PENDAHULUAN
Salah satu tujuan MDGs adalah mengendalikan HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit
menular lainnya. Saat ini lebih dari 350 juta pasien karier virus Hepatitis B di dunia, dimana
75% berada di Asia dan Pasifik Barat. Vaksinasi Hepatitis B yang efektif telah tersedia
selama lebih dari 20 tahun, tetapi transmisi perinatal dan paparan terhadap virus pada awal
kehidupan merupakan sumber penularan utama. Asia Tenggara merupakan daerah endemik
infeksi virus Hepatitis B, Salah satunya adalah Indonesia dimana 8% atau lebih merupakan
karier Hepatitis B dan risiko infeksi selama hidup bervariasi dari 60-80%. Transmisi vertikal
merupaakan sumber infeksi utama di seluruh dunia. Insidensi hepatitis B cenderung
meningkat tiap tahunnya.
Imunisasi Hepatitis B memegang peranan penting untuk mencegah infeksi ini
terutama pada bayi. Infeksi pada kelompok umur ini akan menyebabkan infeksi kronik dan
pada akhirnya bisa berkembang menjadi sirosis hepar dan karsinoma hepar dan dapat
meneyebarkan infeksi kepada orang lain. Pencegahan pertama pada imunisasi bayi berumur
0-7 hari. Sebab itu penting untuk mengevaluasi cakupan program imunisasi tersebut.
Dari Puskesmas Salaman I, cakupan jumlah bayi diimunisasi Hepatitis B2 93 %
sedangkan target yang ditetapkan dinkes Kabupaten Magelang sebesar 95 %. Dari 10 desa di
wilayah Borobudur, salah satu pencapaian rendah ditemukan di Desa Salaman yaitu terdapat
sasaran 74 bayi lahir hidup per tahun tetapi selama bulan Januari-Februari hanya terdapat 28
bayi yang diimunisasi Hepatitis B2, didapatkan hasil cakupan desa Salaman pada bulan
tersebut sebesar 18%. Hal tersebut menjadi suatu masalah karena cakupan imunisasi Hepatitis
B2 di Desa Salaman kurang dari target Dinkes Kabupaten Magelang.
Berdasarkan data tersebut di atas, maka penulis ingin mengevaluasi mengapa masih
terdapat bayi yang tidak diimunisasi Hepatitis B2 saat berumur 1-2 bulan di desa Salaman
tersebut selama periode bulan Januari - Februari 2012.
Salaman.
Mampu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
asing seperti kuman kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh
(Badan Litbangkes, 2008).
Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen ke dalam tubuh, maka
sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut antibodi. Pada umumnya
reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat karena tubuh belum
mempunyai pengalaman terhadap antigen yang masuk, tetapi pada reaksi yang kedua,
ketiga dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen
tersebut sehingga pembentukan antibody terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam
jumlah yang lebih banyak, itulah sebabnya pada beberapa jenis penyakit yang dianggap
berbahaya dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai
tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut atau seandainya
terkenapun tidak akan menimbulkan akibat yang fatal (Badan Litbangkes, 2008).
Imunisasi adalah pemberian vaksin kepada seseorang untuk melindunginya dari
beberapa penyakit tertentu. Imunisasi merupakan upaya untuk mencegah penyakit lewat
peningkatan kekebalan tubuh seseorang (Badan Litbangkes, 2008).
Imunisasi merupakan suatu upaya pencegahan yang paling efektif untuk
mencegah penularan penyakit hepatitis B. Word Health Organization (WHO) melalui
program The Expanded Program on Immunization (EPI) merekomendasikan pemberian
vaksinasi terhadap 7 jenis antigen penyakit sebagai imunisasi rutin di Negara
berkembang, yaitu BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B.
Imunisasi ada dua macam yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi
aktif adalah pemberian kuman atau racun yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan
tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri contohnya imunisasi
hepatitis B, sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga
kadar antibodi dalam tubuh meningkat contohnya peningkatan ATS (Anti Tetanus
Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan, contoh lain adalah yang terdapat
pada bayi baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari Ibunya
terhadap campak (Depkes RI, 2004).
Data statistik menunjukkan makin banyak penyakit menular bermunculan dan
senantiasa mengancam kesehatan. Setiap tahun di seluruh dunia ratusan ibu, anak anak
dan dewasa meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah, hal ini
dikarenakan kurangnya informasi tentang pentingnya imunisasi. Bayi bayi yang baru
lahir, anak anak usia muda yang bersekolah dan orang dewasa sama sama memiliki
resiko terserang penyakit penyakit menular yang mematikan seperti, hepatitis B,
dipteri, tetanus, thypus, radang selaput otak dan masih banyak penyakit lainnya yang
sewaktu waktu muncul dan mematikan, untuk itu salah satunya pencegahan yang
terbaik dan sangat vital agar bayi bayi tersebut terlindungi hanya dengan melakukan
imunisasi (Khalidatnnur & Masriati, 2007).
Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien dalam mencegah
penyakit dan merupakan upaya preventif yang mendapatkan prioritas. Sampai saat ini
ada tujuh penyakit infeksi pada anak yang dapat menyebabkan kematian dan cacat,
walaupun sebagian anak dapat bertahan dan kebal. Ketujuh penyakit tersebut
dimasukkan dalam program imunisasi yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio,
campak dan hepatitis B (Mirzal, 2008).
Imunisasi hepatitis B pada bayi adalah upaya memberikan stimulan kepada tubuh
agar secara efektif membentuk antibody terhadap virus hepatitis B (antiHBs). Program
imunisasi hepatitis B dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan dan kematian
sebesar 80 -90% (Idwar, 2000).
2. Program imunisasi Hepatitis B di Indonesia
Imunisasi hepatitis B pada individu dimaksudkan agar individu membetuk
antibodi yang ditunjukan untuk mencegah infeksi oleh virus hepatitis B. Tujuan utama
pemberian imunisasi hepatitis B yaitu untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
7
yang disebabkan oleh infeksi hepatitis B dan manifestasinya, secara tidak langsung
menurunkan angka kesakitan dan kematian karena kanker hati dan pengerasan hati
(Depkes RI 2000).
Pemberian imunisasi hepatitis B sesuai dengan jadwal imunisasi rekomendasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2010 berdasarkan status HBsAg pada saat
ibu melahirkan. Bayi yang dilahirkan dari Ibu dengan status HBsAg yang tidak
diketahui, diberikan vaksin rekombinan (HB Vax-II 5g atau engerix B 10 g) atau
vaksin plasma derived 10 mg secara intra muscular dalam waktu 12 jam setelah lahir.
Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dosisi ketiga diberikan pada umur 6 bulan.
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya diketahui HBsAg ibu positif diberikan segera 0,5
HBIF sebelum usia anak satu minggu. Bayi baru lahir dari Ibu HBsAg positif dalam
waktu 12 jam setelah lahir dberikan 0,5 ml BIG dan vaksin rekombinan (HB Vax-II 5 mg
atau engerix B 10 mg) intra muscular disisi tubuh yang berlalinan. Dosis kedua di
berikan 1-2 bulan sesudahnya dan dosis ketiga pada usia 6 bulan. Bayi yang lahir dengan
HBsAg negatif diberikan vaksin rekombinan (HB Vax-II dengan dosisi minimal 2,5 g
atau engerix B 10g, vaksin plasma derived dengan dosisi 10g intar muscular saat lahir
sampai 2 bulan. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan dan dosisi ketiga diberikan 6 bulan
setelah dosis pertama. Adapun jadwal pelaksanaan program imunisasi nasiaonal adalah
sebagai berikut.
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Program Imunisasi Nasional
Umur
Vaksin
Tempat
HB1
Dirumah
1 Bulan
BCG
Posyandu
2 Bulan
HB2
Posyandu
3 Bulan
Posyandu
4 Bulan
Posyandu
9 Bulan
Posyandu
0 Bulan (0-7hari)
RS/Bidan Praktek
2 Bulan
Posyandu
3 Bulan
Posyandu
4 Bulan
DPT3, Polio 4
Posyandu
9 Bulan
Campak
Posyandu
Bayi lahir di
RS/Bidan praktek
Sumber : Depkes RI
Tinjauan Tentang Penyakit Hepatitis B
1. Definisi Penyakit Hepatitis B
Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh
virus hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula
menyebabkan radang, gagal ginjal, sirosis hati, dan kematian (Laila Kusumawati,
2006).
Penyakit hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi
atau keracunan. Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan di dunia
dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal
ini karena selain prevelensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan
problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirrhosis hepatitis dan carcinoma
hepatocelluler primer (Aguslina, 1997).
Hepatitis merupakan peradangan hati yang bersifat sistemik, akan tetapi
hepatitis bisa bersifat asimtomatik. Hepatitis ini umumnya lebih ringan dan lebih
asimtomatik pada yang lebih muda dari pada yang tua. Lebih dari 80% anak anak
10
masih belum jelas, bagaimana peran yang sesungguhnya dari hal hal tersebut.
Informasi dari kenyataanya ini meningkatkan kemungkinan adanya perbedaan
patogenetik. Ada dua kemungkinan : (1) Efek simptomatik langsung dan (2)
adanya induksi dan reaksi imunitas melawan antigen virus atau antigen hepatosit
yang diubah oleh virus, yang menyebabkan kerusakan hepatosit yang di infeksi
virus. Organ hati pada tubuh manusia.
Pada hepatitis kronik terjadi peradangan sel hati yang berlanjut hingga
timbul kerusakan sel hati. Dalam proses ini dibutuhkan pencetus target dan
mekanisme persistensi. Pencetusnya adalah antigen virus, autogenetic atau obat.
Targetnya dapat berupa komponen struktur sel, ultrastruktur atau jalur enzimatik.
Sedangkan persistensinya dapat akibat mekanisme virus menghindar dari sistem
imun tubuh, ketidakefektifan respon imun atau pemberian obat yang terus menerus (Stanley, 1995).
4. Patofisiologi
Pada hati manusia merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus
Hepatitis B (VHB) mula mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel
hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam
sitoplasma virus Hepatitis B (VHB) melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan
nukleokapsid. Selanjuntnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di
dalam asam nukleat virus Hepatitis B (VHB) akan keluar dari nukleokapsid dan
akan menempel pada DNA hopses dan berintegrasi pada DNA tersebut.
Selanjutnya DNA virus hepatitis B (VHB) memerintahkan sel hati untuk
membentuk protein bagi virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah,
mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon
11
13
terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda
yang susah tercemar virus Hepatitis B dan pembuatan tattoo, kemudian secara
non parenteral yaitu karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar
virus hepatitis B. secara epidemiologi penularan infeksi virus hepatitis B dari Ibu
yang HBsAg positif kepada anak dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal,
dan secara horizontal yaitu penularan infeksi virus Hepatitis B dari seseorang
pengidap virus kepada orang lain disekitarnya, misalnya melalui hubungan
seksual (Aguslina, 1997)
7. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hepatitis B
Faktor faktor yang mempengaruhi penyakit Hepatitis B menurut Aguslina
(1997) dapat dibagi menjadi :
a. Faktor Host (Pejamu)
Faktor host adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit Hepatitis B yang meliputi:
14
Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah Virus Hepatitis B (VHB). Berdasarkan sifat
imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,
ayw dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebaranya.
Subtype adw terjadi di Eropa, Amerika dan Australia. Subtipe ayw terjadi di
Afrika Utara dan Selatan. Subtipe ayw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand,
Indonesia. Sedangkan subtipe adr terjadi di jepang dan China.
15
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang
mempengaruhi perkembangan hepatitis B, yang termasuk faktor lingkungan
adalah lingkungan dengan sanitasi jelek daerah dengan prevelensi virus hepatitis
B (VHB) tinggi, daerah unit pembedahan, daerah unit laboratorium, daerah bank
darah, daerah tempat pembersihan, daerah dialias dan transplantasi, daerah unit
penyakit dalam.
8. Epidemiologi Hepatitis B
Prevelensi penyakit Hepatitis B di dunia terendah berada di benua Amerika
dan sebelah Eropa dimana sebesar kurang dari 2% populasi yang terinfeksi kronik
melalui peyalahgunaan obat obatan injeksi, seksual tanpa pengaman dan faktor
faktor penting yang lainnya. Prevelensi sedang berada di Eropa Timur, Rusia, dan
Jepang sebesar 2 -7 % yang umumnya menyerang anak anak. Prevelensi tinggi
berada di wilayah China, Asia tenggara dan Afrika, dimana penularan terjadi
umumnya pada baru lahir dengan endemisitas > 8%.
9. Komplikasi
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan
penyakit
hepatitis kronik persisten, dan terjadi pada 5% hingga 10% pasien. Akan tetapi
meskipun kronik persisten dan terjadi pada 5 % hingga 10% pasien. Akan tetapi
meskipun terlambat, pasien pasien hepatitis kronik persisten akan sembuh kembali.
Pasien hepatitis virus sekitar 5% akan mengalami kekambuhan setelah
serangan awal. Kekambuahan biasanya dihubungkan dengan kebiasaan minum
alkohol dan aktivitas fisik yang berlebihan. Ikterus biasanya tidak terlalu nyata dan
16
tes fungsi hati tidak memperlihatkan kelainan dalalm derajat yang sama. Tirah
baring biasanya akan segera di ikuti penyembuhan yang tidak sempurna.
Akhirnya suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah
perkembangan carcinoma hepatoselular, kendatipun tidak sering ditemukan, selain
itu juga adanya kanker hati yang primer. Dua faktor penyebab utama yang berkaitan
dengan patogenesisnya adalah infeksi virus hepatitis B kronik dan sirosis terakit
dengan virus hepatitis C dan infeksi kronik telah dikaitkan pula dengan kanker hati
(Sylvia, 1995).
10. Prognosis
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian. Pada sebagian kasus penyakit berjalan ringan dengan
perbaikan biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1 3 tahun. Pada sebagian kasus
lainnya, hepatitis kronik persisten dan kronk aktif berubah menjadi keadaan yang
lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis. Secara keseluruhan, walaupun
terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap asimtomatik dan jarang terjadi kegagalan
hati (Tjokronegoro, 1999).
Infeksi Hepatitis B dikatakan mempunyai mortalitas tinggi. Pada suatu
survey dari 1.675 kasus dalam satu kelompok, tertnyata satu dari delapan pasien
yang menderita hepatitis karena tranfusi (B dan C) meninggal sedangkan hanya satu
diantara dua ratus pasien dengan hepatitis A meninggal dunia (Tjokronegoro, 1999).
Di seluruh dunia ada satu diantara tiga yang menderita penyakit hepatitis B
meninggal dunia (WHO, 2005).
11. Penatalaksanaan Hepatitis B
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis virus, akan tetapi secara umum
penatalaksanaan pengobatan hepatitis adalah sebagai berikut :
17
a.
Istirahat
Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat
mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali mereka
dengan umur tua dan keadaan umum yang buruk.
b.
Diet
Jika pasien mual, tidak ada nafsu makan atau muntah muntah, sebaiknya
diberikan infus. Jika tidak mual lagi, diberikan makanan cukup kalori (30-35
kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 gr/kg BB), yang diberikan secara
berangsur angsur disesuaikan dengan nafsu makan klien yang mudah dicerna
dan tidak merangsang serta rendah garam (bila ada resistensi garam/air).
c.
Medikamentosa
Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan billiburin
darah. Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestatis yang berkepanjangan,
dimana transaiminase serumsudah kembali normal tetapi billburin masih
tinggal. Pada keadaan ini dapat dberikan prednisone 3 x 10 mg selama 7 hari,
jangan diberikan antimetik, jika perlu sekali dapat diberikan fenotiazin.
Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila
pasien dalam keadaan perkoma atau koma, penanganan seperti pada koma
hepatik (Arif, 2000).
d. Pencegahan Penularan Hepatitis B
Menurut Park ada lima pokok tingkatan pencegahan yaitu :
1) Health promotion
18
promotion
terhadap
host
berupa
pendidikan
kesehatan,
19
4) Disability limitation
Disability limitation merupakan upaya pencegahan
tahap III
20
(disability
limitation)
dengan
tujuan
untuk
berusaha
potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap
unsure vaksin dengan latar belakang genetic. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur
(vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif
(neomisin, merkuri), atau unsure lain yang terkandung dalam vaksin.
Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik
pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan
teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan.
Sesuai telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM) USA
menyatakan bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian yang
memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan
(pragmatic errors).
Etiologi
Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata tidak
ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu unutk menentukan KIPI diperlukan
keterangan mengenai:
1. besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu
2. sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik
3. derajat sakit resipien
4. apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti
5. apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan
produksi, atau kesalahan prosedur
KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor etiologi menurut klasifikasi
lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)
Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan
imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata
22
laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan
prosedur imunisasi, misalnya:
Penyimpanan vaksin
2. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung
maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung
misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi
suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.
3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih
dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan.
Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis
sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan
baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi
kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian
spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini
harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
4. Faktor kebetulan (koinsiden)
23
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan
saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya
kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan
karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
5. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam
salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok ini sambil
menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn kelengkapan informasi tersebut
akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.
Gejala Klinis KIPI
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala
lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat
KIPI terjadi makin cepat gejalanya.
Gejala KIPI
Lokal
SSP
Kelumpuhan akut
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang
Lain-lain
Reaksi anafilaksis
Syok anafilaksis
Artralgia
Demam tinggi >38,5C
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus menerus
(3jam)
Sindrom syok septik
Dikutip dari RT Chen, 1999
Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila
seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga
dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit
ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan
observasi selama 15 menit.untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap
sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis.
Jenis Vaksin
Syok anafilaksis
4 jam
Neuritis brakhial
2-18 hari
tidak tercatat
DT, TT)
dan kematian
Pertusis whole cell
(DPwT)
Syok anafilaksis
4 jam
Ensefalopati
72 jam
tidak tercatat
dan kematian
25
Campak
Syok anafilaksis
4 jam
Ensefalopati
5-15 hari
tidak tercatat
dan kematian
Trombositopenia
7-30 hari
6 bulan
imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan
dan kematian
tidak tercatat
Polio hidup (OPV)
Polio paralisis
30 hari
6 bulan
imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan
dan kematian
Hepatitis B
Syok anafilaksis
4 jam
tidak tercatat
dan kematian
BCG
BCG-it is
4-6 minggu
26
Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk
dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko adalah:
1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu
Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI dengan
mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan segera
2. Bayi berat lahir rendah
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:
a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar pada bayi
cukup bulab
b) Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan
diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan;
imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu
mengandung HbsAg
c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio yang
diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak
menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja
3. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai
akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis
vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien imunokompromais dapat
diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan
kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus
ditunda pada anak dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat
badan/hari atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat
diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah
pemberian kemoterapi selesai.
4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk menghindarkan
hambatan pembentukan respons imun.
Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi
27
Pada umumnya tidak terdapat indikasi kontra imunisasi untuk individu sehat kecuali untuk
kelompok resiko. Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat petunjuk dari produsen yang
mencantumkan indikasi kontra serta perhatian khusus terhadap vaksin. Petunjuk ini harus
dibaca oleh setiap pelaksana vaksinasi. (cfs/pedoman tata laksana medik KIPI bagi petugas
kesehatan)
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
Kerangka Teori
KIPI
Program
Imunisasi
Prematur
Hepatitis
B di
Indonesia
BBLR
Definisi
imunisasi
Hepatitis
B2
Imunisa
si
Penyakit
Hepatitis
B
Imunisasi
Jadwal
Program
pada
Imunisasi
kondisi
Nasional
tertentu
Kerangka Konsep
Dalam pelaksanaan program imunisasi, salah satu tujuan program adalah
tercapainya indikator SPM (Standar Pelayanan Minimal) yang berarti bahwa pemberian
imunisasi Hepatitis B2 pada bayi berusia 1-2 bulan harus mencapai 95%.
Pemberian imunisasi Hepatitis B2 pada bayi berusia 1-2 bulan adalah tingkat
pencapaian jumlah bayi yang diimunisasi Hepatitis B pada bayi berusia 1-2 bulan dengan
hasil yang dicapai setiap periode atau jangka waktu tertentu. Banyak faktor yang
berhubungan dengan pemberian imunisasi Hepatitis B2 pada bayi berusia 1-2 bulan.
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah, pengetahuan petugas, koordinasi antar
petugas, sikap petugas, pengetahuan ibu, dan penyuluhan kesehatan.
Untuk lebih jelasnya Kerangka Konsep Penelitian dapat dilihat pada gambar1.
Pengetah
uan
petugas
Sikap
petugas
Penyuluh
an
kesehata
n
Cakupan
Imunisas
i
Hepatitis
B2 (1-2
bulan)
Koordina
si antar
petugas
Pengetah
uan ibu
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
31
Batasan Judul
Evaluasi kegiatan dengan judul Rencana Peningkatan Cakupan Program
Imunisasi Tentang Bayi Yang Mendapat Imunisasi Hepatitis B2 Di Desa
Salaman, Kecamatan Salaman, Puskesmas Salaman I Periode Januari - Februari
2012, memiliki batasan-batasan sebagai berikut :
1. Rencana adalah kegiatan usaha yang akan dilaksanakan dalam waktu tertentu.
2. Peningkatan adalah usaha memajukan suatu rencana.
3. Cakupan adalah merupakan suatu total hasil kegiatan yang dilakukan perbulan yang
kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan.
4. Imunisasi Hepatitis B2 adalah imunisasi hepatitis yang diberikan kepada bayi
berumur 1-2 bulan atau 1-2 bulan setelah pemberian imunisasi hepatitis yang pertama
kali.
5. Desa Salaman merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Salaman,
Kabupaten Magelang.
6. Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang merupakan kecamatan dan kabupaten dari
Desa Salaman.
7. Puskesmas Salaman I adalah Unit pelayanan kesehatan tingkat kecamatan yang
merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah dalam menangani masalah kesehatan
di kecamatan Salaman.
8. Januari - Februari 2012, merupakan periode yang sedang berlangsung
dalam kegiatan puskesmas yang
Pelayanan Minimal.
Batasan Operasional
Imunisasi Hepatitis B2 adalah imunisasi Hepatitis B yang diberikan kepada
bayi yang berumur 1 2 bulan atau diberikan dalam jangka waktu 1 2 bulan
setelah pemberian imunisasi hepatitis B yang pertama. Bertujuan sebagai booster
atau kelanjutan dari imunisasi Hepatitis yang pertama. Dalam penelitian ini
digunakan metode survey melalui kuesioner dan juga wawancara langsung kepada
bidan koordinator, bidan desa, koordinator bagian imunisasi, dan orang tua bayi
yang berusia 1 2 bulan.
32
33
BAB V
HASIL PENELITIAN
Kepala Desa II
Kepala Desa IV
Kepala Desa V
Kepala Desa VI
Kepala Desa IX
Kepala Desa X
34
- sebelah timur
: Desa Ngadirejo
- sebelah selatan
: Desa Menoreh
- sebelah barat
: Desa Kalisalak
DUSUN
Nusupan
Soco
Brengkel I
Brengkel II
Gadean
Kauman
RW
2
2
3
2
2
2
RT
12
10
10
6
6
9
KETERANGAN
2. Permukaan Lahan:
Tabel 4. Permukaan Lahan
NO
1
2
3
4
5
Lahan sawah
PERUNTUKAN
Pertanian subur
Pertanian sedang
Pertanian tandus
Irigasi
Lain-lain
LUAS (Ha)
KET
57,004
7
6
13
Pekarangan, Bangunan dan lain-lain : 55, 045
Ha
: 64,22 Ha
-
: 55,045 Ha
-
Tegalan: 20%
Sisanya digunakan untuk Jalan dan Makam
V. 1. 4. JUMLAH PENDUDUK
1. Jumlah Kepala Keluarga: 1,330 KK
2. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin
Laki-laki
: 2.101 orang
DUSUN
Nusupan
Soco
Brengkel I
Brengkel II
Gadean
Kauman
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
436
468
425
413
487
5-7
245
255
210
210
298
330
: 126 orang
Agama Katholik
: 78 orang
Agama Hindu
: - orang
Agama Buddha
: 1 orang
TOTAL
: 4.501 orang
36
PENCAHARIAN
PNS
ABRI/POLRI
Pensiunan
Petani
Swasta
Pedagang
Jasa (angkutan)
Tukang
Peternakan
Perikanan
Kerajinan
Lain-lain
JUMLAH
KET
PNS, TNI, POLRI,
Pensiunan: 532
774
140
211
23
86
183
28
13
2456
TINGKATAN
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Tamat D1
Tamat D2
Tamat D3
Tamat S1
Tamat S2
Tamat S3
Belum sekolah
JUMLAH
129
1100
604
634
4
6
20
46
7
KET
734
PENDERITA
Tubuh
Rungu
Mental
JUMLAH
1
1
2
KET
1. Balai Desa
: 1 buah, luas 18 x 14 m2
2. Kantor Desa
: 1 buah, luas 13 x 6 m2
3. Pasar
:-
4. Tempat Ibadah
Tabel 9. Tempat ibadah Desa Salaman
NO
1
2
3
4
TEMPAT IBADAH
Masjid
Mushola
Gereja
Vihara
JUMLAH
7
10
-
KET
4. Kesehatan
Tabel 10. Sarana kesehatan Desa Salaman
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
SARANA
Rumah Sakit
Puskesmas
Puskesmas Pembantu
PKD
Polindes
Bidan
Apotek
Klinik kesehatan
JUMLAH
3
3
1
KET
5. Pendidikan
Tabel 11. Sarana pendidikan Desa Salaman
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
SARANA
Play group / PAUD
TK
SD/MI
SMP
SMA
SMK
TPA
TPA anak
JUMLAH
2
4
4
2
1
2
7
2
KET
6. Olah Raga
38
SARANA
Kolam renang
Gedung olah raga
Tenis meja
Lapangan bola volley
Lapangan bulutangkis
Lapangan sepak bola
Lapangan tenis
Lapangan basket
JUMLAH
1
4
3
2
1
1
1
KET
JUMLAH
-
KET
JUMLAH
2
12
980
KET
9. Seni
Tabel 13. Sarana Kesenian DesaSalaman
NO
1
2
SARANA
Gedung pertunjukan
Studio
9. Makam
: 11 buah
: - buah
SARANA
Jalan poros desa
Jalan lingkungan
Jembatan desa
Gorong-gorong
Irigasi desa
Tetek pintu air
Sumur pantek
V. 1. 6. PEREKONOMIAN
1. Industri dan Perdagangan
Tabel 15. Industri dan perdagangan
39
NO
1
2
3
4
5
6
JENIS
Handycraft
Mebelair
Swalayan
Toko besi dan bangunan
Konveksi
Sablon
JUMLAH
NAMA
ARTA MANDIRI
JUMLAH
1
-
KET
4
1
3
1
5
2. Koperasi
Tabel 16. Koperasi
NO
1
2
3
KET
3. Jasa
Tabel 17. Jasa
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
JENIS
Dokter
Bengkel mobil
Bengkel sepeda motor
Wartel
Penggilingan padi
Fotocopy
Pengacara
Counter HP
Warnet
JUMLAH
2
2
12
12
1
10
8
KET
Umum dan gigi
40
V. 1. 7. ORGANISASI
1. Pertanian
Tabel 18. Pertanian
NO
1
2
3
4
5
NAMA
Rahayu
Utama
Tani Subur
Lestari
Pari Jaya
ALAMAT
Kauman
Soco
Soco
Soco
Brengkel I
KET
8 orang
10 orang
12 orang
12 orang
10 rang
ALAMAT
Salaman
KET
30 orang
NAMA
Dadi Rukun
3. Sosial Masyarakat
Tabel 20. Sosial masyarakat
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
NAMA
KLH BIAS
KLH Songgo Buwono
KLH BENIH
KLH RINDANG
KLH GABRIEL
KLH KEMILAU
PERSOGA
PBK
REKSO KADANG
ALAMAT
Nusupan
Soco
Brengkel I
Brengkel II
Gadean
Kauman
Gadean
Brengkel I
Nusupan
KET
25 orang
25 orang
25 orang
25 orang
25 orang
25 orang
70 KK
68KK
195 KK
V. 1. 8. OBYEK WISATA
Tabel 21. Obyek wisata
NO
NAMA
JUMLAH
KET
41
1
2
3
Disamping itu ada wisata kuliner yang menyajikan berbagai makanan yaitu:
1.
2.
3.
4.
Jumlah
2
5
%
69,24
15,38
SMP)
Total
100%
15,38
Tabel 22. menggambarkan tingkat pendidikan ibu dengan anak usia 1 sampai 2
bulan bayi di Dusun Kauman, Nusupan, dan Soco, Desa Salaman. Dari tabel tersebut
dapat dilihat bahwa lebih banyak responden yang berpendidikan tinggi yaitu SMA.
2) Pekerjaan Ibu
42
Dari wawancara kader dan kuesioner yang diedarkan, hampir semua ibu tidak
bekerja. Hasil ini disajikan pada tabel 8 di bawah :
Tabel 23. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan
Ibu Rumah Tangga
Wiraswasta
- Pedagang
- Karyawan pabrik
Jumlah
6
1
1
0
%
82,35
100%
Salaman
Total
3)
5,8
5,8
5,8
JUMLAH
2
6
0
8
PERSENTASE
25%
75%
0%
100%
Dari hasil kuesioner, sebanyak 2 responden (25%) melahirkan dibantu dokter, sedangkan 6
responden (75%) persalinannya dibantu oleh bidan.
Berapakah berat bayi saat lahir?
JAWABAN
<1500 gr
1500-1900 gr
2000-2500 gr
>2500 gr
JUMLAH
JUMLAH
0
1
5
2
8
PERSENTASE
0%
12,5%
62,5%
25%
100%
Sebanyak 1 responden (12,5%) melahirkan bayi dengan berat 1500-1900 gr, 5 responden
(62,5%) melahirkan bayi dengan berat 2000-2500 gr, 2 responden (25%) melahirkan bayi
dengan berat >2500 gr.
Apakah bayi anda diberi imunisasi Hepatitis B pada usia 0-7 hari?
JAWABAN
JUMLAH
PERSENTASE
43
Ya
Tidak
JUMLAH
6
2
8
75%
25%
100%
6 orang responden (75%) bayinya diberi imunisasi Hepatitis B pada usia 0-7 hari, sedangkan
2 orang responden (25%) tidak memberi imunisasi Hepatitis B usia 0-7 hari pada bayinya.
Apakah bayi anda diberikan imunisasi Hepatitis B lanjutan (1-2bulan setelah imunisasi
hepatitis B yang pertama kali)?
JAWABAN
Ya
Tidak
JUMLAH
JUMLAH
3
5
8
PERSENTASE
37,5%
62,5%
100%
3 orang responden (37%) memberikan bayinya imunisasi Hepatitis B2, sedangkan 5 orang
responden tidak memberikan bayinya imunisasi Hepatitis B2
Siapa yang memberi imunisasi?
JAWABAN
Dokter
Bidan
JUMLAH
JUMLAH
2
4
6
PERSENTASE
33,3%
66,6 %
100%
PERTANYAAN
Apakah Ibu
mengetahui
imunisasi dasar
lengkap?
Dari mana anda
mengetahuinya
?
Buku KIA
Kader/Bidan
Televisi/radio
Surat kabar
Keluarga/kerabat
Apakah Ibu
dapat
menyebutkan
imunisasi yang
harus
diberikan?
Apakah ibu
mengetahui
fungsi
imunisasi?
Apakah ibu
mengetahui
jadwal
imunisasi
khususnya
imunisasi
Hepatitis B?
JUMLAH
x
x
= pengetahuan baik
60-75%
= pengetahuan cukup
>60%
= pengetahuan kurang
80%), 4 orang responden lainnya memiliki pengetahuan kurang mengenai imunisasi (1 orang
dengan nilai 40% dan 3 orang dengan nilai 0%)
B. Hasil Wawancara Bidan Desa
Dari hasil wawancara bidan desa didapatkan bahwa:
Terdapat satu bidan di Desa Salaman yaitu ibu Munifah. Dikatakan oleh
bidan, bahwa dirinya selalu memberi informasi mengenai pentingnya vaksinasi awal
dan vaksinasi lanjutan beserta jadwal setiap vaksinasi. Tetapi sebagian besar dari para
ibu tersebut tidak terlalu memperhatikan. Apabila bayi sedang tidak stabil, demam,
atau berat badannya kurang, bidan menunda vaksinasi dan juga memberikan
informasi tersebut kepada orang tua bayi.
Penyuluhan mengenai imunisasi sudah sering dilakukan kepada warga, jarak
puskesmas pembantu Salaman tidak jauh dan mudah dijangkau warga sehingga proses
imunisasi bisa berjalan dengan lancar. Kunjungan neonatus juga sering dilakukan
untuk memantau bayi yang lahir tetapi beratnya masih kurang dari 2500 gram
sehingga dapat dilakukan imunisasi Hepatitis B2 sesuai jadwal.
Dalam wawancara yang dilakukan, bidan desa juga mengatakan bahwa
Sumber Daya Manusia sudah cukup. Namun banyak bayi yang sudah diimunisasi
tidak tercatat karena bayi tersebut tidak diimunisasi di Posyandu melainkan di tempat
praktek Dokter. Orangtua bayi-bayi tersebut tidak meminjamkan buku KIA kepada
petugas Posyandu sehingga bayi-bayi yang sudah mendapatkan imunisasi di tempat
lain tidak tercatat oleh petugas Posyandu.
C. Hasil Pengisian Kuisioner oleh Bidan
Dari pertanyaan tentang pengetahuan, bidan dapat menjawab semuanya
dengan benar, yang antara lain meliputi tentang imunisasi khususnya tentang
imunisasi hepatitis B, prosedur penyuntikan yang aman, efek yang dapat muncul
setelah imunisasi, fungsi imunisasi, dan jadwal imunisasi. Bidan desa melakukan
penyuluhan dan pembinaan kader mengenai imunisasi dan penyakit-penyakit yang
dapat dicegah dengan pemberian imunisasi.
D. Hasil Wawancara Koordinator Bidan dan Koordinator Imunisasi
Koordinator Bidan (Ibu Vero) mengatakan bahwa tidak ditemukan banyak
kendala bagi pihak puskesmas dalam mengatasi cakupan bayi yang mendapat
imunisasi Hepatitis B2. Kendala utama biasanya pada masalah kedisiplinan
pencatatan karena para orangtua banyak yang mengimunisasi anaknya di tempat
46
praktek Dokter dan tidak meminjamkan buku KIA kepada petugas Posyandu sehingga
data kohort tidak tercatat dengan baik. Sedangkan Koordinator Imunisasi (Ibu Tuti)
mengatakan kendala pelaksanaan program imunisasi di Posyandu setempat karena
orangtua bayi lebih memilih untuk mengimunisasi bayinya di tempat praktek dokter
umum daripada di Posyandu, karena kebanyakan orangtua bayi merasa gengsi apabila
mengimunisasi anaknya di Posyandu.
BAB VI
ANALISA PEMECAHAN MASALAH
47
2.
Dapat diukur
3.
Dapat diatasi
48
49
KELEBIHAN
KEKURANGAN
desa.
Money
jadwal imunisasi.
Tersedianya dana
operasional
puskesmas
Adanya
jamkesmas/jamkesda/jampersal
untuk memeriksakan bayinya
Method
pemerintah
Adanya pedoman baku mengenai
penyuntikan aman khusus untuk
vaksinasi Hepatitis B
50
Bayi
yang
imunisasi
belum
saat
dikunjungi
Material
Machine
mendapat
lahir
selalu
(Kunjungan
Neonatus)
sehingga
dapat
dipantau
perkembangannya
bidan, 1 puskesmas
Tersedianya
peralatan
yang
Proses
Kelebihan
Kekurangan
PI
Sudah
(perencanaan)
mendapatkan
baru lahir
kohort
Sudah
terdapat
terdapat
jadwal
tetap
bayi
perencanaan
Penggerakan
Pelaksanaan
mengevaluasi
hasil
kegiatan.
Pemeriksaan bayi di Posyandu
pelayanan
Pelayanan kunjungan neonatus
yang
sudah
diimunisasi
HB2
diluar
posyandu
tidak
Terdapat
rapat
bulanan
bagi
sudah diimunisasi
tercatat
Kurangnya
kerjasama
P3
Pengawasan
pengendalian,
Lingkungan
posyandu
dan
dilaporkan
ke
dinas
dan
tenaga
kesehatan
penilaian
Lingkungan
Kelebihan
Kekurangan
mengenai
lingkungannya
Orang tua memiliki motivasi
khususnya Hepatitis B2
Ibu
tidak
mengetahui
yang
baik
untuk
memberi
imunisasi
jadwal imunisasi.
imunisasi bayi.
kesehatan swasta setempat dalam melakukan pendataan bayi yang telah diimunisasi.
Terjadi salah pencatatan data kohort imunisasi oleh bidan.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi khususnya Hepatitis B2.
Ibu tidak mengetahui jadwal imunisasi.
Sebagian warga menolak dilakukan imunisasi dengan alasan agama, dan tradisi.
52
INPUT
MATERIAL: tidak
ditemukan masalah
MACHINE: Tidak
ditemukan masalah
P1
Kurangnya
koordinasidengan
pihak luar posyandu
dalam pencatatan
bayi baru lahir
P2
Bayi yang diimuninasi diluar posyandu
tidak melapor sehingga terjadi salah
pencatatan data kohort bidan
LINGKUNGAN
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi khususnya imunisasi
Hepatitis B
Tidak semua ibu mengetahui jadwal
Beberapa warga menolak dilakukan imunisasi karena alasan agama
P3
Kurangnya kerjasama petugas posyandu dengan tenaga
kesehatan lain dalam pencatatan imunisasi bayi
PROSES
adat, dll
53
Gambar 6. Diagram fish bone
60
BAB VII
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Penyebab Masalah
.
1
Meningkatkan
kerjasama
antara
2.
berlangsung
Pelatihan kader dalam hal menjelaskan
lebih
tingkat
dalam
mengenai
keamanan
dan
imunisasi,
evektivitas
tingkat
keamanan
dan
efektivitas
Beberapa
warga
menolak
dilakukan
akibat
yang
mungkin
kebiasaan
penyelesaian
masalah,
timbul,
62
VII.2.
PENENTUAN
PRIORITAS
ALTERNATIF
PEMECAHAN
MASALAH
Setelah menentukan alternatif pemecahan masalah, maka selanjutnya
dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah. Penentuan
prioritas alternatif pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan
kriteria matriks dengan rumus MxIxV/C.7
Penyelesaian masalah sebaiknya memenuhi kriteria, sebagai berikut:7
1.
Efektivitas program
Pedoman untuk mengukur efektivitas program:
a. Magnitude
(m)
Besarnya
penyebab
masalah
yang
dapat
diselesaikan.
b. Importancy (I) Pentingnya cara penyelesaian masalah
c. Vulnerability (v) Sensitifitas cara penyelesaian masalah
Kriteria m, I, dan v kita beri nilai 1-5. Bila makin magnitude maka nilai
nya makin besar, mendekati 5. Begitu juga dalam melakukan penilaian
pada kriteria I dan v.
2.
Efisiensi pogram
Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah ( cost ). Kriteria
cost (c) diberi nilai 1-5. Bila cost nya makin kecil, maka nilainya
mendekati 1.
Berikut ini proses penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah
Alternatif pemecahan
Nilai Kriteria
masalah
Peningkatan
Prioritas
(m x i x v)/c
M
1.
Hasil
kerjasama 3
12
III
63
posyandu
dan
kesehatan
lain
tenaga
mengenai
rapat
evaluasi
24
18
II
dan
ke-
mungkin
timbul,
memberi
penyuluhan
kepada
masyarakat
mengenai
pentingnya imunisasi.
64
2.
pentingnya imunisasi.
3. Peningkatan kerjasama posyandu dan tenaga kesehatan lain mengenai
pencatatan imunisasi bayi dengan rapat evaluasi setelah program
imunisasi
65
Rencana Kegiatan Pemecahan Masalah Dalam Meningkatkan Cakupan bayi yang mendapat imunisasi
NO
1.
Kegiatan
Menjelaskan lebih
dalam mengenai
imunisasi, tingkat
keamanan dan keefektivitasan vaksin,
risiko yang mungkin
timbul, penyelesaian
masalah, dan jadwal
imunisasi terutama
yang termasuk PPI.
Tujuan
Meningkatkan
pengetahuan
orangtua
mengenai
imunisasi
Hepatitis B
Sasaran
Ibu hamil, ibu
yang telah
melahirkan,
ibu yang
mempunyai
anak balita,
Warga
masyarakat,
Tokoh
masyarakat
Lokasi
Pelaksana
Waktu
Dana
Balai Desa
Kader, Bidan
desa, Dokter
umum,
Dokter
spesialis
2 bulan 1x
Dana
operasional
puskesmas
Salaman I
Metode
- Pemberian
materi
-Tanya jawab
Tolak ukur
Proses:
Pemberian materi
mengenai imunisasi
Hasil:
Pengetahuan mengenai
imunisasi dan jadwal
imunisasi meningkat
sehingga motivasi untuk
imunisasi meningkat.
66
2.
Pelatihan kader
mengenai imunisasi
agar kader dapat
membantu memberi
penyuluhan kepada
masyarakat mengenai
pentingnya imunisasi.
Peningkatan kerjasama
antara bidan, dengan
tenaga kesehatan
lainnya diluar
posyandu dalam hal
imunisasi bayi dengan
mengadakan rapat
evaluasi setelah
program imunisasi
berjalan
Meningkatkan
pengetahuan
kader mengenai
imunisasi
agar
kader
dapat
membantu
memberi
penyuluhan
kepada
warga
masyarakat
Kader desa
Menyamakan
data yang
didapatkan
dalam hal bayi
yang mendapat
imunisasi HB2
baik didalam dan
diluar posyandu
Bidan Desa,
kader, tenaga
kesehatan
Aula
Puskesmas
Aula
puskesmas
Bidan desa,
Dokter dan
tenaga
kesehatan
lainnya
Koordinator
imunisasi,
Dokter
puskesmas,
Dokter muda
yang
mengikuti
kepanitraan
klinik di
puskesmas
Salaman I
2 bulan 1x
3 bulan 1x
Dana
operasional
Puskesmas
Salaman I
Pemberian
materi
Dana
operasional
puskesmas
Salaman I
Pelaporan data
imunisasi bayi
yang mendapat
imunisasi HB2
Proses: Pemberian ma
dan pelatihan menge
imunisasi
Hasil:
meningkat
pengetahuan
ka
mengenai imunisasi
Proses:
67
No.
1.
2.
3.
Mei
1
Juni
4
Desember
No.
Kegiatan
1.
2.
3.
Juli
4
Januari
September
3
Februari
Oktober
4
April
Maret
November
Mei
68
A: Menjelaskan lebih dalam mengenai imunisasi, tingkat keamanan dan ke-efektivitasan vaksin, risiko yang mungkin timbul,
penyelesaian masalah, dan jadwal imunisasi terutama yang termasuk PPI.
B: Pelatihan bidan mengenai imunisasi agar bidan dapat membantu memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya
imunisasi.
C: Peningkatan kerjasama posyandu dan tenaga kesehatan lain mengenai pencatatan imunisasi bayi dengan rapat evaluasi setelah
program imunisasi
69
BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN
VIII.1. SIMPULAN
Program imunisasi Hepatitis B2 di puskesmas Salaman belum mencapai target.
Cakupan kegiatan bulan Januari-Februari 2012 sebesar 93 % sedangkan target 95 % sehingga
pencapaian masih kurang. Salah satu desa yang cakupannya masih kurang adalah desa Salaman
yaitu 18 %. Masalah yang ditemukan di desa Salaman antara lain : 1) Memberikan penjelasan
kepada orangtua yang mempunyai bayi bahwa vaksin yang disediakan posyandu dan dokter
sama saja, 2) Menjelaskan lebih dalam mengenai imunisasi, risiko yang mungkin timbul,
penyelesaian masalah, dan jadwal imunisasi terutama yang termasuk PPI, 3) Peningkatan
kerjasama posyandu dan tenaga kesehatan lain mengenai pencatatan imunisasi bayi dengan rapat
evaluasi setelah program imunisasi
Program pelaksanaan imunisasi Hepatitis B2 ini sudah berjalan dengan baik dengan
adanya PIN di posyandu, dan pengetahuan dasar ibu mengenai fungsi imunisasi, bidan desa rajin
menghimbau warganya untuk datang saat PIN dan juga mengunjungi ibu yang tidak datang saat
PIN. Namun system pencatatan masih kurang dikarenakan bayi-bayi yang diimunisasi diluar
posyandu tidak tercatat sehingga terdapat kesalahan pencatatan data kohort oleh bidan. Selain itu
banyak pula orang tua bayi yang lebih memilih mengimunisasi bayinya di tempat lain selain
posyandu karena takut efektivitas vaksin di posyandu berbeda dengan tempat lain. Pengetahuan
ibu yang tidak lengkap mengenai jadwal imunisasi tidak terlalu berpengaruh karena bidan yang
rajin melakukan kunjungan neonatus.
VIII.2. SARAN
Adapun beberapa saran yang dapat diberikan oleh penulis, antara lain :
1. Bagi Ibu yang Memiliki Bayi
Mengetahui jadwal imunisasi terutama yang termasuk Program Pengembangan Imunisasi (PPI)
sehingga dapat mengingatkan tenaga kesehatan mengenai jadwal imunisasi bayi mereka.
70
Tidak perlu mengkhawatirkan evektivitas vaksin yang diberikan oleh posyandu, karena
evektivitasnya terjamin dan sama dengan vaksin di tempat lain.
2. Bagi Puskesmas
71
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
6.
http://www.pediatrik.com/ilmiah.../20060220-6bd3go-ilmiah_popular.html. Accessed on
March 31st, 2012.
72