Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

TERAPI CAIRAN

NUR ATIKA SYARIF C11109310

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Kompartemen Cairan Tubuh Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Pada manusia dewasa distribusi zat padat adalah 40% dari berat badan dan 60% lagi adalah terdiri dari zat cair. Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, presentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1tahun, cairan tubuh sekitar 80-85% dari berat badan, dan pada bayi >1 tahun, adalah sekitar 70-75% berat badan. Seiring dengan pertumbuhan, presentase jumlah cairan terhadap berat badan beransur-ansur turun, iaitu pada lelaki dewasa 5060% berat badan dan pada wanita dewasa 50% berat badan. Zat cair (60%) terdiri dari cairan intrasel 40% berat badan, cairan ekstrasel 20% berat badan, dan cairan transelular 1-3% berat badan. Cairan ekstrasel dibagi lagi menjadi cairan intravascular dan cairan interstisial. Pada bayi cairan jumlah ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan ini akan berubah sesuai dengan perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan intrasel 2 kali cairan ekstrasel. 1. Cairan Intrasel Merupakan cairan yang terkandung didalam sel. 2. Cairan Ekstrasel Merupakan cairan yang berada diluar sel. Jumlah relative cairan ekstraseluler berkurang seiring usia. Ia dibagi menjadi:

Cairan Intravaskular Cairan yang terkandung dalam pembuluh darah. Rata-rata volume darah orang

dewasa sekitar 5-6 liter dimana 3 liternya merupakan plasma dan sisanya terdiri dari eritrosit, leukosit dan trombosit. Cairan Interstisial Cairan yang mengelilingi sel, rata-rata volumenya adalah 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe juga termasuk dalam kategori ini. Cairan Transeluler Merupakan cairan yang terkandung di antara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikordial, pleura, sendi synovial, intraocular, dan sekresi saluran pencernaan. Dalam cairan tubuh terlarutnya zat-zat elektrolit dan non elektrolit. Zat-zat non elektrolit antara lainnya adalah glukosa dan protein. Zat-zat elektrolit yang penting dalam cairan tubuh adalah ion natrium dan ion klorida pada ekstrasel dan ion kalium dan ion fosfat pada intrasel. Elektrolit itu sendiri merupakan molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listerik yaitu kation dan anion, yang dinyatakan dalam mEq/L cairan. Pada tiap kompartemen mempunyai komposisi elektrolit yang tersendiri. Komposisi elektrolit plasma dan interstisial hampir sama, kecuali didalam interstisial tidak mengandungi protein.

Perbedaannya seperti yang terlampir dibawah. Na Plasma darah Cairan interstisial Cairan intraselular 142 144 15 K 4 4 150 Mg 3 1,5 27 Ca 5 2,5 2 Cl 103 114 1 HCO3 27 30 10 HPO4 2 2 100 SO4 1 1 20 Protein 16 0 63

Pergerakan air diantara intrasel dan ekstrasel diatur oleh keseimbangan diantara tekanan hidrostatik, tekanan osmotik dan tekanan onkotik. Sekiranya keseimbangan ini terganggu, ia biasanya menyangkut cairan ekstrasel. Tekanan hidrostaik adalah tekanan yang mempengaruhi pergerakan air melalui dinding kapiler. Manakala tekanan onkotik atau tekanan osmotic koloid adalah tekanan yang mencegah pergerakan air. Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan tekanan onkotik akan turun sehingga cairan intravaskuler akan di dorong masuk ke interstisial yang berakibat edema. Albumin menghasilkan 80% dari tekanan onkotik plasma, sehingga bila albumin cukup pada cairan intravaskuler maka cairan tidak akan mudah masuk ke interstitial. Terapi cairan dilakukan untuk mengganti volume cairan intravaskular (perfusi) atau volume cairan interstitial (dehidrasi), atau untuk memperbaiki abnormalitas elektrolit (hiperkalsemia, hipokalemia, hiper- atau hiponatremia). Cairan yang memiliki molekul yang besar disebut koloid. Koloid tersebut

tidak dapat dengan mudah melewati membran pemisah kompartemen karena kecilnya ukuran pori membran. Kekuatan yang mendesak membran yang disebabkan oleh gradien osmotik yang ditimbulkan oleh koloid tersebut disebut dengan colloidal oncotic pressure (COP).

Kebutuhan Air dan Elektrolit setiap hari Pada dewasa : Air : 30-35 ml/kg

Kenaikan 1 derajat celcius ditambah 10-15% Na K : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9 g) : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5 g)

Pada bayi dan anak Air : 0-10 kg : 10-20 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg) : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg diatas 10 kg (1000 ml + 50 ml/kg diatas 10 kg) : >20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg diatas 20 kg (1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg) Na K : 2 mEq/kg : 2 mEq/kg Menurut Collins kebutuhan cairan perhari, seperti yang ditunjukan dalam table berikut:

Infant Children Adolescents Bed rest Non sweating Sweating Work

Caloric Needs Cal/kg Cal/Total 125 1000-2000 100 1500-2000 80 2200-3000 Adult 20-25 1600 30 2100 35 3500 45 3000-5000

Water Needs MI/100cal MI/kg 100-150 150 100-150 150 125 100 90 90-125 144 125-150 25 30 40-50 60

Keseimbangan cairan masuk dan keluar. Cairan Masuk - Minuman : 800-1700 ml - Makanan : 500-1000 ml - Hasil oksidasi : 200-300 ml Cairan Keluar - Urin : Normal > 0,5 1 ml/kg/jam - Feses : 1 ml/hari - IWL : Dewasa : 15 ml/kg/hari : Anak : (30 usia(th)) ml/kg/hari

Mekanisme Regulasi Tubuh Ada dua mekanisme utama yang mengatur air tubuh yaitu pengaturan volume osmoler dan pengaturan volume non osmoler. 1. Pengaturan osmoler Sistem osmoreseptor anti diuretic hormone (ADH) Pada saat volume cairan intravaskuler berkurang, osmolaritas meningkat, mengakibatkan pelepasan impuls dari osmoreseptor dihipotalamus anterior yang meransang pituitary posterior untuk melepas ADH. Penurunan volume cairan

intravaskuler juga meransang pusat haus yang juga menstimulasi pelepasan ADH. ADH mengakibatkan reabsorbsi Na dan air pada tubulus kolektivus, sehingga menaikkan volume cairan intravaskuler. Peningkatan volume cairan intravaskuler akan memberikan umpan balik ke hipotalamus dan pusat haus sehingga volume cairan intravaskuler dipertahankan tetap. Sistem rennin aldosteron Saat volume cairan intravaskuler berkurang, macula densa akan melepaskan rennin yang berperan dalam pembentukan angiotensin I. Dengan converting enzyme angiotensi I diubah menjadi angiotensin II yang merupakan

vasokonstriktor kuat, menstimulasi korteks adrenal untuk mengeluarkan aldosteron, yang mengakibatkan reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi meningkat. 2. Pengaturan non osmoler Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek kardiovaskuler, yang juga akan mengatur volume cairan dan pengeluaran urin. Jika terjadi hipovolemia, reflek intratorak, reflekreseptor presor ekstratorak dan respon iskemik pusat akan mengaktifkan mekanisme hipotalamik dan sistem nervus simpatis.

Jenis Cairan 1. Cairan intravena Terdapat 3 jenis cairan intravena yang biasanya digunakan dalam terapi cairan. a. Cairan Kristaloid Merupakan cairan yang mengandung zat dengan berat molekul rendah ( < 8000 Dalton ) dengan atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik yang rendah menyebabkan ia mudah dan cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang. Cairan ini mempunyai masa paruh intravaskuler 20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruangan intravaskuler ke interstisial berlansung selama 30-60 menit sesudah infuse dan akan keluar dalam 24-48 jam sebagai urine. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel. Contoh cairan yang tergolong cairan kristaloid adalah: Ringer Laktat; Ringer; NaCl 0,9% (NS); Dextrose 5% dan 10%, Darrow; dan D5%+NS dan D5%+1/4NS. b. Cairan Koloid Cairan yang mengandungi zat dengan berat molekul tinggi ( > 8000 Dalton), misalnya protein. Cairan ini mengandung molekul-molekul besar berfungsi seperti albumin dalam plasma yang akan tinggal dalam intravaskuler cukup lama. Waktu paruh koloid intravaskuler adalah 3-6 jam, sehingga volume yang diberikan adalah sama dengan volume darah yang hilang. Contoh cairan koloid antara lain albumin, blood product (RBC), plasma protein fraction (plasmanat) dan koloid sintetik (dextran, hetastarch).
8

c. Cairan Khusus Dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus. Contohnya NaCl 3%, bic-nat, mannitol. Kristaloid Efek volume intravaskuler Efek volume interstitial DO* sistemik Sembab paru Sembab perifer Koagulopati Aliran urine Reaksi-reaksi Harga *DO = delivery oxygen Koloid Lebih baik ( efisien, volume lebih kecil, menetap lebih lama) Lebih baik Lebih tinggi Keduanya sama-sama potensial menyebabkan sembab paru. Sering Jarang Dextran > kanji hidroksi etil Lebih besar GFR menurun Tidak ada Jarang Murah Albumin mahal, lainnya sedang.

Pembagian cairan juga di bagi berdasarkan fungsinya. 1. Cairan pemeliharaan (maintenance therapy) Ditujukan untuk menggantikan air yang hilang lewat urine, tinja, paru dan kulit. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu: Dewasa Anak-anak Bayi Neonatus : 1.5 2 ml/kg/jam : 2 4 ml/kg/jam : 4 6 ml/kg/jam : 3ml/kg/jam

Mengingatkan cairan yang keluar sedikit sekali mengandungi elektrolit, maka cairan pengganti terbaik adalah cairan hipotonik, seperti D5%+1/4NS, atau D5W.

2. Cairan pengganti (replacement therapy) Ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh akibat sekuestrasi atau proses patologi lain seperti fistula, efusi pleura, asites, drainase lambung. Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan yang bersifat isotonik seperti, RL, NS, D5RL, D5%+NS. 3. Cairan khusus Ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis. Cairan yang digunakan adalah bic-nat, NaCl 3%, dll.

Terapi cairan pada bayi dan anak memiliki pertimbangan yang jauh berbeda dibandingkan pada pasien dewasa. Kapasitas anak untuk mentoleransi status hidrasi abnormal jauh lebih kecil daripada dewasa. Konsumsi energi pada bayi dalam keadaan istirahat kira-kira 70 kkal per kg berat badan, yakni hampir dua kali dewasa. Luas permukaan tubuh bayi relatif terhadap berat badan lima kali lebih besar daripada dewasa, sehingga kehilangan air melalui penguapan sangat besar pada demam atau suhu lingkungan yang panas. Gangguan elektrolit yang lazim dijumpai pada anak adalah hiponatremia, hipokalemia, dan hipomagnesemia.

Terapi Cairan Parenteral Rumatan Istilah terapi cairan rumatan berarti pemenuhan jumlah air, elektrolit (natrium, kalium dan klorida), serta glukosa yang dibutuhkan untuk pasien-pasien

10

yang tidak bisa memilih asupan mereka sendiri (misal, seseorang yang akan menjalani operasi, penurunan kesadaran atau anoreksia, sakit berat, dll). Terapi cairan rumatan ini tidak mengoreksi defisit cairan atau mengganti kehilangan abnormal seperti yang terjadi pada diare, muntah-muntah, atau drainase usus. Kehilangan ini perlu diganti karena merupakan kebutuhan tambahan.

Komponen Cairan Rumatan Insensible water loss/IWL Kira-kira 25% dari konsumsi kalori total terbuang sebagai insensible water loss. Karena konversi 1 ml air menjadi uap membutuhkan kira-kira 0,5 kkal, maka setiap 100 kcal yang dikonsumsi, 25 kkal di antaranya digunakan untuk pembuangan panas yang mengubah 50 ml air menjadi uap. Jadi, insensible water loss merupakan fungsi langsung dari pemakaian energi sebesar rata-rata 50 ml per 100 kkal yang dikonsumsi. Kira-kira 1/3 dari kehilangan air terjadi melalui paru dan 2/3 melalui kulit. Contohnya, insensible water loss seorang anak dengan berat 15 kg adalah 625 ml per 24 jam, kira-kira 200 ml melalui paru, dan 400 ml melalui kulit. Insensible water loss meningkat bila terjadi hiperventilasi (misalnya neonatus prematur, asma, pneumonia, diabetik ketoasidosis, dan asidosis akibat uremia), demam, ruam kulit (misalnya viral exanthem), luka bakar, dan lingkungan kering. Sebaliknya, insensble water loss berkurang pada pasien-pasien koma, sedasi yang lama, hipotiroidisme, hipotermia, dan menghirup udara lembab (misalnya ventilasi mekanik). Jika kelembaban lingkungan bertambah sehingga menghambat penguapan
11

kulit, maka suhu tubuh naik. Setiap peningkatan suhu 100 C di atas 370 C, maka kebutuhan air (kalori) bertambah 12%. Contohnya, hitung insensible water loss seorang anak dengan berat 15 kg, pernapasan 50/menit, dan demam 400C. Kebutuhan kalori pada demam kira-kira 1550 kkal/hari, yakni 1250 kkal/24 jam + 1250 kkal x 24%. Insensible water loss adalah 775 ml/24 jam (yaitu 1550 kkal/24 jam x 0,5 ml/kkal), kira-kira 260 ml dari paru (775 ml : 3), dan kira-kira 520 ml (775 x 2/3) dari kulit. Karena pernapasan dua kali lebih cepat dari normal, insensible water loss dari paru adalah 520 ml (yakni 260 ml x 2). Dengan demikian, insensible water loss total kira-kira 1040 ml (yakni 520 ml melalui kulit + 520 ml melalui paru). IWL berbeda dari keringat yang terjadi bila suhu lingkungan melebihi 350C. Glukosa. Glukosa adalah sumber nutrisi otak, jantung, dan sel darah merah. Gamble dkk. menunjukkan bahwa pemberian karbohidrat ke pasien rawat-inap yang puasa mengurangi beban solute (zat terlarut) metabolisme dengan mengurangi katabolisme protein. Kebutuhan minimal glukosa untuk mencegah katabolisme protein kira-kira 3 gram/kg/hari untuk bayi dan kira-kira 1,5 gram/kg/hari pada dewasa. Kebutuhan Cairan (NWL) Perhari BB > 2,5 kg 80 cc/kgbb/hr 100 cc/kgbb/hr 120 cc/kgbb/hr BB < 2,5 kg 60 cc/kgbb/hr 90 cc/kgbb/hr 120 cc/kgbb/hr
12

Umur 1 Hr 2 Hr 3 Hr

4 Hr 5 Hr 6 Hr

140 cc/kgbb/hr 150 cc/kgbb/hr 150 cc/kgbb/hr

150 cc/kgbb/hr 200 cc/kgbb/hr 200 cc/kgbb/hr

TRIWULAN

I II III IV

150 175 cc/kgbb/hr 140 150 cc/kgbb/hr 125 140 cc/kgbb/hr 110 125 cc/kgbb/hr

1 3 TH 4 6 TH 7 9 TH 10 12 TH 13 15 TH 16 18 TH

100 cc/kgbb/hr 90 cc/kgbb/hr 80 cc/kgbb/hr 70 cc/kgbb/hr 60 cc/kgbb/hr 50 cc/kgbb/hr

Setiap kenaikan suhu 1C Water loss 2,5% Defisit Cairan pada : Dehidrasi ringan Dehidrasi sedang Dehidrasi berat Macrodrips : 1 cc 20 tts Microdrips : 1 cc 60 tts
13

4-5% BB 6-9% BB >10% BB

Perhitungan tetesan infus : Tetes Macro Tts/mnt = Jumlah cairan yang dimasukkan (cc) Lamanya infus (jam) x 4 Tetes Micro Tts/mnt = Jumlah cairan yang dimasukkan (cc) Lamanya infus (jam) atau Tts/mnt = Jml cairan yg dimasukkan (cc) x Jml tts/cc Lamanya infus diberikan (mnt) Maintenance : rumus kebutuhan cairan / 24 jam 30-50 cc/kgbb Cairan replacement / sequester : a. Operasi ringan 4 cc/kgbb/jam b. Operasi sedang 6 cc/kgbb/jam c. Operasi berat 8 cc/kgbb/jam Cairan pengganti darah 3-4x jml perdarahan. Transfusi darah. Utk kenaikan 1 gr Hb : 1. Whole blood 6 cc/kgBB 2. PRC 3 cc/kgBB. 3. TBV : 70 cc/kgbb

14

Terapi Cairan Diare Dehidrasi 2 th : Asering sist 24 jam 4 jam I (5 x BB) 20 jam II (3 x BB) > 2 th : RL sist 8 jam 1 jam I (10 x BB) 7 jam II (3 x BB) Khusus diare hipertonis + PEM berat Cairan KaEn 3B sist 24 jam 1 jam I (3 x BB) 23 jam II (1 x BB) Kehilangan air dan elektrolit melalui urin Ekskresi urin merupakan fungsi dari kandungan solute metabolik (biasanya urea dan elektrolit, dinyatakan dalam mOsm/100 kkal) dan konsentrasi urin (dinyatakan dalam mOsm/L). Jadi, katabolisme protein dan ion-ion yang diingesti merupakan penentu utama dari osmolaritas urin. Sebaliknya, karbohidrat dan lemak dimetabolisme menjadi CO2 dan H2O sehingga bukan merupakan kontributor penting dari zat-zat terlarut yang perlu diekskresikan urin. Kandungan zat terlarut (solut) metabolisme bervariasi menurut diet. Diet orang dewasa menghasilkan kirakira 40 mOsm/100 kkal (kira-kira 1200 mOsm per hari), bayi yang minum susu 40 mOsm/100 kkal, bayi yang mendapat ASI 10 mOsm/100 kkal, dan pasien-pasien

15

rawat inap yang hanya mendapat cairan parenteral yang mengandung dekstrosa 5% 20 mOsm/100 kkal. Ginjal manusia memproduksi urin yang bisa berkisar antara 50 sampai 1400 mOsm/L (berbanding lurus dengan berat jenis urin 1,001-1,040). Osmolaritas urin sebesar 300 mOsm/L sebanding dengan berat jenis 1,010. Pemberian 65 ml air per 100 kkal energi yang dikonsumsi memungkinkan ekskresi solut metabolisme pada 300 mOsm/liter, yaitu [(20 mOsm/100 kcal) : 300 mOsm/L] x 1000 = 65 ml/100 kkal. Ada produksi air sebanyak 15 ml per 100 kkal yang dikonsumsi per hari. Ini dinamakan air oksidasi. Jadi, kebutuan air rumatan untuk pasien rawat inap yang mendapat larutan karbohidrat kira-kira 100 ml/100 kkal (yakni 65 ml/100 kkal kehilangan air melalui urin + 50 ml/100 kcal insensible water loss 15 ml/100 kkal air oksidasi). Walaupun berbagai sistem telah digunakan untuk menaksir kebutuhan rumatan cairan dan elektrolit, rumus Holiday-Segar bisa digunakan.

DEHIDRASI Kekurangan cairan pada ruang intravaskular mengakibatkan perfusi menjadi tidak baik dan oksigenasi jaringan tidak cukup. Berkurangnya volume cairan tersebut mengakibatkan tekanan pada pembuluh darah menjadi berkurang. Parameter fisik yang menunjukkan status perfusi adalah denyut jantung, intensitas pulsus, capillary refill time (CRT), warna membran mukosa, dan temperatur rektal. Kebanyakan hewan yang mengalami kekurangan cairan intravaskular (perfusi jelek) juga
16

mengalami kekurangan cairan ekstravaskular. Sehingga cairan kristaloid harus diberikan secara simultan pada saat pemberian koloid yang digunakan untuk memperbaiki kekurangan cairan intravaskular. Kekurangan cairan pada ruang ekstravaskular (interstisial dan intraselular) menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi adalah kehilangan air tubuh yang sering diikuti oleh kehilangan elektrolit dan perubahan keseimbangan asam-basa di dalam tubuh. Kehilangan air dan elektrolit, terutama kehilangan natrium, akan mengancam kehidupan hewan, karena natrium berperan untuk mempertahankan tekanan osmotik plasma dan volume cairan yang bersirkulasi. Muntah dapat menyebakan tubuh kehilangan banyak air dan elektrolit dan dapat menimbulkan dehidrasi yang mengancam kehidupan. Jika muntah disebabkan oleh obstruksi intestinal bagian atas, kehilangan asam klorida dapat menimbulkan alkalosis metabolik hipokloremik di samping kehilangan natrium dan air. Diare adalah penyebab utama kehilangan air dan elektrolit pada hewan. Di samping menyebabkan kehilangan natrium dan air, diare juga mengakibatkan kehilangan bikarbonat sehingga dapat mengakibatkan terjadinya asidosis metabolik. Hewan dapat mengkompensasi kehilangan banyak air dan elektrolit selama diare, sepanjang pemasukan secara normal dapat dipertahankan. Jika pemasukan air dan pakan terbatas, dehidrasi akan terjadi dengan cepat. Selama fase poliuria pada kasus nefritis, natrium akan hilang bersama pengeluaran urin. Hal tersebut akan menimbulkan dehidrasi jika disertai terjadinya muntah. Pada kasus diabetes melitus, poliuria osmotic dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi yang signifikan.
17

Tanda dehidrasi adalah turgor (elastisitas) kulit menurun, membrane mukosa kering, dan CRT bertambah lama. Dehidrasi parah dapat mengakibatkan kelemahan, depresi, dan kolaps kardiovaskular (syok). Abnormalitas hasil pemeriksaan laboratorium yang umum dan sering ditemukan adalah peningkatan PCV, protein plasma, dan berat jenis urine biasanya lebih tinggi dari 1,035. Walaupun perubahan biokimia kompleks sering berkaitan dengan dehidrasi, tetapi perhatian utama adalah penggantian volume cairan yang efektif. Abnormalitas elektrolit dan

ketidakseimbangan asam-basa yang ringan sampai sedang dapat diperbaiki dengan mekanisme kompensasi tubuh setelah pasien direhidrasi. Terapi cairan dilakukan untuk mengembalikan perfusi dan hidrasi jaringan dengan tetap memperhatikan agar tidak terjadinya volume berlebihan yang dapat menimbulkan komplikasi berupa edema pulmoner, perifer, dan otak. Pemilihan cairan yang tepat ditentukan oleh lokasi dimana kekurangan cairan tersebut terjadi dan jenis cairan yang akan digunakan koloid, kristaloid, atau kombinasi keduanya. Volume Cairan yang Dibutuhkan Rencana untuk terapi cairan harus mempertimbangkan kehilangan cairan yang terjadi, kebutuhan pemeliharan fungsi tubuh, dan kehilangan abnormal yang terus berlanjut. Kehilangan cairan yang terjadi adalah jumlah kehilangan cairan sebelum pemeriksaan, dan diduga dengan memperhatikan sejarah, pemeriksaan fisik, dan data laboratorium. Dugaan persentase dehidrasi berdasarkan sejarah penyakit,

pemeriksaan fisik, dan data laboratorium (Lorenz, et al., 1997)

18

Kebutuhan cairan untuk pemeliharaan fungsi tubuh harus disuplai ketika pasien tidak dapat atau tidak akan meminum air yang cukup untuk mengganti kehilangan cairan secara normal melalui urine, tinja, saluran respirasi, dan kulit (kurang lebih 40-60 ml/kg/hari). Volume kehilangan abnormal cairan yang terus berlanjut harus diestimasi dan termasuk dalam terapi pengganti cairan. Contoh kalkulasi untuk menduga volume cairan yang dibutuhkan pasien (Lorenz, et al., 1997). Larutan untuk Terapi Ada dua tipe utama cairan yang dapat digunakan dalam terapi, yaitu kristaloid dan koloid. Cairan kristaloid adalah larutan berbahan dasar air dengan molekul kecil sehingga membran kapiler permeabel terhadap cairan tersebut. Cairan kristaloid dapat mengganti dan mempertahankan volume cairan ekstraselular. Oleh karena 75-80% cairan kristaloid yang diberikan secara IV menuju ruang ekstravaskular dalam satu jam pada hewan normal, maka cairan kristaloid sangat diperlukan untuk rehidrasi interstisial. Konsentrasi natrium dan glukosa pada kristaloid menentukan osmolalitas dan tonisitas larutan. Pada kebanyakan situasi kritis, cairan kristaloid isotonis pengganti elektrolit yang seimbang, seperti cairan Ringer laktat, digunakan untuk mengganti elektrolit dan bufer pada konsentrasi khas cairan ekstraselular. Garam normal (cairan natrium klorida 0,9%) juga merupakan cairan pengganti yang isotonis tetapi tidak seimbang dalam hal elektrolit dan bufer. Cairan kristaloid dalam volume besar yang diberikan dengan cepat secara IV menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular
19

dan penurunan COP dengan cepat. Hal tersebut mengakibatkan ekstravasasi ke interstisial. Cairan koloid adalah larutan kristaloid yang mengandung molekul besar sehingga membran kapiler tidak permeabel terhadap cairan tersebut. Larutan koloid merupakan pengganti cairan intravaskular. Darah total, plasma, dan albumin pekat mengandung koloid alami dalam bentuk protein, terutama albumin. Dextran dan hydroxyethyl starches (HES) adalah koloid sintetis yang dalam penggunaannya dapat digabung dengan darah total atau plasma, tetapi tidak dianggap sebagai pengganti produk darah ketika albumin, sel darah merah, antitrombin, atau protein koagulasi dibutuhkan. Pemulihan dehidrasi dengan menggunakan kombinasi koloid dan kristaloid membutuhkan volume yang lebih sedikit, dan waktu pemulihan dicapai lebih cepat. Apabila ditambah koloid, jumlah infus kristaloid dapat berkurang 4060% dibandingkan menggunakan kristaloid saja. Kombinasi kristaloid, koloid sintetis, dan koloid alami sering diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Potongan melintang kapiler. Molekul koloid terlalu besar untuk melewati membran sehingga tetap di dalam kapiler (Ettinger dan Feldman, 2005) Pilihan cairan didasarkan pada abnormalitas yang membutuhkan perbaikan. Secara umum, cairan poliionik dan isotonik, misalnya Ringer laktat merupakan cairan yang paling serba guna karena komposisinya mirip dengan cairan ekstraselular. Cairan Ringer laktat adalah cairan alkalizer karena mengandung laktat yang merupakan prekursor bikarbonat. Cairan Ringer meningkatkan jumlah klorida sehingga merupakan cairan acidifier. Cairan Ringer laktat dan Ringer mengandung
20

hanya sedikit kalium. Dibutuhkan penambahan kalium klorida pada cairan tersebut apabila digunakan pada pasien yang banyak kehilangan kalium dari tubuhnya (hipokalemia). Larutan natrium klorida isotonik (0,9%) atau garam, sering disebut (salah kaprah) cairan fisiologis atau garam normal. Garam isotonik mengandung 154 mEq natrium dan 154 mEq klorida. Konsentrasi natriumnya mendekati cairan ekstraselular, tetapi konsentrasi kloridanya lebih tinggi. Peningkatan kandungan klorida dapat menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremia. Garam isotonis tidak mengandung elektrolit yang lain. Karena alasan tersebut, penggunaan garam 0,9% harus dibatasi pada pasien yang mengalami kehilangan banyak natrium, misalnya insufisiensi adrenokortikal, yang juga dikenal sebagai penyakit Addison. Garam 0,45% kadang-kadang digunakan untuk pasien yang mengalami dehidrasi hipernatremia. Cairan kalium klorida tersedia untuk ditambahkan pada cairan Ringer laktat dan Ringer. Untuk asidosis metabolik yang parah, natrium bikarbonat hipertonik dapat ditambahkan ke dalam dekstrosa 5% atau garam 0,45%. Natrium bikarbonat seharusnya tidak ditambahkan ke dalam cairan yang mengandung kalsium, misalnya Ringer laktat, sebab akan menyebabkan presipitasi kalsium. Penambahan garam 0,9% dengan natrium bikarbonat juga tidak disarankan, karena cairan yang dihasilkan akan mengandung natrium dengan konsentrasi yang sangat tinggi. Larutan glukosa 5% terutama digunakan untuk mensuplai air untuk mengurangi dehidrasi yang diakibatkan oleh kehilangan air yang mendekati murni (dehidrasi hipernatremia),
21

misalnya terjadi pada panting yang kuat akibat hipertermia. Air murni tidak dapat diberikan secara parenteral karena bersifat sangat hipotonik dan akan menyebabkan eritrosit mengembang dan hemolisis. Oleh karena dekstrosa 5% tidak mengandung elektrolit, maka tidak disarankan penggunaannya pada pasien yang mengalami gangguan yang ditandai kehilangan banyak elektrolit. Larutan untuk terapi cairan dan elektrolit pada anjing dan kucing (Lorenz, et al., 1997) Cairan glukosa pada konsentrasi 10%, 20%, dan bahkan 50% dapat diberikan secara IV jika diberikan secara pelan-pelan agar bercampur dan larut, terutama digunakan untuk mensuplai kalori dan untuk menimbulkan diuresis osmotik pada hewan yang mengalami insufisiensi ginjal. Cairan glukosa hanya diberikan secara IV. Rute Terapi Cairan Rute terapi cairan yang paling bermanfaat adalah melalui oral (PO), intravena (IV), dan subkutan (SC). Rute intraoseus kadang-kadang digunakan untuk terapi cairan atau darah pada anak anjing dan anak kucing atau pasien dewasa yang tidak dapat dilakukan melalui vena. Pada pasien yang masih mau minum dan tidak disertai muntah, rute oral merupakan pilihan yang baik untuk menangani dehidrasi ringan. Dalam jumlah yang terbatas, cairan yang berbeda dengan cairan ekstraselular dapat diberikan secara oral. Pada pemberian cairan secara IV, volume cairan ektraselular akan pulih dengan cepat dan distribusi cairan ke seluruh tubuh juga cepat. Rute IV dipilih pada dehidrasi sedang sampai parah atau apabila cairan hilang dari tubuh pasien dengan cepat. Kelemahan rute IV adalah: efek sampingnya lebih besar (flebitis,
22

bekterimia/septisemia, overhidrasi), membutuhkan waktu dan bantuan untuk merestrin pasien selama terapi cairan dilakukan. Rute SC sangat praktis pada anjing dan kucing, terutama untuk terapi pemeliharaan cairan dalam waktu singkat. Cairan dapat diberikan dengan cepat, tetapi absorpsi dan distribusi cairan di dalam tubuh jauh lebih lambat dibandingkan dengan pemberian cairan dengan IV. Absorpsi cairan nyata lebih lama pada hewan yang mengalami hipotensi, sehingga disarankan pada tahap awal terapi cairan dilakukan secara IV untuk rehidrasi pasien dan memperbaiki sirkulasi pada jaringan subkutan. Hanya cairan isotonik dan yang tidak mengiritasi yang diberikan secara SC. Cairan dekstrosa 5% walaupun isotonis tidak disarankan secara SC untuk hewan yang mengalami dehidrasi parah, karena elektrolit pada cairan ekstraselular akan berdifusi ke daerah subkutan yang bebas elektrolit, bergabung dengan cairan dekstrosa 5% diikuti oleh air ekstraselular. Volume cairan ekstraselular secara temporer akan menurun sampai terjadi keseimbangan antara cairan dekstrosa 5% dan cairan ekstraselular. Dengan kombinasi IV dan SC (kehilangan cairan pada awalnya diganti dengan cara IV diikuti dengan cara SC untuk mempertahankan kebutuhan cairan), volume ekstraselular dapat dikembalikan dengan cepat, aliran darah ginjal akan membaik, dan menghindari penanganan dengan penetesan cairan secara IV yang lama pada pasien dehidrasi. Kecepatan Terapi Cairan Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan terapi cairan adalah: rute terapi, penyakit, kondisi pasien, tujuan terapi, komposisi cairan, dan tingkat restrin
23

yang dibutuhkan. Kehilangan cairan secara akut memerlukan penggantian secara cepat. Kehilangan cairan secara kronis atau disfungsi paru-paru, jantung, atau otak membutuhkan pemulihan secara lebih perlahan. Pemahaman tentang kebutuhan normal harian cairan untukpemeliharaan fungsi tubuh dapat dijadikan dasar untuk menduga kecepatan infus cairan secara IV pada hewan yang mengalami dehidrasi. Kebutuhan normal cairan untuk pemeliharaan fungsi tubuh adalah 40-60 ml/kg/hari atau 1,7-2,5 ml/kg/jam. Metode umum untuk rehidrasi pasien yang mengalami dehidrasi ringan sampai sedang adalah penggantian dengan agak cepat sekurangkurangnya setengah jumlah kebutuhan cairan yang diestimasi selama 4-8 jam pertama (dengan asumsi fungsi kardiopulmoner dan produksi urin baik). Hal tersebut dilakukan dengan infus cairan poliionik, misalnya cairan Ringer laktat dengan kecepatan sekitar dua atau tiga kali kecepatan normal pemasukan cairan untuk pemeliharaan fungsi tubuh (3,4-7,5 ml/kg/jam) sampai setengah kehilangan cairan diganti. Cairan yang masih tersisa diberikan secara lebih perlahan selama 16-20 jam berikutnya dengan infus IV dengan kecepatan 1,5-2,0 kali kecepatan normal pemasukan cairan untuk pemeliharaan fungsi tubuh perjam (2,5-5,0 ml/kg/jam). Setelah kehilangan cairan diganti dan kehilangan cairan secara abnormal tidak lagi terjadi, kecepatan terapi cairan dapat dikurangi (1,7-2,5 ml/kg/jam). Untuk terapi cairan selanjutnya dapat dipertimbangkan penggunaan cara SC. Terapi cairan secara IV dengan cepat dilakukan pada pasien yang mengalami syok. Sangat penting melakukan pengamatan dengan seksama terhadap pasien untuk melihat tanda-tanda overhidrasi, dan jika tanda-tanda tersebut teramati, kecepatan terapi cairan
24

diperlambat atau dihentikan bila perlu. Tanda-tanda terapi cairan yang terlalu cepat adalah pasien tampak gelisah, menggigil, takikardia, keluar leleran serus dari hidung, takipnea, rales basah, batuk, mata menonjol, muntah, dan diare. Monitoring Pasien Sangat bermanfaat untuk mencatat pemasukan cairan secara teratur (misalnya setiap 4 jam) dan total cairan selama 24 jam, termasuk mencatat perkiraan jumlah urin. Parameter yang dicatat dan frekuensi pencatatan tergantung pada individu kasus. Pencatatan setiap hari yang perlu dilakukan adalah PCV, total protein plasma, dan bobot badan. Nilai PCV 12-15% atau kurang merupa kan indikasi untuk

melakukan transfusi darah total (whole blood). Penurunan total plasma protein hingga kurang dari 3,0-3,5 g/dl menjadi petunjuk untuk memperlambat atau menurunkan terapi cairan dan mempertimbangkan untuk menggunakan plasma atau transfusi darah total. Parameter biokimia penting lainnya untuk memonitor pasien adalah blood urea nitrogen (BUN) dan elektrolit pada serum, terutama kalium. Peningkatan BUN mengindikasikan penurunan aliran darah ginjal dan menunjukkan bahwa volume cairan yang diberikan tidak cukup. Penurunan BUN seringkali memberikan prognosis yang baik yang menandakan bahwa terapi cairan direspon dengan baik oleh pasien. Hipokalemia sering terjadi sewaktu terapi cairan secara parenteral dalam beberapa hari, terutama bila menggunakan cairan yang komposisinya mirip dengan plasma, misalnya larutan Ringer laktat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan kadar

25

kalium dalam serum secara teratur setiap 2-3 hari. Produksi urin dapat diestimasi dengan mempalpasi kantung kemih dan mengamati urinasi. Pada pasien yang mengalami oliguria, monitoring dan pemasukan cairan harus dilakukan secara cermat untuk mencegah terjadinya overhidrasi yang dapat mengakibatkan terjadinya edema pulmoner. Apabila risiko kelebihan cairan lebih besar dari biasanya (misalnya pada hewan yang mengalami oliguria atau anuria, respon yang tidak baik pada terapi awal syok, pankreatitis akut), monitoring tekanan vena sentral (central venous pressure = CVP) dapat membantu mencegah terjadinya edema pulmoner.

26

Anda mungkin juga menyukai