Anda di halaman 1dari 44

Niken Audi Lestari

1102011194
1. Memahami dan menjelaskan fisiologi nyeri
Neuroanatomi
JALAN RAYA SENSORIK

Berfungsi membawa informasi sensorik baik extroseptif dan propioseptif dari
reseptor ke pusat sensorik sadar diotak.
Informasi Ekstroseptif meliputi:
Sakit
Suhu (panas atau dingin)
Sentuhan
Tekanan
Informasi Propioseptif meliputi:
Keadaan otot sadar/otot lurik
Keadaan sendi
Keadaan ligamentum
Untuk bisa mencapai pusat sadar pada GYRUS POSTCENTRALIS (area
brodmann 3,2,1) maka semua informasi sensorik harus melewati sedikitnya 3
NEURON.
1. neuron orde pertama : terletak pada ganglion radix posterior s.ganglion spinale(ganglion
adalah sel saraf yg terletak diluar susunan saraf pusat) dimana dendrite dari selsaraf


2

tersebut datang dari reseptor, sedangkan axon-nya pergi memasuki medulla
spinalisuntuk bersinapsis pada neuron orde kedua.
2. neuron orde kedua : pada cornu posterius medulla spinalis, axon-nya dapatmenyilang
garis tengah atau langsung dalam columna lateralis pada sisi yang sama,selanjutnya
dari medulla spinalis naik ke atas untuk bersinapsis pada neuron ordeketiga.
3. neuron orde ketiga : pada thalamus, dimana axon-nya akan menuju pusat sensorik sadar
pada gyrus postcentralis (area pusat sensorik-area brodmann 3,2,1)

Jalan raya sensorik yang mengantarkan sensasi sakit dan suhu
Nama jalan : Tractus spinothalamicus lateralis
Melewati medulla spinalis
medulla oblongata pons
mesencephalon diencephalon
korteks cerebri
1. Axon dari neuron orde
pertama (ganglion spinale)
memasuki ujung cornu posterius
substansiagrissea medulla spinalis
dan segera bercabang
Serabut yg naik
Serabut yg turun
Setelah masuk ke medulla
spinalis, maka akan membentuk
Traktus Posterolateral (Lissauri).
Lalu berlanjut ke neuron orde
kedua yang terletak pada
kelompok selsubstansia gelatinosa
pada cornu posterius.Axon dari
orde kedua menyilang garis tengah
pada commisura anterior substansia grisseadan substansia alba, kemudian naik ke atas
pada sisi kotralateral sebagai traktus spinothalamicus lateralis. Traktus tersebut berjalan
medialis dari traktus spinocerebrallis anterius. Sewaktu jalan ke atas, serabut syaraf
baru terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis.


3

2. Saraf berlanjut pada medulla oblongata, yaitu pada dataran lateral antara
nucleus olivariusinferius dengan Nucleus tractus spinalis N. Trigeminus. Dan
nantinya bergabung dengan
Tractus spinothalamicus anterius
Tractus spinotectalis
Ketiga tractus ini bersama-sama membentuk Lemniscus Spinalis
3. Berlanjut pada pons. Lemnicus spinalis naik ke atas dibagian belakang pons
4. Berlanjut pada mesencephalon, Lemnicus spinalis jalan pada tegmentum ,
lateralis dari Lemnicus medialis.
5. Diencephalon, serabut syaraf traktus spino thalamicus lateralis akan
bersinapsis denganneuron orde ketiga yaitu: Nucleus postlateral dari kelompok
ventral thalamus (bagian darinucleus lateralis thalamus). Disinilah terjadi penilaian
kasar sensasisakit dan suhu dan reaksi emosi mulai timbul.
6. Di Korteks cerebri, axon dari neuron orde ketiga memasuki Crus posterior
capsula internadan Corona radiata untuk berakhir pada gyrus postcentralis (area
brodmann 3,2,1) dari sini informasi sakit dan suhu akan diteruskan ke area motorik
dan areaasosiasi di cortex lobus parietale.

Jalan raya yang mengatur sensasi sentuhan ringan dan tekanan
1. Axon dar i neur on or de per t ama ( gangl i on s pi nal e) memas uki
uj ung cor nu pos t er i us s ubs t ans i a grissea medulla spinalis dan segera
bercabang 2:
Serabut yg naik
Serabut yg turun
Setelah masuk ke medulla spinalis, maka akan membentuk Traktus Posterolateral
(Lissauri). Lalu berlanjut ke neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel
substansia gelatinosa cornu posterius substansia grissea.
Axon dari orde kedua menyilang garis tengah pada commisura anterior substansia
grisseadan substansia alba, kemudian naik ke atas pada sisi kotralateral sebagai traktus
spinothalamicus anterior. Traktus tsb berjalan medialis dari traktus
spinocerebrallisanterius. Sewaktu jalan ke atas, serabut syaraf baru terus bertambah
sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis.


4

2. saraf berlanjut pada medulla
oblongata, traktus spinothalamicus
anterior nantinya bergabung dengan
Tractus spinothalamicus lateralis & Tractus
spinotectalis. Ketigatractus ini bersama-
sama membentuk lemniscus spinalis
3. Berlanjut ke pons,
mesencephalon, dan diencephalon.
Lemniscus spinalis beriringan dengan
Lemnicus Medialis bersinapsis pada neoron
orde ketiga yaitu: Nucleus postlateral dari
kelompok ventral thalamus (bagian dari
nucleus lateralis thalamus). Disinilah
terjadi penilaian kasar sentuhan dan
tekananmulai diinterpretasi.
4. Lanjut ke korteks cerebri, axon
dari neuron orde ketiga memasuki
Crus posteriorcapsula interna dan Corona radiata
untuk berakhir pada gyrus postcentralis (area brodmann 3,2,1) dari sini sensasi
sentuhan dan tekanan disadari.

Jalan raya pembedaan sensasi diskriminasi sentuhan, getaran sendi/otot sadar
Nama jalan : fasciculus gracilis dan fasciculus cuneatus
1. Jalan dalam medula spinalis memasuki cornu posterius substansia alba sisi
yang sama. Untuk segera bercabang 2 :
Cabang turun
Jalan melewati beberapa segmen medulla spinalis sambil memberikan beberapa
cabang collateral dan bersinapsis dengan neuron pada cornu posterius dan
neuron pada cornu anterius pada segmen yang dilewati. Hubungan intersegmental
iniberfungsi dalam refleks intersegmental.
Cabang naik
Serabut sarafnya lebih panjang dan sebagian akan bersinapsis dengan neuron orde
kedua pada cornu posterius dan anterius substansia grissea. Hubungan


5

ini berperan dalam refleks intersegmental. Sebagian besar serabut saraf yang
naik berjalan dalam columna posterius substansia alba sebagai:
Fasciculus gracilis
Fasciculus cutaneus
2. J al an dal am medul l a Obl ongat a
Axon dari neuro orde pertama jalan keatas secara ipsilateral (tidak menyilang
garistengah) dan bersinapsis dgn neuron orde kedua : nuclei gracilis dan nuclei
cuneatus. Dari orde kedua akan membentuk serabut saraf disebut sebagai : fibra
arcuata interna. Kemudian menyilang garis tengah membentuk decussiatio sensorik.
Selanjutnya pergi ke dua tempat :
Ke cerebellum melalui pedunculus cerebelli inferior dan membantuk
traktuscuneocerebellaris. Serabutnya sendiri mengelompok membentuk fibra
arcuata eksterna. Fungsinya untuk mengirimkan informasi sensasi otot skelet
dan sensasi ke serebellum.
kepons
3. Jalan ke pons, ke mesencephalon dan diencephalon setelah membentuk
decussatio (pada medulla oblongata saraf jalan ke atas sebagai lemniscus medialis
untuk berakhir pada neuron orde ketiga: nuclei posterolateral dari kelompok ventral
thalamus (bagian dari kelompok nuclei lateralis thalamus).
4. Ke korteks cerebri neuron orde ketiga melewati crus posterius capsula
interna dan coronaradiata menuju gyrus postcentralis. Disini baru kita menyadari
pembedaansensasi diskriminasi sentuhan dan getaran dari sendi atau otot sadar.

Jalan raya sensasi otot sadar (otot lurik) dan sendi ke cerebellum
Ada 3 jalan :
1. Tr akt us s pi nocer ebel l ar i s pos t er i us
Axon orde pertama memasuki medula spinalis pada collumna posterius
substansiagrissea untuk bersinapsis dengan neuron orde kedua: nucleus dorsalis
(Clarki) yangterletak pada basis cornu posterius substansia grissea.Axon orde kedua
memasuki poterolateral substansia alba pada sisi yang sama untuk naik keatas sebagai
: traktus spinocerebellaris posterius. Traktus spinocerebellaris posterius masuk ke
peduncullus cerebellaris inferior untuk menuju corteks cerebellum.


6

Fungsi : Membawa informasi dari otot sadar dan sendi, terutama dari reseptor Muscle
spindle dan reseptor yang ada di tendo, ligamentum dan capsula
articularedari tubuh dan anggota badan.
2. Tr akt us s pi nocer ebel l ar i s ant er i us
Jalan dari medulla spinalis, axon Axon orde pertama memasuki medula
spinalis padacollumna posterius substansia grissea untuk bersinapsis dengan neuron
orde kedua:nucleus dorsalis (Clarki) berlanjut menjadi traktus spinocerebellaris
posterius danmasuk ke peduncullus cerebellaris superior dan berakhir pada korteks
cerebella
Fungsi : Membawa informasi dari reseptor muscle spindle dan tendo dari anggota
badan atas dan bawah
3. T r a k t u s c u n e o c e r e b e l l a r i s
Pusatnya di nucleus cuneatus. Perjalannya mulai dengan memasuki
pedunculuscerebelli inferior menuju corteks cerbelli. Disebut juga fibra arcuata
externa posterius.
Fungsi: meneruskan informasi dari muscle spindle dantendo ke cerebellum.

Jalan raya naik lainnya
1. T r a k t u s s p i n o t e c t a l i s
Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan
neuron orde kedua yang letaknya pada cornu posterius.
Dari neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas
pada anterolateral substansia alba sebagai traktus spinotektalis.
Beriringan dengan traktus spinothalamicus lateralis et anterius,
kemudian bersama-sama membentuk lemniscus spinalis dan menuju ke otak
Fungsi : Membawa informasi untuk refleks spinovisual dan akan menimbulkan
gerakan bola mata dan kepala yang menunujuk ke arah datangnya sumber
stimuli.

2. T r a k t u s s p i n o r e t i c u l a r i s
Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan
neuron orde kedua yang letaknya pada cornu posterius.


7

Dari neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas
pada anterolateral substansia alba dan bercampur dengan traktus spinothalamicus
Traktus spinoreticularis jalan pada sisi yang sama dan akan bersinapsis
denganneuron orde ketiga: formatio retikulare dimedulla oblongata, pons,
danmesencephalon.
Fungsi : membawa informasi tentang tingkat-tingkatkesadaran
3. T r a k t u s s p i n o o l i v a r i u s
Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan
neuronorde ke2 yang letaknya pada cornu posterius.
Dari neuron orde ke2 jalan menyilang garis tengah dan naik ke atas antara
cornuanterius dengan cornu laterale substansia alba sebagai
traktusspinoolivarius.
Traktus spinoolivarius bersinapsis dengan neuron ketiga : nuclei
olivariusinferius. Neuron orde ketiga menyilang garis tengah dan memasuki
cerebellummelalui peduncullus cerebelli inferius untuk pergi ke korteks
cerebellum.
Fungsi : Membawa informasi exteroseptif dan proprioseptifke cerebellum.

Jalan raya visceral
Axon orde pertama dari thorax dan abdomen memasuki cornu posterius untuk
bersinapsisdengan neuron orde kedua dalam substansia grissea. Kemudian axon pada
orde kedua bergabung dengan traktus spinothalamicus untuk berakhir pada neuron
orde ketiga : nuclei posterolateral dari kelompok ventral thalami. Axon neuron ketiga
diduga pergi ke gyrus postcentralis (area Brodmann 3,2,1)

Fungsi : Informasi pressoreceptor dari tunica mucosa rectum dan vesica urinaria
untuk keperluan dafaecatio dan mixtio.

Fisiologi nyeri
Mekanisme Nyeri
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan.
Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai
oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla


8

spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan,
maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang
membantu perbaikan jaringan yang rusak.
Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan
kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non noksius atau noksius
ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan
menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi.

Sensitisasi Perifer
Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan lingkungan
kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan komponen intraselulernya
seperti adenosine trifosfat, ion K+, pH menurun, sel inflamasi akan menghasilkan sitokin,
chemokine dan growth factor. Beberapa komponen diatas akan langsung merangsang
nosiseptor (nociceptor activators) dan komponen lainnya akan menyebabkan nosiseptor
menjadi lebih hipersensitif terhadap rangsangan berikutnya (nociceptor sensitizers).
Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E2 akan mereduksi ambang aktivasi
nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan cara berikatan pada reseptor
spesifik di nosiseptor. Berbagai komponen yang menyebabkan sensitisasi akan muncul secara
bersamaan, penghambatan hanya pada salah satu substansi kimia tersebut tidak akan
menghilangkan sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan ambang rangsang dan
berperan dalam meningkatkan sensitifitas nyeri di tempat cedera atau inflamasi.

Sensitisasi Sentral
Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor di sentral
juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer bertanggung jawab terhadap
munculnya hipersensitivitas nyeri setelah cidera. Sensitisasi sentral memfasilitasi dan
memperkuat transfer sipnatik dari nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses
ini dipacu oleh input nosiseptor ke medulla spinalis (activity dependent), kemudian terjadi
perubahan molekuler neuron (transcription dependent).
Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem saraf, dimana
terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan jaringan). Dalam
beberapa detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan terjadi aliran sensoris yang masif
kedalam medulla spinalis, ini akan menyebabkan jaringan saraf didalam medulla spinalis
menjadi hiperresponsif.


9

Reaksi ini akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri akibat stimulus non noksius dan
pada daerah yang jauh dari jaringan cedera juga akan menjadi lebih sensitif terhadap
rangsangan nyeri.

Nosiseptor (Reseptor Nyeri)
Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot, persendian,
viseral dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung jawab terhadap kehadiran
stimulus noksius yang berasal dari kimia, suhu (panas, dingin), atau perubahan mekanikal.
Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif sampai adanya stimulus yang memiliki energi
yang cukup untuk melampaui ambang batas stimulus (resting). Nosiseptor mencegah
perambatan sinyal acak
(skrining fungsi) ke SSP untuk interpretasi nyeri.
Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal interneuron dan
saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang lebih tinggi pada batang
otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa
beradaptasi. Kegagalan reseptor nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut
bisa menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan.
Setelah kerusakan terjadi, nyeri biasanya minimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena
iskemi akut berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi pada
saat beraktifitas kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada iskemia kulit
bisa terjadai pada 20 sampai 30 menit.
Tipe nosiseptor spesifik bereaksi pada tipe stimulus yang berbeda. Nosiseptor C
tertentu dan nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus panas atau dingin, dimana yang
lainnya bereaksi pada stimulus yang banyak (kimia, panas, dingin). Beberapa reseptor A-beta
mempunyai aktivitas nociceptor-like. Serat serat sensorik mekanoreseptor bisa diikutkan
untuk transmisi sinyal yang akan menginterpretasi nyeri ketika daerah sekitar terjadi
inflamasi dan produkproduknya. Allodynia mekanikal (nyeri atau sensasi terbakar karena
sentuhan ringan) dihasilkan mekanoreseptor A-beta.
Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain hanya sebagai
reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar pada keadaan yang potensial merusak.
Banyak stimulus yang sifatnya merusak (memotong, membakar, kepitan) tidak
menghasilkan nyeri bila dilakukan pada struktur viseralis. Selain itu inflamasi, iskemia,
regangan mesenterik, dilatasi, atau spasme viseralis bisa menyebabkan spasme berat.


10

Stimulus ini biasanya dihubungkan dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan untuk
mempertahankan fungsi.

Perjalanan Nyeri (Nociceptive Pathway)
Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis kompleks yang
disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat proses komponen yang
nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat
diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri).

Proses Transduksi
Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf. Suatu
stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas
listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh
(reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena
trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin,
dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor
nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan
menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer.

Proses Transmisi
Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses transduksi
melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, dimana impuls
tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus
dan sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa
rangsangan dari organ-organ yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri
yang lebih difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini
mempunyai sinaps interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin.
Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri dan
dirasakan sebagai persepsi nyeri.

Proses Modulasi
Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla spinalis
dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh
tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan


11

proses ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin,
serotonin, noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis.
Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls
nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat
subjektif pada setiap orang.

Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi dan
modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai
persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi
dari sensorik.

Klasifikasi Nyeri
Kejadian nyeri memiliki sifat yang unik pada setiap individual bahkan jika cedera
fisik tersebut identik pada individual lainnya. Adanya takut, marah, kecemasan, depresi dan
kelelahan akan mempengaruhi bagaimana nyeri itu dirasakan. Subjektifitas nyeri membuat
sulitnya mengkategorikan nyeri dan mengerti mekanisme nyeri itu sendiri. Salah satu
pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengklasifikasi nyeri adalah berdasarkan durasi
(akut, kronik), patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,
kanker).

Nyeri Akut dan Kronik
Nyeri akut dihubungkan dengan kerusakan jaringan dan durasi yang terbatas setelah
nosiseptor kembali ke ambang batas resting stimulus istirahat.Nyeri akut ini dialami segera
setelah pembedahan sampai tujuh hari. Sedangkan nyeri kronik bisa dikategorikan sebagai
malignan atau nonmalignan yang dialami pasien paling tidak 1 6 bulan. Nyeri kronik
malignan biasanya disertai kelainan patologis dan indikasi sebagai penyakit yang life-limiting
disease seperti kanker, end-stage organ dysfunction, atau infeksi HIV. Nyeri kronik
kemungkinan mempunyai baik elemen nosiseptif dan neuropatik. Nyeri kronik nonmalignan
(nyeri punggung, migrain, artritis, diabetik neuropati) sering tidak disertai kelainan patologis
yang terdeteksi dan perubahan neuroplastik yang terjadi pada lokasi sekitar (dorsal horn pada
spinal cord) akan membuat pengobatan menjadi lebih sulit
Pasien dengan nyeri akut atau kronis bisa memperlihatkan tanda dan gejala sistem
saraf otonom (takikardi, tekanan darah yang meningkat, diaforesis, nafas cepat) pada saat


12

nyeri muncul. Guarding biasa dijumpai pada nyeri kronis yang menunjukkan allodinia.
Meskipun begitu, muncul ataupun hilangnya tanda dan gejala otonom tidak menunjukkan ada
atau tidaknya nyeri.

Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik
Nyeri organik bisa dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif
adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang
menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung
jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap
analgesik opioid atau non opioid.
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada
saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan
perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang mengalami
nyeri neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik opioid.

Nyeri Viseral
Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan tubuh jauh dari
tempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama dengan asal nyeri. Sering kali, nyeri
viseral terjadi seperti kontraksi ritmis otot polos. Nyeri viseral seperti keram sering
bersamaan dengan gastroenteritis, penyakit kantung empedu, obstruksi ureteral, menstruasi,
dan distensi uterus pada tahap pertama persalinan. Nyeri viseral, seperti nyeri somatik dalam,
mencetuskan refleks kontraksi otototot lurik sekitar, yang membuat dinding perut tegang
ketika proses inflamasi terjadi pada peritoneum. Nyeri viseral karena invasi malignan dari
organ lunak dan keras sering digambarkan dengan nyeri difus, menggrogoti, atau keram jika
organ lunak terkena dan nyeri tajam bila organ padat terkena.
Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen, spasme otot polos,
distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran empedu, atau ureter. Distensi pada
organ lunak terjadi nyeri karena peregangan jaringan dan mungkin iskemia karena kompresi
pembuluh darah sehingga menyebabkan distensi berlebih dari jaringan.
Rangsang nyeri yang berasal dari sebagian besar abdomen dan toraks menjalar
melalui serat aferen yang berjalan bersamaan dengan sistem saraf simpatis, dimana rangsang
dari esofagus, trakea dan faring melalui aferen vagus dan glossopharyngeal, impuls dari
struktur yang lebih dalam pada pelvis dihantar melalui nervus parasimpatis di sakral. Impuls
nyeri dari jantung menjalar dari sistem saraf simpatis ke bagian tengah ganglia cervical,


13

ganglion stellate, dan bagian pertama dari empat dan lima ganglion thorasik dari sistem
simpatis. Impuls ini masuk ke spinal cord melalui nervus torak ke 2, 3, 4 dan 5. Penyebab
impuls nyeri yang berasal dari jantung hampir semua berasal dari iskemia miokard. Parenkim
otak, hati, dan alveoli paru adalah tanpa reseptor. Adapun, bronkus dan pleura parietal sangat
sensitif pada nyeri.

Nyeri Somatik
Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk, mudah dilokalisasi
dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan subkutan, membran mukosa, otot
skeletal, tendon, tulang dan peritoneum. Nyeri insisi bedah, tahap kedua persalinan, atau
iritasi peritoneal adalah nyeri somatik. Penyakit yang menyebar pada dinding parietal, yang
menyebabkan rasa nyeri menusuk disampaikan oleh nervus spinalis. Pada bagian ini dinding
parietal menyerupai kulit dimana dipersarafi secara luas oleh nervus spinalis. Adapun, insisi
pada peritoneum parietal sangatlah nyeri, dimana insisi pada peritoneum viseralis tidak nyeri
sama sekali. Berbeda dengan nyeri viseral, nyeri parietal biasanya terlokalisasi langsung pada
daerah yang rusak
Munculnya jalur nyeri viseral dan parietal menghasilkan lokalisasi dari nyeri dari
viseral pada daerah permukaan tubuh pada waktu yang sama. Sebagai contoh, rangsang nyeri
berasal dari apendiks yang inflamasi melalui serat serat nyeri pada sistem saraf simpatis ke
rantai simpatis lalu ke spinal cord pada T10 ke T11. Nyeri ini menjalar ke daerah umbilikus
dan nyeri menusuk dan kram sebagai karakternya. Sebagai tambahan, rangsangan nyeri
berasal dari peritoneum parietal dimana inflamasi apendiks menyentuh dinding abdomen,
rangsangan ini melewati nervus spinalis masuk ke spinal cord pada L1 sampai L2. Nyeri
menusuk berlokasi langsung pada permukaan peritoneal yang teriritasi di kuadran kanan
bawah.

Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri paska
pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan untuk
menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat
berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan.
Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini :
1. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale:


14

Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari
senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan
gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau pada
pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.

2. Verbal Rating Scale (VRS)

Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima poin ;
tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

3. Numerical Rating Scale (NRS)
Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana pasien
ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0 5 atau 0
10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri
yang hebat.


15


4. Visual Analogue Scale (VAS)
Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan
skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis
(10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk
mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan
lebih mudah dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS
telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, VAS juga
secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya realtif mudah,
hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan.
Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik
kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat rasionya karena dapat menyajikan data
dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 0 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah
dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri
sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat
analgesic penyelamat (rescue analgetic).


16


Penanganan Nyeri
Penanganan nyeri paska pembedahan yang efektif harus mengetahui patofisiologi dan
pain pathway sehingga penanganan nyeri dapat dilakukan dengan cara farmakoterapi
(multimodal analgesia), pembedahan, serta juga terlibat didalamnya perawatan yang baik
dan teknik non-farmakologi (fisioterapi, psikoterapi).
Farmakologis
Modalitas analgetik paska pembedahan termasuk didalamnya analgesik oral
parenteral, blok saraf perifer, blok neuroaksial dengan anestesi lokal dan opioid intraspinal.
Pemilihan teknik analgesia secara umum berdasarkan tiga hal yaitu pasien, prosedur dan
pelaksanaannya. Ada empat grup utama dari obat-obatan analgetik yang digunakan untuk
penanganan nyeri paska pembedahan.








17

2. Memahami dan menjelaskan nyeri kepala
Definisi
Nyeri kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang
berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit ( sumber : Neurology and neurosurgery
illustrated Kenneth).
Epidemiologi
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis
kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang
menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari
jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi
belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %. Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan
usia 12 tahun sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia besar dari 12 tahun.
IHS juga mengemukakan cluster headaache 80 90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakit
kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.
Etiologi
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi
geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di kepala, kulit,
jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang telah disebutkan diatas,
sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll.).
Klasifikasi
Nyeri kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepalasekunder,
dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Nyeri kepala primer dapat dibagi
menjadi migraine, tension type headache, cluster headache dengan sefalgia
trigeminal/autonomik, dan nyeri kepala primer lainnya. Nyeri kepala sekunder dapat dibagi
menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, nyeri kepala
akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, nyeri kepala yang bukan disebabkan kelainan
vaskular intrakranial, nyeri kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat
infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, nyeri kepala atau nyeri pada wajah akibat
kelainan kranium, leher, telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan
wajah, nyeri kepala akibat kelainan psikiatri.
A. Migren
Definisi Migren


18

Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan
serangan nyeri yang berlansung 4 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya
berdenyut, intensitas nyerinya sedang samapai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan
dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Etiologi dan Faktor Resiko Migren
Etiologi migren adalah sebagai berikut : (1) perubahan hormon (65,1%), penurunan
konsentrasi esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi, (2) makanan
(26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natrium nitrat),
vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan
(MSG), (3) stress (79,7%), (4) rangsangan sensorik seperti sinar yang terang
menyilaukan(38,1%) dan bau yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak
menyenangkan, (5) faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan (aktifitas seksual)
dan perubahan pola tidur, (6) perubahan lingkungan (53,2%), (7) alkohol (37,8%), (7)
merokok (35,7%). Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga,
wanita, dan usia muda.
Klasifikasi Migren
Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura, dan migren
kronik (transformed). Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura
reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi
batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur angsur lebih dari 4
menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam
interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. Migren tanpa aura adalah migren tanpa
disertai aura klasik, biasanya bilateral dan terkena pada periorbital. Migren kronik adalah
migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah berbulan- bulan sampai
bertahun- tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri
setiap hari.
Patofisiologi Migren
Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori vaskular, adanya
gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak berkonstriksi sehingga terjadi
hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan menyebar ke depan. Penyebaran
frontal berlanjuta dan menyebabkan fase nyeri kepala dimulai. Teori cortical spread
depression, dimana pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah
terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization oleh pottasium-
liberating depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya


19

periode depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi
yang akan menekan aktivitas neuron ketika melewati korteks serebri.
Teori Neovaskular (trigeminovascular), adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan
produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga
melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada reseptornya di
sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga
menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos
yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada
post junctional site second order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri.
Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus sereleus
sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga mengaktifkan
nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar
epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi
penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut
saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila
terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah
intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migren.

B. Tension type headache
Definisi Tension Type Headache (TTH)
Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot
kepala dan tengkuk ( M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter,
M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi,
bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot
yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter
seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.
Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type
Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak
mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat
berlangsung selama 30 menit 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila
frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.


20

Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil
penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH
sebagai berikut : (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem
saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan
disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH, (2) disfungsi saraf perifer meliputi
kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa disertai iskemia otot, (3) transmisi
nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi
second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis ( aktivasi molekul NO)
sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan
terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial.
Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial, (4)
hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks
serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai
ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan
ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal decending pain inhibit
activity, (5) kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan
interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat hubungan jalur
serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya
TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin
platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal
dan maseter, (7) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor
stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan
aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan
ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral
pada jalur transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada
kornu dorsalis.
Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa teori
yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan) akan
menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang
akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam
sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2)
stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak


21

selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma trigeminus yang
akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan merangsang
ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction,
stage of resistance, dan stage of exhausted. Alarm reaction dimana stress menyebabkan
vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu
terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan mengakibatkan penumpukan
asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang
selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi
yang digunakan berasal dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron,
dimana aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana
sumber energi yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga
terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.

C. Cluster headache
Definisi
Cluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan yang jelas
dan berulang dari suatu nyeri periorbital unilateral yang mendadak dan parah.

Patofisiologi
Patofisiologi dari cluster headache belum sepenuhnya dimengerti. Periodisitasnya
dikaitkan dengan pengaruh hormon pada hipotalamus (terutama nukleus
suprachiasmatik). Baru-baru ini neuroimaging fungsional dengan positron emision
tomografi (PET) dan pencitraan anatomis dengan morfometri voxel-base telah
mengidentifikasikan bagian posterior dari substansia grisea dari hipotalamus sebagai area
kunci dasar kerusakan pada cluster headache.
Nyeri pada cluster headache diperkirakan dihasilkan pada tingkat kompleks
perikarotid atau sinus kavernosus. Daerah ini menerima impuls simpatis dan
parasimpatis dari batang otak, mungkin memperantarai terjadinya fenomena otonom
pada saat serangan. Peranan pasti dari faktor-faktor imunologis dan vasoregulator,
sebagaimana pengaruh hipoksemia dan hipokapnia pada cluster headache masih
kontroversial.

Penyebab
Penyebab cluster headache masih belum diketahui. Cluster headache sepertinya tidak
berkaitan dengan penyakit lainnya pada otak.



22

Berdasarkan jangka waktu periode cluster dan periode remisi, international headache
society telah mengklasifikasikan cluster headache menjadi dua tipe :
1. Episodik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama satu minggu
sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung beberapa minggu
sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya periode cluster selanjutnya.
2. Kronik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari satu
tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri berlangsung kurang
dari dua minggu.
Sekitar 10 sampai 20 % orang dengan cluster headache mempunyai tipe kronik.
Cluster headache kronik dapat berkembang setelah suatu periode serangan episodik atau
dapat berkembang secara spontan tanpa di dahului oleh riwayat sakit kepala sebelumnya.
Beberapa orang mengalami fase episodik dan kronik secara bergantian.
Para peneliti memusatkan pada mekanisme yang berbeda untuk menjelaskan karakter
utama dari cluster headache. Mungkin terdapat riwayat keluarga dengan cluster headache
pada penderita, yang berarti ada kemungkinan faktor genetik yang terlibat. Beberapa
faktor dapat bekerja sama menyebabkan cluster headache.

Pemicu Cluster Headache : Tidak seperti migraine dan sakit kepala tipe tension, cluster
headache umumnya tidak berkaitan dengan pemicu seperti makanan, perubahan
hormonal atau stress. Namun pada beberapa orang dengan cluster headache adalah
merupakan peminum berat dan perokok berat. Setelah periode cluster dimulai, konsumsi
alkohol dapat memicu sakit kepala yang sangat parah dalam beberapa menit. Untuk
alasan ini banyak orang dengan cluster headache menjauhkan diri dari alkohol selama
periode cluster. Pemicu lainnya adalah penggunaan obat-obatan seperti nitrogliserin,
yang digunakan pada pasien dengan penyakit jantung.
Permulaan periode cluster seringkali setelah terganggunya pola tidur yang normal,
seperti pada saat liburan atau ketika memulai pekerjaan baru atau jam kerja yang baru.
Beberapa orang dengan cluster headache juga mengalami apnea pada saat tidur, suatu
kondisi dimana terjadinya kolaps sementara pada dinding tenggorokan sehingga
menyumbat jalan nafas berulang kali pada saat tidur.
Peningkatan Sensitivitas dari Jalur Saraf
Nyeri yang sangat pada cluster headache berpusat di belakang atau di sekitar
mata, di suatu daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus, suatu jalur nyeri
utama. Rangsangan pada saraf ini menghasilkan reaksi abnormal dari arteri yang


23

menyuplai darah ke kepala. Pembuluh darah itu akan berdilatasi dan
menyebabkan nyeri.
Beberapa gejala dari cluster headache seperti mata berair, hidung tersumbat
dan atau berair, serta kelopak mata yang sulit diangkat melibatkan sistem saraf
otonom. Saraf yang merupakan bagian dari sistem ini membentuk suatu jalur
pada dasar otak. Ketika saraf trigeminus di aktivasi, menyebabkan nyeri pada
mata, sistem saraf otonom juga diaktivasi dengan apa yang disebut refleks
trigeminal otonom. Para peneliti percaya bahwa masih ada proses yang belum
diketahui yang melibatkan peradangan atau aktivitas pembuluh darah abnormal
pada daerah ini yang mungkin terlibat menyebabkan sakit kepala.
Fungsi Abnormal dari Hipotalamus
Serangan cluster biasanya terjadi dengan pengaturan seperti jam 24 jam sehari.
Siklus periode cluster seringkali mengikuti pola musim dalam satu tahun. Pola ini
menunjukkan bahwa jam biologis tubuh ikut terlibat. Pada manusia jam biologis
terletak pada hipotalamus yang berada jauh di dalam otak. Dari banyak fungsi
hipotalamus, bagian ini mengontrol siklus tidur bangun dan irama internal
lainnya. Kelainan hipotalamus mungkin dapat menjelaskan adanya pengaturan
waktu dan siklus pada cluster headache. Penelitian telah menemukan peningkatan
aktivitas di dalam hipotalamus selama terjadinya cluster headache. Peningkatan
aktivitas ini tidak ditemukan pada orang-orang dengan sakit kepala lainnya
seperti migraine.
Penelitian juga menemukan bahwa orang-orang yang mempunyai tingkat
hormon tertentu yang abnormal, termasuk melatonin dan testoteron, kadar
hormon tersebut meningkat pada periode cluster. Perubahan hormon-hormon
tersebut dipercayai karena ada masalah pada hipotalamus. Peneliti lainnya
menemukan bahwa orang-orang dengan cluster headache mempunyai
hipotalamus yang lebih besar daripada mereka yang tidak memiliki cluster
headache. Namun masih belum diketahui mengapa bisa terjadi kelainan-kelainan
semacam itu.
Patofisiologi
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala
adalah sebagai berikut(Lance,2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh darah;
intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi otot kepala dan
leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum (nyeri lokal), (4) degenerasi spina


24

servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra
servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).

Manifestasi
Fase I : Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan selama
24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan , tidak enak, iritabel, memburuk bila
makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat, sulit/malas
berbicara.

Fase II : Aura
Gangguan penglihatan yang paling sering dikeluhkan pasien. Khas pasien melihat seperti
melihat kilatan lampu blits (photopsia) atau melihat garis zig zag disekitar mata dan
hilangnya sebagian penglihatan pada satu atau kedua mata (scintillating scotoma).
Gejala sensoris yang timbul berupa rasa kesemutan atau tusukan jarum pada lengan,
dysphasia.
Fase ini berlangsung antara 5 60 menit. Sebanyak 80% serangan migraine tidak disertai
aura.

Fase III : Headache
Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan berat. Biasanya hanya pada salah satu sisi
kepal tetapi dapat juga pada kedua sisi. Sering disertai mual muntah tidak tahan cahaya
(photofobia) atau suara (phonofobia). Nyeri kepala sering memburuk saat bergerak dan
pasien lebih senang istrahat ditempat yang gelap dan ini sering berakhir antara 2 72 jam.

Fase IV : Postdromal
Saat ini nyeri kepala mulai mereda dan akan berakhir dalam waktu 24 jam, pada fase ini
pasien akan merasakan lelah, nyeri pada ototnya kadang kadang euphoria. Setelah nyeri
kepala hilang

Diagnosis dan Diagnosis Banding
Kwalitas nyeri kepala. Kwalitas nyeri kepala sangat subyektif tergantung pada keadaan
psikologi pasien.
Saat timbulnya nyeri kepala. Cluster headache sering nyeri timbul pada saat pasien tidur
sehingga sering membangunkan pasien. Tumor otak dalam ventrikel juga dapat
menyebabkan nyeri kepala pada saat tidur.


25

Fenomena lain yang menyertainya seperti photofobia,phonofobia, gangguan
penglihatan, dizziness, kelemahan otot, febris.
Hal hal lain yang memperburuk nyeri kepala misalnya batuk.
1) Pemeriksaan fisisk
Keadaan umum pasien & mentalnya.
Tanda tanda rangsangan meningeal
Adakah kelainan saraf cranial ?
Adakah kelainan pada kekuatan otot, refleks dan
koordinasinya ?
2) Pemeriksaan penunjang
Laboratorium darah ,LED
Lumbal punksi
Elektroensefalografi
CT Scan kepala , MRI
Tension Type Headache (TTH)
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang kurangnya
dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan
sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai
mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang berat, tumpul seperti
ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit
kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,
insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan
rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.
Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH) Tidak ada uji spesifik
untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidak
ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah,
rontgen, CT scan kepala maupun MRI.
Migren
Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda tanda
khas migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwa
harus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut : (1) migren dengan
satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan
atau tanpa disfungsi batang otak, (2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk
berangsur angsur lebih dari 4 menit, (3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, (4)
sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit
Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi
kriteria berikut : (a) berlangsung 4 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi dua dari :
(1) unilateral , (2) sensasi berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk oleh
aktifitas, (3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Pemeriksaan Penunjang Migren Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit
lain ( jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.
Sakit Kepala Cluster
Tidak seperti migraine, nyeri kepala cluster selalu unilateral dan biasanya
terjadi pada region yang sama secara berulang-ulang. Nyeri kepala ini umumnya
terjadi pada malam hari, membangunkan pasien dari tidur, terjadi tiap hari, seringkali
terjadi lebih dari sekali dalam satu hari. Nyeri kepala ini bermulai sebagai sensasi


26

terbakar (burning sensastion) pada aspek lateral dari hidung atau sebagai sensasi
tekanan pada mata. Injeksi konjunctiva dan lakrimasi ipsilateral, kongesti nasal,
ptosis, photophobia, sindrom Horner, bahkan ditemukan pula pasien dengan gejala
gastrointestinal
Diagnosis Banding




Tata Laksana
Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri kepala sangat
berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila perlu dapat
diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat atau ergotamin 0,5 mg.
Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg ergotamin) diberikan 2 tablet pada
saat timbul serangan dan diulangi jam berikutnya.
Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat Bellergal
(ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2 3 kali sehari selama
beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan pemberian ACTH (40
u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3 4 minggu.
Preparat penyekat beta,seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat mencegah
timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi kranial. Tetapi
penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak mempunyai efek
teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme kerjanya disangka bukan semata mata
Gejala Tension
Headache
Cluster
Headache
Migren Tumor
Otak
Gender PR:LK=1,4:1 LK:PR=5:1 PR:LK=5:1 ???
Usia Semua usia Semua usia 20-50 tahun 20-40
tahun
Kronis/Akut Akut dan
Kronis
Akut dan
Kronis
Akut Kronis
Lokasi Nyeri Leher, rahang Mata, sisi
wajah
Sisi sebelah
atau semua sisi
Seluruh
kepala,
memberat
Waktu Timbul Nyeri Pagi hari Setiap waktu Pagi hari Pagi hari
Muntah - - + +
Mual - - + +
Sakit Kepala saat
mengedan, BAB,
batuk
- - - +


27

penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat beta yang tidak memiliki efek ISA (
Intrinsic Sympathomimetic Activity).
Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk varian
Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tension type headache dapat
diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat digunakan sebagai
pencegahan timbulnya serangan.
Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan durasi
sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau lebih serangan
dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus digunakan setiap
hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker, botox, kalsium channel blokers,
dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau dopamin spesifik, dan TCA.

Tatalaksana untuk nyeri kepala tipe tegang
A. Terapi
Non farmakologis
o Terapi perilaku
Konseling
Terapi perilaku
Terapi manajemen stress
Latihan relaksasi
Biofeedback.
o Intervensi medis
Blokade saraf occipital
Ice packs
Panas
Farmakologis
o Terapi farmakologis yang ada adalah NSAID berupa
Acetaminophen
Aspirin
Ibuprofen
Naproxen
Ketoprofen
Ketorolac
Obat-obat ini tidak boleh dikonsumsi melebihi 9 hari karena akan
menyebabkan timbulnya komplikasi berupa progresi ke tipe kronik.
o Kegagalan terapi dengan Over the counter medicine menandakan perlunya
obat preskripsi
o Dapat juga ditambahakan butalbital dan codeine pada regimen NSAID


28

o Terapi profilaksis dapat diberikan pada pasien yang bertipe kronik dengan
serangan lebih dari dua kali dalam satu minggu dengan durasi selama 3-4
jam.
o Tricyclic Anti Depressant dapat diberikan pada pasien untuk mencegah
terjadinya suatu depresi.
Perlu diingat bahwa dengan adanya resiko substance abuse, maka terapi hanya digunakan
untuk membantu pasien-pasien yang mengalami kesulitan dengan hanya
menggunakan behavioural therapy, bukan sebagai suatu lini pertama.

Komplikasi
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat - obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan.
Tension type headache episodik dapat berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi akibat
gejalanya dapat terjadi sebagai suatu komplikasi pada pasien. Komplikasi Migren adalah
rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan analgesia
seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.
Pencegahan
Terapi Perilaku merupakan pencegahan yang baik pada pasien, mengingat ini adalah
suatu kelainan psikogenik, diharapkan,d engan adanya suatu terapi psikologis, pasien dapat
mengenali jika sakit kepalanya mulai timbul dan mulai melakukan perubahan-perubahan
sikap agar sakit kepalanya mereda.
Prognosis
Kelainan tipe episodik jauh lebih mudah ditangani daripada tipe kronik.

3. Memahami dan menjelaskan nyeri somatoform
Definisi
- Suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik di mana tidak ditemukan
penjelasan medis yang adekuat.
- Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada
kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan.
- Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan
buatan.
Klasifikasi nyeri somatoform
Ada 5 gangguan somatoform yang spesifik yaitu :
1. Gangguan konversi


29

Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik yang
tidak dapat dilacak secara medis. Gangguan ini muncul dalam konflik atau
pengalaman traumatik yang memberikan keyakinan akan adanya penyebab
psikologis.
2. Hipokondriasis
Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakukan akan
adanya penyakit terus ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau rasa
nyeri fisik biasanya sering diasosiasikan dengan gejala penyakit kronis tertentu.
3. Gangguan somatisasi
Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada dasar
organis yang jelas. Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan
kunjungan medis berkali-kali atau menyebabkan hendaya yang signifikan dalam
fungsi.
4. Gangguan dismorfik tubuh
Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap
orang tidak memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya
(dipersepsikannya). Gangguan ini akan membawa seseorang pada perilaku komplusif
seperti berulang-ulang berdandan, dll.
5. Gangguan nyeri
Gejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak sepenuhnya
disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris, disertai oleh penderitaan
emosional dan gangguan fungsional dan gangguan memiliki hubungan sebab yang
masuk akal dengan factor psikologis.
Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi,
1. gangguan somatisasi
2. gangguan somatoform tak terperinci
3. gangguan hipokondriasis
4. disfungsi otonomik somatoform
5. gangguan nyeri somatoform menetap
6. gangguan somatoform lainnya
7. gangguan somayoform YTT





30

Etiologi
Gangguan Somatisasi : Substitusi instiktual yang direpresi, pengajaran parental,
kondisi rumah tidak stabil, penyiksaan fisik, penurunan metabolisme lobus frontalis dan
hemisfer nondominan, genetika, regulasi abnormal sitokin.
Gangguan Konversi : Represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke
dalam suatu gejala psikis, hipometabolisme hemisfer dominan, hipermetabolisme hemisfer
nondominan, gangguan komunikasi hemisferik.
Hipokondriasis : Misinterpretasi gejala-gejala tubuh, model belajar sosial, varian
gangguan depresif dan kecemasan, harapan agresif dan permusuhan terhadap orang lain.
Gangguan Dismorfik Tubuh : Melibatkan metabolisme serotonin, pengaruh kultural dan
sosial.
Gangguan Nyeri : Ekspresi simbolik intrapsikis melalui tubuh (aleksitimia), perilaku
sakit, manipulasi untuk mendapat keuntungan hubungan interpersonal, melibatkan serotonin,
defisiensi endorfin.Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi
gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism
(hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid
dkk, 2005) :
a. Faktor-faktor Biologis Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis
(biasanya pada gangguan somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih
bergantung, seperti peran sakit yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan
somatoform.
c. Faktor Perilaku. Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi
yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
Adanya perhatian untuk menampilkan peran sakit
Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan
dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang
diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau
kerusakan fisik yang dipersepsikan.
d. Faktor Emosi dan Kognitif Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi
dan kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:


31

Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari
adanya penyakit serius (hipokondriasis).
Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impulsimpuls
yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan
konversi).
Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan
suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).
Manifestasi
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang
mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan
masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang menekan di dalam tenggorokan.
Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang
simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala,
sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada
tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga
dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka
menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat
ditemukan (Nevid, dkk, 2005).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang
lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan
bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang
dapat ditemukan.
Gambaran keluhan gejala somatoform :
Neuropsikiatri:
kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik ;
saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya
Kardiopulmonal:
jantung saya terasa berdebar debar. Saya kira saya akan mati
Gastrointestinal:
saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang
dapat menyembuhkannya
Genitourinaria:
saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun
tidak di temukan apa-apa
Musculoskeletal
saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu
Sensoris:
pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan
membantu
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi,
hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.




32

Gangguan somatisasi
1. Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika
diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu
memeriksakan diri. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang
umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur, dll
2. Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan
tersiksa/merana.
3. Berulang memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di
RS bahkan dilakukan operasi.
4. Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam
pernikahan.

Gangguan konversi
1. Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara
fisiologis, pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat
gangguan/kelainan.
2. Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total
pada tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti
ditusuk-tusuk, ketidak pekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk
merasakan sensasi (anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak
dapat membau, suara hanya berbisik, dll.
3. Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk
menghindari beberapa aktivitas atau tanggungjawab.
4. Konsep Freud : energi dari insting yang di repres berbalik menyerang dan
menghambat fungsi saluran sensorimotor.
5. Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.

Hipokondriasis
1. Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya
memiliki suatu penyakit fisik yang serius
2. Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah interpretasi
terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala,
berdebar-debar, kelelahan.
3. Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak
dokter atau RS
4. Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter,
walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah
diyakinkan.
5. Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial,
pekerjaan atau aspek penting lainnya.

Gangguan dimorfik tubuh
1. Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan
kekurangan dalam hal penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau ukuran
tubuh)
2. Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stress, menghabiskan banyak waktu,
menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan
atau aspek penting lainnya (menghindar/tidak mau bertemu orang lain, keluar sekolah
atau pekerjaan), juga menyebabkan dirinya sering harus konsultasi untuk operasi
plastik


33

3. Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.

Gangguan nyeri
1. Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan
berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah
pemeriksaan yang intensif)
2. Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di
satu atau beberapa bagian tubuh.
3. Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
aspek penting lainnya.
4. Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan,
memperburuk rasa nyeri.

Diagnosis dan Diagnosis Banding
Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak
dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung
sedikitnya 2 tahun
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.
Atau :
A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode
beberapa tahun
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,
4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang
berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak,
dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau
selama miksi)
2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya
mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau
intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
-1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual,
disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi
berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
-1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada
kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau


34

keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau
nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia;
atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan
suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan
yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau
pura-pura).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatisasi Menurut DSM-I V
A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarangan waktu selama perjalanan gangguan :
1. Empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya
empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung,
sendi, anggota gerak, dada, rektum selama menstruasi, selama berhubungan
seksual atau selama miksi)
2. Dua gejala gastrointestinal : riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal
selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan,
diare atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3. Satu gejala seksual : riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif
selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
mendtruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang
kehamilan)
4. Salah satu gejala pseudoneurologis : riwayat sekurangnya satu gejala atau
defisit yangmengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada
nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan,
paralisis atau kelemahan setempat, ssulit menelan atau benjolan di
tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri,
pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, amnesia, hilangnya kesadaran
selain pingsan)
C. Salah (1) atau (2) :


35

1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi umum medis yang dikenal atau
efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat atau
alkohol)
2. Jika terdapat kondisi umum medis, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkiraannya dan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau pura-pura)

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Konversi
A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau
sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena
awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stressor
lain
C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (pura-pura)
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi umum medis atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai
perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural
E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain atau memerlukan
pemeriksaan medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi
semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan
dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
Sebutkan tipe gejala atau defisit :
Dengan gejala atau defisit motorik
Dengan gejala atau defisit sensorik
Dengan kejang atau konvulsi
Dengan gambaran campuran

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
A. Perokupasi dengan ketakutan menderita atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit
serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh
B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan
penentraman
C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan
delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan
(seperti gangguan dimorfik tubuh)
D. Perokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain.


36

E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan
F. Perokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-komplusif, gangguan panik, gangguan depresi berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain

Sebutkan jika : dengan tilikan buruk : jika untuk sebagian besar waktu selama episode
berakhir, orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit
serius adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh
A. Perokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali
tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.
B. Perokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lain.
C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
ketidakpuasaan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa)
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri
A. Nyerii pada satu tempat atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis
dan cukup parah untuk memerlukan perhatian khusus
B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain
C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannya nyeri
D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat
E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Tuliskan seperti berikut : gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis :
faktor psikologis dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan,
eksaserbasi dan bertahannya nyeri
Sebutkan jika :
Akut : durasi kurang dari 6 bulan
Kronis : durasi 6 bulan atau lebih

Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologis maupun kondisi medis
umum
Sebutkan jika :
Akut : durasi kurang dari 6 bulan
Kronik : durasi 6 bulan atau lebih


37

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan
A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal, atau saluran kemih)
B. Salah satu (1) atau (2) :
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi umum medis yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa
yang diperkiraan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium.
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain
D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan
E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur atau gangguan psikotik)
F. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat

Diagnosis Menurut PPDGJ :
Gangguan Somatoform
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-
ulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan sudah dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan keluhan yang
menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas
kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam
kehidupan yang dialaminya bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan
depresi.
Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan
penyebab keluhan-keluhannya yang menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada
kedua belah pihak
Gangguan Somatisasi
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya
Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang berkaitan
dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya



38

a. Gangguan Somatoform Tak Terinci
Pedoman diagnostik
Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran
klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi
Kemungkinan ada ataupun tidaknya faktor penyebab psikologis belum jelas, akan
tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dan keluhan-keluhannya

b. Gangguan Hipokondrik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada :
Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang
menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisik
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.

c. Gangguan Otonomik Somatoform
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka
panas/flushing, yang menetap dan mengganggu
Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak
khas)
Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya
gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang
tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter
Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem
atau organ yang dimaksud.

Karakter kelima : F45.30 = jantung dan sistem kardiovaskuler
F45.31 = saluran pencernaan bagian atas
F45.32 = saluran pencernaan bagian bawah
F45.33 = sistem pernafasan
F45.34 = sistem genito-urinaria
F45.35 = sistem atau organ lainnya




39

d. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap
Pedoman diagnostik
Keluhan utama adalah nyeri hebat, menyiksa, menetap, yang tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik
Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem
psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi
terjadinya gangguan tersebut
Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun
medis, untuk yang bersangkutan.
e. Gangguan Somatoform Lainnya
Pedoman diagnostik
Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak sistem saraf otonom dan terbatas secara
spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu
Tidak ada kaitannya dengan kerusakan jaringan

Tata Laksana
Terapi untuk Gangguan Somatoform
Kebijakan klinis menyarankan pendekatan halus dan suportif seraya memberikan
penghargaan kepada pasien atas setiap perbaikan kondisi sekecil apa pun yang
berhasil dicapai (Simon, 1998).
Orang-orang yang menderita gangguan somatoform jauh lebih sering datang ke dokter
dibanding ke psikiater atau psikolog karena mereka menganggap masalah berkait
dengan kondisi fisik. Para pasien tersebut menganggap rujukan dokter ke psikolog
atau psikiater sebagai tanda bahwa dokter menganggap penyakit mereka terletak di
kepala; sehingga mereka tidak merasa senang dirujuk ke ahli jiwa. Mereka
menguji kesabaran dokter mereka, yang sering kali meresepkan berbagai macam obat
atau penanganan medis dengan harapan akan menyembuhkan keluhan somatik
tersebut.
Penyembuhan dengan berbicara yang menjadi dasar psikoanalisis dilandasi oleh
asumsi bahwa suatu represif masif telah memaksa energi psikis diubah menjadi
anestesia atau kelumpuhan yang membingungkan. Namun demikian, psikoanalisis
tradisional dengan terapi jangka panjang dan psikoterapi yang berorientasi
psikoanalisis tidak menunjukkan hasil yang bermanfaat bagi gangguan konversi,
kecuali mungkin mengurangi kekhawatiran pasien atas penyakitnya. Penanganan
psikodinamika jangka pendek dapat menjadi efektif untuk menghilangkan simtom-
simtom gangguan somatoform (Junkert-Tress, 2001).


40

Pasien somatoform sering menderita kecemasan dan depresi. Dengan menangani
kecemasan dan depresi sering kali mengurangi kekhawatiran somatoform.
Pada kasus komorbiditas antara ganguan obsesif kompulsif dan gangguan somatoform
tertentu, seperti hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh memiliki penanganan
pilihan untuk ganguan kompulsif-pemaparan dan pencegahan respons-dapat menjadi
efektif untuk gangguan somatoform tersebut.
Terapis perlu memperhitungkan untuk memastikan pasien tidak kehilangan muka
ketika gangguan tersebut tidak lagi dialaminya. Terapis harus mempertimbangkan
kemungkinan pasien merasa dipermalukan ketika kondisinya menjadi lebih baik
melalui penanganan yang tidak berkaitan dengan masalah medis (fisik).
Terapi untuk gangguan somatisasi
Pemaparan atau terapi kognitif dapat digunakan untuk mengatasi ketakutan,
berkurangnya rasa takut dapat membantu mengurangi berbagai keluhan
somatik.
Terapi keluarga, membantu pasien dan keluarga mengubah jaringan hubungan
yang bertujuan untuk membantu usahanya menjadi lebih mandiri.
Training asersi dan keterampilan sosial, bermanfaat untuk membantunya
manguasai atau menguasai kembali, berbagai cara untuk berhubungan dengan
orang lain dan mengatasi berbagai tantangan tanpa harus mengatakan Saya
seorang yang malang, lemah, dan sakit.
Dokter tidak menghindari validitas keluhan-keluhan fisik, namun
meminimalkan penggunaan berbagai tes diagnostik dan pemberian obat,
mempertahankan kontak dengan pasien. Teknik-teknik seperti training
relaksasi dan berbagai bentuk terapi kognitif juga terbukti bermanfaat.
Biofeedback, yang mencangkup pengendalian atas proses-proses fisiologis
telah terbukti efektif dalam mengurangi berbagai pikiran yang merusak pada
para pasien yang menderita gangguan somatoform-bahkan lebih efektif
dibanding teknik relaksasi.
Terapi utuk hipokondriasis
Pendekatan kognitif behavioral. Penelitian menunjukkan bahwa para pasien
hipokondrial menunjukkan penyimpanan kognitif dengan menganggap
masalah kesehatan yang muncul sebagai suatu ancaman. Terapi kognitif-


41

behavioral dapat ditujukan untuk merestrukturisasi pemikiran pesimistik
semacam itu.
Penanganan dapat mencangkup beberapa strategi seperti mengarahkan
perhatian selektif pasien ke simtom-simtom fisik dan tidak mendorong pasien
mencari kepastian medis bahwa ia tidak sakit.
Terapi untuk rasa nyeri
Nyeri mengandung dua komponen, yaitu nyeri psikogenik dan nyeri yang
benar-benar disebabkan factor medis, seperti cedera jaringan otot.
Penanganan yang efektif cenderung terdiri dari hal-hal berikut:
o Melakukan validasi bahwa rasa nyeri memang nyata, dan tidak hanya
dalam pikiran pasien.
o Pelatihan relaksasi
o Menghadiahi pasien karena berperilaku yang tidak sejalan dengan
rasa nyeri (menahan rasa nyeri).
Varian terapi psikodinamika jangka pendek, yang disebut terapi tubuh
psikodinamika, efektif untuk mengurangi rasa nyeri dan mempertahankannya
dalam jangka waktu lama.
Dosis rendah obat antidepresan, terutama imipramine, lebih tinggi manfaatnya
dibandingkan placebo untuk mengurangi rasa nyeri dan distress kronis. Obat-
obatan tersebut tidak menghilangkan depresi terkait.
a. Secara umum tampaknya perlu disarankan untuk mengalihkan focus dari hal-hal yang
tidak dapat dilakukan pasien karena penyakitnya dan bahkan mengajarkan pada pasien
bagaimana cara mengatasi stres, mendorong aktivitas yang lebih banyak, dan
meningkatkan kontrol diri, terlepas dari keterbatasan fisik atau rasa tidak nyaman yang
dialami pasien.
Komplikasi
1. Kehidupan yang bergantung pada orang lain
2. Suicide.

Pencegahan
Pertama, mulai berolah raga dengan baik dan teratur serta menjaga pola makan dengan
asupan gizi yang seimbang. Hal ini berguna untuk menjaga metabolism tubuh. Sehingga
menjadi prima.
Kedua, Apabila gangguan serangan cemas akan rasa sakit menyerang, katakan pada diri
anda stop, lalu lakukan relaksi dengan cara mengatur aliran nafas anda.


42

Ketiga, Lakukan lah medical check up 1 tahun 1 kali, secara rutin. Dengan harapan dapat
mengetahui kondisi fisikyang sebenarnya (membuat anda tenang), dan melakukan
langkah pencegahan jika ditemukan penyakit dalam diri.
Self talk Tubuh saya sehat, dan saya baik-baik saja. (katakan pada diri anda, setiap hari
saat anda bercermin setiap saat, dan katakan juga indahnya hari ini, saya bersyukur
karena tuhan masih mengijinkan saya menikmati setiap karuniaNya
Prognosis Nyeri Somatoform
Prognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien dan sifat
gangguannya (kronik atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform prognosisnya
baik, dapatditangani secara sempurna. Sangat sedikit sekali yang mengalami eksarsebasi,
dapat bervariasidari mild-severe dan kronis. Pengobatan yang lebih awal dan menjadikan
prognosis menjadilebih baik. Secara independen tidak meningkatkan risiko kematian.
Kematian lebih disebabkankarena upaya bunuh diri. (Kaplan, 1999)

4. Memahami dan Menjelaskan Nilai Pernikahan Dalam Islam
Pengertian umum dari kalimat sakinah, mawadah wa rahmah yakni damai, tenang dan
tentram dalam rajut cinta dan kasih sayang nan sejuk dan abadi.
Secara historis-filologis, kalimat hasil rangkaian tiga kata utama:
Sakiinah artinya tenang, tentram
Mawaddah artinya cinta, harapan
Rahmah artinya kasih sayang dan satu kata sambung wa yang artinya dan
Tiga kata utama tersebut sejatinya merupakan istilah khas Arab-Islam yang dirujuk
dari :
"Di antara tanda-tanda (kemahaan-Nya) adalah Dia telah menciptakan dari jenismu
(manusia) pasangan-pasangan agar kamu memperoleh sakiinah disisinya, dan
dijadikannya di antara kamu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya dalam hal yang
demikian itu terdapat tanda-tanda (kemahaan-Nya) bagi kaum yang berpikir." (QS.
Ar-Rum:21)
Dalam perkembangannya, kata sakiinah diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia dengan ejaan
yang disesuaikan menjadi sakinah yang berarti kedamaian, ketentraman,
ketenangan,kebahagiaan.
Kata mawaddah juga sudah diadopsi ke Bahasa Indonesia menjadi mawadah yang b erarti
kasih sayang. Mawaddah mengandung pengertian filosofis --> adanya dorongan batin yang
kuat dalam diri sang pencinta untuk senantiasa berharap dan berusaha menghindarkan orang


43

yang dicintainya dari segala hal yang buruk, dibenci dan menyakitinya. Mawaddah adalah
kelapangan dada dan kehendak jiwa dari kehendak buruk.
Adapun kata rahmah, setelah diadopsi dalam Bahasa Indonesia ejaannya disesuaikan menjadi
rahmat yang berarti kelembutanhati dan perasaan empati yang mendorong seseorang
melakukan kebaikan kepada pihak lain yang patut dikasihi dan disayangi.
Karena itu, kedamaian dan kesejukan berumah tangga akan terbina dengan baik, harmonis
serta penuh cinta kasih dan semangat berkorban bagi yang lain. Pada saat bersamaan jiwa dan
ruh rahmah tersebut akan membingkainya dengan dekap kasih dan sapaan lembut sang
Khalik.













44

Anda mungkin juga menyukai