung-jawaban atas pencatatan tersebut (pasal 5). Pada saat seorang pasien berobat ke dokter, sebenamya telah terjadi suatu hubungan kontrak terapeutik antara pasien dan dokter. Hubungan tersebut didasarkan atas kepercayaan pasien bahwa dokter tersebut mampu mengobatinya, dan akan merahasiakan semua rahasia pasien yang diketahuinya pada saat hubungan tersebut terjadi. Dalam hubungan tersebut seara otomatis akan banyak data pribadi pasien tersebut yang akan diketahui oleh dokter serta tenaga kesehatan yang memeriksa pasien tersebut. Sebagian dari rahasia tadi dibuat dalam bentuk tulisan yang kita kenal sebagai Rekam Medis. Dengan demikian, kewajiban tenaga kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran, mencakup juga kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi Rekam Medis. Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan. Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut.

Manfaat

Rekam

Medis

Permenkes no. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam Medis memiliki 5 ,manfaat yaitu: 1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien 2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum 3. Bahan untuk kepentingan penelitian 4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan 5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan. Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 5 manfaat, yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu: 1. Adminstratlve value Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif pelayanan kesehatan. 2. Legal value Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan 3. Financial value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien 4. Research value Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan. 5. Education value Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya.

Penyimpanan

Rekam

Medis

Dalam audit medis, umumnya sumber data yang digunakan adalah rekam medis pasien, baik yang rawat jalan maupun yang rawat inap. Rekam medis adalah sumber data yang paling baik di rumah sakit, meskipun banyak memiliki kelemahan.

Beberapa kelemahan rekam medis adalah sering tidak adanya beberapa data yang bersifat sosial-ekonomi pasien, seringnya pengisian rekam medis yang tak lengkap, tidak tercantumnya persepsi pasien, tidak berisi penatalaksanaan pelengkap seperti penjelasan dokter dan perawat, seringkali tidak memuat kunjungan kontrol pasca perawatan inap, dll. Dampak dari audit medis yang diharapkan tentu saja adalah peningkatan mutu dan efektifitas pelayanan medis di sarana kesehatan tersebut. Namun di samping itu, kita juga perlu memperhatikan dampak lain, seperti dampaknya terhadap perilaku para profesional, tanggung-jawab manajemen terhadap nilai dari audit medis tersebut, seberapa jauh mempengaruhi beban kerja, rasa akuntabilitas, prospek karier dan moral, dan jenis pelatihan yang diperlukan. Diantara semua manfaat Rekam Medis, yang terpenting adalah aspek legal Rekam Medis. Pada kasus malpraktek medis, keperawatan maupun farmasi, Rekam Medis merupakan salah satu bukti tertulis yang penting. Berdasarkan informasi dalam Rekam Medis, petugas hukum serta Majelis Hakim dapat menentukan benar tidaknya telah terjadi tindakan malpraktek, bagaimana terjadinya malpraktek tersebut serta menentukan siapa sebenarnya yang bersalah dalam perkara tersebut.

Anda mungkin juga menyukai