Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN
Katarak adalah kekeruhan lensa. Fungsi lensa sendiri adalah untuk
memfokuskan berkas cahaya ke retina, sehingga pasien yang mengalami penyakit
katarak akan mengalami pengaburan penglihatan tanpa disertai nyeri. 1 Katarak terjadi
secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur.
Proses ini dapat terjadi karena proses degenarasi atau ketuaan (Katarak
Senilis), trauma mata, infeksi penyakit tertentu (Diabetes Mellitus).
Katarak dapat terjadi pula sejak lahir (kongenital), karena itu katarak
dapat dijumpai pada usia anak-anak maupun dewasa.
Penglihatan penderita katarak menjadi terganggu dan bahkan bisa menjadi
buta bila kekeruhan yang terjadi pada lensa semakin berat tanpa penanganan yang
baik. Penyebab kekeruhan yang terjadi pada lensa mata bisa bermacam-macam, bisa
terjadi akibat hidrasi (peningkatan komposisi cairan pada lensa), denatursi protein
penyusun lensa, maupun akibat kedua hal tersebut. Katarak dapat terjadi pada salah
satu mata saja, walaupun lebih sering menyerang kedua mata dan berjalan progresif
jika tidak dilakukan tindakan terapeutik dalam bentuk pembedahan.
Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat
disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan yang disebut
dengan Katarak Terkait Usia atau Katarak Senilis. Katarak sendiri terbagi atas
Katarak Terkait Usia, Katarak Anak-anak, Katarak Traumatik, Katarak Sekunder
Akibat Penyakit Intraokular, Katarak Akibat Penyakit Sistemik, Katarak Toksik, dan
Katarak Ikutan.1 Katarak senilis secara klinik dikenal dalam 6 stadium yaitu insipien,
imatur, intumesen, matur, hipermatur, dan Morgagni yang akan dijelaskan kemudian.1
Angka kebutaan dan kesakitan mata di Indonesia masih tinggi. Survey
Kesehatan Indera tahun 1993 1996 menunjukkan 1,5% penduduk Indonesia
mengalami kebutaan disebabkan oleh katarak (52%). Katarak senilis merupakan jenis
katarak yang paling sering ditemukan. Menurut data Riskesdas 2007, prevalensi
nasional kebutaan di Indonesia adalah sebesar 0,9% dengan penyebab utama katarak.
Dilaporkan pula bahwa telah terjadi peningkatan prevalensi nasional kasus katarak
(1,8%) dibandingkan dengan data SKRT 2001 (1,2%).

Data badan kesehatan

PBB (WHO) menyebutkan penderita kebutaan di dunia mencapai 38 juta


orang, 48% di antaranya disebabkan oleh katarak. Prevalensi katarak senilis
meningkat sesuai usia. Di Indonesia, pada tahun 2000 diperkirakan jumlah
1

penduduk usia lanjut sebanyak 15.3 juta j i w a d a n 2 2 % d i a n t a r a n y a


menjalani operasi katarak dibawah usia 55 tahun.
Usia merupakan faktor resiko terjadinya katarak
meningkatnya

usia,

semakin

meningkatkan

resiko

senilis.

terhadap

Semakin

katarak.

Pada

Framingham Eye Study dari tahun 1973-1975, total and kasus baru dari katarak
senilis mencapai 23.0 kasus per 100.000 dan 3.5 kasus per 100.000, pada usia 45-64
tahun mencapai 492.2 kasus per 100.000 dan 40.8 kasus per 100.000 pada usia di atas
85 dan lebih. 3
Besarnya jumlah penderita katarak di Indonesia saat ini berbanding lurus
dengan jumlah penduduk usia lanjut dan masalah gizi masyarakat. Selain
penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas, tanda-tanda awal
terjadinya katarak antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari,
perubahan dalam persepsi warna, dan daya penglihatan berkurang hingga
kebutaan. Katarak biasanya terjadi dengan perlahan dalam waktu beberapa
bulan. Daya penglihatan yang menurun mungkin tidak disadari karena
merupakan perubahan yang berperingakat (progresif).
Bedah katarak telah mengalami perubahan dramatis selama 30 tahun terakhir
ini dengan diperkenalkannya mikroskop operasi dan peralatan bedah mikro,
perkembangan lensa intraokular, dan perubahan-perubahan teknik anestesi lokal.
Perbaikan lanjutan terus berjalan, dengan peralatan otomatis dan berbagai modifikasi
lensa intraokular yang memungkinkan dilakukannya operasi melalui insisi kecil. 10
Metode operasi yang umum dipakai untuk katarak dewasa atau anak-anak adalah
meninggalkan bagian posterior kapsul lensa sehingga dikenal sebagai ektraksi katarak
ekstrakapsular. Penanaman lensa intraokular merupakan bagian dari prosedur ini.
Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau temporal. Pada
ekstraksi katarak ekstrakapsular bentuk ekspresi nukleus, nukleus lensa dikeluarkan
dalam keadaan utuh, tetapi prosedur ini memerulukan insisi yang relatif besar.
Dengan berkembangnya teknologi yang semakin cepat, ditemukanlah teknik
dengan menggunakan fakoemulsifikasi dan mengalami perkembangan yang cepat dan
telah mencapai taraf bedah refraktif oleh karena mempunyai beberapa kelebihan,
yaitu rehabilitasi visus yang cepat, komplikasi post operasi yang ringan, dan
astigmatisma akibat operasi yang ringan. Teknik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis. Teknik ini kurang efektif pada
katarak senilis padat, dan keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan

dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra
okular fleksibel (foldable) yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.10

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA MATA
A. ANATOMI MATA

Gambar 1 : Anatomi Mata

Gambar 2 :

Anatomi Mata

Mata merupakan salah satu organ penting pada tubuh manusia yang
merupakan organ refraksi. Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil,
lensa, dan vitreous. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan
media refraksi menyebabkan visus turun (baik mendadak aupun perlahan). Bagian
berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung pada
pigmen melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat, sedikit pigmen =
biru, tidak ada pigmen = merah / pada albino).
1. Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang
menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
a. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling

tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa

yang merupakan barrier.


Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.

Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.


Epitel berasal dari ektoderm permukaan
b. Membran Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen


yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan

stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
c. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedangkan
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d. Membran Descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma


kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai


tebal 40 m.

e . Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar 20-40


m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom
dan zonula okludens
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf

siliar longus, saraf nasosiliar, dan Nervus V. Saraf siliar longus berjalan supra
koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman
melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai
kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga terjadi dekompresi endotel dan terjadi
edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan
bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata disebelah depan.
2. Aqueous Humor

Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,


keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua
struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous
humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam
korpus siliaris, dan merupakan turunan khusus dari lapisan koroid di sebelah
anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya
masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan
pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar),
kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuler di dalam mata. Keadaan ini dikenal sebagai
glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke
dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam
retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang
dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.
3. Badan Vitreous (Badan Kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di belakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit
kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous
mengandung sangat sedikit sel yang mensintesis kolagen dan asam hialuronat.
Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina.
Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan
sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan
memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi. Vitreous
humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.
B. ANATOMI LENSA

Gambar 3 :

Anatomi Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. 1 Jaringan ini
berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan
bersifat bening. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam
bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk
serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terusmenerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa dibagian sentral lensa
sehingga membentuk nukleus lensa.
Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat
tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada
saat terjadinya akomodasi. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula Zinnii,
yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Zonula Zinnii merupakan suatu
ligamentum yang menahan lensa pada tempatnya, tersusun dari banyak fibril dari
permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa. Di sebelah anterior
lensa terdapat humor aquaeus, di sebelah posteriornya terdapat humor vitreus.
Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeabel (sedikit lebih permeabel
daripada dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk.1,2
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Lensa akan dibentuk
oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel
lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan
memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa.
Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat
lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus
embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang
lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah
depan nukleus lensa disebut korteks anterior, sedangkan di belakangnya disebut
korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras di banding
korteks lensa yang lebih muda.4

Gambar 4. Lensa ( http://www. www.photobiology.info )


Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Sesuai
dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus terus diproduksi,
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Garis-garis
persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung ke ujung
berbentuk Y bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk Y ini tegak dianterior dan terbalik
diposterior. Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada
pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan
bersambungan dengan lapisan epitel subkapsul.1

Gambar 5 : Zona-Zona Lensa ( http://www. www.opt.indiana.edu )


Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali
8

mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi
di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah atau saraf di lensa.1
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu yaitu :

Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam


akomodasi untuk menjadi cembung

Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,

Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan


vitreous body dan berada di sumbu mata.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:

Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,

Keruh atau apa yang disebut katarak,

Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi

Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah


besar dan berat.
C. FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil. Dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil
sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan
cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula
berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi
lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara
korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina
dikenal sebagai akomodasi.1
Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya
dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi.
Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot
siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi dari lapisan koroid di
sebelah anterior. Korpus siliaris memiliki dua komponen utama, yaitu otot siliaris
9

dan jaringan kapiler yang menghasilkan aqueous humor. Otot siliaris adalah otot
polos melingkar yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium (zonula
Zinnii). Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium tegang dan
menarik lensa, sehingga lensa berbentuk gepeng dengan kekuatan refraksi
minimal. Ketika berkontraksi, garis tengah otot ini berkurang dan tegangan di
ligamentum suspensorium mengendur. Sewaktu lensa kurang mendapat tarikan
dari ligamentum suspensorium, lensa mengambil bentuk yang lebih sferis (bulat)
karena elastisitas inherennya. Semakin besar kelengkungan lensa (karena semakin
bulat), semakin besar kekuatannya sehingga berkas-berkas cahaya lebih
dibelokkan. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk
penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa
menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. 1

Gambar 6 : Daya Akomodasi Lensa ( http://www. naturaleyesightcentre.com )


Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis
menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf
parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat. Lensa adalah
suatu struktur elastis yang terdiri dari serat-serat transparan. Kadang-kadang seratserat ini menjadi keruh (opak), sehingga berkas cahaya tidak dapat menembusnya,
suatu keadaan yang dikenal sebagai katarak.5
Seumur hidup, hanya sel-sel di tepi luar lensa yang diganti. Sel-sel di bagian
tengah lensa mengalami kesulitan ganda. Sel-sel tersebut tidak saja merupakan sel

10

tertua, tetapi juga terletak paling jauh dari aqueus humor, sumber nutrisi bagi
lensa. Seiring dengan pertambahan usia, sel-sel di bagian tengah yang tidak dapat
diganti ini mati dan menjadi kaku. Dengan berkurangnya kelenturan, lensa tidak
lagi mampu mengambil bentuk sferis yang diperlukan untuk akomodasi untuk
penglihatan dekat.5

D. FISIOLOGI PENGLIHATAN
Mata merupakan organ yang mengandung reseptor penglihatan, menyediakan
visi, dengan bantuan dari organ aksesori. Organ aksesori dari mata yaitu kelopak
mata dan appartus lakrimal akan berfungsi untuk melindungi mata dan
seperangkat otot ekstrinsik yang berfungsi untuk menggerakkan bola mata.
Lapisan pelindung luar bola mata yaitu sklera, dimodifikasi di bagian anterior
untuk membentuk kornea yang tembus pandang, dan akan dilalui berkas sinar
yang akan masuk ke mata. Di bagian dalam sklera terdapat koroid, yaitu lapisan
yang mengandung banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi bagi strukturstruktur dalam bola mata.
Kornea adalah transparan, berbentuk kubah jendela yang menutupi bagian
depan dari mata menyediakan 2/3 dari kekuatan fokus mata. Karena tidak ada
aliran darah dalam kornea, maka kornea dapat dengan jelas ditembus oleh cahaya
dalam keadaan normal dan mempunyai permukaan yang berkilau. Kornea sangat
sensitif, dimana pada kornea terdapat banyak ujung saraf dalam kornea. Kornea
pada orang dewasa memiliki ketebalan hanya millimeter dan terdiri atas lima
lapisan: epithelium, membran bowman, stroma, membran descement dan
endothelium.
Epithelium adalah lapisan sel yang melindungi permukaan kornea. Hanya
sekitar 5-6 lapisan sel tebal dan terjadi regenerasi dengan cepat ketika kornea
mengalami cedera. Selaput bowman berada dibawah epithelium karena lapisan ini
sangat liat dan susah untuk melakukan penetrasi, selaput bowman melindungi
kornea dari cedera. Stroma merupakan lapisan paling tebal dan berada dibawah
selaput bowman. Terdiri dari sedikit serat kolagen yang mengalir paralel satu
sama lain. Bentuk khusus dari serat kolagen ini akan memberikan kejernihan
kornea. Selaput descement berada diantara stroma dan endothelium hanya berada
dibawah descement dan hanya satu lapisan sel yang tebal. Lapisan ini memompa

11

air dari kornea dan menjaganya tetap bersih. Jika terjadi kerusakan atau penyakit,
sel ini tidak akan melakukan regenerasi.
Lensa adalah suatu struktur tembus pandang yang difiksasi ligamentum
sirkular lensa (zonula zinii). Zonula melekat dibagian anterior koroid yang
menebal yang disebut korpus siliaris. Korpus siliaris mengandung serat-serat otot
melingkar dan longitudinal yang melekat dekat dengan batas korneosklera. Di
depan lensa terdapat iris yang berpigmen dan tidak tembus pandang, yaitu bagian
mata yang berwarna. Iris mengandung serat-serat otot sirkular yang dapat
mengkerut, sebagai serat-serat radial yang dapat melebarkan dan mengecilkan
pupil. Perubahan garis tengah pupil dapat mengakibatkan perubahan sampai lima
kali lipat dari jumlah cahaya yang mencapai retina. Ruang antara lensa dan retina
sebagian besar terisi oleh zat gelatinosa jernih yang disebut korpus vitreous.
Aqueous humor, merupakan suatu cairan jernih pada bilik mata depan yang
berfungsi untuk memberikan nutrisi pada kornea dan lensa, dihasilkan dikorpus
siliaris melalui proses difusi dan transport aktif dari plasma. Cairan ini mengalir
melalui pupil untuk mengisi kamera okuli anterior (ruang anterior mata). Dalam
keadaan normal, cairan ini diserap kembali melalui jaringan trabekula masuk ke
dalam kanalis Schlemm, yang merupakan suatu saluran antara iris dan kornea.
Pergerakan mata, enam otot berdempet ke sklera mengendalikan pergerakan
mata dalam orbit. Enam otot ini diatur oleh saraf kranial III (okulomotor), IV
(trochlear) dan VI (abducens). Gangguan pergerakan mata dapat menyebabkan
gambar gagal difokuskan pada bagian bersesuaian dari retina, ini menghasilkan
penglihatan ganda (diplopia). Atau sama dalam kasus paralysis satu mata tidak
dapat menetapkan semua objek, dihasilkan dalam monocular, dari pada binocular,
penglihatan.
Ketika cahaya bersinar pada satu mata, kedua pupil berkontriksi, konstriksi ini
adalah refleks cahaya pupil. Optik atau saraf kranial II terdiri dari 80% visual dan
serabut pupil afferent. Cahaya impuls ke dalam mata menyebabkan retina
menyebarkan impuls ke saraf optik, bidang optik, otak tengah, dan korteks visual
dari lobus occipitalis. Ini adalah otot afferent dari refleks cahaya. Di otak tengah,
serabut pupil menyebarkan dan disebarkan dengan serabut silang ke depan
nucleus Edinger whestpal dari okulomotor, atau saraf kranial III. Beberapa
serabut tinggal pada sisi yang sama. Saraf kranial ketiga adalah otot efferent, yang
mana berangkat melalui badan ciliary ke otot sphincts dari iris yang
12

menyebabkannya berkontraksi. Efek langsungnya adalah konstriksi dari pupil


mata bagian atas yang mana cahaya bersinar. Refleks dekat terjadi ketika pelaku
melihat jarak dekat. Ada tiga bagian dari refleks dekat yakni akomodasi,
menyebarkan, dan konstriksi pupil. Akomodasi didefenisikan sebagai fokus dekat
dari mata yang mana diakibatkan oleh peningkatan kekuatan lensa oleh kontraksi
dari otot ciliary, di inerfasi oleh saraf kranial III.
Reseptor dari setiap sel batang dan kerucut pada retina dibagi menjadi segmen
luar, segmen dalam yang mengandung inti-inti reseptor dan daerah sinaps.
Segmen luar adalah modifikasi silia dan merupakan tumpukan teratur sakulus atau
lempeng dari membran. Sakulus dan membrane ini mengandung senyawasenyawa peka cahaya yang bereaksi terhadap cahaya dan mampu membangkitkan
potensial aksi di jaras penglihatan. Segmen luar sel batang selalu diperbaharui
oleh pembentukan lempeng-lempeng baru ditepbagian dalam segmen dsan proses
fagositosis lempeng tua serta dari ujung luar oleh sel-sel eptel berpigmen.
Fotoreseptor terdiri atas dua jenis sel, yaitu koni (kerucut) dan basillli
(batang). Sel basilli yang lebih banyak, berfungsi untuk melihat dalam cahaya
remang-remang, tidak untuk melihat warna. Koni berfungsi untuk melihat cahaya
terang dan warna. Lateral terhadap bintik buta terdapat daerah lonjong disebut
macula lutea, dengam cekungan kecil dipusatnya yang disebut fovea sentralis.
Fovea sentralis hanya mengandung koni, sedangkan macula mengandung
kebanyakan koni, yang makin berkurang kearah perifer. Retina perifer hanya
mengandung basilli. Agar melihat jelas, berkas cahaya harus jatuh tepat pada
fovea sentralis, yang besarnya hanya seujung jarum pentul.
Semua bangunan transparan yang harus dilalui berkas cahaya untuk mencapai
retina disebut media refraksi, yaitu kornea, lensa dan korpus vitreous. Mata
normal akan membiaskan cahaya yang memasuki mata sedemikian rupa sehingga
bayangannya tepat jatuh tepat di retina, di fovea sentralis.
Mekanisme pembentukan bayangan. Mata mengubah energi dalam spekturm
yang dapat dilihat menjadi potensial aksi di nervus optikus. Panjang gelombang
cahaya yang dapat dilihat berkisar dari 397 nm sampai 723 nm. Bayangan benda
disekitar difokuskan diretina. Berkas cahaya yang mencapai retina akan
mencetuskan potensial didalam sel kerucut dan batang. Impuls yang timbul di
retina dihantarkan ke korteks serebrum, untuk dapat menimbulkan kesan
penglihatan.
13

Daya akomodasi, bila m. siliaris dalam keadaan istirahat, berkas sinar paralel
yang jatuh dimata yang optiknya normal (emetropia) akan difokuskan ke retina.
Selama relaksasi ini dipertahankan, maka berkas sinar dari benda yang kurang dari
6 m akan difokuskan di belakang retina dan akibatnya benda tersebut akan
nampak kabur. Proses meningkatnya kelengkungan lensa disebut akomodasi. Pada
keadaan istirahat, ketegangan lensa dipertahankan oleh tarikan ligamentum lensa.
Karena bahan lensa mudah dibentuk dan kelenturan kapsul lensa cukup tinggi,
lensa dapat ditarik menjadi gepeng. Bila pandangan diarahkan ke benda yang
dekat, otot siliaris akan berkontraksi. Hal ini mengurangi jarak antara tepi-tepi
korpus siliaris dan melemaskan ligamentum lensa, sehingga lensa membentuk
mengerut membentuk benda yang lebih cembung. Pada orang berusia muda
bentuk ini dapat meningkatkan daya bias mata hingga 12 dioptri.
Selain akomodasi, terjadi konvergensi sumbu penglihatan dan konstriksi pupil
bila seseorang melihat benda yang dekat. Respon 3 bagian ini yaitu akomodasi,
konvergensi, sumbu penglihatan, dan kontriksi pupil disebut respon melihat dekat.
Gangguan umum pada mekanisme pembentukan bayangan, pada beberapa orang
antara lain seperti bola mata berukuran lebih pendek daripada normal dan sinar
yang sejajar difokuskan dibelakang retina. Kelainan ini disebut hiperopia atau
penglihatan jauh. Akomodasi yang terus menerus, bahkan sewaktu melihat benda
jauh dapat sedikit mengkompensasi kelainan, tetapi kerja otot yang terus menerus
akan melelahkan dan dapat menimbulkan nyeri kepala dan penglihatan kabur.
Konvergensi sumbu penglihatan yang terus menerus yang disertai akomodasi,
pada akhirnya dapat menimbulkan juling (strabismus), kelainan ini dapat
diperbaiki dengan menggunakan kacamata dengan lensa konveks, yang membantu
daya bias mata dalam memperpendek jarak fokus.

14

BAB III
KATARAK
A. DEFINISI
Katarak senilis adalah penyakit gangguan penglihatan dengan karakteristik
terjadi secara perlahan-lahan, penebalan dari lensa yang bersifat progresif . Ini
adalah salah satu penyebab utama kebutaan di dunia saat ini. Hal ini sangat
disayangkan, mengingat bahwa morbiditas visual yang ditimbulkan oleh katarak
yang berkaitan dengan usia adalah reversibel. Dengan demikian, deteksi dini,
pemantauan ketat, dan intervensi bedah tepat waktu harus diperhatikan dalam
pengelolaan katarak senilis.5
Katarak senilis terjadi sebagai hasil dari perubahan kimia pada gelatinous
lens protein encapsulated di belakang iris. Sebagai hasilnya, protein terkoagulasi,
lensa perlahan-lahan keruh, dan serat lensa yang normal menjadi bengkak dan
berpindah ke dalam lensa. Karena perubahan ini, bayangan yang kabur jatuh pada
retina. Kalau kondisi ini tidak ditangani, kekeruhan perlahan-lahan menjadi
lengkap dan menghasilkan kebutaan. 3
Katarak matur dapat mewakili salah satu atau kedua dari dua jenis klinis.
Katarak kortikal matur kelihatan buram, milky white, (berpotensi) korteks yang
mencair, pada pembedahan, mengaburkan refleks merah dan sifat inti lensa yang
mendasarinya. Katarak nuklear matur berisi lensa yang sangat kuat dan inti lensa
tampak gelap di mana sebuah epinukleus tidak dapat dengan mudah digambarkan
dan sedikit sampai tidak ada korteks yang tersisa, dapat terdiri material inti lensa
dan kapsul lensa yang 'sekeras batu'. Mengingat bahwa katarak yang sangat gelap
dapat mengaburkan refleks merah dan bahwa katarak putih mungkin tempat
menggumpalnya inti yang sangat padat, mungkin ada penggabungan antara dua

15

jenis. Katarak matur menimbulkan tantangan tertentu untuk ahli bedah dan
menambahkan

risiko

hasil bedah pada

pasien. 6

Gambar 7

: Mata

dengan

Katarak

B. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya dapat
dipahami. Dalam beberapa kemungkinanya, patogenesis dari katarak melibatkan
interaksi kompleks antara berbagai proses fisiologis. Dengan bertambahnya umur,
lensa akan mengalami perubahan menjadi lebih berat dan tebal sedangkan
kemampuan akomodasinya berkurang. Lapisan kortikal baru akan terus bertambah
dalam pola konsentris lensa, sedangkan nukelus sentral mengalami kompresi dan
mengeras dalam proses yang disebut sklerosis nuklear.3
Beberapa mekanisme berkontribusi terhadap hilangnya secara progresif
transparansi dari lensa. Epitel lensa diduga mengalami perubahan yang berkaitan
dengan usia, terutama penurunan densitas sel epitel lensa dan diferensiasi
menyimpang dari sel serat lensa. Walaupun epitel dari lensa katarak mengalami
kematian apoptosis dalam tingkat yang rendah yang tidak menyebabkan penurunan
yang signifikan dalam kepadatan sel, akumulasi kehilangan epitel dalam skala kecil
dapat menyebabkan perubahan pembentukan serat lensa dan homeostasis yang
selanjutnya dapat menyebabkan hilangnya transparansi lensa. Selanjutnya dengan
bertambahnya usia, penurunan tingkat di mana air dan metabolit dengan berat
molekul rendah yang larut dalam air dapat masuk ke dalam sel inti lensa melalui
epitelium dan korteks terjadi dengan penurunan berikutnya di tingkat transportasi air,
nutrisi, dan antioksidan.3
Akibatnya kerusakan oksidatif progresif lensa yang berhubungan dengan
penuaan terjadi yang selanjutnya mengarah berkembang menjadi katarak senilis.

16

Berbagai studi menunjukkan peningkatan produk oksidasi misalnya glutathione


teroksidasi serta penurunan vitamin antioksidan dan enzim superoxida dismutase
mempunyai peran penting dalam proses oksidatif dalam proses kataraktogenesis.3
Mekanisme lain yang terlibat adalah konversi larutan dengan berat molekul rendah
protein sitoplasma lensa menjadi larutan agregat dengan berat molekul tinggi, fase
tidak larut, dan matrix membran protein yang tidak dapat larut. Perubahan protein
yang tejadi menyebabkan fluktuasi mendadak dalam indeks bias dari lensa, sinar
menghamburkan cahaya, dan mengurangi transparansi. Hal lainnya sedang diselidiki
termasuk peran gizi dalam perkembangan katarak, khususnya keterlibatan glukosa ,
mineral dan vitamin. 3
Beberapa kemungkinan proses yang menyebabkan terjadinya katarak
dikelompokkan menjadi berikut :
Biofisik. Beberapa pertimbangan penting dari segi biofisik adalah sebagai
berikut. Sekitar 90% dari sinar UV yang mengenai lensa adalah UVA (315-400
nm), triptofan menyerap 95% dari energi foton diserap oleh asam amino dalam
lensa, triptofan + UV menghasilKAN 3-HKG (hydroxykynurenine) dan produk
lainnya, dan 3-HKG-melekat pada protein dan berubah dari jernih menjadi
berwarna coklat.
Biokimia. Beberapa pertimbangan biokimia terkait dengan katarak lentikular
berhubungan dengan cedera oksidatif potensial seiring dengan penuaan: enzim
pertahanan, Glukosa-3- Fosfat dehidrogenase, G-6-PD, Aldolase, Enolase, dan
aktvitas phospokinase menurun dengan usia. Penuaan berhubungan dengan
menurunnya konsentrasi antioksidan (misalnya, glutation, askorbat), yang
menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap kerusakan oksidatif dan
peroksidasi lipid. Penuaan juga berhubungan dengan kelarutan protein menurun
dan peningkatan jumlah protein yang tidak larut (denaturasi protein oleh radikal
bebas), ikatan disulfida pada protein meningkat, oksidasi protein tiol, dan
perubahan dalam permeabilitas membran , yang semuanya dapat menyebabkan
dehidrasi osmotik sel lentikular. Efek ini ditonjolkan dengan paparan radiasi.
Berikut ini adalah yang sering diamati pada katarak senilis yang khas: 1)
pembentukan dari kristalin, agregat dengan berat molekul tinggi yang menumpuk
dengan penuaan; 2) polipeptida yang terdegradas dan 3) perubahan asam amino
(misalnya, hilangnya kelompok slfihidril dan deaminasi glutamin dan asparagin).
Fisiologis. Perubahan fisiologis khas diamati di lensa dengan penuaan meliputi:
hilangnya gap junction protein dengan usia, hilangnya potensial membran
selular,peningkatan konsentrasi natrium intraseluler (25 mEqL-1 sampai 40

17

mEqL-1), serta perubahan sekunder dalam Na+K-ATPase hilangnya -isoform


ATP-ase seiring dengan usia lanjut.
Seluler: Perubahan sel-sel lentikular tergantung pada mekanisme dan lokasi dari
proses katarak. Katarak subkapsular anterior, paling sering dikaitkan dengan
paparan sinar UV, terlihat metaplasia lentikular dan sel menjadi berbentuk
spindle (seperti myofibroblast) pada pusat epitel lensa. Katarak subkapsular
posterior, yang umumnya terkait dengan radiasi pengion dan juga dengan paparan
UV, menunjukkan displasia epitel germinal dan migrasi posterior disepanjang
garis jahitan. Katarak nukleus paling sering dikaitkan dengan penuaan
menunjukkan beberapa perubahan sel, karena tampaknya cahaya pencar
diproduksi oleh protein dengan berat molekul tinggi di sitoplasma.
Radiasi. Pengamatan tentang katarak yang diinduksi radiasi tidak seragam,
terutama karena perbedaan dalam efek selular, biofisik dan biokimia dari
berbagai bentuk radiasi. Tidak ada respon bioeffect dan seluler yang universal di
seluruh spektrum elektromagnetik dan energi partikel radiasi. Penelitian
sebelumnya katarak yang diinduksi oleh radiasi UV ditemukan di subkapsular
posterior sebagai lokasi yang paling umum, namun ada tumpang tindih dengan
perkembangan katarak akibat radiasi pengion, dan ini menunjukkan potensi untuk
menjadi kortikal penuh, dan bahkan nuklear (campuran) katarak dengan waktu.
Deposisi energi dari kosmik, sinar gamma, dan neutron menyebabkan ionisasi
dari unsur lensa (terutama air) memproduksi radikal bebas (terutama hidroksil
radikal) yang dengan mudah dapat bereaksi dengan dan mengubah fungsi
membran DNA dan sel. Sel dengan tingkat mitosis yang lebih tinggi, seperti serat
equator lensa dipengaruhi oleh proses ini. Biasanya periode laten 9-12 bulan dari
saat paparan dosis tinggi hingga onset dari opasitas dari lensa telah diamati.
Katarak akibat radiasi telah ditandai oleh beberapa vakuola, penampilan berbulu,
dan bahkan pinggir seperti jaring. 6

Stress oksidatif telah diterima secara luas sebagai salah satu faktor yang
berperan dalam proses pembentukan katarak. Konsentrasi protein yang rusak dari
proses oksidatif akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dan lebih
tinggi secara signifikan pada lensa yang mengalami katarak. Selain itu hubungan
antara intake makanan seseorang dengan proses katarak telah diselidiki lebih
lanjut. Beberapa faktor diperkirakan penting dalam proses kekeruhan lensa pada
individu yang lebih tua. Taylor menyimpulkan penyebab dari katarak sebagai 5 D,
yaitu : daylight (sinar matahari), diet (intake makanan), diabetes (diabetes) ,
dehydration (dehidrasi), dan dont know (idiopatik). Selain itu, efek buruk dari

18

metabolisme glukosa dalam lensa dan perubahan terkait pada potensi reduksi
oksidasi sel epitel lensa tidak boleh diabaikan, mengingat efeknya memperburuk
perubahan ini oksidatif. Lensa dirancang untuk memfokuskan cahaya ke retina
sepanjang hidup individu, tetapi konsekuensi dari ini adalah foto-oksidasi struktur
lensa. Lensa mungkin muncul struktur relatif inert, tetapi memiliki tingkat ATP
setinggi seperti yang ditemukan dalam otot, jaringan yang jauh lebih aktif.
Metabolisme oksidatif jelas penting dalam menjaga lensa dalam keadaan
transparan. Namun, ini berarti bahwa, selain terus menerus dalam cahaya, lensa
juga 'bermandikan' oksigen. Reaktivitas tinggi oksigen dijelaskan pada tingkat
molekuler oleh Linus Pauling: oksigen adalah unsur yang paling elektro-negatif
setelah fluor dan luar biasa dalam memiliki dua elektron pada orbital px2p yang
antibonding dalam orientasi spin paralel. Prinsip eksklusi Pauli berarti bahwa,
dalam reduksi oksigen ke air, reaksi ini harus berlangsung melalui perantara dari
radikal superoksida O-2. Jadi dioksigen yang relatif jinak molekul O2 dikonversi
menjadi radikal bebas yang sangat reaktif. Stres oksidatif dikaitkan dengan
peningkatan

spesies

oksigen

reaktif

yang

dikenal

untuk

mempercepat

pembentukan katarak. Superoksida dikonversi dalam jaringan sebagian besar


tubuh, termasuk lensa, menjadi hidrogen peroksida oleh dismutase superoksida
tapi bahkan hidrogen peroksida dapat menjadi sangat beracun karena
menghasilkan radikal hidroksil OH. Toksisitas ini dicegah oleh katalase dan
glutation peroksidase. Kunci utama antara foto-oksidasi dan katarak adalah bahwa
foto-oksidasi kelompok tiol pada lensa kristalin menghasilkan jembatan disulfida
antara molekul-molekul dan proses ini akan menyebabkan agregasi protein dan
katarak. Sebagai catatan Harding, perubahan-perubahan agregatif tidak terbatas
pada lensa, kondisi ini juga terjadi pada usia lainnya yang berhubungan dengan
degenerasi jaringan seperti jaringan saraf pusat dalam penyakit Alzheimer, tetapi
mungkin sangat jelas pada jaringan yang dilalui cahaya terus menerus. Truscott
menunjukkan bahwa, lensa mengandung filter terhadap UV yang mengurangi efek
dari spektrum elektromagnetik pada protein lensa, namun seiring dengan usia ini
akan berkurang dengan sendirinya.7
Konsep yang menyatakan kemungkinan keterlibatan lipid pada proses
terjadinya katarak didasarkan pada deskripsi bahan lipoidal pada lensa kristalin
yang dilaporkan oleh Berzelius pada tahun 1825. Sejak penemuan awal ini,
beberapa peneliti telah mempelajari mengenai lipid lenticular mengarah ke

19

opasitas lensa. Pada tahun 1965, Feldman GL dan Felman LS menemukan kadar
kolesterol, cephalins, lesitin, dan shingomyelin yang lebih tinggi pada lensa
manusia yang katarak bila dibandingkan dengan lensa yang normal. Sekitar 40%
dari total lipid serat lensa manusia adalah kolesterol, adanya faktor intrinsik atau
ekstrinsik memodifikasi kadarnya dan dapat mengubah sifat lensa optik.
Pembentukan kristal ini terkait dengan komposisi lipid lensa, dan diperkirakan
berhubungan dengan sphingomyelin andihydrosphingomyelin. Peran kolesterol
dalam pembentukan katarak juga didukung oleh pengamatan yang dilakukan di
berbagai patologi yang berhubungan dengan defek metabolisme kolesterol.
Dengan demikian, pasien dengan Smith-Lemli-Opitz sindrom, aciduria mevalonic,
atau cerebrotendinous xanthomatosis yang ditandai dengan mutasi pada enzim
metabolisme kolesterol (7-dehydrocholesterol reduktase, mevanolate kinase, dan
CYP27A1, Resp.) sering mengalami katarak. Lensa manusia secara terus menerus
dalam lingkungan fotoksidatif kuat, paparan kronis terhadap sinar UV, dan ozon
dapat menyebabkan pembentukan dari beberapa turunan oksida kolesterol
(oxysterols) yang berkontribusi untuk mengganggu sintesis kolesterol dan
homeostasis dalam serat lensa manusia. Selain itu 7-ketokolesterol telah
disebutkan dapat mempengaruhi aktivitas Na / K ATPase, dan homeostasis lipid
intraselular, oxysterol ini diperkirakan merupakan suatu faktor risiko penting
dalam patofisiologi terjadinya katarak. Telah dijelaskan bahwa aktivitas Na / K
ATPase adalah pemeliharaan gradien konsentrasi ionik dan transparansi lensa, dan
komposisi lipid yang tidak lazim memodifikasi fluiditas membran lensa. Oxyterol
dapat berinteraksi dengan membran sel dan untuk menyebabkan perubahan
kolesterol dan fosfolipid, selain itu oxyterol dapat memodifikasi distribusi
kolesterol serat lensa manusia dan berkontribusi pada opasitas lensa. 8
C. GEJALA KLINIS
Katarak sering dibandingkan dengan melihat melalui kaca depan mobil yang
berkabut atau melalui lensa kamera kotor. Katarak dapat menyebabkan berbagai
keluhan dan perubahan visual, termasuk penglihatan kabur, kesulitan melihat saat
terang (sering akibat sinar matahari atau lampu mobil saat mengemudi di malam hari),
penglihatan warna menjadi kusam, rabun jauh meningkat disertai dengan perubahan
yang sering pada resep kacamata, dan kadang-kadang penglihatan ganda dalam satu
mata. Beberapa orang melihat fenomena yang disebut "pandangan kedua" di mana

20

kemampuan membaca seseorang bertambah sebagai hasil dari rabun jauh mereka
yang meningkat.4 Katarak biasanya bertahap dan tidak nyeri serta tidak berhubungan
mata merah atau gejala lainnya kecuali jika mereka menjadi sangat maju. 1,4
D. TIPE-TIPE KATARAK
Ada tiga jenis - jenis katarak :
1. Katarak Nuklear
Katarak nuklear menunjukkan peningkatan kerusakan oksidatif pada
protein dan lipid dari lensa, menyebabkan interaksi antara protein yang
menyebabkan aggregasi dan peningkatan penyebaran sinar. 2
Bukti menunjukkan hubungan yang kuat antara penuaan dan peningkatan
jumlah glutation yang dioksidasi pada inti lensa yang menandakan
ketidakseimbangan antara oksidasi protein dan lemak, dan reduksi glutation. 2
Pembentukan katarak nuklear mungkin disebabkan oleh pemisahan
sitoplasma sel lensa (substansi seperti jelly) menjadi fase liquid protein-rich
dan protein-poor, sehingga menambah kekeruhannya. 2
2. Katarak Kortikal
Kekeruhan kortikal dimulai dari daerah yang kecil dari lensa perifer dan
menyebar secara perlahan-lahan di sekitar lingkaran lensa. Beberapa
mekanisme yang mungkin menginisiasi terjadinya katarak kortikal: kerusakan
pada serat membran plasma, hilangnya molekul protektif (seperti glutation),
pemecaahan protein yang berlebihan (proteolisis), dan kerusakan pada sistem
yang bertanggung jawab untuk homeostasis kalsium. Faktor-faktor ini saling
berhubungan dan mengacaukan setiap proses yang dapat mempengaruhi yang
lain secara langsung. Misalnya, kehilangan homeostasis kalsium dapat
menyebabkan kekeruhan disekitar bagian perifer lensa dan terhadap nukleus
menghasilkan peningkatan level kalsium yang dapat merusak sel pada katarak
kortikal. Peningkatan kalsium menyebabkan proteolisis, aggregasi protein, dan
penghamburan cahaya. 2
3. Katarak Subkapsular Posterior
Katarak subkapsular posterior disebabkan oleh stress lingkungan seperti
sinar ultraviolet, diabetes, dan konsumsi obat. Penghamburan sinar terjadi
pada kumpulan sel yang bengkak di bagian belakang lensa, dibawah kapsul
lensa.2
21

Progresifitas penyakit dari semua jenis katarak ditandai oleh kekeruhan lensa
yang meningkat, meskipun kekeruhan manifestasinya berbeda di masing-masing
jenis. Setiap jenis katarak yang berkaitan dengan usia memiliki mekanisme
tertentu yang mengarah ke perkembangannya. Ini termasuk: kerusakan oksidatif,
agregasi protein, kerusakan glutathione, kerusakan pada serat membran sel,
pemecahan protein, migrasi sel epitel lensa yang abnormal, atau perubahan
menyimpang pada sel serat lensa. Kekeruhan mengikuti gradien tapi pewarnaan
lensa yang progresif dari nuansa kuning ke coklat ketika kondisi katarak
meningkat. 2
Dalam prosesnya sendiri katarak senil secara klinik dibagi dalam 6
stadium yaitu insipien, imatur, intumesen, matur, hipermatur, dan Morgagni.

Katarak insipien
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal sebagai berikut : kekeruhan
mulai dari

tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan

posterior(katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat dalam korteks . Katarak


subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular
posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan
degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat
menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang
lama.

Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa
mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong
iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan
normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit
glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjapi pada katarak yang berjalan
cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi
hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan
bertambah memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat
vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.

22

Katarak imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai
seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume
lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.
Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan
pupil sehingga terjadi glaukoma sekunder.

Katarak matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa .
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bial
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan
keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal. Akan terjadi kekruhan
seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan klasifikasi lensa. Bilik
mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat
bayangan iris pada lensa yang keruh sehingga uji bayangan iris negatif.

Katarak hipermatur
Katarak hipermatur katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut
dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang
berdegenrasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil
berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam
dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengerutan berjalan terus
sehingga hubungan dengan Zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses
katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan ini
disebut katarak Morgagni. 4
Gambar 8: Gambaran bentuk dari katarak senilis

23

E. DIAGNOSIS
Anamnesis yang baik sangat penting untuk menentukan perkembangan
dan gangguan fungsional pada penglihatan akibat katarak dan dalam
mengidentifikasi kemungkinan penyebab lain dari kekeruhan lensa. Seorang
pasien dengan katarak senilis sering memperlihatkan riwayat penurunan secara
bertahap yang bersifat progresif dan gangguan pada penglihatan. Kelainan pada
penglihatan bervariasi tergantung pada jenis katarak pada pasien. 5

Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien


dengan katarak senilis.

Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari penurunan sensitivitas


kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari
hingga silau ketika endekat ke lampu pada malam hari.
24

Perubahan miopik, Progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan


dioptrik lensa yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat.
Sebagai akibatnya, pasien presbiop melaporkan peningkatan penglihatan
dekat mereka dan kurang membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini
disebut dengan second sight. Secara khas, perubahan miopik dan second
sight tidak terlihat pada katarak subkortikal posterior atau anterior.

Diplopia

monocular.

Kadang-kadang,

perubahan

nuclear

yang

terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area


refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering memberikan gambaran
terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi
langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monocular yang
tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak.

Noda, berkabut pada lapangan pandang. 4

Ukuran kaca mata sering berubah. 4

Mata sering menjadi sakit, merah, dan berpasir, terutama bila terkena
angin, asap atau debu.
Setelah pengambilan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisis yang teliti

harus dilakukan. Seluruh tubuh harus diperiksa untuk mengecek adanya


abnormalitas yang mungkin menunjukkan penyakit sistemik yang dapat
mempengaruhi mata dan perkembangan katarak. Pemeriksaan mata yang
lengkap harus dilakukan. 5
1. Pemeriksaan Visus atau Tajam Penglihatan5
Pemeriksaan mata lengkap dimulai dari ketajaman penglihatan jarak
jauh dan dekat. Bila pasien mengeluhkan adanya silau, pemeriksaan harus
dilakukan pada ruangan yang terang.
2. Flashligt5
Sebuah tes yang sangat penting adalah swinging flashlight test yang
mendeteksi Marcus Gunn Pupil atau cacat pupil aferen relatif (Relative
Afferent Pupil Defect = RAPD) menunjukkan lesi pada saraf optik atau
keterlibatan makula difus. Seorang pasien dengan RAPD dan katarak
diharapkan

memiliki

prognosis

visual

yang

harus

sangat

diperhatikansetelah ekstraksi katarak.


3. Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata5

25

Memeriksa pergerakan bola mata pada semua arah pandangannya


adalah penting untuk menyingkirkan penyebab lain untuk gejala visual
pasien.
4. Menggunakan lampu celah (slit-lamp)
Pemeriksaan slit lamp seharusnya tidak hanya difokuskan untuk
mengevaluasi kekeruhan lensa tetapi juga struktur bola mata yang
lain(misalnya, konjungtiva, kornea, iris, anterior chamber). Dapat
mengetahui secara detail kelainan pada adneksa mata, kornea, bilik mata
depan, iris, lensa dan badan kaca bagian depan. Dengan menggunakan alat
tambahan three mirror goniolens dapat dilihat lebih detail sudut bilik mata
depan, papil saraf mata, regiomakula, retina sampai dengan retina perifer.
Ketebalan kornea dan adanya kekeruhan kornea, seperti guttata kornea,
harus diperiksa dengan cermat. Penampilan lensa harus dicatat teliti
sebelum dan sesudah dilatasi pupil. Posisi lensa dan integritas dari serat
zonula juga harus diperiksa karena subluksasi lensa dapat menunjukkan
trauma mata sebelumnya, gangguan metabolik, atau katarak hipermatur.
5. Tonografi
Dapat mengetahui secara rinci kelainan pada adneksa mata, kornea,
bilik mata depan, iris, lensa dan badan kaca bagian depan. Dengan
menggunakan alat tambahan three mirror goniolens dapat dilihat lebih
detail sudut bilik mata depan, papil saraf mata, regiomakula, retina samapi
dengan retina perifer.
6. Oftalmoskopi
Adalah pemeriksaan untuk melihat bagian dalam mata atau fundus
okuli. Pentingnya oftalmoskopi direk dan indirek dalam mengevaluasi
integritas kutub posterior harus digarisbawahi. Permasalahan pada saraf
optik dan retina dapat menjelaskan gangguan visual yang dialami oleh
pasien. Selanjutnya, prognosis setelah ekstraksi lensa dipengaruhi secara
signifikan oleh deteksi patologi di kutub posterior sebelum operasi
(misalnya, edema makula, Age-Related Macular Degeneration).
Ada 2 jenis oftalmoskopi yaitu :
a. Direk
b. Indirek
7. Ultrasonografi

26

Untuk mengetahui adanya kekeruhan pada segmen posterior bola mata


dan dapat diketahui tingkat kekeruhannya
8. Biometri
Adalah bertujuan untuk mengetahui kekuatan lensa intraocular yang
dipersiapkan dalam rangka opersi katarak. Terdiri dari 2 macam
pemeriksaan yaitu :
a. Keratometri
b. Panjang aksial bola mata
9. Retinometri
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat fungsi retina pada keadaankeadaan dimana terdapat kekeruhan media. Pada umunya digunakan untuk
meramalkan keberhasilan operasi katarak
10. Elektro retinopati
Digunakan untuk menilai kerusakan luas pada retina. Pemeriksaan ini
berdasarkan pada timbulnya gelombang listrik statis bila retina terpapar
sinar akan terjadi perbedaan potensial listrik antara elektroda yang
diletakan dilensa kontak dan kornea dengan elektroda yang diletakkan di
dahi. 1,4

F. PENATALAKSANAAN
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi mungkin tidak diperlukan. Sejauh ini
tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh. Namun, aldose
reduktase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi
sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak
gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya
agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan
antioksidan vitamin C dan E. 4
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih
dari bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode
yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan
evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan
implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah
lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract
ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga

27

prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE,
ECCE, dan phacoemulsifikasi. 4
Untuk menentukan kapan katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan
tajam penglihatan Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita.
Beberapa pembedahan katarak yang dikenal adalah:
-

Menekan lensa sehingga jatuh ke dalam badan kaca (couching)


Kemudian menggunakan midriatika
Jarum penusuk dari emas
Aspirasi memakai jarum
Memakai sendok Daviel
Pinset kapsul + zolise
Erisofek (erishipake)
Memakai krio teknik karbon dioksid, freon, termoelektrik
Mengeluarkan nukleus lensa dan aspirasi korteks lensa
Fako (phacoemulsification)

Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang


katarak. Dapat dilakukan dengan intrakapsular yaitu

mengeluarkan

lensa

bersama dengan kapsul lensa atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa
(korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior)
dengan meninggalkan kapsul posterior. Tindakan bedah ini pada saat ini dianggap
lebih baik karena mengurangi beberapa penyulit. 4
Operasi katarak ekstrakapsular, atau Ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK)

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran


isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa
dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Termasuk ke dalam
golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi.
Lensa dikeluarkan setelah pembungkus depan dibuat lubang, sedang
pembungkus belakang ditinggalkan. Dengan teknik ini terdapat ruang-ruang bebas
di tempat bekas lensa sehingga memungkinkan mendapatkan lensa pengganti
yang disebut sebagai lensa tanam bilik mata belakang (posterior chamber
intraocular lens) dengan teknik sayatan lebih kecil (10-11 mm) sedikit jahitan dan
waktu penyembuhan lebih pendek.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan
kelainan endotel,

bersama-sama keratoplasti, implantasi sekunder lensa intra

okular, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma, mata dengan predisposisi


untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina,
28

mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit
pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit
yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder. 4
Pada ekstraksi lensa ekstra kapsular dilakukan tindakan sebagai berikut :
1) Flep konjungtiva antara dasar dengan fornik pada limbus dibuat dari jam 10
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

sampai jam 2
Dibuat pungsi bilik mata depan
Melalui pungsi ini dimasukkan jarum untuk kapsulotomi anterior
Dibuat luka kornea dari jam 10-2
Nukleus lensa dikeluarkan
Sisa korteks lensa dilakukan irigasi sehingga tinggal kapsul posterior saja
Luka kornea djahit
Flep konjungtiva dijahit
Penyulit yang dapat timbul adalah terdapat korteks lensa yang akan

membuat katarak sekunder.

29

Gambar 9 : EKEK
Operasi Katarak Intra Kapsular, atau Ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK)

Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat


dilakukan pada zonula zinni setelah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus.
Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder dan
merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. Pembedahan ini
dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus sehingga
penyulit tidak banyak seperti sebelumnya.
Dilakukan dengan mengeluarkan lensa dalam keadaan lensa utuh
dilakuakan dengan membuka menyayat selaput bening dan memasukan alat
melalui pupil, kemudian menarik lensa keluar, seluruh lensa dengan pembungkus
atau kapsulannya dikeluarkan dengan lidi (prabe), beku (dingin). Pada operasi ini
dibuat sayatan selapur bening yang cukup luas. Jahitan yang banyak (14-15 mm),
sehingga penyembuhan lukanya memakan waktu lama.
Katarak

ekstraksi

intrakapsular

ini

tidak

boleh

dilakukan

atau

kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmat, glaukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan. 4

30

Gambar 10 : Operasi EKIK


Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada
katarak senile. Pada ekstraksi lensa intra kapsular dilakukan tindakan dengan
urutan berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Dibuat flep konjungtiva dari jam 9-3 melalui jam 12


Dilakukan pungsi bilik mata depan dengan pisau
Luka kornea diperlebar seluas 160 derajat
Dibuat iridektomi untuk mencegah glaucoma blockade pupil pasca bedah
Dibuat jahitan korneasklera
Lensa dikeluarkan dengan krio
Jahitan kornea dieratkan dan ditambah
Flep konjungtiva dijahit.

Penyulit pada saat pembedahan yang dapat terjadi adalah:


a. Kapsul lensa pecah sehingga lensa tidak dapat dikeluarkan bersama-sama
kapsulnya. Pada keadaan ini terjadi ekstraksi lensa ekstrakapsular tanpa
rencana karena kapsul posterior akan tertinggal
b. Prolaps badan kaca pada saat lensa dikeluarkan.
Bedah ekstraksi lensa intra kapsular (EKIK) masih dikenal pada negara
dengan ekonomi rendah karena :
1) Teknik yang masih baik untuk mengeluarkan lensa keruh yang
mengganggu penglihatan
2) Teknik dengan ongkos rendah
Phacoemulsifikasi

31

Gambar

10 :
Operasi Phacoemulsifikasi

Merupakan penemuan terbaru pada EKEK. Cara ini memungkinkan


pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat
ultrason frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi
partikel kecil yang memberikan irigasi kontinus. Teknik ini memerlukan waktu
yang pendek dan penurunan insidensi astigmatisme pasca operasi. Kedua teknik
irigasi aspirasi fakoelmulsifikasi dapat mempertahankan kapsula posterior, yang
nantinya digunakan untuk menyangga IOL. Pada tindakan fako ini lensa yang
katarak di fragmentasi dan diaspirasi.
Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek.
Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telahsembuh.
Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien membutuhkan
kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat
ini digunakan lensa intraokular multifokal, lensa intra okular yang dapat berakomodasi sedang
dalam tahap pengembangan.

32

Gambar 11: Teknik Operasi Fakoemulsifikasi


Lensa Intraokular

Lebih dari 90% dari semua operasi katarak di Amerika Serikat-atau lebih
dari 1 juta per tahun-diikuti dengan implantasi lensa intraokuler. Membaiknya
teknik bedah dan implant lensa yang semakin baik memerankan peranan yang
besar dalam kemajuan ini. Akan tetapi, perangsang utamanya adalah kerugian
yang ditimbulkan oleh kacamata afakia, antara lain pembesaran bayangan, aberasi
sferik, lapangan pandang terbatas, dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa
binokuler bila mata lainnya fakik. Sekitar 90% implant berada di kamera posterior
dan 10% di kamera anterior. Ada banyak jenis lensa, tetapi semuanya terdiri dari
33

dua bagian dasar: optik sferis biasanya dibuat dari polimetilmetakrilat; dan
footplates atau haptik untuk menahan lensa pada posisinya. 1
Lensa

kamera

posterior

umumnya

digunakan

pada

prosedur

ekstrakapsular. Kombinasi ini lebih disukai daripada lensa kamera anterior karena
insidensi komplikasi yang mengganggu pandangan lebih kecil, seperti hyphema,
glaukoma sekunder, edema makula, blok pupil. Insidensi kerusakan endotel
kornea dan keratopati bulosa pseudofakik pada pasien dengan lensa kamera
posterior juga lebih kecil. Akan tetapi, jenis lensa kamera anterior yang lebih baru
sudah menurunkan komplikasi-komplikasi ini. Lensa kamera anterior digunakan
untuk pasien-pasien yang menjalani bedah intrakapsular atau kalau kapsul
posterior sudah ruptur tanpa sengaja pada saat pembedahan ekstrakapsular. 1
Kontraindikasi untuk implantasi lensa intraokular antara lain uveitis
berulang, retinopati diabetik proliferatif, rubeosis iridis, dan glaukoma
neovaskular. Pasien dengan glaukoma sudut terbuka dan hipertensi okuler dapat
menerima lensa intraokuler, tetapi lensa kamera posterior lebih disukai. Usia
dianggap merupakan kontraindikasi relatif, tetapi semakin muda saja, pasien yang
menerima lensa intraokuler setiap tahunnya. 1
Sebagai ganti lensa intraokuler adalah lensa kontak, tetapi banyak pasien
lanjut usia tidak dapat menerima atau memasangnya dengan mudah. Pada keadaan
tertentu, kalau tidak dapat digunakan lensa intraokuler atau lensa kontak, dapat
dipakai kacamata afakia. 1
Perawatan Pasca-operasi (Katarak Senilis)

Kalau digunakan teknik insisi-kecil, masa penyembuhan pasca-operasi


biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga,
tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan
atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut
selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang
pada hari pertama pasca-operasi dan matanya dilindungi kacamata atau dengan
pelindung seharian. Pelindung pada malam hari dengan pelindung logam
diperlukan selama beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan
beberapa hari setelah operasi, tetapi pasien biasanya melihat dengan cukup baik
melalui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen (biasanya
disediakan setelah 6-8 minggu setelah operasi). 1

34

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul biasa disebabkan oleh pembedahan, seperti :
1.
Hilangnya vitreus. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama
operasi maka gel vitreus dapat masuk ke dalam bilik anterior yang merupakan
resiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan
pengangkatan dengan satu instrumen yang mengaspirasi dan mengeksisi gel
(vitreus). Pemasangan lensa intraokuler sesegera mungkin tidak dapat
dilakukan pada kondisi ini.
2.
Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada
periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi
insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan
sesegera dengan pembedahan.
3.
Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun
jarang terjadi (kurang dari 0,3 %). Pasien datang dengan :
a.
Mata merah yang nyeri;
b.
Penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari
c.
4.

setelah pembedahan;
Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
Astigmatisme pasca operasi. Mungkin dibutuhkan pengangkatan

jahitan kornea untuk mengurangi astigmatisma kornea ini. Ini dilakukan


sebelum pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh dan
obat steroid tetes dihentikan. Kelengkungan kornea yang berlebih dapat terjadi
pada garis jahitan jika jahitan terlalu erat. Pengangkatan jahitan biasanya
menyelesaikan masalah ini dan bisa dilakukan dengan mudah di klinik dengan
anastesi lokal, dengan pasien duduk di depan slit lamp. Jahitan yang longgar
harus diangkat untuk mencegah infeksi namun diperlukan penjahitan kembali
jika penyembuhan lokasi insisi tidak sempurna. Fekoemulsifikasi tanpa jahitan
melalui insisi yang kecil menghindarkan komplikasi ini. Selain itu,
penempatan luka memungkinkan koreksi astigmatisme yang ada sebelumnya.
5.
Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan,
terutama bila disertai hilangnya vitreus. Dapat sembuh seiring waktu namun
dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
6.
Ablasio retina. Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak
dihubungkan dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini
7.

bertambah bila terjadi kehilangan vitreus.


Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20 % pasien, kejernihan
kapsul posterior berkurang beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel

35

epitel residu bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur


dan mungkin terdapat rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada kapsul
dengan laser (neodymium yttrium (ndYAG) laser) sebagai prosedur klinis
rawat jalan. Terdapat resiko kecil edema makular sistoid atau terlepasnya
retina setelah kapsulotomi YAG. Penelitian yang ditujukan untuk mengurangi
komplikasi ini menunjukkan bahwa bahan yang digunakan untuk membuat
lensa, bentuk tepi lensa, dan tumpang tindih lensa intraokular dengan sebagian
kecil cincin kapsul anterior penting dalam mencegah opasifikasi kapsul
8.

posterior.
Jika jahitan nilon halus tidak diangkat setelah pembedahan, maka
jahitan dapat lepas dalam beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan
mengakibatkan iritasi atau infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan
jahitan.9

H. PROGNOSIS
Katarak terkait usia biasanya berjalan lambat selama bertahun-tahun, dan
pasien kemungkinan meninggal sebelum dibutuhkan tindakan operasi. Jika terdapat
indikasi operasi, ekstraksi lensa akan memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih
dari 90% kasus; sisanya mungkin telah disertai dengan kerusakan retina atau
mengalami komplikasi pascabedah yang lebih serius sehingga mencegah perbaikan
visus yang signifikan, mis. glaukoma, ablatio retina, perdarahan intraokular, atau
infeksi. 1

BAB IV
PHACOEMULSIFIKASI
36

A. DEFINISI
Phacoemulsifikasi berasal dari 2 kata, yaitu phaco (lensa) dan emulsification
(menghancurkan menjadi bentuk yang lebih lunak). Phacoemulsifikasi adalah teknik
operasi pembedahan katarak dengan menggunakan peralatan ultrasonic yang akan
bergetar dan menghancurkan lensa mata yang mengeruh, kemudian lensa yang telah
hancur berkeping-keping akan dikeluarkan dengan menggunakan alat fako, diikuti
dengan insersi lensa buatan intraocular pada posisi yang sama dengan posisi lensa
mata sebelumnya.11
B. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
Indikasi teknik fakoemulsifikasi :
a. Tidak mempunyai penyakit endotel
b. Bilik mata dalam
c. Pupil dapat dilebarkan hingga 7mm.
Kontraindikasi teknik Fakoemulsifikasi:
a. Terdapat tanda-tanda infeksi
b. Luksasi atau subluksasi lensa
C. KEUNTUNGAN DARI TEKNIK OPERASI PHACOEMULSIFIKASI
Phacoemulsification termodern memiliki kelebihan sebagai berikut :11
1. Kinder cut
Pemotongan yang lebih nyaman untuk pasien.
2. Smaller incision
Insisi terdahulu biasanya 2.7 mm, dengan MICS hanya 1.8 mm.
Implikasinya:
a. Insisi tersebut terlalu kecil untuk dapat menyebabkan kornea
melengkung dengan abnormal, dan menyebabkan astigmatisme
(efek samping yang biasa terjadi pada operasi katarak).
b. Kecilnya insisi tersebut juga sangat menekan resiko terhadap
infeksi

3. Easy to operate
Karena sedikit sekali cairan yang mungkin keluar dari insisi mikro
tersebut maka tekanan pada mata cenderung stabil, sehingga memudahkan
para dokter melakukan tindakan operasi.
4. Heals faster
Setelah 1-2 hari tindakan, pasien sudah bisa kembali beraktivitas. Rasa
tidak nyaman setelah operasi, hilang dalam 3 hari.

37

Kerugian : Kerve pembelajaran lebih lama, biaya tinggi, dan komplikasi


lebih serius
Fakoemulsifier menggunakan sebuah jarum titanium berongga untuk
memecah-mecah nucleus lensa yang keras, sekaligus membilas dan menyedot
debris pecahan tersebut ke dalam mesin. Karena ukuran ujungnya, ECCE
dapat dilakukan melalui sebuah insisi 3mm dengan trauma minimal terhadap
mata. Namun, karena menggunakan mesin maka harus dilakukan pemeriksaan
keamanan praoperatif terhadap system irigasi dan aspirasi, dan ujung
ultrasonic harus diatur fungsinya secara tepat. Gelombang suara ultra yang
digunakan untuk mengemulsifikasi lensa adalah energy listrik yang diubah
menjadi gerakan lancer (maju-mundur), yang mengenai bahan lensa 40.000
kali setiap detiknya (40.000 Mhz). Ujung ultrasonic dikelilingi oleh sebuah
selubung silicon sehingga cairan irigasi dapat terus mengalir agar kamera
anterior tetap mengembang serta ujung tersebut dapat dipertahankan tetap
dingin.11,12
D. Persiapan Pre-Operasi12
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan dibersihkan dengan povidone-iodine 5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila
pasien cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi.
E. Prosedur Tindakan Tekhnik Operasi Phacoemulsifikasi
Terdapat beberapa hal penting pada bedah katarak fakoemulifikasi dengan
penanaman lensa intraokuler, yang sangat erat kaitanya dengan reaksi inflamasi pasca
bedah. Adapun beberapa hal tersebut adalah : 13
a. Pemberian asam mefenamat 500 mg atau indometasin 50 mg peroral 1 2
jam sebelum operasi.
b. Anestesi local pada mata yang ingin dioperasi dengan cara menyuntukkan
langsung melalui palpebra bagian atas dan bawah
c. Operator kemudian menekan bola mata dengan tanggannya untuk melihat
apakah ada kemungkinan perdarahan, dan juga dapat merendahkan tekanan
intraokuler.

38

d. Operator melihat melalui sebuah mikroskip dan membuat insisi sepanjang


kira-kira 3mm pada sisi kornea yang teranestesi.
e. Kapsulotomi anterior dengan menggunakan jarum kapsulotomi melalui
insisi kecil pada kornea.
f. Setelah insisi dilakukan, suatu cairan viscoelastik dimasukan untuk
g.

mengurangi getaran pada jaringan intraokuler.


Dilakukan hidrodiseksi dan hidrodilemenesi untuk memisahkan inti lensa
dari korteks kemudian dilakukan fakoemulsifikasi dengan teknik horizontal

h.

choop menggunakan mesin fako unit.


Korteks lensa dikeluarkan dengan cara irigasi aspirasi menggunakan mesin
fako unit .

i.

Insersi lensa intraokuler foldauble pada bilik mata belakang dilakukan


secara in the bag, setelah sebelumnya diberikan bahan viskoelastik untuk
mengurangi komplikasi.

j. Bahan viskoelastik dikeluarkan dengan cara irigasi aspirasi menggunakan


mesin fako unit.
k. Luka operasi ditutup tanpa jahitan.
l. Diberikan suntikan antibiotika (Gentamisin) 0,5 ml dan kortikostroid
(Kortison Asetat) 0,5 ml pada subkonjutiva.
m.

Pasca

bedah

diberikan tetes
mata
antibiotika
(NeomycinPolymixin B)
dan

anti

inflamasi

(Deksametason) 0,1 ml., setiap 8 jam sekali.

39

Gambar 11. Insisi kornea

Gambar 12. Tindakan kapsulorhexis

Gambar 13. Hidrodiseksi

40

Gambar 14.

Pembuatan alur

pada Nukleus

Gambar 15. Pemecahan Nukleus

Gambar 16. Pecahan nukleus diaspirasi

41

Gambar 17.

Aspirasi Korteks

Lensa

Gambar 18. Injeksi Vibroelastic pada Kapsul

Gambar 19. Insisi diperlebar

42

Gambar 20.

Pemasukan

Intraokular lensa

Gambar 21. Proses pemasangan IOL

Gambar 22. IOL disesuaikan dengan posisi lensa sebelumnya

43

F. Inflamasi Pasca Bedah Phaecoemulsifikasi


Pada setiap tindakan bedah katarak fakoemulsifikasi, bahkan pada
pembedahan yang sangat hati-hati sekalipun, akan selalu diikuti oleh beberapa
komplikasi sebagai berikut.
Iritis atau iridosiklitis
Hal ini terjadi akibat adanya manipulasi iris, lisis dari zonula,
adanya tindakan irigasi pada bilik mata depan, serta adanya
kemungkinan sisa dari materi lensa lama yang tertinggal. Biasanya
iritis yang terjadi bersifat minimal dan dapat menghilang dengan
sendirinya, tanpa meninggalkan bekas yang permanen. Tetapi pada
beberapa kasus dapat terjadi dimana reaksi tersebut tidak cepat
menghilang dan cendrung menjadi kronis atau bertambah berat,
sehingga dapat menimbulkan berbagai penyulit yang lain seperti
penurunan tajam penglihatan, pembentukan membrane pada pupil,
terjadinya sinekia anterior atau posperior, glaucoma skunder dan lainlain.
Inflamasi pasca bedah katarak fakoemulsifikasi ditandai dengan
rasa tidak nyaman (discomfort) pada mata hingga rasa nyeri, hiperemi
konjungtiva dan prikornea, serta adanya flare dan sel pada bilik mata
depan.12,13
Ruptur Kapsula lensa Posterior11
Tanda :
COA yang dangkal atau dalam secara mendadak, dan dilatasi pupil

yang hanya sementara.


Jatuhnya nukleus lensa dan tidak dapat didekati oleh ujung dari alat

fako
Vitreus yang ikut teraspirasi kedalam alat fako ditandai dengan

bahan material lens yang ikut terasspirasi perlahan-lahan.


Cairan vitreus yang dapat dilihat secara langsung
Management terhadap terjadinya ruptur kapsula lensa posterior

tergangung dari besarnya, ukuran, dan tipe dari sisa material lensa, dan
presentasi kemungkinan dari prolaps vitreus. Prinsip penanganannya
adalah sebagai berikut:
Bahan vibroelastik (Viscoat) disuntikkan di bagian posterior
dari nukleus dengan tujuan bahan tersebut masuk ke COA dan
mencegah herniasi dari vitreus ke arah anterior. Jika inti
nukleus masih dalam keadaan utuh perlu dipertmbangkan untuk

44

melakukan EKEK penggunaan alat vitrektor juga diketahui


dapat menghilangkan sisa dari cairan vitreus yang masih berada

pada fragmen nukleus.


Sayatan dapat diperbesar tergantung dari ukuran lensa Glide
yang diletakan dibelakang dari fragmen lensa untuk mencegah

terjadinya defect pada kapsul..


Sisa dari fragmen nukleus di bersihkan dengan menggunakan
alat fako dengan ketinggian botol yang rendah dan tekanan
aspirasi flow rate (AFR) yang rendah., atau jika sisa dari
fragmennya

berukuran

besar

bisa

digunakan

tekhnik

viscoexpression.
Setelah sisa dari nukleus dibersihkan, ruang COA diisi dengan
bahan viscoelastik dan dilakukan manual aspirasi cannula

dengan cara irigasi. Sisa dari korteks di bersihkan,


Semua cairan vitreus harus dibersihkan dari COA dengan
menggunakan alat vitrektor yang dimasukan melalui sayatan
menuju robekan pada kapsular posterior. Dengan tekhnik
bimanual dilakukan pemisahan dengan menggunakan infus dan
alat pemotong khusus. Dalam beberapa kasus sering dibantu
dengan visualisasi dari cairan vitreus dengan menggunakan

trypan blue 0,06% (vision Blue) atau 0,1mg Triamsinolon.


Jika robekan pada kapsular posterior kecil, perlu tindakan yang
hati-hati dalam mengimplantasi IOL posterior karena dapat

terjadinya capsulorhexis.
Penggunaan asetilcolin (miochol) dapat membuat dilatasi pupil
sehingga mempermudah implantasi IOL di COP atau

menginsersi IOL pada COA.


Pada kasus kebocoran kapsular, dibutuhkan implantasi dari IOL
di COA. Dapat dilakukan iridektomi untuk mencegah

terjadinya blok pupil.


Penjahitan dari bekas sayatan, walaupun dapat tertutup dengan
sendirinya.

45

Gambar 23. Ruptur Kapsula Posterior

Gambar 24. Pemasukan IOL kedalam COA

Fragmen Lensa terlepas ke Posterior11


Dislokasi dari material lensa ke arah area vitreus akibat dari
ruptunrya kapsula posterior sering terjadi. Tetapi untukasus yang
serius sering diakibatkan oleh glaucoma, uveitis kronik, robeknya
retina, atau udem cystoid makular kronik.

46

Sebelum pengobatan, perlu ditangani adanya uveitis atau


peningkatan TIO terlebih dahulu. jika fragmen kecil, cukup
digunakan pengobatan konservatif, tetapi jika fragmen besar dapat

digunakan pengambilan dengan tekhnik pars plana vitrektomi.


Dislokasi Posterior dari IOL11
Dislokasi dari IOL kedalam daerah vitreus sebenarnya jarang
terjadi tetapi dapat menimbulkan komplikasi yang serius jika disertai
dengan lepasnya material dari lensa. Jika IOL terlepas ke arah posterior
dapat menyebabkan pedarahan pada vitreus, robekan retina, uveitus,
dan udemcystoid makular kronik. Penanganannya dengan cara
dilakukan pars plana vitrectomi untuk mengambil, mereposisi atau
mengganti dari IOL tersebut.

Gambar 25. IOL didalam Retina

47

Gambar 26.

IOL

dan Fragmen

nuklear dalam

vitreus

Perdarahan Suprachoroidalis11
Disebabkan oleh karena ruptur dari arteri ciliaris posterior.
Pada kasus yang berat mungkin disebabkan oleh karena tekanan dari
intraokular. Insidens dari komplikasi ini sudah jarang terjadi (0,04%)
dengan adanya phacoemulsifikasi. Faktor yang mendukung terjadinya
komplikasi ini adalah dari usia, adanya glaucoma, penyakit
cardiovaskular sistemik, robeknya vitreus, dan tindakan EKEK tanpa
Phacoemulsifikasi.
Tanda:
COA yang dangkal dan progresif, pem=ningkatan Tekanan

Intraokuler, prolaps iris.


Tekanan vitreus yang meninggi, pada funduskopi terlihat

partikel bebas dan tampak titik hitam dibelakang dari pupil.


Dalam kasus yang berat, segmen posterior tertekan kearah

COA melalui robekan yang terjadi.


Penanganan segera:
COA diisi dengan bahan viscoelastik jenis cohesive lalu

tempat insisi dijahit kembali.


Bahan viscoelastic harus ditempatkan dalam bola mata
untuk menjaga Tekanan Intraokular dan menyumbat

perdarahan.
Menurunkan

asetazolamide .
Pengobatan postoperatif dengan menggunakan topikal dan

Tekanan

Intraokular

dengan

obat

sistemik steroid dapat mengurangi peradangan intraokular


Penanganan lanjut:

48

Jika tidak dapat terjadi absorpsi spontan, perlu dilakukan


tindakan oengkentian perdarahan pada 7-14 hari kemudian
dimana harus menunggu dari pencairan bekuan darah.
Prognosis dari penglihatan tergantung dari besarnya
perdarahan yang terjadi. Mungkin dibutuhkan pars plana
vitrectomi untuk menghentikan perdarahan akibat dari
robeknya retina. Jika penanganan tepat, dapat dilakukan
operasi katarak setelah 1-2 minggu kemudian.

BAB V
KESIMPULAN
Katarak adalah kekeruhan pada lensa dengan derajat kepadatan yang sangat
bervariasi. Usia merupakan faktor resiko terjadinya katarak senilis. Semakin
meningkatnya usia, semakin meningkatkan resiko terhadap katarak. Dengan
bertambahnya umur, lensa akan mengalami perubahan menjadi lebih berat dan tebal
sedangkan kemampuan akomodasinya berkurang. Lapisan kortikal baru akan terus
bertambah dalam pola konsentris lensa, sedangkan nukelus sentral mengalami
kompresi dan mengeras dalam proses yang disebut sklerosis nuklear.

49

Katarak dapat menyebabkan berbagai keluhan dan perubahan visual, termasuk


penglihatan kabur, kesulitan melihat saat terang (sering akibat sinar matahari atau
lampu mobil saat mengemudi di malam hari), penglihatan warna menjadi kusam,
rabun jauh meningkat disertai dengan perubahan yang sering pada resep kacamata,
dan kadang-kadang penglihatan ganda dalam satu mata. Beberapa orang melihat
fenomena yang disebut "pandangan kedua" di mana kemampuan membaca seseorang
bertambah sebagai hasil dari rabun jauh mereka yang meningkat. Katarak biasanya
bertahap dan tidak nyeri serta tidak berhubungan dengan mata merah atau gejala
lainnya kecuali jika mereka menjadi sangat maju.
Metode operasi yang umum dipakai untuk katarak dewasa atau anak-anak
adalah meninggalkan bagian posterior kapsul lensa sehingga dikenal sebagai ektraksi
katarak ekstrakapsular. Penanaman lensa intraokular merupakan bagian dari prosedur
ini. Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau temporal.
Dibuat sebuah saluran pada kapsul anterior, dan nukleus serta korteks lensanya
diangkat. Kemudian lensa intraokular ditempatkan pada :kantung kapsular yang
sudah kosong, disangga oleh kapsul posterior yang utuh. Pada ekstraksi katarak
ekstrakapsular bentuk ekspresi nukleus, nukleus lensa dikeluarkan dalam keadaan
utuh, tetapi prosedur ini memerulukan insisi yang relatif besar. Korteks lensa
disingkirkan dengan penghisapan manual atau otomatis. Saat ini, Phacoemulsifikasi
adalah tekhnik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang paling sering digunakan.
Tekhnik ini menggukanan vibrator ultrasonic genggam untuk menghancurkan nukleus
yang keras hingga substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi
berukuran

sekitar 3mm. Ukuran insisi tersebut cukup untuk memasukkan lensa

intraokular yang dapat dilipat (foldable intraocular lens). Jika digunakan lensa
intraokular yang kaku, insisi perlu dilebarkan hingga kira-kira 5mm. Keuntungankeuntungan yaang didapat dari tindakan bedah insisi kecil adalah kondisi intraoperasi
lebih terkendali, menghindari penjahitan, perbaikan luka yang lebih cepat dengan
derajat distorsi kornea yang lebih rendah, dan mengurangi peradangan intraokular
pasca operasi- yang semua berakibat pada rehabilitasi penglihatan yang lebih singkat.
Walaupun demikian, tekhnik fakoemulsifikasi menimbulkan resiko yang lebih tinggi
terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior melalui suatu robekan kapsul
posterior, kejadian ini membtuhkan tindakan bedah vitreoretina yang kompleks.10-13

50

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan P. Oftalmologi Umum Ed. 14. Jakarta: Widya
Medika. 2000. Hal 9-11;175-83.
2. Departemen Kesehatan. Gangguan Kesehatan Masih Menjadi Masalah Kesehatan.
Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010
3. Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum
dan Mahasiswa Kedokteran , Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto. 2002;IX:148-52
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2009;89;200-11.
5. Sherwood L. Sistem Saraf Perifer Divisi Aferen, Indera. Fisiologi Manusia. Ed. 2.
Jakarta: EGC. 2001;5:165-67.

51

6. Jones JA, McCarten M, Manuel K. Cataract Formation Mechanisms and Risk in


Aviation and Space Crews. In: Aviation , Space , and Environment Medicine.
Houston: NASA Johnson Spce Center; 2007;78:A55-A66
7. Williams DL. Oxidation, Antioxidants and Cataract Formation. In: Veterinary
Opthalmology. Cambridge: Department of Clinical Veterinary Medicine;
2006;9:292-8
8. Vejux A, Sammai M, Lizard G. Contribution of Cholesterol and Oxysterols in the
Physopathology of Cataract: Implication for the Development of Pharmalogical
Treatments. In: Journal of Opthalmology. France: University of Burgundy;
2011;471947:1-6.
9. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Ophtalmology. Ed 9. Jakarta : Penerbit
Erlangga. 2006.
10. Riordan-Eva P, Whitcher J P. Vaughan & Asbury Oftalmologi umum; alih
bahasa: Brahm U Pendit. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009.
11. Kanski JJ. Bowling B. Clinical Ophtalmology a systemic approach. 7 th edition.
Elsevier Saunders. P.281-9.
12. Phacoemulsification With

Intraocular

Lens

Implantation

diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/1844198-overview.Diakses pada tanggal 31


Januari 2013.
13. Phacoemulsification

for

cataracts.

Diunduh

dari

http://www.surgeryencyclopedia.com/Pa-St/Phacoemulsification-forCataracts.html#ixzz2YJAR1Pl8. 29 Januari 2013


14. Guyton and Hall. 2001. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

52

Anda mungkin juga menyukai