Anda di halaman 1dari 6

Komplikasi akibat DBD

Kebanyakan orang yang menderita DBD pulih dalam waktu dua minggu. Namun, untuk orangorang tertentu dapat berlanjut untuk selama beberapa minggu hinga berbulan-bulan. Gejala klinis
yang semakin berat pada penderita DBD dan dengue shock syndromes dapat berkembang
menjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan hati. Hal ini tentu dapat mengancam jiwa.2,3
Sindrom Syok Dengue (SSD)4
Seluruh kriteria Demam Berdarah Dengue (DBD) disertai kegagalan sirkulasi dengan
manifestasi:
Nadi yang cepat dan lemah
Tekanan darah turun ( 20 mmHg)
Hipotensi (dibandingkan standar sesuai umur)
Kulit dingin dan lembab
Gelisah
Sindrom syok dengue, menurut sumber lain3: pada penderita DBD yang disertai syok, setelah
demam berlangsung selama beberapa hari, keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk. Pada
sebagian besar penderita ditemukan tanda kegagalan peredaran darah yaitu kulit teraba lembab
dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lemah, kecil sampai tidak dapat
diraba. Tekanan darah menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, dan tekanan sistolik menurun
sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Penderita kelihatan lesu, gelisah, dan secara cepat masuk
dalam fase kritis syok. Penderita seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok
timbul. Nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal, dan nyeri di daerah
retrosternal tanpa sebab yang dapat dibuktikan memberikan petunjuk terjadinya perdarahan
gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai
prognosis buruk.
Tatalaksana sindrom syok dengue sama dengan terapi DBD, yaitu pemberian cairan ganti
secara adekuat. Pada sebagian besar penderita, penggantian dini plasma secara efektif dengan
memberikan cairan yang mengandung elektrolit, ekspander plasma, atau plasma, memberikan

hasil yang baik. Nilai hematokrit dan trombosit harus diperiksa setiap hari mulai hari ke-3 sakit
sampai 1-2 hari setelah demam menjadi normal. Pemeriksaan inilah yang menentukan perlu
tidaknya penderita dirawat dan atau mendapatkan pemberian cairan intravena.
Komplikasi menurut sumber lain:5
Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan
pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik
seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya
ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darahotak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan
diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- danjumlah cairan harus segera dikurangi.
Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3.
Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila
terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat
disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah
diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi
jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan
nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat
diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan
(misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi
darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi
tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.

Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak
teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk

mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular,
penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan
parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi.
Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan
baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok
berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
Udem paru
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang
berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang
diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih
terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan
diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit
tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab
pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada.
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya bentuk demam
berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome. Komplikasi paling serius walaupun
jarang terjadi adalah sebagai berikut:
dehidrasi
Pendarahan
Jumlah platelet yang rendah
hipotensi
bradikardi
Kerusakan hati
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi
dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkung iga kanan,
derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Untuk menemukan pembesaran
hati ,harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan

pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak jelas pada
anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan.5
Gangguan neurogik (kejang, ensephalopati)

Pencegahan
Mengingat obat dan vaksin pencegah penyakit DBD hingga dewasa ini belum tersedia, maka
upaya pencegahan dan pemberantasan DBD, dilakukan dengan cara memberantas nyamuk Aedes
yang merupakan vector penyakit DBD. Pemberantasan vector ini dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan menggunakan insektisida dan tanpa insektisida. Insektisida yang umum
digunakan dalam pemberantasan DBD adalah bubuk abate, dengan penaburan bubuk abate di
sekolah, tempat tempat umum dan disemua tempat penampungan air, dirumah dan bangunan
yang ditemukan jentik Aedes aegypti ditaburi bubuk abate sesuai dengan dosis 1 sendok makan
(10 g) abate untuk 100 liter air.
Pemberantasan DBD tanpa menggunakan insektisida dilakukan dengan cara 3M di rumah dan
halaman masing-masing dengan melibatkan seluruh keluarga, dengan cara sebagai berikut :1,2
Menguras bak mandi sekurang-kurangnya 1 minggu sekali
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
Mengganti air Vas bunga/tanaman air seminggu sekali
Mengganti air tempat minum burung
Menimbun barang-barang bekas yang dapat menampung air
Menabur bubuk abete atau altosid pada tempat-tempat penampungan air yang sulit dikuras atau
di daerah yang air bersih sulit didapat, sehingga perlu penampungan air hujan
Memelihara ikan di tempat-tempat penampungan air. Takaran abate : 1 sendok peres (+ 10 gram)
untuk 100 liter air. Takaran altosid : 1/4 sendok peres (+ 2,5 gram) untuk 100 liter

CDC (2010) telah memberikan aturan umum untuk mencegah transfer virus dan patogen lain
yang disebabkan nyamuk dan vektor pengigit lainnya.6

Mencegah Wabah: Untuk menjauhkan kemungkinan, pejalan sebaiknya menghindari daerahdaerah yang terkenal sebagai transmisi penyakit. CDC Travelers' Health telah memberikan
informasi-informasi mengenai daerah yang berpotensi mentransmisikan penyakit.
Sadari puncak pajanan dalam aspek waktu dan tempat.Pajanan gigitan artopoda dapat berkurang
jika pejalan memodifikasi aktivitas dan kebiasaan mereka. Walaupun nyamuk dapat mengigit
kapanpun dalam sehari, namun aktivitas tertinggi gigitan dari vektor untuk penyakit-penyakit
tertentu (dengue dan chikunguya) adalah sepanjang pagi dan siang. Vektor untuk penyakit lain
seperti malaria lebih aktif pada hari senja atau malam hari. Hindari pergi keluar ruangan atau
mengurangi aktivitas saat pajanan sedang tinggi. Lokasi juga harus diperhatikan tempat yang
berumput dan atau tumbuh-tumbuhan sering sebagai lokasi pengigitan. Kantor kesehatan resmi
setempat juga dapat membantu menunjukan tempat-tempat yang memiliki aktivitas artopoda
tertinggi.
Menggunakan pakaian yang sesuai. Pejalan dapat meminimalisasi pajanan kulit dengan
menggunakan pakaian lengan panjang, celana panjang, sepatu boot, dan topi. Pembasi
insektisida seperti permetrin dapat diaplikasikan ke baju dan perlengkapan untuk proteksi
tambahan.
Kelambu: kelambu penting untuk memberikan proteksi dan mengurangi ketidaknyamanan
karena gigitan nyamuk. Jika kelambu tidak dapat mennyentuh tanah, kelambu dapat diselipkan di
bawah kasur. Kelambu menjadi lebih efektif bila diberikan permetrin.Permetrin dapat berfungsi
selama beberapa bulan jika kelambu tidak dicuci.
Insektisida: Aerosol insektisida, obat nyamuk dapat membantu namun perlu dihindari inhalasi
langsung.
Pembasmi nyamuk. CDC merekomendasikan pembasmi nyamuk harus mengandung hingga 50%
DEET (N,N-diethyl-m-toluamide).

DAFTAR PUSTAKA
1Rahmawati I. Partisipasi Remaja Sma Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di
Kecamatan Sukoharjo. Surakarta. 2008.
Diunduh dari http://etd.eprints.ums.ac.id/2721/1/J410040019.pdf pada 28 Maret 2011

2Kasper DL, dkk. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16 ed. New York: Mc-Graw Hill.
2005.
3Anonim. Dengue Fever. National Institute of Allergy and Infectious Disease. 2007. Diunduh
dari http://www.niaid.nih.gov/topics/denguefever/understanding/pages/complications.aspx pada
28 Maret 2011
4Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Demam Berdarah Dengue in Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Jakarta. h.1711.
5Suroso. T. Hadinegoro SR, Wuryadi S, Sumanjuntak G, Umar AI, Pitoyo PD, et.al. Penyakit
Demam Berdarah Dengue dan Demam Berdarah Dengue. WHO dan Depkes. RI, Jakarta 2000.
P.3 58
6P Charles. Dengue Fever.
Diunduh dari http://www.emedicinehealth.com/dengue_fever/page10_em.htm#prevention pada
tanggal 28 Maret 2011

Anda mungkin juga menyukai