Anda di halaman 1dari 45

BENCANA ALAM

ERUPSI GUNUNG API


Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Disaster Management

Oleh :
Nickmaya Juliana

213213002

Andri Widodo

213213009

Neneng Lesty

213213015

Ahmad Hasnan

213213023

Tinda Rahmawati

213213031

Fivera Dwi Suci

213213037

S1 KEPERAWATAN - NON REGULER

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI


CIMAHI
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Disaster Management untuk membuat makalah yang berjudul
Bencana Alam: Erupsi Gunung Api
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, hal ini dikarenakan
keterbatasan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun sebagai bahan untuk perbaikan dalam penyusunan makalah
lainnya yang akan datang.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Oktober, 2014
Penulis

DAFTAR ISI
Disaster Management - Erupsi

Kata Pengantar
.
Daftar Isi
. ..
BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
ERUPSI GUNUNG API
A. GUNUNG API
1. Pengertian Gunung Api
...

i
ii
1

2. Proses Terbentuknya Gunung Api ..


3. Klasifikasi Gunung Api

4. Morfologi Gunung Api .


B. ERUPSI GUNUNG API
1. Pengertian Erupsi Gunung Api

2. Proses Terjadinya Erupsi Gunung Api


...
3. Pengamatan Bencana Erupsi Gunung Api
4. Bahaya Erupsi Gunung Api .
5. Wilayah Rawan Bencana Erupsi Gunung Api
...
6. Permasalahan Kesehatan Dampak Erupsi Gunung Api
..
7. Dampak Erupsi Gunung Api ..
BAB III
MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA
A. MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA
1. Konsep Dasar Manajemen Penanggulangan Bencana
Erupsi Gunung Api ..
2. Kebijakan Penanganan Krisis Kesehatan

3. Pengorganisasian Penyelenggaraan Penanggulangan


Bencana
..............................................................................
4. Mekanisme Pengelolaan Bantuan ..........................................
B. PERAN PELAKU KEGIATAN PENANGGULANGAN
BENCANA
1. Peran Dan Fungsi Instansi Pemerintahan Terkait ...
2. Peran Dan Potensi Masyarakat
.
3. Pendanaan ....
BAB IV
PENUTUP
.
Daftar Pustaka

3
7
10

Disaster Management - Erupsi

12
13
18
21
24
26
28

30
35
36
37

39
40
41
42

ii

BAB I
PENDAHULUAN
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Contoh bencana alam
antara lain antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan dan tanah longsor. Sedangkan bencana non alam contohnya adalah konflik sosial,
epidemi dan wabah penyakit.
Indonesia merupakan negara dengan 129 Gunung api aktif . Dilihat dari letak geologis,
cuaca dan kondisi sosial, Indonesia rentan terhadap beragam bencana alam seperti gempa
bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, badai dan angin topan, wabah penyakit, kekeringan dan
gunung berapi. Bencana muncul ketika ancaman alam (seperti gunung berapi) bertemu dengan
masyarakat yang rentan (perkampungan di lereng gunung berapi) yang mempunyai
kemampuan rendah atau tidak mempunyai kemampuan untuk menanggapi ancaman itu (tidak
ada pelatihan atau pemahaman tentang gunung berapi atau tidak siap - siaga). Dampak yang
muncul adalah terganggunya kehidupan masyarakat seperti kehancuran rumah, kerusakan
harta benda serta korban jiwa.
Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh faktor yang bersumber
dari bumi. Beberapa jenis bencana alam geologi yang sangat umum terjadi di tanah air kita,
salah satunya yaitu erupsi gunung api. Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah
istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud
cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi
sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada
saat meletus. Erupsi gunung berapi terjadi jika ada pergerakan atau aktivitas magma dari dalam
perut bumi menuju ke permukaan bumi.
Indonesia adalah negeri yang rawan bencana geologis gempa bumi, tanah longsor, erupsi
gunung api, dan tsunami. Sebagai konsekuensi kewajiban negara untuk melindungi rakyatnya
maka pemerintah diharapkan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi risiko
dan mempunyai rencana keadaan darurat untuk meminimalkan dampak bencana. Saat ini telah
tersedia undang-undang tentang penanggulangan bencana nasional yaitu UU Nomor 24 Tahun
2007. Undang-undang tersebut berfungsi sebagai pedoman dasar yang mengatur wewenang,
hak, kewajiban dan sanksi bagi segenap penyelenggara dan pemangku kepentingan di bidang
Disaster Management - Erupsi

penanggulangan

bencana.

Menurut

UU

No.24

2007

tersebut,

penyelenggaraan

penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana meliputi: (a)
kesiapsiagaan (b) peringatan dini dan (c) mitigasi bencana.
Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam
menghadapi kejadian bencana yang dapat dilakukan melalui (a) penyusunan dan uji coba
rencana penanggulangan kedaruratan bencana (b) pengorganisasian, pemasangan, dan
pengujian system peringatan dini (c) penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan
kebutuhan dasar (d) pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme
tanggap darurat (e) penyiapan lokasi evakuasi (f) penyusunan data akurat, informasi, dan
pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana dan (g) penyediaan dan penyiapan
bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
(http://www.merapi.bgl.esdm.go.id)
Umumnya bahaya bencana dapat terjadi di mana saja dengan sedikit atau tanpa
peringatan, maka sangat penting bersiaga terhadap bahaya bencana untuk mengurangi risiko
dampaknya. Melalui pendidikan masyarakat, dapat dilakukan beberapa hal untuk mengurangi
risiko bencana. Selain itu, agar masyarakat mengetahui langkah - langkah penanggulangan
bencana sehingga dapat mengurangi ancaman, mengurangi dampak, menyiapkan diri secara
tepat bila terjadi ancaman, menyelamatkan diri, memulihkan diri, dan memperbaiki kerusakan
yang terjadi agar menjadi masyarakat yang aman, mandiri dan berdaya tahan terhadap
bencana.

BAB II
ERUPSI GUNUNG API
Disaster Management - Erupsi

A. GUNUNG API
1. PENGERTIAN GUNUNG API
Gunung api adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat
keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Material
yang dierupsikan ke permukaan bumi umumnya membentuk kerucut terpancung.
Menurut Alzwar (1988), gunung api merupakan timbulan di permukaan bumi, yang
tersusun atas timbunan rempah gunung api, tempat dengan jenis dan kegiatan
magma yang sedang berlangsung, tempat keluarnya batuan leleran dan rempah
lepas gunungapi dari dalam bumi. Menurut Mac Donald (1972), gunung api adalah
tempat atau bukaan berasalnya batuan pijar (gas) dan umumnya keduanya, keluar
ke permukaan bumi, sehingga bahan batuan tersebut berakumulasi membentuk
bukit atau gunung. Sedangkan menurut Bronto (2006), Setiap proses alam yang
berhubungan dengan kegiatan gunung api, meliputi asal-usul pembentukan magma
di dalam bumi hingga kemunculannya di permukaan bumi dalam berbagai bentuk
dan kegiatannya. Setiap magma yang muncul ke permukaan bumi adalah gunung
api.
Secara etimologi kata gunung berapi volcano berasal dari nama Vulcano,
sebuah pulau vulkanik di Kepulauan Aeolian Italia yang namanya pada gilirannya
berasal dari Vulcan, nama dewa api dalam mitologi Romawi, disebut Vulkanologi .
Secara umum istilah tersebut dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida
panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar
10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan
hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat dia meletus.
2. PROSES TERBENTUKNYA GUNUNG API
Gunung api terbentuk pada empat busur, yaitu busur tengah benua (terbentuk
akibat pemekaran kerak benua, busur tepi benua (terbentuk akibat penunjaman
kerak samudara ke kerak benua), busur tengah samudera (terbentuk akibat
pemekaran kerak samudera), dan busur dasar samudera (terbentuk akibat
terobosan magma basa pada penipisan kerak samudera). (http://www.esdm.go.id)

Disaster Management - Erupsi

Penampang yang memperlihatkan batas lempeng utama dengan dengan pembentukan


busur gunungapi. (Modifikasi dari Krafft, 1989)

Pergerakan antar lempeng ini menimbulkan empat busur gunung api berbeda :
a. Pemekaran
memberikan

kerak

benua,

kesempatan

lempeng
magma

bergerak
bergerak

saling
ke

menjauh

permukaan,

sehingga
kemudian

membentuk busur gunung api tengah samudera.


b. Tumbukan antar kerak, dimana kerak samudera menunjam di bawah kerak
benua. Akibat gesekan antar kerak tersebut terjadi peleburan batuan dan lelehan
batuan ini bergerak kepermukaan melalui rekahan kemudian membentuk busur
gunung api di tepi benua.
c. Kerak benua menjauh satu sama lain secara horizontal, sehingga menimbulkan
rekahan atau patahan. Patahan atau rekahan tersebut menjadi jalan ke
permukaan lelehan batuan atau magma sehingga membentuk busur gunung api
tengah benua atau banjir lava sepanjang rekahan.
d. Penipisan kerak samudera akibat pergerakan lempeng memberikan kesempatan
bagi magma menerobos ke dasar samudera, terobosan magma ini merupakan
banjir lava yangmembentuk deretan gunung api perisai.

Disaster Management - Erupsi

Penampang diagram yang memperlihatkan bagaimana gunungapi terbentuk di permukaan


melalui kerak benua dan kerak samudera serta mekanisme peleburan batuan
yangmenghasilkan busur gunungapi, busur gunungapi tengah samudera, busur gunungapi
tengahbenua dan busur gunungapi dasar samudera. (Modifikasi dari Sigurdsson, 2000).

Di Indonesia (Jawa dan Sumatera) pembentukan gunung api terjadi akibat tumbukan kerak
Samudera Hindia dengan kerak Benua Asia. Di Sumatra penunjaman lebih kuat dan dalam
sehingga bagian akresi muncul ke permukaan membentuk pulau-pulau, seperti Nias,
Mentawai, dll. (Modifikasi dari Katili, 1974).

Gunung api es biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim dingin bersalju,
sedangkan gunung api lumpur dapat kita lihat di daerah Kuwu, Grobogan, Jawa
Tengah yang populer sebagai Bledug Kuwu. Gunung berapi terdapat di seluruh
dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi yang
berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Busur Cincin Api

Disaster Management - Erupsi

Pasifik

merupakan

garis

bergeseknya

antara

dua

lempengan

tektonik.

(http://www.esdm.go.id)

Bagian Gunung Api

Keterangan :
1. Dapur magma
2. Batuan dasar
3. Pipa kawah
4. Permukaan dasar
5. Sill
6. Pipa kawah sekunder
7. Lapisan abu gunung api
8. Sayap/sisi gunung api
9. Lapisan lava
10. Kepundan
11. Kerucut parasit gunung api
12. Aliran lava
13. Kawah
14. Bibir kawah
15. Abu gunung api
Gunung api terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung
api yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya
menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung api mampu istirahat dalam
waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh karena itu, sulit untuk
menentukan keadaan sebenarnya dari suatu gunung berapi itu, apakah gunung
berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati. Setiap gunung api
Disaster Management - Erupsi

memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau produk yang
dihasilkannya. Akan tetapi apapun jenis produk tersebut kegiatan letusan gunung api
tetap membawa bencana bagi kehidupan. Bahaya letusan gunung api memiliki
resiko merusak dan mematikan. (http://www.ibnurusydy.com)
3. KLASIFIKASI GUNUNG API
a. Berdasarkan catatan sejarah erupsi :
1) Tipe A Gunung api yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurangkurangnya satu kali sesudah tahun 1600
2) Tipe B Gunung api yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi
magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan
solfatara.
3) Tipe C Gunung api yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia,
namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan
solfatara/fumarola pada tingkah lemah.
b. Berdasarkan sumber erupsi, yaitu:

1) Erupsi Pusat
Erupsi keluar melalui kawah utama.

2) Erupsi Samping
Erupsi keluar dari lereng tubuhnya.

3) Erupsi Celah
Erupsi yang muncul pada retakan/sesar, dapat memanjang sampai beberapa
kilometer.

4) Erupsi Eksentrik
Erupsi samping tetapi magma yang keluar bukan dari kepundan pusat yang
menyimpang ke samping, melainkan langsung dari dapur magma melalui
kepundan tersendiri.
c. Berdasarkan tinggi-rendahnya derajat fragmentasi dan luasan, juga kuatlemahnya letusan serta tinggi tiang asap, maka gunung api dibagi menjadi
beberapa tipe erupsi, yaitu:

1) Tipe Hawaiian
Erupsi eksplosif dari magma basaltik atau mendekati basal. Pada umumnya
berupa semburan lava pijar dan sering diikuti leleran lava secara simultan,
yang terjadi pada celah atau kepundan sederhana.
Disaster Management - Erupsi

2) Tipe Strombolian
Erupsinya hampir sama dengan Hawaiian berupa semburan lava pijar dari
magma yang dangkal. Pada umumnya terjadi pada gunung api aktif di tepi
benua atau di tengah benua.

3) Tipe Plinian
Erupsi sangat ekslposif dari magma berviskositas tinggi atau magma asam,
dimana komposisi magma bersifat andesitik sampai riolitik. Material yang
dierupsikan berupa batu apung dalam jumlah besar.

Disaster Management - Erupsi

4) Tipe Sub-Plinian
Erupsi eksplosif dari magma asam (riolitik) dari gunungapi strato. Tahap
erupsi efusifnya menghasilkan kubah lava riolitik. Erupsi sub-plinian dapat
menghasilkan pembentukan ignimbrit.

5) Tipe Ultra-Plinian
Erupsi sangat eksplosif menghasilkan endapan batuapung lebih banyak dan
lebih luas daripada Plinian biasa.

6) Tipe Vulkanian
Erupsi magmatis berkomposisi andesit basaltik sampai dasit. Pada umumnya
melontarkan bom-bom vulkanik atau bongkahan di sekitar kawah dan
seringkali disertai bom kerak-roti atau permukaannya retak-retak. Material
yang dierupsikan tidak hanya selalu berasal dari magma, tetapi bercampur
dengan batuan samping berupa litik.

7) Tipe Surtseyan dan Tipe Freatoplinian


Kedua tipe ini merupakan erupsi yang terjadi pada pulau gunung api, gunung
api bawah laut, atau gunung api yang berdanau kawah. Surtseyan
merupakan erupsi interaksi antara magma basaltik dengan air permukaan
Disaster Management - Erupsi

atau

bawah

permukaan.

Letusannya

disebut

freatomagmatik.

Tipe

freatoplinian mempunyai proses kejadian yang sama dengan Surtseyan,


namun magma yang berinteraksi dengan air berkomposisi riolitik.

4. MORFOLOGI GUNUNG API


Lingkungan pembentukan gunung api menentukan bentuk gunung api tersebut.
Berdasarkan morfologinya, gunung api dibedakan menjadi:
a. Strato
Bentuk dari gunung ini memiliki slope yang curam. Kebanyakan terbentuk di
daerah subduksi.

b. Kaldera
Gunung ini sangatlah eksplosif, dan memiliki lava berjenis riolith atau asam.

Disaster Management - Erupsi

10

c. Kubah Lava
Akumulasi lava dengan viskositas tinggi pada lubang kawah

d. Perisai (shield volcano)


Kebanyakan berupa gunung noneksplosif, memiliki lava basalt, dan biasanya di
daerah hotspot.

e. Cinder Cone (kerucut)

Disaster Management - Erupsi

11

B. ERUPSI
1. PENGERTIAN ERUPSI
Letusan gunung api adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah "erupsi". Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan
dengan zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng. Pada
batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi
sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar
(magma). Erupsi adalah pelepasan magma, gas, abu, dan lain-lain ke atmosfer atau
ke permukaan bumi. Magma akan mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya
melalui rekahan-rekahan mendekati permukaan bumi. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, erupsi di definisikan sebagai letusan gunung berapi atau
semburan sumber minyak dan uap panas dari dalam bumi. Erupsi gunung berapi
terjadi jika ada pergerakan atau aktivitas magma dari dalam perut bumi menuju ke
permukaan bumi. (http://www.ibnurusydy.com)
Erupsi gunung api merupakan bagian dari proses vulkanisme. Berikut ini
merupakan istilah yang akan sering dijumpai pada saat terjadi erupsi :
a. Magma merupakan cairan pijar yang terdapat di dalam bumi dengan suhu yang
sangat tingi yakni diperkirakan lebih dari 1000C
b. Lava merupakan cairan magma yang keluar ke permukaan bumi. Suhu lava
yang dikeluarkan bias mencapai 700-1.200C.
c. Litosfer merupakan lapisan batuan. Berasal dari kata lithos yang berarti batuan
dan sphere yang berarti lapisan.
d. Lahar merupakan lava yang sudah bercampur dengan material pasir, batu dan
air. Lahar dibedakan menjadi dua yaitu lahar panas dan lahar dingin. Lahar
panas adalah lahar yang baru keluar dari lubang kepundan. Lahar dingin adalah
Disaster Management - Erupsi

12

lahar yang telah mengalami proses pendinginan dan telah bercampur dengan air
hujan.(http://www.esdm.go.id)
Secara umum, erupsi di bedakan menjadi 2, yaitu erupsi eksplosif dan erupsi efusif.
a. Erupsi Eksplosif adalah proses keluarnya magma, gas atau abu disertai tekanan
yang sangat kuat sehingga melontarkan material padat dan gas yang berasal
dari magma maupun tubuh gunung api ke angkasa. Erupsi eskplosif inilah yang
terkenal sebagai letusan gunung berapi. Letusan ini terjadi akibat tekanan gas
yang teramat kuat. Contoh erupsi eksplosif adalah letusan gunung Krakatau dan
letusan gunung merapi.
b. Erupsi Efusif (Non Eksplosif) yaitu peristiwa keluarnya magma dalam bentuk
lelehan lava. Erupsi efusif terjadi karena tekanan gas magmatiknya tidak
seberapa kuat, sehingga magma kental dan pijar dari lubang kepundan hanya
tumpah

mengalir

ke

lereng-lereng

puncak

gunung

itu. Contoh

erupsi

efusif adalah erupsi gunung semeru, erupsi gunung merapi.


Umumnya terdapat tanda-tanda gunung api yang akan meletus atau terjadi erupsi
antara lain :
a. Suhu di sekitar gunung meningkat
b. Mata air menjadi kering
c. Seringnya terjadi gempa vulkanik dengan pusatnya berada pada daerah sekitar
gunung api
d. Sering mengeluarkan suara gemuruh
e. Tumbuhan di sekitar gunung layu dan kering
f.

Binatang di sekitar gunung bermigrasi

2. PROSES TERJADINYA ERUPSI GUNUNG API


Umumnya erupsi terjadi disebabkan oleh tekanan gas yang kuat yang berasal
dari dalam bumi yang terus menerus mendorong magma. Magma yang terdorong
tersebut sedikit demi sedikit terus bergerak naik karena massanya yang lebih ringan
dibandingkan dengan batuan padat di sekitarnya. Dalam perjalanannya, magma
yang bersuhu sekitar 1200C ini melelehkan batuan di sekitarnya dan terjadilah
penumpukan magma. Dari sini, tekanan yang berasal dari dalam bumi menjadi
semakin besar karena magma terhambat oleh lapisan batuan padat (lithosfer) yang
sulit ditembus. Karena tekanan yang sangat besar, maka tersimpan tenaga yang
sangat besar sehingga lapisan batuan yang sedikit lebih rapuh menjadi retak dan
Disaster Management - Erupsi

13

lewat celah retakan inilah magma menjalar keluar., Kemudian magma melelehkan
saluran retakan sehingga membentuk saluran yang disebut pipa kepundan. Ketika
lapisan batuan (lithosfer) ini sudah tidak mampu membendung tenaga dari magma,
maka akan terjadi ledakan dan semburan yang sangat kuat sebagai reaksi dari
pelepasan energy (tenaga) dari dalam bumi. Berikut ini merupakan gambaran
tapahan proses terjadinya erupsi (http://www.esdm.go.id):
a. Pada dasarnya, gunung berapi terbentuk dari magma, yaitu batuan cair yang
terdalam di dalam bumi. Magma terbentuk akibat panasnya suhu di dalam
interior bumi. Pada kedalaman tertentu, suhu panas ini sangat tinggi sehingga
mampu melelehkan batu-batuan di dalam bumi. Saat batuan ini meleleh,
dihasilkanlah gas yang kemudian bercampur dengan magma. Sebagian besar
magma terbentuk pada kedalaman 60 hingga 160 km di bawah permukaan bumi.
Sebagian lainnya terbentuk pada kedalaman 24 hingga 48 km

Tahap Terjadinya Erupsi Gunung Api

b. Magma yang mengandung gas, sedikit demi sedikit naik ke permukaan karena
massanya yang lebih ringan dibanding batu-batuan padat di sekelilingnya. Saat
magma naik, magma tersebut melelehkan batu-batuan di dekatnya sehingga
terbentuklah kabin yang besar pada kedalaman sekitar 3 km dari permukaan.
Magma chamber inilah yang merupakan gudang (reservoir) darimana letusan
material-material vulkanik berasal

Disaster Management - Erupsi

14

Tekanan Magma Pada Gunung Api

c. Magma yang mengandung gas dalam kabin magma berada dalam kondisi di
bawah

tekanan

batu-batuan

berat

yang

mengelilinginya.

Tekanan

ini

menyebabkan magma meletus atau melelehkan conduit (saluran) pada bagian


batuan yang rapuh atau retak. Magma bergerak keluar melalui saluran ini
menuju ke permukaan. Saat magma mendekati permukaan, kandungan gas di
dalamnya terlepas. Gas dan magma ini bersama-sama meledak dan membentuk
lubang yang disebut lubang utama (central vent). Sebagian besar magma dan
material vulkanik lainnya kemudian menyembur keluar melalui lubang ini.
Setelah semburan berhenti, kawah (crater) yang menyerupai mangkuk biasanya
terbentuk pada bagian puncak gunung berapi. Sementara lubang utama terdapat
di dasar kawah tersebut

Erupsi Gunung Api

Disaster Management - Erupsi

15

Dalam beberapa letusan, gumpalan awan besar naik ke atas gunung, dan sungai
lava mengalir pada sisi-sisi gunung tersebut. Dalam letusan yang lain, abu merah
panas dan bara api menyembur keluar dari puncak gunung, dan bongkahan batubatu panas besar terlempar tinggi ke udara. Sebagian kecil letusan memiliki
kekuatan yang sangat besar, begitu besar sehingga dapat memecah-belah gunung

TINGKAT ISYARAT GUNUNG BERAPI DI INDONESIA


STATUS

AWAS

SIAGA

MAKNA

Menandakan gunung berapi yang


segera atau sedang meletus atau
ada keadaan kritis yang
menimbulkan bencana

Letusan pembukaan dimulai


dengan abu dan asap

Letusan berpeluang terjadi dalam


waktu 24 jam

Menandakan gunung berapi yang

Disaster Management - Erupsi

TINDAKAN

Wilayah yang terancam bahaya


direkomendasikan untuk
dikosongkan

Koordinasi dilakukan secara


harian

Piket penuh

Sosialisasi di wilayah terancam


16

sedang bergerak ke arah letusan


atau menimbulkan bencana

WASPADA

Penyiapan sarana darurat

Koordinasi harian

Piket penuh

Ada aktivitas apa pun bentuknya

Penyuluhan/sosialisasi

Terdapat kenaikan aktivitas di


atas level normal

Penilaian bahaya

Pengecekan sarana

Pelaksanaan piket terbatas

Pengamatan rutin

Survei dan penyelidikan

Peningkatan intensif kegiatan


seismik

Semua data menunjukkan bahwa


aktivitas dapat segera berlanjut ke
letusan atau menuju pada
keadaan yang dapat
menimbulkan bencana

Jika tren peningkatan berlanjut,


letusan dapat terjadi dalam waktu
2 minggu

Peningkatan aktivitas seismik dan


kejadian vulkanis lainnya

Sedikit perubahan aktivitas yang


diakibatkan oleh aktivitas magma,
tektonik dan hidrotermal

Tidak ada gejala aktivitas tekanan


magma

Level aktivitas dasar

NORMAL

Tabel Tingkat Isyarat Gunung Api di Indonesia

3. PENGAMATAN BANCANA ERUPSI GUNUNG API


Pemerintah Indonesia melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(PVMBG) sudah membangun pos pengamatan di beberapa gunung api aktif yang
ada di seluruh Indonesia. Petugas di pos pengamatan bertugas untuk mengamati
aktifitas gunung api secara visual dan berdasarkan data pengukuran (seismisitas,
thermal, deformasi, densitas batuan, gas, dan lain-lain). Semua pengamatan ini
perlu dilakukan karena ketika gunung api berhajat untuk erupsi maka akan ada
perubahan yang drastis terhadap semua komponen yang diamati. Karena
Disaster Management - Erupsi

17

perubahan tersebut mengindikasi gunung api akan meletus maka pengamatan


tersebut mutlak dilakukan di setiap gunung api yang ada di Indonesia.
(http://www.ibnurusydy.com)

Jenis-jenis pengamatan Gunung api (Sumber:USGS-Volcano)

a. Pengamatan Seismitas
Ketika sebuah gunung api akan meletus maka akan ada aktifitas seismisitas
berupa tremor/getaran-getaran kecil/gempa vulkanik yang biasanya dirasakan
oleh masyarakat yang dekat dengan gunung api. Aktifitas seismisitas ini
meningkat karena peningkatan aktifitas dan tekanan di dapur magma.
Peningkatan ini menyebabkan terjadinya rekahan-rekahan yang menjadi sumber
gempa vulkanik. Sebelum pengamatan seismisitas ini bisa dilakukan, hal
pertama yang harus dilakukan adalah pemasangan seismometer di sekitar
gunung api yang akan diamati. Untuk pengamatan lebih akurat, harus dipasang
lebih dari satu seismometer di setiap gunung api.
Seismometer adalah alat untuk mengukur gerakan tanah, termasuk gelombang
seismik yang dihasilkan oleh gempa bumi, letusan gunung berapi, dan sumber
gempa lainnya. Rekaman gelombang seismik memungkinkan seismolog untuk
memetakan bagian dalam bumi, serta menemukan dan menentukan ukuran dari
sumber gempa yang berbeda. Hasil rekaman dari alat ini disebut seismogram.
Pada awalnya alat ini hanya bisa digunakan untuk menentukan dari arah mana
gempa

bumi

terjadi.

Dengan

perkembangan

teknologi

yang

semakin

berkembang, maka kemampuan seismometer pun telah ditingkatkan, sehingga

Disaster Management - Erupsi

18

bisa merekam getaran dalam jangkauan frekuensi yang cukup lebar. Alat seperti
ini disebut Seismometer Broadband.

Seismometer

b. Pengamatan Gas dan Thermal


Selain peningkatan seismisitas, peningkatan gas dan thermal (suhu) juga terjadi
apabila sebuah gunung api akan erupsi. Beberapa gas keluar ketika gunung api
mau dan sedang erupsi antara lain; Karbonmonoksida (CO), Karbondioksida
(CO2), Hidrogen Sulfide (H2S), Sulfurdioksida (S02), dan Nitrogen (NO2).
Peningkatan suhu juga bisa teramati dari mulai mengeringnya sungai dan danau
serta perpohonan yang mulai mati di sekitar gunung api. Pengukuran untuk gas
dan thermal bisa dilakukan secara langsung, namun pengukuran secara
langsung sangat berisiko bagi pengukur. Solusi lain adalah dengan cara
memasang alat pengukuran gas dan thermal di lapangan fumaroel dan datanya
terekam secara terus-menerus dan bisa dikirim secara automatis ke pusat
pengamatan. Untuk saat ini pengukuran kandungan gas juga sudah bisa
dilakukan melalui pesawat terbang seperti gambar (USGS)

Disaster Management - Erupsi

19

Staf USGS melakukan pengamatan gas menggunakan pesawat

c. Pengamatan Deformitas Gunung Api


Ketika gunung api akan meletus (erupsi) akan terjadi peningkatan tekanan di
dapur magma. Peningkatan tekanan di dalam dapur magma ini akan
menyebabkan deformasi (naik dan turun) permukaan gunung api. Deformasi ini
bisa diamati menggunakan GPS, Tiltmeter, dan beberapa peralatan lainnya.
Pengamatan deformasi ini akan memberikan informasi apakah gunung api
sedang mengembang atau sedang tidak mengembang (tidur). Saat ini, beberapa
gunung api di kepulauan Jawa dan Bali sudah dilakukan pengamatan deformasi
menggunakan GPS Geodetik Pengamatan deformasi (perubahan horizontal dan
vertikal) terhadap gunung api dilakukan secara berkala. Gunung api yang diamati
yaitu Gunung api Guntur, Papandayan, Galunggung, Kelud, Bromo, Semeru,
Ijen, Batur dan lain-lain. Untuk Gunung api yang berada di kawasan pulau
Sumatra banyak yang belum teramati deformasinya.

Tiltmeter

4. BAHAYA ERUPSI GUNUNG API


Letusan gunung berapi bisa menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang besar
sampai ribuan kilometer jauhnya dan bahkan bisa mempengaruhi putaran iklim di
Disaster Management - Erupsi

20

bumi ini. Selain daripada aliran lava, kehancuran oleh gunung berapi disebabkan
melalui berbagai cara. Bahaya letusan gunung api dapat berpengaruh secara
langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder) yang menjadi bencana bagi
kehidupan manusia. Bahaya yang langsung oleh letusan gunung api adalah :
a. Lelehan Lava
Lelehan lava merupakan cairan lava yang pekat dan panas dapat merusak
segala infrastruktur yang dilaluinya. Kecepatan aliran lava tergantung dari
kekentalan magmanya. Makin rendah kekentalannya, maka makin jauh
jangkauan alirannya. Lava encer akan mengikuti aliran sungai sedangkan lava
kental akan membeku dekat dengan sumbernya. Lava yang membeku akan
membentuk bermacam-macam batuan. Suhu lava pada saat dierupsikan
berkisar antara 800C-1200C. Pada umumnya di Indonesia, leleran lava yang
dierupsikan

gunung

api,

komposisi

magmanya

menengah

sehingga

pergerakannya cukup lamban sehingga manusia dapat menghindarkan diri dari


terjangannya.

Leleran Lava Dapat Merusak Segala Bentuk Infrastruktur.

b. Aliran Piroklastik (Awan Panas)


Merupakan hasil letusan yang mengalir bergulung seperti awan. Di dalam
gulungan ini terdapat batuan pijar yang panas dan material vulkanik padat
dengan suhu lebih besar dari 600C. Aliran piroklastik dapat terjadi akibat
runtuhan tiang asap erupsi plinian. Letusan langsung ke satu arah, guguran
kubah lava atau lidah lava dan aliran pada permukaan tanah (surge). Aliran
piroklastik sangat dikontrol oleh gravitasi dan cenderung mengalir melalui daerah
Disaster Management - Erupsi

21

rendah atau lembah. Mobilitas tinggi aliran piroklastik dipengaruhi oleh


pelepasan gas dari magma atau lava atau dari udara yang terpanaskan pada
saat mengalir. Kecepatan aliran dapat mencapai 150 250 km/jam dan jangkauan
alirandapat mencapai puluhan kilometer walaupun bergerak di atas air/laut.
Awan panas dapat mengakibatkan luka bakar pada tubuh yang terbuka seperti
kepala, lengan, leher atau kaki dan juga dapat mengakibatkan sesak napas.

Awan Panas Mempunyai Mobilitas dan Suhu Tinggi Sangat Berbahaya


Bagi Penduduk Sekitar Gunung Api.

c. Jatuhan Piroklastik (Hujan Abu)


Jatuhan piroklastik terjadi dari letusan yang membentuk tiang asap cukup tinggi,
pada saat energinya habis, abu akan menyebar sesuai arah angin kemudian
jatuh lagi ke muka bumi dan dirasakan sampai ratusan kilometer jauhnya. Hujan
abu ini bukan merupakan bahaya langsung bagi manusia, tetapi endapan
abunya akan merontokkan daun-daun dan pepohonan kecil sehingga merusak
agro dan pada ketebalan tertentu dapat merobohkan atap rumah. Sebaran abu
di udara dapat menggelapkan bumi beberapa saat serta mengancam bahaya
bagi jalur penerbangan.

Disaster Management - Erupsi

22

Hujan abu dapat merusak tanaman, merobohkan rumah, mengganggu


pernafasan dan membahayakan jalur penerbangan pesawat.

d. Lahar letusan
Lahar letusan terjadi pada gunung api yang mempunyai danau kawah. Apabila
volume air alam kawah cukup besar akan menjadi ancaman langsung saat
terjadi letusan dengan menumpahkan lumpur panas.
e. Gas vulkanik beracun
Gas yang dikeluarkan gunung api pada saat meletus. Gas tersebut umumnya
beracun dan muncul pada gunung api aktif berupa karbon monoksida (CO),
karbondioksida (CO2), nitrogen (NO2), hydrogen sulfida (H2S), sulfur dioksida
(SO2) pada konsentrasi di atas ambang batas dapat membunuh dan
membahayakan manusia

Pengeluaran gas CO2 di G. Dieng membunuh banyak penduduk.

Bahaya sekunder, terjadi setelah atau saat gunung api aktif:


Disaster Management - Erupsi

23

a. Lahar Hujan
Lahar hujan terjadi apabila endapan material lepas hasil erupsi gunung api yang
diendapkan pada puncak dan lereng, terangkut oleh hujan atau air permukaan.
Aliran lahar ini berupa aliran lumpur yang sangat pekat sehingga dapat
mengangkut material berbagai ukuran. Bongkahan batu besar berdiameter lebih
dari 5 m dapat mengapung pada aliran lumpur ini. Lahar juga dapat merubah
topografi sungai yang dilaluinya dan merusak infrastruktur.
b. Banjir Bandang
Banjir bandang terjadi akibat longsoran material vulkanik lama pada lereng
gunung api karena jenuh air atau curah hujan cukup tinggi. Aliran Lumpur disini
tidak begitu pekat seperti lahar, tapi cukup membahayakan bagi penduduk yang
bekerja di sungai dengan tiba-tiba terjadi aliran lumpur.
c. Longsoran Vulkanik
Longsoran vulkanik dapat terjadi akibat letusan gunung api, eksplosi uap air,
alterasi batuan pada tubuh gunungapi sehingga menjadi rapuh, atau terkena
gempa bumi berintensitas kuat. Longsoran vulkanik ini jarang terjadi di
gunungapi secara umum sehingga dalam peta kawasan rawan bencana tidak
mencantumkan bahaya akibat longsoran vulkanik.
(http://www.esdm.go.id)
5. WILAYAH RAWAN BENCANA ERUPSI GUNUNG API
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat ada 28
daerah di Indonesia yang terancam letusan gunung api. saat ini ada 12 gunung api
yang berstatus waspada. Sedangkan 5 gunung berstatus siaga, yaitu Lokon,
Soputan, Karangetang di Sulawesi Utara, Gamalama (Maluku Utara), dan Gunung
Ijen (Jawa Timur). Berikut daftar Kota Volkano di Indonesia dikutip dari
(http://www.tempo.co.id) :

No
1.

Lokasi
Dataran Dieng

Disaster Management - Erupsi

Jumlah Populasi
Dihuni 1,5 juta jiwa
lebih

Sumber Ancaman
Kawasan pegunungan Dieng.

24

2.

Ternate

3.

Bitung, Sulawesi Utara

4.

Kotamobagu, Sulawesi
Utara

5.

Cimahi, Jawa Barat

6.

Garut, Jawa Barat

7.

Bogor, Jawa Barat

8.

Menado, Sulawesi Utara

9.
10.

Kota
Pagar
Alam,
Sumatera Selatan
Sukabumi, Jawa Barat

11.

Batu, Jawa Timur

12.

14.

Payakumbuh, Sumatera
Barat
Bukittinggi,
Sumatera
Barat
Boyolali, Jawa Tengah

15.

Bandung, Jawa Barat

16.
17.

Tasikmalaya,
Jawa
Barat
Cianjur, Jawa Barat

18.

Magelang, Jawa Tengah

19.

Sleman, Yogyakarta

20.

Malang, Jawa Timur

21.

Blitar, Jawa Timur

22.

Lumajang, Jawa Timur

23.
24.

Purwokerto,
Jawa
Tengah
Salatiga, Jawa Tengah

25.

Klaten, jawa Tengah

26.

Cirebon, Jawa Barat

27.

Probolinggo,

13.

Disaster Management - Erupsi

Jawa

Berpenduduk 185 ribu


orang lebih
Berpenghuni 187 ribu
orang lebih
Berpenduduk 107 ribu
orang lebih

Gunung Gamalama

Berpenghuni 500 ribu


lebih orang
Penduduk 136 ribu
orang lebih
Penduduknya
sebanyak 950 ribu
orang lebih
Berpenduduk 410 ribu
orang lebih
Berpenduduk 126 ribu
orang lebih
Berpenduduk 281 ribu
orang lebih
Berpenghuni 190 ribu
lebih
Berpenduduk 116 ribu
lebih orang
Berpenduduk 111 ribu
lebih orang
Berpenduduk
hampir
60 ribu orang
Berpenduduk lebih dari
2,3 juta orang
Berpenduduk lebih dari
635 ribu penghuni
Berpenduduk lebih dari
140 ribu orang lebih
Berpenduduk 118 ribu
lebih
Berpenduduk
hampir
70 ribu orang
Dihuni 820 ribu lebih
penduduk
Berpenduduk 131 ribu
orang lebih
Dihuni 95 ribu lebih
penduduk
Dihuni hampir 250 ribu
penduduk
Berpenduduk lebih dari
170 ribu lebih orang
Berpenduduk 123 ribu
orang lebih
Dihuni hampir 300 ribu
orang
Berpenduduk 217 ribu

Sumber ancaman: Gunung


Tangkuban Parahu
Gunung Guntur, Papandayan,
dan Galunggung
Gunung Gede, Salak

Gunung Tangkoko
Gunung Ambang

Gunung Mahawu, Lokon-Empung


Gunung Dempo
Gunung Gede, Salak
Gunung Arjuno-Welirang, Kelud
Gunung Marapi
Gunung Marapi dan Tandikat
Ancaman dari Gunung Merapi
Gunung Tangkuban Parahu
Gunung Galunggung
Gunung Gede
Gunung Sumbing dan Merapi
Gunung Merapi
Gunung Arjuno-Welirang
Gunung Kelud
Gunung Lamongan
Gunung Slamet
Gunung Merapi
Gunung Merapi
Gunung Ciremai
Gunung Lamongan

25

Tengah
28.

Yogyakarta

orang lebih
Dihuni 388 ribu orang Gunung Merapi
lebih
Tabel Daftar Kota Dengan Sebaran Gunung Api

Peta Sebaran Gunung Api di Indonesia

6. PERMASALAHAN KESEHATAN DAMPAK ERUPSI


Berbagai permasalahan akan timbul paska bencana erupsi gunung berapi.
Kadangkala masalah tersebut dapat lebih serius bila tidak direncanakan dan
ditangani dengan baik. Bencana tersebut selain mengakibatkan ancaman awan
panas juga menimbulkan berbagai permasalahan menyebabkan lingkungan yang
tidak sehat.
a. Dampak lingkungan yang terjadi adalah kekurangan air, debu vulkanik, bangkai
manusia, bangkai binatang, sarana higiena sanitasi yang buruk lainnya.
Lingkungan
kesehatan.

demikian
Penyediaan

akan
air

berpotensi
bersih

menimbulkan

seringkali

berbagai

terganggu,

masalah

demikian

pula

masyarakat akan kesulitan mencari sarana kamar mandi dan WC. Buang air
besar dan air kecil yang sembarangan dapat mempermudah penularan penyakit.
Bila hal ini terjadi maka kebutuhan untuk pola hidup bersih jauh dari sempurna.
Keadaan lingkungan akan semakin buruk bila terjadi pada daerah pengungsian.
Jumlah manusia yang sangat banyak dan berjejal dalam satu ruangan

Disaster Management - Erupsi

26

memudahkan penyebaran penyakit baik lewat penularan melalui udara atau


kontak langsung.
b. Penyebab utama infeksi saluran napas yang utama karena debu vulkanik, daya
tahan tubuh menurun karena kurang istirahat, stress, dan asupan nustrisi yang
kurang. Karena daya tahan tubuh sangat buruk dan padatnya orang di
penampungan pengungsi maka sangat mudah sekali terinfeksi penyakit infeksi
menular apapun. Terutama yang paling mudah menyebar adalah infeksi Saluran
napas Akut, Diare karena virus, campak, cacar air danberbagai infeksi menular
lainnya.
c. Gangguan alam ini bukan hanya mengganggu manusia, binatang juga tak luput
dari ancaman. Tidak hanya manusia, tetapi binatang seperti tikus, kucing dan
anjing ikut binasa karena tertimbun reruntuhan . Bangkai manusia dan binatang
yang belum terselamatkan dapat menimbulkan masalah kesehatan tersendiri.
Kasus penyakit demam berdarah bersiko meningkat, karena banyak terjadi
genangan air dimana-mana yang menjadi berkembang biak nyamuk aedes
aegypti.
d. Bahaya lain yang dapat mengancam jiwa adalah terkena sengatan aliran listrik.
Bangunan dan sarana listrik menjadi berantakan, bila aliran listrik dihidupkan
beresiko trauma sengatan bencana alam tersebut dalam kondisi tertentu akan
mengakibatkan harta benda dan nyawa bisa terancam.
e. Berbagai kondisi ini akan mengganggu ekonomi dan psikologis masyarakat.
Post Traumatic Stress Disorders adalah dampak psikologis bagi para korban,
terutama pada anak-anak. Mereka akan selalu teringat dengan peristiwa buruk
yang telah dialaminya. Gejala yang timbul adalah sering menangis, mudah
marah dan berteriak, mimpi buruk, sulit tidur , tidak mau makan, tidak mau
bermain. Keadaan ini akan menjadi lebih berat bila ditambah dengan beban
psikologis kehilangan orangtua atau saudara. Dalam keadaan berat bisa
mengakibatkan perasaan depresi yang lebih berat seperti hendak melakukan
bunuh diri dan gangguan kejiwaan lain yang berkepanjanagan. Bila hal ini tidak
ditangani segera akan dapat mengganggu kesehatan dan proses tumbuh dan
berkembangnya anak. Usia anak daya tahan tubuhnya rentan, ditambah
gangguan asupan gizi, trauma panas, hujan dan dingin, serta trauma psikis akan
memperburuk keadaan. Berbagai keadaan tersebut akan mengakibatkan daya
Disaster Management - Erupsi

27

tahan tubuh menurun dan mudah terserang penyakit dan ancaman jiwa paska
bencana erupsi gunung berapi.
7. DAMPAK ERUPSI GUNUNG API
Gunung berapi yang meletus tentu akan membawa material yang berbahaya
bagi organisme yang dilaluinya, Karena itu kewaspadaan mutlak diperlukan. Berikut
ini hal negative dan positif yang bisa terjadi saat gunung meletus:
a. Dampak Negatif
1) Tercemarnya udara dengan abu gunung berapi yang mengandung
bermacam-macam gas mulai dari Sulfur Dioksida atau SO2, gas Hidrogen
sulfide atau H2S, No2 atau Nitrogen Dioksida serta beberapa partike debu
yang berpotensial meracuni makhluk hidup di sekitarnya.
2) Dengan meletusnya suatu gunung berapi bisa dipastikan semua aktifitas
penduduk di sekitar wilayah tersebut akan lumpuh termasuk kegiatan
ekonomi.
3) Semua titik yang dilalui oleh material berbahaya seperti lahar dan abu
vulkanik panas akan merusak pemukiman warga.
4) Lahar yang panas juga akan membuat hutan di sekitar gunung rusak
terbakar dan hal ini berarti ekosistem alamiah hutan terancam.
5) Material yang dikeluarkan oleh gunung berapi berpotensi menyebabkan
sejumlah penyakit misalnya saja ISPA.
6) Desa yang menjadi titik wisata tentu akan mengalami kemandekan dengan
adanya letusan gunung berapi. Sebut saja Gunung Rinjani dan juga Gunung
Merapi, kedua gunung ini dalam kondisi normal merupakan salah satu
destinasi wisata terbaik bagi mereka wisatawan pecinta alam.
b. Dampak Positif
Selain dampak negatif, jika ditelaah, letusan gunung berapi juga sebenarnya
membawa berkah meski hanya bagi penduduk yang ada di sekitar. Apa saja?
Berikut uraiannya:
1) Tanah yang dilalui oleh hasil vulkanis gunung berapi sangat baik bagi
pertanian sebab tanah tersebut secara alamiah menjadi lebih subur dan bisa
menghasilkan tanaman yang jauh lebih berkualitas. Tentunya bagi penduduk
sekitar pegunungan yang mayoritas petani, hal ini sangat menguntungkan.

Disaster Management - Erupsi

28

2) Terdapat mata pencaharian baru bagi rakyat sekitar gunung berapi yang
telah meletus, yaitu penambang pasir. Material vulkanik berupa pasir tentu
memiliki nilai ekonomis.
3) Selain itu, terdapat pula bebatuan yang disemburkan oleh gunung berapi
saat meletus. Bebatuan tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan
bangungan warga sekitar gunung.
4) Meski ekosistem hutan rusak, namun dalam beberapa waktu, akan tumbuh
lagi pepohonan yang membentuk hutan baru dengan ekosistem yang juga
baru.
5) Setelah gunung meletus, biasanya terdapat geyser atau sumber mata air
panas yang keluar dari dalam bumi dengan berkala atau secara periodik.
Geyser ini kabarnya baik bagi kesehatan kulit.
6) Muncul mata air bernama makdani yaitu jenis mata air dengan kandungan
mineral yang sangat melimpah.
7) Pada wilayah vulkanik, potensial terjadi hujan orografis. Hujan ini potensial
terjadi sebab gunung adalah penangkan hujan terbaik.
8) Pada wilayah yang sering terjadi letusan gunung berapi, sangat baik didirikan
pembangkit listrik.

BAB III
MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA
A. MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA
Disaster Management - Erupsi

29

1. KONSEP DASAR MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA ERUPSI


Manajemen penanggulangan bencana memiliki kemiripan dengan sifat - sifat
manajemen lainnya secara umum. Meski demikian terdapat beberapa perbedaan,
yaitu:
a. Nyawa dan kesehatan masyarakat merupakan masalah utama
b. Waktu untuk bereaksi yang sangat singkat
c. Risiko dan konsekuensi kesalahan atau penundaan keputusan dapat berakibat
fatal
d. Situasi dan kondisi yang tidak pasti
e. Petugas mengalami stress yang tinggi
f. Informasi yang selalu berubah
Manajemen penanggulangan bencana adalah pengelolaan penggunaan sumber
daya yang ada untuk menghadapi ancaman bencana dengan melakukan
perencanaan, penyiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi di setiap tahap
penanggulangan bencana yaitu pra, saat dan pasca bencana. Pada dasarnya,
upaya penanggulangan bencana meliputi:
a. Tahap prabencana, terdiri atas:
1) Situasi tidak terjadi bencana, kegiatannya adalah pencegahan dan mitigasi
2) Situasi potensi terjadi bencana, kegiatannya berupa kesiapsiagaan
b. Tahap saat bencana, kegiatan adalah tanggap darurat dan pemulihan darurat
c. Tahap pasca bencana, kegiatannya adalah rehabilitasi dan rekonstruksi
Setiap tahap penanggulangan tersebut tidak dapat dibatasi secara tegas. Dalam
pengertian bahwa upaya prabencana harus terlebih dahulu diselesaikan sebelum
melangkah pada tahap tanggap darurat dan dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni
pemulihan. Siklus ini harus dipahami bahwa pada setiap waktu, semua tahapan
dapat dilaksanakan secara bersama - sama pada satu tahapan tertentu dengan
porsi yang berbeda.

Siklus Penanggulangan Bencana

Disaster Management - Erupsi

30

Pada tahap pra bencana berbagai upaya penanggulangan bencana dapat dilakukan
pada setiap tahap dalam siklus bencana antara lain :
a. Pencegahan dan mitigasi
Upaya ini bertujuan menghindari terjadinya bencana dan mengurangi risiko
dampak bencana. Upaya - upaya yang dilakukan antara lain :
1) Penyusunan kebijakan, peraturan perundangan, pedoman dan standar
2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah kesehatan
3) Pembuatan brosur / leaflet / poster
4) Analisis risiko bencana
5) Pembentukan tim penanggulangan bencana
6) Pelatihan dasar kebencanaan
7) Membangun sistem penanggulangan krisis kesehatan berbasis masyarakat.
Upaya mitigasi yang dapat dilakukan sehubungan dengan bencana erupsi
gunung api antara lain :
1) Pemantauan, aktivitas gunung api dipantau selama 24 jam menggunakan
alat pencatat gempa (seismograf). Data harian hasil pemantauan dilaporkan
ke kantor Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) di
Bandung dengan menggunakan radio komunikasi SSB. Petugas pos
pengamatan Gunung berapi menyampaikan laporan bulanan ke pemda
setempat.
2) Tanggap Darurat, tindakan yang dilakukan oleh DVMBG ketika terjadi
peningkatan aktivitas gunung berapi, antara lain mengevaluasi laporan dan
data, membentuk tim Tanggap Darurat, mengirimkan tim ke lokasi,
melakukan pemeriksaan secara terpadu.
3) Pemetaan,

Peta

Kawasan

Rawan

Bencana

Gunung

berapi

dapat

menjelaskan jenis dan sifat bahaya gunung berapi, daerah rawan bencana,
arah penyelamatan diri, lokasi pengungsian, dan pos penanggulangan
bencana.
4) Penyelidikan gunung berapi menggunakan metoda Geologi, Geofisika, dan
Geokimia. Hasil penyelidikan ditampilkan dalam bentuk buku, peta dan
dokumen lainya.
5) Sosialisasi, petugas melakukan sosialisasi kepada Pemerintah Daerah serta
masyarakat terutama yang tinggal di sekitar gunung berapi. Bentuk
Disaster Management - Erupsi

31

sosialisasi

dapat

berupa

pengiriman

informasi

kepada

Pemda

dan

penyuluhan langsung kepada masyarakat.


(Sumber : Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya
Mitigasinya di Indonesia. Set BAKORNAS PBP; Leaflet Set. BAKORNAS
PBP dan Gunung api. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi)
b. Kesiapsiagaan
Upaya

kesiapsiagaan

dilaksanakan

untuk

mengantisipasi

kemungkinan

terjadinya bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai


teridentifikasi akan terjadi. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain :
1) Penyusunan rencana kontinjensi
2) Simulasi / gladi / pelatihan siaga
3) Penyiapan dukungan sumber daya
4) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi.
Upaya kesiapsiagaan yang dapat dilakukan sehubungan dengan bencana erupsi
gunung api antara lain sebagai berikut :
1) Membuat rencana penyelamatan di tingkat keluarga. Menentukan bagaimana
caranya dan dimana anggota keluarga akan berkumpul kembali, bila terpisah
setelah terjadi bencana letusan gunung api.
2) Menyiapkan prasarana dan sarana pengungsian dan shelter.
3) Ikut melakukan patroli di daerah yang rawan bahaya letusan gunungapi.
4) Segera melapor jika terjadi tanda-tanda adanya aktivitas gunung api
(munculnya mata air panas, perubahan suhu udara, hujan abu ringan, bau
belerang, hewan di gunung mulai turun).
5) Mengajak masyarakat untuk waspada dan/atau segera mengungsi seuai
petunjuk/perintah pejabat yang berwenang (bupati, kepala BPBD, camat).
6) Membawa perlengkapan yang wajib dibawa pada saat mengungsi.
7) Menyiapkan pakan awetan untuk kebutuhan hewan ternak.
8) Mengungsikan hewan ternak (sapi, kerbau, kambing, dan lain-lain) dan
menempatkannya pada shelter ternak.
(www.mediacenter.or.id)
c. Tanggap darurat
Upaya tanggap darurat bidang kesehatan dilakukan untuk menyelamatkan
nyawa dan mencegah kecacatan. Upaya yang dilakukan antara lain:
1) Penilaian cepat kesehatan ( rapid health assessment )
Disaster Management - Erupsi

32

2) Pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatan


3) Pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan
4) Perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan.
Berikut merupakan upaya-upaya yang dapat dilakukan pada saat terjadi bencana
erupsi gunung api antara lain :
1) Mengurangi aktivitas di luar rumah dan/atau menggunakan penutup hidung
(masker), kaca mata, dan baju lengan panjang pada saat banyak abu
vulkanik.
2) Jika

harus mengungsi,

ikutilah

petunjuk/perintah

dari pejabat

yang

berwenang. Mendahulukan kelompok rentan (bayi, orangtua, ibu hamil, anakanak, dan orang yang memiliki keterbatasan) .
3) Membantu

tim

SAR,

medis,

dan

kepolisian

melakukan

pencarian,

penyelamatan, dan evakuasi korban cedera dan meninggal dunia.


4) Membantu penyiapan kebutuhan dasar bagi korban berupa: air bersih dan
sanitasi, pangan, sandang, dan layanan kesehatan.
5) Membantu penyiapan posko lapangan beserta kelengkapannya.
6) Membantu perbaikan prasarana dan sarana umum yang terkena dampak
bencana untuk mendukung kegiatan tanggap darurat.
7) Bersikap tenang dan tidak mempercayai isu/kabar yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan.

Mengikuti

petunjuk/perintah

pejabat

yang

berwenang dan sering mendengarkan radio untuk memperoleh berita atau


pun informasi penting.
(www.mediacenter.or.id)
d. Pemulihan
Upaya pemulihan meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya rehabilitasi
bertujuan mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba
tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik. Upaya rekonstruksi bertujuan
membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara
lebih baik dan sempurna. Upaya yang dilakukan antara lain :
1) Perbaikan lingkungan dan sanitasi;
2) Perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan;
3) Pemulihan psikososial;
4) Peningkatan fungsi pelayanan kesehatan
Disaster Management - Erupsi

33

Berikut ini merupakan upaya pemulihan yang dapat dilakukan pasca bencana
erupsi gunung api antara lain :
1) Kembali pulang ke rumah jika situasi dinyatakan aman oleh pejabat/instansi
yang berwenang (gubernur, bupati, kepala BPBA/BPBD).
2) Memberikan informasi yang benar dalam penilaian tingkat kerusakan dan
tingkat kebutuhan akibat bencana, yang dilakukan oleh sebuah tim yang
dikoordinasikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
3) Mengadakan musyawarah di tingkat kecamatan dan desa untuk menyusun
rencana pemulihan akibat bencana letusan gunung api.
4) Membersihkan atap dari debu/abu vulkanik karena sifatnya yang sangat
berat dapat meruntuhkan atap rumah.
5) Membantu memperbaiki prasarana dan sarana umum yang terkena dampak
bencana untuk mendukung kegiatan pemulihan pascabencana.
6) Menjaga keutuhan dan persaudaraan (jika perlu lakukan rekonsiliasi dan
resolusi konflik).
7) Memperbaiki lingkungan yang terkena dampak bencana dengan tujuan untuk
mengembalikan kondisi dan fungsi lingkungan sebagaimana keadaan
sebelum terjadi bencana.
8) Menjaga keamanan dan ketertiban sebagaimana keadaan sebelum terjadi
bencana dengan memfungsikan kembali lembaga-lembaga keamanan dan
ketertiban.
9) Kembali melakukan aktivitas keseharian untuk memulihkan kondisi ekonomi,
sosial, dan budaya.
10) Bergotong royong membantu perbaikan rumah yang mengalami kerusakan
akibat bencana hingga layak huni.
11) Jika harus pindah/direlokasi, musyawarahkan dengan anggota keluarga dan
pejabat di tingkat kelurahan untuk mendapatkan solusi terbaik.
(www.mediacenter.or.id)
2. KEBIJAKAN PENANGANAN KRISIS KESEHATAN
Kejadian bencana dapat menimbulkan krisis kesehatan, maka penanganannya
perlu diatur dalam bentuk kebijakan sebagai berikut :
a. Setiap korban akibat bencana mendapatkan pelayanan kesehatan segera
mungkin secara maksimal dan manusiawi
Disaster Management - Erupsi

34

b. Prioritas selama masa tanggap darurat adalah penanganan gawat darurat medik
terhadap korban luka dan identifikasi korban mati di sarana kesehatan
c. Pelayanan kesehatan yang bersifat rutin di fasilitas - fasilitas kesehatan pada
masa tanggap darurat harus tetap terlaksana secara optimal
d. Pelaksanaan penanganan krisis kesehatan dilakukan secara berjenjang mulai
dari tingkat Kabupaten / Kota, Provinsi dan Pusat dan dapat dibantu oleh
masyarakat nasional dan internasional, lembaga donor, maupun bantuan negara
sahabat
e. Bantuan kesehatan dari dalam maupun luar negeri mengikuti ketentuan yang
berlaku yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian atau
lembaga terkait. Penyediaan informasi yang berkaitan dengan penanggulangan
kesehatan pada bencana dilaksanakan oleh dinas kesehatan setempat selaku
anggota BPBD
f.

Monitoring dan evaluasi berkala pelaksanaan penanggulangan krisis kesehatan


dilakukan dan diikuti oleh semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
penanggulangan kesehatan.

3. PENGORGANISASIAN PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA


Tugas penyelenggaraan penanggulangan bencana ditangani oleh Badan
Nasional

Penanggulangan

Bencana

(BNPB)

di

tingkat

pusat

dan

Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat daerah.


a. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
BNPB merupakan lembaga pemerintah non departemen setingkat menteri
yang memiliki fungsi merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan
bencana dan penanganan pengungsi secara cepat, tepat, efektif dan efisien
serta mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu dan menyeluruh. Adapun tugas dari BNPB adalah
sebagai berikut:
1) Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan
bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap
darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara
2) Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan
bencana berdasarkan peraturan perundang undangan
Disaster Management - Erupsi

35

3) Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;


4) Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden
setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam
kondisi darurat bencana;
5) Menggunakan

dan

mempertanggungjawabkan

sumbangan

bantuan

nasional dan internasional


6) Mempertanggungjawabkan

penggunaan

anggaran

yang

diterima

dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;


7) Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundangan
dan
8) Menyusun pedoman pembentukan BPBD.
b. Kementerian Kesehatan
Tugas dan kewenangan Kementerian Kesehatan adalah merumuskan kebijakan,
memberikan standar dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan krisis
dan masalah kesehatan lain, baik dalam tahap sebelum, saat maupun setelah
terjadinya bencana. Dalam pelaksanaannya dapat melibatkan instansi terkait,
baik pemerintah maupun non pemerintah, LSM, lembaga internasional,
organisasi profesi maupun organisasi kemasyarakatan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Selain itu Kementerian Kesehatan secara aktif
membantu mengokordinasikan bantuan kesehatan yang diperlukan oleh daerah
yang mengalami situasi krisis dan masalah kesehatan lain.
c. Pusat Regional Penanganan Krisis Kesehatan berfungsi :
1) Sebagai pusat komando dan pusat informasi (media centre) kesiapsiagaan
dan penanggulangan kesehatan akibat bencana dan krisis kesehatan lainnya
2) Fasilitasi buffer stock logistik kesehatan (bahan, alat dan obat obatan)
3) Menyiapkan dan menggerakkan Tim Reaksi Cepat dan bantuan SDM
kesehatan yang siap digerakkan di daerah yang memerlukan bantuan akibat
bencana dan krisis kesehatan lainnya
4) Sebagai pusat networking antara 3 komponen kesehatan dalam regional
tersebut yaitu dinas kesehatan, fasilitas kesehatan dan perguruan tinggi.
(http://www.bnpb.go.id)
4. MEKANISME PENGELOLAAN BANTUAN
a. Sumber daya manusia
Disaster Management - Erupsi

36

Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan yang
tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis. Sebagai koordinator tim
adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi / Kabupaten / Kota (sesuai Surat
Kepmenkes Nomor 066 tahun 2006) meliputi :
1) Tim Reaksi Cepat / TRC
Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0 24 jam setelah
ada informasi kejadian bencana. Kompetensi TRC disesuaikan dengan jenis
bencana spesifik di daerah dan dampak kesehatan yang mungkin timbul.
Sebagai contoh untuk bencana gempa bumi dengan karakteristik korban luka
dan fraktur, kompetensi TRC terdiri dari :
a) Pelayanan medik :
b) Dokter umum
c) Dokter spesialis bedah/orthopedi
d) Dokter spesialis anestesi
e) Perawat mahir (perawat bedah, gadar)
f)

Tenaga Disaster Victims Identification ( DVI )

g) Apoteker / tenaga teknis kefarmasian


h) Sopir ambulans
2) Tim Penilaian Cepat / TPC ( RHA team )
Tim yang bisa diberangkatkan dalam waktu 0 - 24 jam atau bersamaan
dengan TRC dan bertugas melakukan penilaian dampak bencana dan
mengidentifikasi kebutuhan bidang kesehatan, minimal terdiri dari:
a) Dokter umum
b) Epidemiolog
c) Sanitarian
3) Tim Bantuan Kesehatan
Tim yang diberangkatkan berdasarkan rekomendasi Tim TPC untuk
memberikan pelayanan kesehatan dengan peralatan yang lebih memadai,
minimal terdiri dari:
a) Dokter umum dan spesialis
b) Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
c) Perawat
d) Bidan
e) Sanitarian
Disaster Management - Erupsi

37

f)

Ahli gizi

g) Tenaga surveilans
h) Entomolog
b. Pendayagunaan tenaga mencakup :
1) Distribusi : Penanggung jawab dalam pendistribusian SDM kesehatan untuk
tingkat provinsi dan kabupaten / kota adalah dinas kesehatan. Pada saat
bencana, bantuan kesehatan yang berasal dari dalam / luar negeri diterima
oleh dinas kesehatan berkoordinasi dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP) dan didistribusikan oleh dinas kesehatan.
2) Mobilisasi : Mobilisasi SDM kesehatan dilakukan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan SDM kesehatan pada saat dan pasca bencana bila masalah
kesehatan yang timbul akibat bencana tidak dapat ditangani oleh daerah
tersebut sehingga memerlukan bantuan dari regional, nasional dan
internasional.
(http://www.bnpb.go.id)
B. PERAN PELAKU KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA
1. PERAN DAN FUNGSI INSTANSI PEMERINTAHAN TERKAIT
Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan memerlukan
koordinasi dengan sektor. Secara garis besar dapat diuraikan peran lintas sektor
sebagai berikut :
a. Sektor Pemerintahan, mengendalikan kegiatan pembinaan pembangunan
daerah
b. Sektor Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan medik termasuk
obat-obatan dan para medis
c. Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan dasar
lainnya untuk para pengungsi
d. Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah, penyiapan lokasi
dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan sarana dan prasarana.
e. Sektor Perhubungan, melakukan deteksi dini dan informasi cuaca / meteorologi
f.

dan merencanakan kebutuhan transportasi dan komunikasi


Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan mengendalikan
upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan bencana akibat ulah manusia

yang terkait dengan bencana geologi sebelumnya


g. Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan pengerahan dan
pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.

Disaster Management - Erupsi

38

h. Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan penyelenggaraan


i.

penanggulangan bencana pada masa pra bencana


Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif khususnya

j.

kebakaran hutan / lahan


Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan upaya yang

bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan bencana.


k. Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di bidang
l.

bencana tsunami dan abrasi pantai.


Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan kajian dan
penelitian

sebagai

bahan

untuk

merencanakan

penyelenggaraan

penanggulangan bencana pada masa pra bencana, tanggap darurat, rehabilitasi


dan rekonstruksi.
m. TNI / POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat darurat
termasuk

mengamankan

lokasi

yang

ditinggalkan

karena

penghuninya

mengungsi.
2. PERAN DAN POTENSI MASYARAKAT
a. Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus korban
bencana harus mampu dalam batasan tertentu menangani bencana sehingga
diharapkan bencana tidak berkembang ke skala yang lebih besar.
b. Swasta
Peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran swasta cukup
menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat pemberian bantuan darurat.
Partisipasi yang lebih luas dari sektor swasta ini akan sangat berguna bagi
peningkatan ketahanan nasional dalam menghadapi bencana.
c. Lembaga Non-Pemerintah
Lembaga - lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki fleksibilitas dan
kemampuan yang memadai dalam upaya penanggulangan bencana. Dengan
koordinasi yang baik lembaga Non Pemerintah ini akan dapat memberikan
kontribusi dalam upaya penanggulangan bencana mulai dari tahap sebelum,
pada saat dan pasca bencana.
d. Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan berdasarkan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat. Untuk itu diperlukan
kontribusi pemikiran dari para ahli dari lembaga - lembaga pendidikan dan
penelitian.
e. Media

Disaster Management - Erupsi

39

Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik. Untuk itu
peran media sangat penting dalam hal membangun ketahanan masyarakat
menghadapi bencana melalui kecepatan dan ketepatan dalam memberikan
informasi kebencanaan berupa peringatan dini, kejadian bencana serta upaya
penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan kepada masyarakat.
f.

Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari lembaga internasional,
baik pada saat pra bencana, saat tanggap darurat maupun pasca bencana.
Namun demikian harus mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.

3. PENDANAAN
Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan - kegiatan penanggulangan
bencana terintegrasikan dalam kegiatan - kegiatan pemerintahan dan pembangunan
yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau
kabupaten / kota. Kegiatan sektoral dibiayai dari anggaran masing-masing sektor
yang

bersangkutan.

Kegiatan-kegiatan

khusus

seperti

pelatihan,

kesiapan,

penyediaan peralatan khusus dibiayai dari pos-pos khusus dari anggaran


pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten / kota. Pemerintah dapat
menganggarkan dana kontinjensi untuk mengantisipasi diperlukannya

dana

tambahan untuk menanggulangi kedaruratan. Besarnya dan tatacara akses serta


penggunaannya diatur bersama dengan DPR yang bersangkutan. Bantuan dari
masyarakat dan sektor non pemerintah, termasuk badan-badan PBB dan
masyarakat internasional, dikelola secara transparan oleh unit-unit koordinasi.

Disaster Management - Erupsi

40

BAB IV
PENUTUP
Dengan adanya petunjuk manajemen penanggulangan bencana erupsi gunung api
dapat disimpulkan bahwa :
1. Indonesia adalah negeri yang rawan bencana geologis gempa bumi, tanah longsor,
erupsi gunung api, dan tsunami. Sebagai konsekuensi kewajiban negara untuk
melindungi rakyatnya maka pemerintah diharapkan mengambil langkah-langkah
yang tepat untuk mengurangi risiko dan mempunyai rencana keadaan darurat untuk
meminimalkan dampak bencana.
2. Tingginya kasus bencana akibat erupsi gunung api di tanah air memang tidak bisa
dihindari sehingga diperlukan kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana.
3. Adanya

prosedur tetap penangan bencana erupsi gunung api ini dapat

meminimalisir jatuhnya korban jiwa meninggal akibat terjadinya bencana erupsi


gunung api tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id
http://mis.bnpb.go.id
Disaster Management - Erupsi

41

http://www.ibnurusydy.com
http://www.mediacenter.or.id
http://www.esdm.go.id
http://www.tempo.co.id

Disaster Management - Erupsi

42

Anda mungkin juga menyukai