Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat berharga yang harus dipelihara dan
ditingkatkan melalui suatu upaya kesehatan. WHO sebagai organisasi kesehatan dunia
mencanangkan MDGs sebagai langkah nyata pembangunan kesehatan. Terdapat 3 poin dari
MDGs yang menerangkan pentingnya kesehatan pada pembangunan sumber daya manusia,
yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan


Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua
Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
Menurunkan Kematian Anak
Meningkatkan Kesehatan Ibu
Mengendalikan HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit menular lainnya.
Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup
Mengembangkan Kemitraan Pembangunan di Tingkat Global
Paradigma sehat adalah salah satu cara pandang dan atau suatu konsep dalam

menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang dalam pelaksanaannya sepenuhnya


menerapkan pengertian dan atau prinsip-prinsip pokok kesehatan. Konsep paradigma sehat
berarti mencegah lebih baik daripada mengobati dan pemberdayaan pada masyarakat agar
dapat berperilaku sehat, hidup dalam lingkungan yang sehat. Paradigma sehat berisi tentang
upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat Indonesia, yang
meliputi pembangunan berwawasan kesehatan, profesionalisme, jaminan kesehatan
masyarakat dan desentralisasi. Penerapan paradigma sehat sebagai kebijakan pembangunan
kesehatan 2010-2014, yaitu :
1. Visi pembangunan kesehatan di Indonesia menurut Depkes yaitu:
MASYARAKAT YANG SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN
2. Misi pembangunan kesehatan di Indonesia menurut Depkes, yaitu:

a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya


kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan
yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
3. Sasaran strategi pembangunan kesehatan 2010-2014 di Indonesia:
a. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat.
b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular.
c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar
tingkat sosial ekonomi serta gender.
d. Meningkatnya penyediaan anggaran public untuk kesehatan dalam rangka
mengurangi risiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk,
e.
f.
g.
h.

terutama penduduk miskin.


Menigkatnya PHBS pada tingkat rumah tangga dari 50% menjadi 70%
Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di DTPK.
Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular.
Seluruh kabupaten/kota melaksanakan SPM.

Salah satu tujuan MDGs adalah mengendalikan HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit
menular lainnya. Saat ini lebih dari 350 juta pasien karier virus Hepatitis B di dunia, dimana
75% berada di Asia dan Pasifik Barat. Vaksinasi Hepatitis B yang efektif telah tersedia
selama lebih dari 20 tahun, tetapi transmisi perinatal dan paparan terhadap virus pada awal
kehidupan merupakan sumber penularan utama. Asia Tenggara merupakan daerah endemik
infeksi virus Hepatitis B, Salah satunya adalah Indonesia dimana 8% atau lebih merupakan
karier Hepatitis B dan risiko infeksi selama hidup bervariasi dari 60-80%. Transmisi vertikal
merupaakan sumber infeksi utama di seluruh dunia. Insidensi hepatitis B cenderung
meningkat tiap tahunnya.
Imunisasi Hepatitis B memegang peranan penting untuk mencegah infeksi ini
terutama pada bayi. Infeksi pada kelompok umur ini akan menyebabkan infeksi kronik dan
pada akhirnya bisa berkembang menjadi sirosis hepar dan karsinoma hepar dan dapat

meneyebarkan infeksi kepada orang lain. Pencegahan pertama pada imunisasi bayi berumur
0-7 hari. Sebab itu penting untuk mengevaluasi cakupan program imunisasi tersebut.
Dari Puskesmas Salaman I, cakupan jumlah bayi diimunisasi Hepatitis B2 93 %
sedangkan target yang ditetapkan dinkes Kabupaten Magelang sebesar 95 %. Dari 10 desa di
wilayah Borobudur, salah satu pencapaian rendah ditemukan di Desa Salaman yaitu terdapat
sasaran 74 bayi lahir hidup per tahun tetapi selama bulan Januari-Februari hanya terdapat 28
bayi yang diimunisasi Hepatitis B2, didapatkan hasil cakupan desa Salaman pada bulan
tersebut sebesar 18%. Hal tersebut menjadi suatu masalah karena cakupan imunisasi Hepatitis
B2 di Desa Salaman kurang dari target Dinkes Kabupaten Magelang.
Berdasarkan data tersebut di atas, maka penulis ingin mengevaluasi mengapa masih
terdapat bayi yang tidak diimunisasi Hepatitis B2 saat berumur 1-2 bulan di desa Salaman
tersebut selama periode bulan Januari - Februari 2012.

I.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah mengenai
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kurangnya jumlah cakupan program imunisasi
hepatitis B2 di Desa Salaman.
I.3 TUJUAN
I.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui, mengidentifikasi, menganalisis pemecahan masalah serta melakukan
evaluasi mengenai kurangnya cakupan program imunisasi Hepatitis B2 yang terdapat di
wilayah kerja Puskesmas Salaman I, secara menyeluruh sehingga dapat meningkatkan

perlindungan imunitas dalam masyarakat dalam tujuan mengendalikan HIV/AIDS,


Malaria, dan penyakit menular lainnya yang merupakan salah satu tujuan MDGs.
I.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui masalah kurangnya cakupan program imunisasi Hepatitis B2 di desa

Salaman.
Mampu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan

program imunisasi Hepatitis B2 di desa Salaman.


Mampu menyelesaikan masalah mengenai program imunisasi Hepatitis B2 di desa
Salaman.

I.4 Manfaat Kegiatan


I.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa
1. Sebagai syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan
Masyarakat.
2. Memperoleh pengalaman dalam program-program puskesmas salah satunya
adalah imunisasi.
3. Melatih kemampuan berkomuniasi dan berinteraksi dengan masyarakat.
4. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan masalah yang ada.
5. Menerapkan ilmu yang telah didapatkan sebelumnya untuk dapat melakukan
evaluasi program.
I.4.2 Manfaat bagi Puskesmas
1. Sebagai bahan masukan bagi puskesmas untuk dapat semakin meningkatkan
kinerja program imunisasi Hepatitis B2.
2. Mengetahui cakupan pemberian imunisasi Hepatitis B2 di Desa Salaman
kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
3. Membantu puskesmas dalam mengidentifikasi penyebab dari kurang berhasilnya
upaya puskesmas dalam hal pemberian imunisasi Hepatitis B2.
4. Membantu puskesmas dalam memberikan alternatif penyelesaian terhadap
masalah pemberian imunisasi Hepatitis B2.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Tentang Imunisasi Hepatitis B


1. Definisi Imunisasi Hepatitis B
Kata imun berasal dari bahasa latin imunitas yang berarti pembebasan
(kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka
terhadap kewajiban terhadap warga biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah
ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan
terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi terhadap penyakit menular. Sistem imun adalah
suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel sel serta produk zat zat yang
dihasikannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda

asing seperti kuman kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh
(Badan Litbangkes, 2008).
Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen ke dalam tubuh, maka
sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut antibodi. Pada umumnya
reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat karena tubuh belum
mempunyai pengalaman terhadap antigen yang masuk, tetapi pada reaksi yang kedua,
ketiga dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen
tersebut sehingga pembentukan antibody terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam
jumlah yang lebih banyak, itulah sebabnya pada beberapa jenis penyakit yang dianggap
berbahaya dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai
tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut atau seandainya
terkenapun tidak akan menimbulkan akibat yang fatal (Badan Litbangkes, 2008).
Imunisasi adalah pemberian vaksin kepada seseorang untuk melindunginya dari
beberapa penyakit tertentu. Imunisasi merupakan upaya untuk mencegah penyakit lewat
peningkatan kekebalan tubuh seseorang (Badan Litbangkes, 2008).
Imunisasi merupakan suatu upaya pencegahan yang paling efektif untuk
mencegah penularan penyakit hepatitis B. Word Health Organization (WHO) melalui
program The Expanded Program on Immunization (EPI) merekomendasikan pemberian
vaksinasi terhadap 7 jenis antigen penyakit sebagai imunisasi rutin di Negara
berkembang, yaitu BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B.
Imunisasi ada dua macam yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi
aktif adalah pemberian kuman atau racun yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan
tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri contohnya imunisasi
hepatitis B, sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga
kadar antibodi dalam tubuh meningkat contohnya peningkatan ATS (Anti Tetanus
Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan, contoh lain adalah yang terdapat

pada bayi baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari Ibunya
terhadap campak (Depkes RI, 2004).
Data statistik menunjukkan makin banyak penyakit menular bermunculan dan
senantiasa mengancam kesehatan. Setiap tahun di seluruh dunia ratusan ibu, anak anak
dan dewasa meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah, hal ini
dikarenakan kurangnya informasi tentang pentingnya imunisasi. Bayi bayi yang baru
lahir, anak anak usia muda yang bersekolah dan orang dewasa sama sama memiliki
resiko terserang penyakit penyakit menular yang mematikan seperti, hepatitis B,
dipteri, tetanus, thypus, radang selaput otak dan masih banyak penyakit lainnya yang
sewaktu waktu muncul dan mematikan, untuk itu salah satunya pencegahan yang
terbaik dan sangat vital agar bayi bayi tersebut terlindungi hanya dengan melakukan
imunisasi (Khalidatnnur & Masriati, 2007).
Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien dalam mencegah
penyakit dan merupakan upaya preventif yang mendapatkan prioritas. Sampai saat ini
ada tujuh penyakit infeksi pada anak yang dapat menyebabkan kematian dan cacat,
walaupun sebagian anak dapat bertahan dan kebal. Ketujuh penyakit tersebut
dimasukkan dalam program imunisasi yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio,
campak dan hepatitis B (Mirzal, 2008).
Imunisasi hepatitis B pada bayi adalah upaya memberikan stimulan kepada tubuh
agar secara efektif membentuk antibody terhadap virus hepatitis B (antiHBs). Program
imunisasi hepatitis B dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan dan kematian
sebesar 80 -90% (Idwar, 2000).
2. Program imunisasi Hepatitis B di Indonesia
Imunisasi hepatitis B pada individu dimaksudkan agar individu membetuk
antibodi yang ditunjukan untuk mencegah infeksi oleh virus hepatitis B. Tujuan utama
pemberian imunisasi hepatitis B yaitu untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
7

yang disebabkan oleh infeksi hepatitis B dan manifestasinya, secara tidak langsung
menurunkan angka kesakitan dan kematian karena kanker hati dan pengerasan hati
(Depkes RI 2000).
Pemberian imunisasi hepatitis B sesuai dengan jadwal imunisasi rekomendasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2010 berdasarkan status HBsAg pada saat
ibu melahirkan. Bayi yang dilahirkan dari Ibu dengan status HBsAg yang tidak
diketahui, diberikan vaksin rekombinan (HB Vax-II 5g atau engerix B 10 g) atau
vaksin plasma derived 10 mg secara intra muscular dalam waktu 12 jam setelah lahir.
Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dosisi ketiga diberikan pada umur 6 bulan.
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya diketahui HBsAg ibu positif diberikan segera 0,5
HBIF sebelum usia anak satu minggu. Bayi baru lahir dari Ibu HBsAg positif dalam
waktu 12 jam setelah lahir dberikan 0,5 ml BIG dan vaksin rekombinan (HB Vax-II 5 mg
atau engerix B 10 mg) intra muscular disisi tubuh yang berlalinan. Dosis kedua di
berikan 1-2 bulan sesudahnya dan dosis ketiga pada usia 6 bulan. Bayi yang lahir dengan
HBsAg negatif diberikan vaksin rekombinan (HB Vax-II dengan dosisi minimal 2,5 g
atau engerix B 10g, vaksin plasma derived dengan dosisi 10g intar muscular saat lahir
sampai 2 bulan. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan dan dosisi ketiga diberikan 6 bulan
setelah dosis pertama. Adapun jadwal pelaksanaan program imunisasi nasiaonal adalah
sebagai berikut.
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Program Imunisasi Nasional
Umur

Vaksin

Tempat

0 Bulan (0-7 hari)

HB1

Dirumah

1 Bulan

BCG

Posyandu

2 Bulan

HB2

Posyandu

Bayi lahir dirumah

3 Bulan

HB2, DPT1, Polio1

Posyandu

4 Bulan

HB3, DPT2. Polio2

Posyandu

9 Bulan

Campak dan Polio 4

Posyandu

0 Bulan (0-7hari)

HB1, Polio1, BCG

RS/Bidan Praktek

2 Bulan

HB2, DPT1, Polio 2

Posyandu

3 Bulan

HB3, DPT2, Polio 3

Posyandu

4 Bulan

DPT3, Polio 4

Posyandu

9 Bulan

Campak

Posyandu

Bayi lahir di
RS/Bidan praktek

Sumber : Depkes RI
Tinjauan Tentang Penyakit Hepatitis B
1. Definisi Penyakit Hepatitis B
Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh
virus hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula
menyebabkan radang, gagal ginjal, sirosis hati, dan kematian (Laila Kusumawati,
2006).
Penyakit hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi
atau keracunan. Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan di dunia
dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal
ini karena selain prevelensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan
problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirrhosis hepatitis dan carcinoma
hepatocelluler primer (Aguslina, 1997).
Hepatitis merupakan peradangan hati yang bersifat sistemik, akan tetapi
hepatitis bisa bersifat asimtomatik. Hepatitis ini umumnya lebih ringan dan lebih
asimtomatik pada yang lebih muda dari pada yang tua. Lebih dari 80% anak anak

menularkan hepatitis pada anggota keluarga adalah asimtomatik, sedangkan lebih


dari tiga perempat orang dewasa yang terkena hepatitis A adalah simtomatik
(Tjokronegoro, 1999).
Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan
20% penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan
mengalami cirrhosis hepatic dan carcinoma hepatoculler primer (hepatoma).
Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita
dimana respon imun belum berkembang secara sempurna. Pada saat ini
diperkirakan terdapat kira kira 350 juta orang pengidap (carrier) HBsAg dan 220
juta (78%) terdapat di Asia termasuk Indonesia (Sulaiman, 1994, dalam Aguslina,
1997).
2. Etiologi Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Virus ini pertama
kali ditemukan oleh Blumberg tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen
Australia yang termasuk DNA virus.
Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut
dengan Partikel Dane. Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang
membungkus partikel inti (core). Pada partikel inti terdapat hepatitis B core antigen
(HBcAg) dan hepatitis B antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri
atas lipoprotein dan menurut sifat imunologiknya protein virus hepatitis B dibagi
menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr. Subtype ini secara epidemiologis
penting karena menyebabkan perbedaan geografik dan rasial dalam penyebaranya
(Aguslina, 1997).
3. Patogenesis

10

Berbagai mekanisme bagaimana virus hepatotropik

merusak sel hati

masih belum jelas, bagaimana peran yang sesungguhnya dari hal hal tersebut.
Informasi dari kenyataanya ini meningkatkan kemungkinan adanya perbedaan
patogenetik. Ada dua kemungkinan : (1) Efek simptomatik langsung dan (2)
adanya induksi dan reaksi imunitas melawan antigen virus atau antigen hepatosit
yang diubah oleh virus, yang menyebabkan kerusakan hepatosit yang di infeksi
virus. Organ hati pada tubuh manusia.
Pada hepatitis kronik terjadi peradangan sel hati yang berlanjut hingga
timbul kerusakan sel hati. Dalam proses ini dibutuhkan pencetus target dan
mekanisme persistensi. Pencetusnya adalah antigen virus, autogenetic atau obat.
Targetnya dapat berupa komponen struktur sel, ultrastruktur atau jalur enzimatik.
Sedangkan persistensinya dapat akibat mekanisme virus menghindar dari sistem
imun tubuh, ketidakefektifan respon imun atau pemberian obat yang terus menerus (Stanley, 1995).
4. Patofisiologi
Pada hati manusia merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus
Hepatitis B (VHB) mula mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel
hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam
sitoplasma virus Hepatitis B (VHB) melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan
nukleokapsid. Selanjuntnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di
dalam asam nukleat virus Hepatitis B (VHB) akan keluar dari nukleokapsid dan
akan menempel pada DNA hopses dan berintegrasi pada DNA tersebut.
Selanjutnya DNA virus hepatitis B (VHB) memerintahkan sel hati untuk
membentuk protein bagi virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah,
mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon
11

imunologik penderita terhadap infeksi. Gambaran patologis hepatitis akut tipe A,


B, Non A dan Non B adalah sama yaitu adanya peradangan akut di seluruh bagian
hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel sel hati dengan histosit
(Aguslina, 1997).
Perubahan morfologi hati pada hepatitis A, B dan non A dan B adalah
identik pada proses pembuatan billiburin dan urobulin. Penghancuran eritrosit
dihancurkan dan melepaskan Fe + Globulin + billiburin. Pengahancuran eritrosit
terjadi di limpa, hati, sum sum tulang belakang dan jaringan limpoid.
a. Bilirubin I
Hasil penelitian eritrosit di lien adalah bilirubin I atau bilirubin indirect.
Bilirubin I masih terkait dengan protein. Di hati bilirubin I dipisahkan protein
dan atas pengaruh enzim hati, bilirubin I menjadi bilirubin II atau
hepatobilirubin.
b. Bilirubin II
Bilirubin dikumpulkan didalam vesica fellea (kandung empedu) dan dialirkan
ke usus melalui ductus choleiducus. Bilirubin yang keluar dari vesica fellea
masuk ke usus diubah menjadi stercobilin, kemudian keluar bersama feces lalu
sebagian masuk ke ginjal, sehingga disebut urobilinogen. Bila bilirubin terlalu
banyak dalam darah akan terjadi perubahan pada kulit dan selaput lendir
kemudian kelihatan menguning sehingga disebut ikterus (Tjokronegoro, 1999).
5. Manefestasi Klinis Hepatitis B
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis manefestasi klinis hepatitis
B dibagi dua, yaitu :
a. Hepatitis B akut
12

Hepatitis B akut yaitu manefestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu


yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus
hepatitis B dari tubuh hospes. Hepatitis B akut terdiri atas 3, yaitu:
1) Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95% penderita dengan gambaran ikterus yang
jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu, fase praikterik (prodromal),
gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia,
mual, nyeri di daerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap.
Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati, fase ikterik, gejala
demam dan gastrointestinal mulai tambah hebat, disertai hepatomegali dan
spinomegali. Timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu ke
dua. Setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes
fungsi hati abnormal dan fase penyembuhan, ditandai dengan menurunya
kadar enzim aminotransferase, pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa
nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.
2) Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1% dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7 10 hari, 50% akan berakhir dengan
kematian.
b. Hepatitis B kronik
Hepatitis B kronik yaitu kira kira 5 -10% penderita hepatitis B akut akan
mengalami hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak
menunjukan perbaikan yang mantap (Aguslina, 1997)

13

6. Sumber dan Cara Penularan


a. Sumber Penularan Virus Hepatitis B
Sumber penularan berupa darah, saliva, kontak dengan mukosa penderita virus,
feses, dan urine, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang
terkontaminasi virus hepatitis B.

b. Cara penularan Virus Hepatitis B


Penularan virus hepatitis B melalui berbagai cara

yaitu parenternal dimana

terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda
yang susah tercemar virus Hepatitis B dan pembuatan tattoo, kemudian secara
non parenteral yaitu karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar
virus hepatitis B. secara epidemiologi penularan infeksi virus hepatitis B dari Ibu
yang HBsAg positif kepada anak dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal,
dan secara horizontal yaitu penularan infeksi virus Hepatitis B dari seseorang
pengidap virus kepada orang lain disekitarnya, misalnya melalui hubungan
seksual (Aguslina, 1997)
7. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hepatitis B
Faktor faktor yang mempengaruhi penyakit Hepatitis B menurut Aguslina
(1997) dapat dibagi menjadi :
a. Faktor Host (Pejamu)
Faktor host adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit Hepatitis B yang meliputi:

14

1) Umur, dimana penyakit Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur.


Paling sering bayi dan anak (25,45%). Resiko untuk menjadi kronis menurun
dengan bertambahnya umur, dimana bayi pada 90% menjadi kronis, pada
anak usia sekolah 23 46% dan pada orang dewasa 3 10% (Aguslina,
1997).
2) Jenis Kelamin, wanita tiga kali lebih sering terinfeksi Hepatitis B dibanding
pria.
3) Mekanisme pertahanan tubuh, bayi baru lahir atau bayi dua bulan pertama
setelah lahir sering terinfeksi Hepatitis B, terutama pada bayi yang belum
mendapat imunisasi Hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum
berkembang sempurna.
4) Kebiasaan hidup, dimana sebagian besar penularan pada masa remaja
disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual,
pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tattoo, dan pemakaian akupuntur.
5) Pekerjaan, kelompok resiko tinggi untuk mendapatkan infeksi Hepatitis B
adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar
operasi, petugas laboratorium dimana pekerjaan mereka sehari hari kontak
dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).
b.

Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah Virus Hepatitis B (VHB). Berdasarkan sifat
imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,
ayw dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebaranya.
Subtype adw terjadi di Eropa, Amerika dan Australia. Subtipe ayw terjadi di
Afrika Utara dan Selatan. Subtipe ayw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand,
Indonesia. Sedangkan subtipe adr terjadi di jepang dan China.

15

c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang
mempengaruhi perkembangan hepatitis B, yang termasuk faktor lingkungan
adalah lingkungan dengan sanitasi jelek daerah dengan prevelensi virus hepatitis
B (VHB) tinggi, daerah unit pembedahan, daerah unit laboratorium, daerah bank
darah, daerah tempat pembersihan, daerah dialias dan transplantasi, daerah unit
penyakit dalam.

8. Epidemiologi Hepatitis B
Prevelensi penyakit Hepatitis B di dunia terendah berada di benua Amerika
dan sebelah Eropa dimana sebesar kurang dari 2% populasi yang terinfeksi kronik
melalui peyalahgunaan obat obatan injeksi, seksual tanpa pengaman dan faktor
faktor penting yang lainnya. Prevelensi sedang berada di Eropa Timur, Rusia, dan
Jepang sebesar 2 -7 % yang umumnya menyerang anak anak. Prevelensi tinggi
berada di wilayah China, Asia tenggara dan Afrika, dimana penularan terjadi
umumnya pada baru lahir dengan endemisitas > 8%.
9. Komplikasi
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan
penyakit

yang panjang hingga 4 sampai 8 bulan, keadaan ini dikenal sebagai

hepatitis kronik persisten, dan terjadi pada 5% hingga 10% pasien. Akan tetapi
meskipun kronik persisten dan terjadi pada 5 % hingga 10% pasien. Akan tetapi
meskipun terlambat, pasien pasien hepatitis kronik persisten akan sembuh kembali.
Pasien hepatitis virus sekitar 5% akan mengalami kekambuhan setelah
serangan awal. Kekambuahan biasanya dihubungkan dengan kebiasaan minum
alkohol dan aktivitas fisik yang berlebihan. Ikterus biasanya tidak terlalu nyata dan
16

tes fungsi hati tidak memperlihatkan kelainan dalalm derajat yang sama. Tirah
baring biasanya akan segera di ikuti penyembuhan yang tidak sempurna.
Akhirnya suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah
perkembangan carcinoma hepatoselular, kendatipun tidak sering ditemukan, selain
itu juga adanya kanker hati yang primer. Dua faktor penyebab utama yang berkaitan
dengan patogenesisnya adalah infeksi virus hepatitis B kronik dan sirosis terakit
dengan virus hepatitis C dan infeksi kronik telah dikaitkan pula dengan kanker hati
(Sylvia, 1995).
10. Prognosis
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian. Pada sebagian kasus penyakit berjalan ringan dengan
perbaikan biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1 3 tahun. Pada sebagian kasus
lainnya, hepatitis kronik persisten dan kronk aktif berubah menjadi keadaan yang
lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis. Secara keseluruhan, walaupun
terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap asimtomatik dan jarang terjadi kegagalan
hati (Tjokronegoro, 1999).
Infeksi Hepatitis B dikatakan mempunyai mortalitas tinggi. Pada suatu
survey dari 1.675 kasus dalam satu kelompok, tertnyata satu dari delapan pasien
yang menderita hepatitis karena tranfusi (B dan C) meninggal sedangkan hanya satu
diantara dua ratus pasien dengan hepatitis A meninggal dunia (Tjokronegoro, 1999).
Di seluruh dunia ada satu diantara tiga yang menderita penyakit hepatitis B
meninggal dunia (WHO, 2005).
11. Penatalaksanaan Hepatitis B
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis virus, akan tetapi secara umum
penatalaksanaan pengobatan hepatitis adalah sebagai berikut :

17

a.

Istirahat
Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat
mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali mereka
dengan umur tua dan keadaan umum yang buruk.

b.

Diet
Jika pasien mual, tidak ada nafsu makan atau muntah muntah, sebaiknya
diberikan infus. Jika tidak mual lagi, diberikan makanan cukup kalori (30-35
kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 gr/kg BB), yang diberikan secara
berangsur angsur disesuaikan dengan nafsu makan klien yang mudah dicerna
dan tidak merangsang serta rendah garam (bila ada resistensi garam/air).

c.

Medikamentosa
Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan billiburin
darah. Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestatis yang berkepanjangan,
dimana transaiminase serumsudah kembali normal tetapi billburin masih
tinggal. Pada keadaan ini dapat dberikan prednisone 3 x 10 mg selama 7 hari,
jangan diberikan antimetik, jika perlu sekali dapat diberikan fenotiazin.
Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila
pasien dalam keadaan perkoma atau koma, penanganan seperti pada koma
hepatik (Arif, 2000).
d. Pencegahan Penularan Hepatitis B
Menurut Park ada lima pokok tingkatan pencegahan yaitu :
1) Health promotion

18

Helath promotion yaitu dengan usaha penigkatan mutu kesehatan.


Helath

promotion

terhadap

host

berupa

pendidikan

kesehatan,

peningkatan higiene perorangan, perbaikan gizi, perbaikan system tranfusi


darah dan mengurangi kontak erat dengan bahan - bahan yang berpotensi
menularkan virus hepatitis B (VHB).
2) Specific protection
Specific protection yaitu perlindungan khusus terhadap penularan
hepatitis B dapat dilakukan melalui sterilisasi bendabenda yang tercemar
dengan pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan yang
langsung bersinggungan dengan darah, serum, cairan tubuh dari penderita
hepatitis, juga pada petugas kebersihan, penggunaan pakaian khusus
sewaktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan penderita pada tempat khusus selain itu perlu
dilakukan pemeriksaan HBsAg petugas kesehatan (unit onkologi dan
dialisa) untuk menghindarkan kontak antara petugas kesehatan dengan
penderita dan juga imunisasi pada bayi baru lahir.
3) Early diagnosis and prompt treatment
Menurut Noor (2006), diagnosis dan pengobatan dini merupakan
upaya pencegahan penyakit tahap II. Sasaran pada tahap ini yaitu bagi
mereka yang menderita penyakit atau terancam akan menderita suatu
penyakit. Tujuan pada pencegahan tahap II adalah :
a) Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui pemeriksaan berkala
pada sarana pelayanan kesehatan untuk mematiskan bahwa seseorang

19

tidak menderita penyakit hepatitis B, bahkan gangguan kesehatan


lainnya.
b) Melakukan screening hepatitis B (pencarian penderita penyakit
Hepatitis) melalui suatu tes atau uji tertentu pada orang yang belum
mempunyai atau menunjukan gejala dari suatu penyakit dengan
tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya suatu penyakit hepatitis
B.
c) Melakukan pengobatan dan pearwatan penderita hepatitis B sehingga
cepat mengalami pemulihan atau sembuh dari penyakitnya.

4) Disability limitation
Disability limitation merupakan upaya pencegahan

tahap III

dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kecacatan dan kematian karena


suatu penyakit.
Upaya mencegah kecacatan akibat penyakit hepatitis B dapat
dilakukan dengan upaya mencegah proses berlanjut yaitu dengan
pengobatan dan perawatan secara khusus berkisanambungan dan teratur
sehingga proses pemulihan dapat berjalan dengan baik dan cepat. Pada
dasarnya penyakit hepatitis B tidak membuat penderita menjadi cacat pada
bagian tubuh tertentu. Akan tetapi sekali vitus hepatitis B masuk ke dalam
tubuh maka seumur hidup akan menjadi carrier dan menjadi sumber
penularan bagi orang lainnya.
5) Rehabilitation

20

Rehabilitasi merupakan serangkaian dari tahap pemberantasan


kecacatan

(disability

limitation)

dengan

tujuan

untuk

berusaha

mengembalikan fungsi fisik, psikologis dan sosial. (Noor, 2006).


Rehabilitation yang dapat dilakukan dalam menanggulangi penyakit
hepatitis B yaitu sebagai berikut :
a) Rehabilitasi fisik, jika penderita mengalami gangguan fisik akibat
penyakit hepatitis B
b) Rehabilitasi mental dari penderita hepatitis B, sehingga penderita tidak
merasa minder dengan orangtua masyarakat sekitarnya karena pernah
menderita penyakit hepatits B.
c) Rehabilitasi sosial bagi penderita penyakit hepatitis B sehingga tetap
dapat melakukan kegiatan di lingkungan sekitar bersama orang lainnya.
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Definisi KIPI
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah
semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada
keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca
vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien
imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccinestrain pada resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse
events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang
vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat,
intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit
dibedakan.efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena
21

potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap
unsure vaksin dengan latar belakang genetic. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur
(vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif
(neomisin, merkuri), atau unsure lain yang terkandung dalam vaksin.
Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik
pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan
teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan.
Sesuai telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM) USA
menyatakan bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian yang
memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan
(pragmatic errors).

Etiologi
Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata tidak
ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu unutk menentukan KIPI diperlukan
keterangan mengenai:
1. besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu
2. sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik
3. derajat sakit resipien
4. apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti
5. apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan
produksi, atau kesalahan prosedur
KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor etiologi menurut klasifikasi
lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)
Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan
imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata

22

laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan
prosedur imunisasi, misalnya:

Dosis antigen (terlalu banyak)

Lokasi dan cara menyuntik

Sterilisasi semprit dan jarum suntik

Jarum bekas pakai

Tindakan aseptik dan antiseptik

Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik

Penyimpanan vaksin

Pemakaian sisa vaksin

Jenis dan jumlah pelarut vaksin

Tidak memperhatikan petunjuk produsen

Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat


kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.

2. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung
maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung
misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi
suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.
3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih
dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan.
Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis
sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan
baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi
kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian
spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini
harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
4. Faktor kebetulan (koinsiden)
23

Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan
saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya
kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan
karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
5. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam
salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok ini sambil
menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn kelengkapan informasi tersebut
akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.
Gejala Klinis KIPI
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala
lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat
KIPI terjadi makin cepat gejalanya.

Tabel2. Reaksi dan Gejala KIPI


Reaksi KIPI

Gejala KIPI

Lokal

Abses pada tempat suntikan


Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang berat, misalnya
selulitis, BCG-itis

SSP

Kelumpuhan akut
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang

Lain-lain

Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema


24

Reaksi anafilaksis
Syok anafilaksis
Artralgia
Demam tinggi >38,5C
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus menerus
(3jam)
Sindrom syok septik
Dikutip dari RT Chen, 1999
Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila
seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga
dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit
ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan
observasi selama 15 menit.untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap
sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis.
Jenis Vaksin

Gejala Klinis KIPI

Saat timbul KIPI

Toksoid Tetanus (DPT,

Syok anafilaksis

4 jam

Neuritis brakhial

2-18 hari

Komplikasi akut termasuk kecacatan

tidak tercatat

DT, TT)

dan kematian
Pertusis whole cell
(DPwT)

Syok anafilaksis

4 jam

Ensefalopati

72 jam

Komplikasi akut termasuk kecacatan

tidak tercatat

dan kematian

25

Campak

Syok anafilaksis

4 jam

Ensefalopati

5-15 hari

Komplikasi akut termasuk kecacatan

tidak tercatat

dan kematian
Trombositopenia

7-30 hari

Klinis campak pada resipien

6 bulan

imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan
dan kematian
tidak tercatat
Polio hidup (OPV)

Polio paralisis

30 hari

Polio paralisis pada resipien

6 bulan

imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan
dan kematian
Hepatitis B

Syok anafilaksis

4 jam

Komplikasi akut termasuk kecacatan

tidak tercatat

dan kematian
BCG

BCG-it is

4-6 minggu

Dikutip dengan modifikasi dari RT Chen, 1999


Angka Kejadian KIPI
KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis. Angka kejadian reaksi
anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang benar-benar reaksi
anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis. Anak yang lebih besar dan orang dewasa
lebih banyak mengalami sinkope, segera atau lambat. Episode hipotonik/hiporesponsif juga
tidak jarang terjadi, secara umum dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi.
Imunisasi Pada Kelompok Resiko

26

Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk
dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko adalah:
1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu
Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI dengan
mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan segera
2. Bayi berat lahir rendah
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:
a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar pada bayi
cukup bulab
b) Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan
diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan;
imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu
mengandung HbsAg
c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio yang
diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak
menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja
3. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai
akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis
vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien imunokompromais dapat
diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan
kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus
ditunda pada anak dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat
badan/hari atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat
diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah
pemberian kemoterapi selesai.
4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk menghindarkan
hambatan pembentukan respons imun.
Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi
27

Pada umumnya tidak terdapat indikasi kontra imunisasi untuk individu sehat kecuali untuk
kelompok resiko. Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat petunjuk dari produsen yang
mencantumkan indikasi kontra serta perhatian khusus terhadap vaksin. Petunjuk ini harus
dibaca oleh setiap pelaksana vaksinasi. (cfs/pedoman tata laksana medik KIPI bagi petugas
kesehatan)

BAB III
KERANGKA PENELITIAN

Kerangka Teori

KIPI

Program
Imunisasi
Prematur
Hepatitis
B di
Indonesia

BBLR

Definisi
imunisasi
Hepatitis
B2

Imunisa
si

Penyakit
Hepatitis
B

Imunisasi
Jadwal
Program
pada
Imunisasi
kondisi
Nasional
tertentu

Gambar 1. Bagan kerangka teori


28

Kerangka Konsep
Dalam pelaksanaan program imunisasi, salah satu tujuan program adalah
tercapainya indikator SPM (Standar Pelayanan Minimal) yang berarti bahwa pemberian
imunisasi Hepatitis B2 pada bayi berusia 1-2 bulan harus mencapai 95%.
Pemberian imunisasi Hepatitis B2 pada bayi berusia 1-2 bulan adalah tingkat
pencapaian jumlah bayi yang diimunisasi Hepatitis B pada bayi berusia 1-2 bulan dengan
hasil yang dicapai setiap periode atau jangka waktu tertentu. Banyak faktor yang
berhubungan dengan pemberian imunisasi Hepatitis B2 pada bayi berusia 1-2 bulan.
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah, pengetahuan petugas, koordinasi antar
petugas, sikap petugas, pengetahuan ibu, dan penyuluhan kesehatan.
Untuk lebih jelasnya Kerangka Konsep Penelitian dapat dilihat pada gambar1.

Pengetah
uan
petugas
Sikap
petugas

Penyuluh
an
kesehata
n

Cakupan
Imunisas
i
Hepatitis
B2 (1-2
bulan)

Koordina
si antar
petugas

Pengetah
uan ibu

Gambar 2. Bagan kerangka konseptual

29

BAB IV
METODE PENELITIAN

Survey dilakukan di Dusun Kauman, Nusupan dan Soco, Desa Salaman,


Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang pada tanggal 2 5 April 2012. Jenis data
yang diambil adalah data primer yang didapatkan dengan cara survey kepada ibu
ibu yang memiliki bayi usia 1 sampai 2 bulan terhitung tanggal 5 April 2012 serta
wawancara dan kuisioner kepada bidan desa, kader, bidan koordinator, koordinator
bagian imunisasi.
Data sekunder didapat dari data Standar Pelayanan Minimal (SPM) Puskesmas
Salaman I, observasi buku KIA dan kohort bayi, dan laporan bulanan bagian
imunisasi Puskesmas Salaman I. Data yang didapat diolah secara deskriptif dengan
siklus pemecahan masalah sebagai berikut:
Urutan dalam siklus pemecahan
a. Identifikasi masalah
Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai,
menetapkan indicator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja. Kemudian
mempelajari keadaan yang terjadi dengan menghitung atau mengukur hasil
pencapaian. Yang terakhir membandingkan antara keadaan nyata yang terjadi,
dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau indicator tertentu yang sudah
ditetapkan.
30

b. Penentuan penyebab masalah


Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan dengan
curah pendapat. Penentuan penyebab masalah dilakukan dengan menggunakan
fishbone. Hal ini hendaknya jangan menyimpang dari masalah tersebut.
c. Memilih penyebab yang paling mungkin
Penyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih dari sebab-sebab yang
didukung oleh data atau konfirmasi dan pengamatan.

d. Menentukan alternatif pemecahan masalah


Sering kali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari penyebab
yang sudah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat langsung
pada alternatif pemecahan masalah.
e. Penetapan pemecahan masalah terpilih
Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan pemilihan
pemecahan terpilih. Apabila ditemukan beberapa alternatif maka digunakan
Hanlon Kualitatif untuk menentukan atau memilih pemecahan terbaik.
f. Penyusunan rencana penerapan
Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA (Plan Of
Action atau Rencana Kegiatan).
g. Monitoring dan evaluasi
Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan pemecahan
masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan
menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat
dipecahkan.

31

Batasan Judul
Evaluasi kegiatan dengan judul Rencana Peningkatan Cakupan Program
Imunisasi Tentang Bayi Yang Mendapat Imunisasi Hepatitis B2 Di Desa
Salaman, Kecamatan Salaman, Puskesmas Salaman I Periode Januari - Februari
2012, memiliki batasan-batasan sebagai berikut :
1. Rencana adalah kegiatan usaha yang akan dilaksanakan dalam waktu tertentu.
2. Peningkatan adalah usaha memajukan suatu rencana.
3. Cakupan adalah merupakan suatu total hasil kegiatan yang dilakukan perbulan yang
kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan.
4. Imunisasi Hepatitis B2 adalah imunisasi hepatitis yang diberikan kepada bayi
berumur 1-2 bulan atau 1-2 bulan setelah pemberian imunisasi hepatitis yang pertama
kali.
5. Desa Salaman merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Salaman,
Kabupaten Magelang.
6. Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang merupakan kecamatan dan kabupaten dari
Desa Salaman.
7. Puskesmas Salaman I adalah Unit pelayanan kesehatan tingkat kecamatan yang
merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah dalam menangani masalah kesehatan
di kecamatan Salaman.
8. Januari - Februari 2012, merupakan periode yang sedang berlangsung
dalam kegiatan puskesmas yang

terdapat pada Laporan Standar

Pelayanan Minimal.
Batasan Operasional
Imunisasi Hepatitis B2 adalah imunisasi Hepatitis B yang diberikan kepada
bayi yang berumur 1 2 bulan atau diberikan dalam jangka waktu 1 2 bulan
setelah pemberian imunisasi hepatitis B yang pertama. Bertujuan sebagai booster
atau kelanjutan dari imunisasi Hepatitis yang pertama. Dalam penelitian ini
digunakan metode survey melalui kuesioner dan juga wawancara langsung kepada
bidan koordinator, bidan desa, koordinator bagian imunisasi, dan orang tua bayi
yang berusia 1 2 bulan.

32

Gambar 3. Siklus Pemecahan Masalah

Kriteria Inklusi dan Ekslusi


Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi dalam laporan ini adalah ibu yang memiliki bayi usia 1 2
bulan di Desa Salaman, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam laporan ini adalah :
1. Ibu yang memiliki bayi usia 1 - 2 bulan yang sedang tidak ada di
tempat saat pengambilan data.
2. Ibu yang memiliki bayi usia 1 - 2 bulan yang pindah rumah.

33

BAB V
HASIL PENELITIAN

V.1. PROFIL DESA SALAMAN


V.1.1. SEJARAH DESA
Desa salaman secara administrative termasuk dalam wilayah Kecamatan Salaman,
Kabupaten Magelang. Terletak di sebelah barat kantor Kecamatan Salaman dengan jarak 500
meter dari kantor Kecamatan Salaman.
Desa Salaman merupakan pintu gerbang selatan daerah wisata Candi Borobudur dari
arah Purworejo.
Salaman mempunyai makna Perdamaian atau Keselamatan, nama tersebut diambil
dari nama salah satu sesepuh yang ada di wilayah Salaman yaitu Simbah Kyai
ABDUSSALAM beliau dimakamkan di Dusun Brengkel I RT 02/05 Desa Salaman.
Bunderan adalah sejarah untuk Desa Salaman dimana dahulu terdapat Tugu pada
pertigaan Jalan Raya Magelang Purworejo dan Purworejo Borobudur yang sampai
sekarang istilah Bunderan masih dipakai walaupun Tugu tersebut sudah tidak ada.
Adapun Kepala Desa yang pernah menjabat:
Kepala Desa I

: MALIKI dari Dusun Nusupan

Kepala Desa II

: SLEPO dari Dusun Soco

Kepala Desa III

: BADAWI dari Dusun Brengkel I

Kepala Desa IV

: ATMODIHARDJO dari Dusun Brengkel I

Kepala Desa V

: DULRAHMAN dari Dusun Kauman

Kepala Desa VI

: ATMODIHARDJO dari Dusun Brengkel I

Kepala Desa VII

: SOEHARTO dari Dusun Nusupan


Dari Tahun 1983 1991

Kepala Desa VIII

: M A CHOIRUDIN dari Dusun Brengkel II


Dari Tahun 1991 1998

Kepala Desa IX

: M A CHOIRUDIN dari Tahun 1998- 2007

Kepala Desa X

: H. TOAT SUBAKTI dari Dusun Soco

34

Dari Tahun 2007 sekarang


V. 1. 2. KONDISI GEOGRAFIS
Desa Salaman merupakan salah satu desa di Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang yang
berbatasan dengan:
- sebelah utara

: Desa Kebonrejo dan Desa Sidomulyo

- sebelah timur

: Desa Ngadirejo

- sebelah selatan

: Desa Menoreh

- sebelah barat

: Desa Kalisalak

Secara geografis terletak pada 70 34 34 sampai dengan 70 35 02 LS dan 1100 07 41


sampai dengan 1100 09 07 BT.
V. 1. 3. LUAS WILAYAH
1. Luas Wilayah:
Luas wilayah Desa Salaman 134,498 Ha, yang terbagi menjadi 6 Dusun
dengan 13 RW dan 54 RT meliputi:
Tabel 3. Luas Wilayah Desa Salaman
NO
1
2
3
4
5
6

DUSUN
Nusupan
Soco
Brengkel I
Brengkel II
Gadean
Kauman

RW
2
2
3
2
2
2

RT
12
10
10
6
6
9

KETERANGAN

2. Permukaan Lahan:
Tabel 4. Permukaan Lahan
NO
1
2
3
4
5
Lahan sawah

PERUNTUKAN
Pertanian subur
Pertanian sedang
Pertanian tandus
Irigasi
Lain-lain

LUAS (Ha)
KET
57,004
7
6
13
Pekarangan, Bangunan dan lain-lain : 55, 045
Ha

: 64,22 Ha
-

Irigasi Setengah Sederhana: 27%


Irigasi Teknis: 36%
35

Lahan bukan sawah

: 55,045 Ha
-

Tegalan: 20%
Sisanya digunakan untuk Jalan dan Makam

V. 1. 4. JUMLAH PENDUDUK
1. Jumlah Kepala Keluarga: 1,330 KK
2. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin
Laki-laki

: 2.101 orang

Perempuan : 2.183 orang


3. Jumlah penduduk menurut Dusun
Tabel 5. Jumlah penduduk menurut Dusun
NO
1
2
3
4
5
6

DUSUN
Nusupan
Soco
Brengkel I
Brengkel II
Gadean
Kauman

Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
436
468
425
413
487
5-7
245
255
210
210
298
330

4. Jumlah penduduk menurut pemeluk agama per 1 Januari 2011


Agama Islam : 4.296 orang
Agama Kristen

: 126 orang

Agama Katholik

: 78 orang

Agama Hindu

: - orang

Agama Buddha

: 1 orang

TOTAL

: 4.501 orang

5. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian

36

Tabel 6. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian


MATA
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

PENCAHARIAN
PNS
ABRI/POLRI
Pensiunan
Petani
Swasta
Pedagang
Jasa (angkutan)
Tukang
Peternakan
Perikanan
Kerajinan
Lain-lain

JUMLAH

KET
PNS, TNI, POLRI,
Pensiunan: 532

774
140
211
23
86
183
28
13
2456

6. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan


Tabel 7. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

TINGKATAN
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Tamat D1
Tamat D2
Tamat D3
Tamat S1
Tamat S2
Tamat S3
Belum sekolah

JUMLAH
129
1100
604
634
4
6
20
46
7

KET

734

7. Jumlah penduduk menurut penderita cacat


Tabel 8. Jumlah penduduk menurut penderita cacat
NO
1
2
3

PENDERITA
Tubuh
Rungu
Mental

JUMLAH
1
1
2

KET

V. 1. 5. KONDISI BANGUNAN DAN SARANA UMUM


37

1. Balai Desa

: 1 buah, luas 18 x 14 m2

2. Kantor Desa

: 1 buah, luas 13 x 6 m2

3. Pasar

:-

4. Tempat Ibadah
Tabel 9. Tempat ibadah Desa Salaman
NO
1
2
3
4

TEMPAT IBADAH
Masjid
Mushola
Gereja
Vihara

JUMLAH
7
10
-

KET

4. Kesehatan
Tabel 10. Sarana kesehatan Desa Salaman
NO
1
2
3
4
5
6
7
8

SARANA
Rumah Sakit
Puskesmas
Puskesmas Pembantu
PKD
Polindes
Bidan
Apotek
Klinik kesehatan

JUMLAH
3
3
1

KET

5. Pendidikan
Tabel 11. Sarana pendidikan Desa Salaman
NO
1
2
3
4
5
6
7
8

SARANA
Play group / PAUD
TK
SD/MI
SMP
SMA
SMK
TPA
TPA anak

JUMLAH
2
4
4
2
1
2
7
2

KET

6. Olah Raga
38

Tabel 12. Sarana Olah Raga Desa Salaman


NO
1
2
3
4
5
6
7
8

SARANA
Kolam renang
Gedung olah raga
Tenis meja
Lapangan bola volley
Lapangan bulutangkis
Lapangan sepak bola
Lapangan tenis
Lapangan basket

JUMLAH
1
4
3
2
1
1
1

KET

JUMLAH
-

KET

JUMLAH
2
12
980

KET

9. Seni
Tabel 13. Sarana Kesenian DesaSalaman
NO
1
2

SARANA
Gedung pertunjukan
Studio

9. Makam

: 11 buah

10. Pompa Bensin

: - buah

11. Jalan, jembatan, dan irigasi

Tabel 14. Jalanan, jembatan, dan Irigasi


NO
1
2
3
4
5
6
7

SARANA
Jalan poros desa
Jalan lingkungan
Jembatan desa
Gorong-gorong
Irigasi desa
Tetek pintu air
Sumur pantek

V. 1. 6. PEREKONOMIAN
1. Industri dan Perdagangan
Tabel 15. Industri dan perdagangan
39

NO
1
2
3
4
5
6

JENIS
Handycraft
Mebelair
Swalayan
Toko besi dan bangunan
Konveksi
Sablon

JUMLAH

NAMA
ARTA MANDIRI

JUMLAH
1
-

KET

4
1
3
1
5

2. Koperasi
Tabel 16. Koperasi
NO
1
2
3

KET

3. Jasa
Tabel 17. Jasa
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9

JENIS
Dokter
Bengkel mobil
Bengkel sepeda motor
Wartel
Penggilingan padi
Fotocopy
Pengacara
Counter HP
Warnet

JUMLAH
2
2
12
12
1
10
8

KET
Umum dan gigi

40

V. 1. 7. ORGANISASI
1. Pertanian
Tabel 18. Pertanian
NO
1
2
3
4
5

NAMA
Rahayu
Utama
Tani Subur
Lestari
Pari Jaya

ALAMAT
Kauman
Soco
Soco
Soco
Brengkel I

KET
8 orang
10 orang
12 orang
12 orang
10 rang

ALAMAT
Salaman

KET
30 orang

2. P3A (Perkumpulan Petani Pengguna Air)


Tabel 19. P3A
NO
1

NAMA
Dadi Rukun

3. Sosial Masyarakat
Tabel 20. Sosial masyarakat
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9

NAMA
KLH BIAS
KLH Songgo Buwono
KLH BENIH
KLH RINDANG
KLH GABRIEL
KLH KEMILAU
PERSOGA
PBK
REKSO KADANG

ALAMAT
Nusupan
Soco
Brengkel I
Brengkel II
Gadean
Kauman
Gadean
Brengkel I
Nusupan

KET
25 orang
25 orang
25 orang
25 orang
25 orang
25 orang
70 KK
68KK
195 KK

V. 1. 8. OBYEK WISATA
Tabel 21. Obyek wisata
NO

NAMA

JUMLAH

KET
41

1
2
3

Disamping itu ada wisata kuliner yang menyajikan berbagai makanan yaitu:
1.
2.
3.
4.

Bakso Granat yang terletak di Pertokoan Ex Kawedanan Salaman


Warung Makan IJO yang terletak di Dusun Gadean
Askar Sate yang terletak di bunderan Salaman
Mie Ayam Pak Hidi terletak di perempatan Dusun Brengkel I, Brengkel II

V.2. HASIL WAWANCARA, KUESIONER, OBSERVASI BUKU KIA DAN DATA


KOHORT
A. Hasil Kuisioner Ibu
Pada Hari Kamis - Sabtu tanggal 2 - 5 April 2012 telah dilakukan
Pengambilan data dengan cara menyebar kuesioner pada Ibu-ibu yang memiliki anak
usia 1 2 bulan (batasan usia sampai 2 bulan terhitung tanggal 5 April). Berikut ini
adalah pemaparan hasil kuesioner berdasarkan data yang didapat. Penyebaran
kuesioner dilakukan di Dusun Kauman dan Soco, Desa Salaman dengan mendatangi
rumah warga. Kuesioner diisi oleh 8 responden.
1) Tingkat Pendidikan

Tabel 22. Tingkat Pendidikan Ibu


Tingkat Pendidikan
Tinggi ( Sarjana,D1,D3)
Menengah (SMA)

Jumlah
2
5

%
69,24

Rendah (Tidak sekolah, SD,

15,38

SMP)
Total

100%

15,38

Tabel 22. menggambarkan tingkat pendidikan ibu dengan anak usia 1 sampai 2
bulan bayi di Dusun Kauman, Nusupan, dan Soco, Desa Salaman. Dari tabel tersebut
dapat dilihat bahwa lebih banyak responden yang berpendidikan tinggi yaitu SMA.
2) Pekerjaan Ibu

42

Dari wawancara kader dan kuesioner yang diedarkan, hampir semua ibu tidak
bekerja. Hasil ini disajikan pada tabel 8 di bawah :
Tabel 23. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan
Ibu Rumah Tangga
Wiraswasta
- Pedagang
- Karyawan pabrik

Jumlah
6
1
1
0

%
82,35

100%

Salaman
Total

3)

5,8
5,8
5,8

Hasil Survey Perilaku dan Pengetahuan Ibu

Rekapitulasi Hasil Kuisioner Perilaku Ibu


Siapakah penolong persalinan Ibu?
JAWABAN
Dokter
Bidan
Dukun
JUMLAH

JUMLAH
2
6
0
8

PERSENTASE
25%
75%
0%
100%

Dari hasil kuesioner, sebanyak 2 responden (25%) melahirkan dibantu dokter, sedangkan 6
responden (75%) persalinannya dibantu oleh bidan.
Berapakah berat bayi saat lahir?
JAWABAN
<1500 gr
1500-1900 gr
2000-2500 gr
>2500 gr
JUMLAH

JUMLAH
0
1
5
2
8

PERSENTASE
0%
12,5%
62,5%
25%
100%

Sebanyak 1 responden (12,5%) melahirkan bayi dengan berat 1500-1900 gr, 5 responden
(62,5%) melahirkan bayi dengan berat 2000-2500 gr, 2 responden (25%) melahirkan bayi
dengan berat >2500 gr.
Apakah bayi anda diberi imunisasi Hepatitis B pada usia 0-7 hari?
JAWABAN

JUMLAH

PERSENTASE
43

Ya
Tidak
JUMLAH

6
2
8

75%
25%
100%

6 orang responden (75%) bayinya diberi imunisasi Hepatitis B pada usia 0-7 hari, sedangkan
2 orang responden (25%) tidak memberi imunisasi Hepatitis B usia 0-7 hari pada bayinya.
Apakah bayi anda diberikan imunisasi Hepatitis B lanjutan (1-2bulan setelah imunisasi
hepatitis B yang pertama kali)?
JAWABAN
Ya
Tidak
JUMLAH

JUMLAH
3
5
8

PERSENTASE
37,5%
62,5%
100%

3 orang responden (37%) memberikan bayinya imunisasi Hepatitis B2, sedangkan 5 orang
responden tidak memberikan bayinya imunisasi Hepatitis B2
Siapa yang memberi imunisasi?
JAWABAN
Dokter
Bidan
JUMLAH

JUMLAH
2
4
6

PERSENTASE
33,3%
66,6 %
100%

2 orang responden (33,3%) memberi bayinya imunisasi Hepatitis B di dokter, 4orang


responden (66,6%) di bidan, sedangkan 2 orang responden tidak pernah memberi bayinya
imunisasi hepatitis B sama sekali.
Apa alas an Ibu tidak membawa bayinya untuk diimunisasi Hepatitis B?
JAWABAN
JUMLAH
PERSENTASE
Bayi sedang demam/sakit
0
0%
Rumah jauh dari tempat
0
0%
pelayanan kesehatan
Tidak tahu jadwal imunisasi
6
62,5%
Lain-lain
2
37,5%
JUMLAH
6
100%
6 orang responden (62,5%) tidak memberikan imunisasi Hepatitis B kepada bayinya dengan
alas an tidak tahu jadwal imunisasi, 2 orang responden (37,5%) berfikir bahwa imunisasi
Hepatitis B lanjutan tidak terlalu penting karena bayinya sudah mendapat imunisasi Hepatitis
B pertama kali.
Tabel 24. Rekapitulasi Hasil Kuesioner Pengetahuan Ibu
RESPONDEN
44

PERTANYAAN
Apakah Ibu
mengetahui
imunisasi dasar
lengkap?
Dari mana anda
mengetahuinya
?
Buku KIA
Kader/Bidan
Televisi/radio
Surat kabar
Keluarga/kerabat
Apakah Ibu
dapat
menyebutkan
imunisasi yang
harus
diberikan?

Apakah ibu
mengetahui
fungsi
imunisasi?
Apakah ibu
mengetahui
jadwal
imunisasi
khususnya
imunisasi
Hepatitis B?
JUMLAH

x
x

Range nilai pengetahuan menurut Notoadmodjo:


>75%

= pengetahuan baik

60-75%

= pengetahuan cukup

>60%

= pengetahuan kurang

Berdasarkan hasil kuesioner diatas, didapatkan bahwa 4 orang responden memiliki


pengetahuan yang baik mengenai imunisasi (3 orang dengan nilai 100%, 1 orang dengan nilai
45

80%), 4 orang responden lainnya memiliki pengetahuan kurang mengenai imunisasi (1 orang
dengan nilai 40% dan 3 orang dengan nilai 0%)
B. Hasil Wawancara Bidan Desa
Dari hasil wawancara bidan desa didapatkan bahwa:
Terdapat satu bidan di Desa Salaman yaitu ibu Munifah. Dikatakan oleh
bidan, bahwa dirinya selalu memberi informasi mengenai pentingnya vaksinasi awal
dan vaksinasi lanjutan beserta jadwal setiap vaksinasi. Tetapi sebagian besar dari para
ibu tersebut tidak terlalu memperhatikan. Apabila bayi sedang tidak stabil, demam,
atau berat badannya kurang, bidan menunda vaksinasi dan juga memberikan
informasi tersebut kepada orang tua bayi.
Penyuluhan mengenai imunisasi sudah sering dilakukan kepada warga, jarak
puskesmas pembantu Salaman tidak jauh dan mudah dijangkau warga sehingga proses
imunisasi bisa berjalan dengan lancar. Kunjungan neonatus juga sering dilakukan
untuk memantau bayi yang lahir tetapi beratnya masih kurang dari 2500 gram
sehingga dapat dilakukan imunisasi Hepatitis B2 sesuai jadwal.
Dalam wawancara yang dilakukan, bidan desa juga mengatakan bahwa
Sumber Daya Manusia sudah cukup. Namun banyak bayi yang sudah diimunisasi
tidak tercatat karena bayi tersebut tidak diimunisasi di Posyandu melainkan di tempat
praktek Dokter. Orangtua bayi-bayi tersebut tidak meminjamkan buku KIA kepada
petugas Posyandu sehingga bayi-bayi yang sudah mendapatkan imunisasi di tempat
lain tidak tercatat oleh petugas Posyandu.
C. Hasil Pengisian Kuisioner oleh Bidan
Dari pertanyaan tentang pengetahuan, bidan dapat menjawab semuanya
dengan benar, yang antara lain meliputi tentang imunisasi khususnya tentang
imunisasi hepatitis B, prosedur penyuntikan yang aman, efek yang dapat muncul
setelah imunisasi, fungsi imunisasi, dan jadwal imunisasi. Bidan desa melakukan
penyuluhan dan pembinaan kader mengenai imunisasi dan penyakit-penyakit yang
dapat dicegah dengan pemberian imunisasi.
D. Hasil Wawancara Koordinator Bidan dan Koordinator Imunisasi
Koordinator Bidan (Ibu Vero) mengatakan bahwa tidak ditemukan banyak
kendala bagi pihak puskesmas dalam mengatasi cakupan bayi yang mendapat
imunisasi Hepatitis B2. Kendala utama biasanya pada masalah kedisiplinan
pencatatan karena para orangtua banyak yang mengimunisasi anaknya di tempat
46

praktek Dokter dan tidak meminjamkan buku KIA kepada petugas Posyandu sehingga
data kohort tidak tercatat dengan baik. Sedangkan Koordinator Imunisasi (Ibu Tuti)
mengatakan kendala pelaksanaan program imunisasi di Posyandu setempat karena
orangtua bayi lebih memilih untuk mengimunisasi bayinya di tempat praktek dokter
umum daripada di Posyandu, karena kebanyakan orangtua bayi merasa gengsi apabila
mengimunisasi anaknya di Posyandu.

BAB VI
ANALISA PEMECAHAN MASALAH

VI.1 KEGIATAN / INDIKATOR YANG BERMASALAH


Dari data SPM Puskesmas Salaman yang telah diolah dapat diketahui bahwa
cakupan indikator jumlah bayi yang mendapat imunisasi Hepatitis B2 periode Januari
Februari 2012 adalah sebesar 93 %. Sedangkan target yang ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Magelang tahun 2012 adalah sebesar 95 %. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa hasil cakupan pelayanan program imunisasi Hepatitis B2 belum
mencapai target yang telah ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang tahun
2012.
VI.2 KERANGKA PIKIR PEMECAHAN MASALAH

47

Masalah adalah suatu kesenjangan antara keadaan yang diharapkan dengan


keadaan yang dihasilkan atau didapatkan, sehingga menimbulkan rasa tidak puas dan
keinginan untuk memecahkannya.
Ciri-ciri masalah adalah :
1.

Menyatakan hubungan dua atau lebih variabel

2.

Dapat diukur

3.

Dapat diatasi

Urutan dalam siklus pemecahan masalah antara lain :

48

7. Penyusunan Rencana Penerapan

Gambar 5. Siklus Pemecahan Masalah

49

VI.3 ANALISIS / INVENTARISASI PENYEBAB MASALAH


Terdapat beberapa hal yang mendasari timbulnya kesenjangan antara target hasil
yang ditetapkan dengan hasil nyata yang dicapai dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan penyebab masalah adalah dengan
membuat diagram fish bone dengan menggunakan data yang telah diolah selama satu
tahun terakhir. Cara menganalisis penyebab masalah digunakan pendekatan sistem yang
meliputi input, proses, output, outcome, serta environment. Sehingga dapat ditemukan
dan disimpulkan hal-hal yang menyebabkan munculnya permasalahan.
Beberapa kemungkinan penyebab masalah yang ada adalah :
Tabel 25. Tabel 5 M
INPUT
Man

KELEBIHAN

KEKURANGAN

Bidan desa terdapat di setiap

Tidak ditemukan masalah

Tidak ditemukan masalah

Tidak ditemukan masalah

desa.

Kader menginformasikan kepada


bidan desa data bayi yang butuh
diimunisasi.

Bidan mengadakan penyuluhan


mengenai imunisasi dan juga

Money

jadwal imunisasi.
Tersedianya dana

operasional

puskesmas

Adanya
jamkesmas/jamkesda/jampersal
untuk memeriksakan bayinya

Method

Dana Imunisasi PPI ditanggung

pemerintah
Adanya pedoman baku mengenai
penyuntikan aman khusus untuk
vaksinasi Hepatitis B

50

Bayi

yang

imunisasi

belum
saat

dikunjungi

Material
Machine

mendapat

lahir

selalu

(Kunjungan

Neonatus)

sehingga

dapat

dipantau

perkembangannya

untuk imunisasi yang aman.


6 posyandu, 1 klinik dokter, 3

Tidak ditemukan masalah

bidan, 1 puskesmas
Tersedianya
peralatan

Tidak ditemukan masalah

yang

digunakan (tensimeter, stetoskop,


pengukur berat badan, tinggi
badan, buku kesehatan ibu dan
anak, vaksin, spuit, alkohol, dll.

Proses

Kelebihan

Kekurangan

PI

Sudah

(perencanaan)

untuk imunisasi Hepatitis B2


Sudah dilakukan pendataan

kesehatan luar puskesmas

sasaran melalui pencatatan data

mendapatkan

bayi baru lahir dalam register

baru lahir

kohort
Sudah

terdapat

terdapat

jadwal

tetap

Koordinasi dengan tenaga


di wilayah tersebut untuk
data

bayi

perencanaan

perkumpulan kader dengan bidan


untuk
P2

Penggerakan
Pelaksanaan

mengevaluasi

hasil

kegiatan.
Pemeriksaan bayi di Posyandu

Data kohort bidan tidak

sesuai dengan prosedur tetap

sesuai dengan jumlah bayi

pelayanan
Pelayanan kunjungan neonatus

yang

untuk memantau keadaan bayi

sudah

diimunisasi

HB2

diluar

posyandu

tidak

Terdapat

semua bidan di desa tersebut


Pengawasan
dan
penilaian

rapat

bulanan

bagi

sudah diimunisasi

HB2 karena bayi yang

tercatat
Kurangnya

kerjasama

antara bidan desa, petugas


51

P3
Pengawasan

pengendalian,

Lingkungan

posyandu

minggu oleh bidan koordinator

kesehatan lainnya dalam

dan

pendataan imunisasi bayi.

dilaporkan

ke

dinas

dan

tenaga

kesehatan

penilaian

Lingkungan

dilakukan dan dievaluasi setiap

Kelebihan

Kekurangan

Adanya warga masyarakat yang

Kurangnya pengetahuan ibu

mau menjadi kader posyandu di

mengenai

lingkungannya
Orang tua memiliki motivasi

khususnya Hepatitis B2
Ibu
tidak
mengetahui

yang

baik

untuk

memberi

imunisasi

jadwal imunisasi.

imunisasi bayi.

VI. 4. Rumusan Kemungkinan Penyebab Masalah Berdasarkan Analisa Penulis

Kurangnya kerjasama antara bidan desa, koordinator imunisasi, dan tenaga.

kesehatan swasta setempat dalam melakukan pendataan bayi yang telah diimunisasi.
Terjadi salah pencatatan data kohort imunisasi oleh bidan.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi khususnya Hepatitis B2.
Ibu tidak mengetahui jadwal imunisasi.
Sebagian warga menolak dilakukan imunisasi dengan alasan agama, dan tradisi.

VI.5 ANALISA PENYEBAB MASALAH


Analisa penyebab masalah dengan metode fish bone berdasarkan kerangka
pendekatan sistem, seperti gambar di bawah ini :

52

INPUT
MATERIAL: tidak
ditemukan masalah

METHOD : tidak ditemukan masalah

MAN : Tidak ditemukan masalah

MACHINE: Tidak
ditemukan masalah

MONEY: Tidak ditemukan masalah

DIAGRAM FISH BONE

P1
Kurangnya
koordinasidengan
pihak luar posyandu
dalam pencatatan
bayi baru lahir

Cakupan imunisasi Hepatitis B2 di Desa Salaman


periode Januari-Februari 2012 sebesar 93%
kurang dari target DinKes Kabupaten Magelang
yaitu 95%

P2
Bayi yang diimuninasi diluar posyandu
tidak melapor sehingga terjadi salah
pencatatan data kohort bidan

LINGKUNGAN
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi khususnya imunisasi
Hepatitis B
Tidak semua ibu mengetahui jadwal
Beberapa warga menolak dilakukan imunisasi karena alasan agama

P3
Kurangnya kerjasama petugas posyandu dengan tenaga
kesehatan lain dalam pencatatan imunisasi bayi

PROSES

adat, dll

53
Gambar 6. Diagram fish bone

VI.6. Konfirmasi Kemungkinan Penyebab Masalah


Setelah dilakukan konfirmasi kepada Koordinator bidan, Koordinator imunisasi,
bidan desa, hasil survey dan wawancara, dan observasi data kohort bayi maka
didapatkan penyebab masalah yang paling mungkin yaitu:
1. Kurangnya koordinasi antara petugas posyandu dengan tenaga kesehatan
lainnya dalam hal pencatatan bayi yang diimunisasi diluar posyandu.
2. Kurangnya pengetahuan kader imunisasi dan jadwal imunisasi sehingga
penyuluhan ke warga masyarakat kurang optimal.
3. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi khususnya hepatitis B2.
4. Beberapa warga masyarakat menolak dilakukan imunisasi dengan alas an
agama dan juga adat kebiasaan..

60

BAB VII
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

VII.1. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH


Setelah diperoleh daftar masalah, maka dapat dilakukan langkah
selanjutnya yaitu dibuat alternatif pemecahan penyebab masalah.
Berikut ini adalah alternatif pemecahan penyebab masalah yang ada :
Tabel 26. Alternatif Pemecahan Masalah
No

Penyebab Masalah

Alternatif Pemecahan Masalah

.
1

Kurangnya koordinasi antara petugas

Meningkatkan

kerjasama

antara

posyandu dengan tenaga kesehatan

kader, bidan, dengan tenaga kesehatan

lainnya dalam hal pencatatan bayi yang

lainnya diluar posyandu dalam hal

diimunisasi diluar posyandu.

pencatatan imunisasi bayi antara lain


dengan mengadakan rapat evaluasi
bersama setelah program imunisasi

2.

Kurangnya pengetahuan kader mengenai

berlangsung
Pelatihan kader dalam hal menjelaskan

imunisasi dan jadwal imunisasi.

lebih
tingkat

dalam

mengenai

keamanan

dan

imunisasi,
evektivitas

vaksin, risiko yang mungkin timbul,


penyelesaian masalah, dan jadwal
3.

Kurangnya pengetahuan ibu mengenai

imunisasi terutama yang termasuk PPI.


Penyuluhan mengenai imunisasi,

imunisasi khususnya hepatitis B2.

tingkat

keamanan

dan

efektivitas

vaksin, risiko yang mungkin timbul,


penyelesaian masalah, dan jadwal
4.

Beberapa

warga

imunisasi terutama yang termasuk PPI


masyarakat Penyuluhan mengenai imunisasi,
61

menolak

dilakukan

imunisasi tingkat kemanan dan efektivitas

dengan alasan agama dan adat vaksin,

akibat

yang

mungkin

kebiasaan

penyelesaian

masalah,

timbul,

dan jadwal imunisasi terutama


yang termasuk PPI
Tabel 27. Penggabungan Alternatif Pemecahan Masalah
Kurangnya koordinasi antara petugas
posyandu dengan tenaga kesehatan lainnya
dalam hal pencatatan bayi yang diimunisasi
diluar posyandu.

Meningkatkan kerjasama antara kader, bidan,


dengan tenaga kesehatan lainnya diluar
posyandu dalam hal pencatatan imunisasi
bayi antara lain dengan mengadakan rapat
evaluasi bersama setelah program imunisasi
berlangsung

Kurangnya pengetahuan kader mengenai


imunisasi dan jadwal imunisasi.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai
imunisasi khususnya hepatitis B2

Beberapa warga masyarakat menolak


dilakukan imunisasi dengan alas an agama
dan adat kebiasaan

Menjelaskan lebih dalam mengenai imunisasi


yaitu kegunaan imunisasi, tingkat keamanan
dank e-efektivitasan vaksin, risiko yang
mungkin timbul, penyelesaian masalah, dan
jadwal imunisasi terutama yang termasuk
PPI.

Pelatihan kader mengenai imunisasi

62

VII.2.

PENENTUAN

PRIORITAS

ALTERNATIF

PEMECAHAN

MASALAH
Setelah menentukan alternatif pemecahan masalah, maka selanjutnya
dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah. Penentuan
prioritas alternatif pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan
kriteria matriks dengan rumus MxIxV/C.7
Penyelesaian masalah sebaiknya memenuhi kriteria, sebagai berikut:7
1.

Efektivitas program
Pedoman untuk mengukur efektivitas program:
a. Magnitude

(m)

Besarnya

penyebab

masalah

yang

dapat

diselesaikan.
b. Importancy (I) Pentingnya cara penyelesaian masalah
c. Vulnerability (v) Sensitifitas cara penyelesaian masalah
Kriteria m, I, dan v kita beri nilai 1-5. Bila makin magnitude maka nilai
nya makin besar, mendekati 5. Begitu juga dalam melakukan penilaian
pada kriteria I dan v.
2.

Efisiensi pogram
Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah ( cost ). Kriteria
cost (c) diberi nilai 1-5. Bila cost nya makin kecil, maka nilainya
mendekati 1.
Berikut ini proses penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah

dengan menggunakan kriteria matrix :


Tabel 28. Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah
NO

Alternatif pemecahan

Nilai Kriteria

masalah

Peningkatan

Prioritas

(m x i x v)/c
M

1.

Hasil

kerjasama 3

12

III
63

posyandu

dan

kesehatan

lain

tenaga
mengenai

pencatatan imunisasi bayi


dengan

rapat

evaluasi

setelah program imunisasi


2.

Menjelaskan lebih dalam 4

24

18

II

mengenai imunisasi, tingkat


keamanan

dan

ke-

efektivitasan vaksin, risiko


yang

mungkin

timbul,

penyelesaian masalah, dan


jadwal imunisasi terutama
yang termasuk PPI.
3

Pelatihan kader mengenai 3


imunisasi agar kader dapat
membantu

memberi

penyuluhan

kepada

masyarakat

mengenai

pentingnya imunisasi.

Setelah menentukan prioritas alternatif pemecahan penyebab masalah


dengan menggunakan MIV/C maka didapatkan urutan prioritas alternatif
pemecahan masalah cakupan imunisasi Hepatitis B2 di desa Salaman sebagai
berikut:
1. Menjelaskan lebih dalam mengenai imunisasi, tingkat keamanan dan
ke-efektivitasan vaksin, risiko yang mungkin timbul, penyelesaian
masalah, dan jadwal imunisasi terutama yang termasuk PPI.

64

2.

Pelatihan kader mengenai imunisasi agar kader dapat


membantu memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai

pentingnya imunisasi.
3. Peningkatan kerjasama posyandu dan tenaga kesehatan lain mengenai
pencatatan imunisasi bayi dengan rapat evaluasi setelah program
imunisasi

65

VII.3. POA (Plan Of Action)


Tabel 29.

Rencana Kegiatan Pemecahan Masalah Dalam Meningkatkan Cakupan bayi yang mendapat imunisasi

Hepatitis B2 di desa Salaman

NO

1.

Kegiatan
Menjelaskan lebih
dalam mengenai
imunisasi, tingkat
keamanan dan keefektivitasan vaksin,
risiko yang mungkin
timbul, penyelesaian
masalah, dan jadwal
imunisasi terutama
yang termasuk PPI.

Tujuan
Meningkatkan
pengetahuan
orangtua
mengenai
imunisasi
Hepatitis B

Sasaran
Ibu hamil, ibu
yang telah
melahirkan,
ibu yang
mempunyai
anak balita,
Warga
masyarakat,
Tokoh
masyarakat

Lokasi

Pelaksana

Waktu

Dana

Balai Desa

Kader, Bidan
desa, Dokter
umum,
Dokter
spesialis

2 bulan 1x

Dana
operasional
puskesmas
Salaman I

Metode
- Pemberian
materi
-Tanya jawab

Tolak ukur
Proses:
Pemberian materi
mengenai imunisasi
Hasil:

Pengetahuan mengenai
imunisasi dan jadwal
imunisasi meningkat
sehingga motivasi untuk
imunisasi meningkat.

66

2.

Pelatihan kader
mengenai imunisasi
agar kader dapat
membantu memberi
penyuluhan kepada
masyarakat mengenai
pentingnya imunisasi.

Peningkatan kerjasama
antara bidan, dengan
tenaga kesehatan
lainnya diluar
posyandu dalam hal
imunisasi bayi dengan
mengadakan rapat
evaluasi setelah
program imunisasi
berjalan

Meningkatkan
pengetahuan
kader mengenai
imunisasi
agar
kader
dapat
membantu
memberi
penyuluhan
kepada
warga
masyarakat

Kader desa

Menyamakan
data yang
didapatkan
dalam hal bayi
yang mendapat
imunisasi HB2
baik didalam dan
diluar posyandu

Bidan Desa,
kader, tenaga
kesehatan

Aula
Puskesmas

Aula
puskesmas

Bidan desa,
Dokter dan
tenaga
kesehatan
lainnya

Koordinator
imunisasi,
Dokter
puskesmas,
Dokter muda
yang
mengikuti
kepanitraan
klinik di
puskesmas
Salaman I

2 bulan 1x

3 bulan 1x

Dana
operasional
Puskesmas
Salaman I

Pemberian
materi

Dana
operasional
puskesmas
Salaman I

Pelaporan data
imunisasi bayi
yang mendapat
imunisasi HB2

Proses: Pemberian ma
dan pelatihan menge
imunisasi

Hasil:
meningkat
pengetahuan
ka
mengenai imunisasi

Proses:

Pelaporan data imunisas


bayi dari berbagai pihak
Hasil:

Data kohort bidan akura


dengan jumlah bayi yan
diimunisasi

67

VII.4 Gann Chart


Tabel 30. Gann Chart
Kegiatan

No.
1.

2.

3.

Mei
1

Juni
4

Desember
No.

Kegiatan

1.

2.

3.

Juli
4

Januari

September
3

Februari

Oktober
4

April

Maret

November

Mei

68

A: Menjelaskan lebih dalam mengenai imunisasi, tingkat keamanan dan ke-efektivitasan vaksin, risiko yang mungkin timbul,
penyelesaian masalah, dan jadwal imunisasi terutama yang termasuk PPI.
B: Pelatihan bidan mengenai imunisasi agar bidan dapat membantu memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya
imunisasi.
C: Peningkatan kerjasama posyandu dan tenaga kesehatan lain mengenai pencatatan imunisasi bayi dengan rapat evaluasi setelah
program imunisasi

69

BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN

VIII.1. SIMPULAN
Program imunisasi Hepatitis B2 di puskesmas Salaman belum mencapai target.
Cakupan kegiatan bulan Januari-Februari 2012 sebesar 93 % sedangkan target 95 % sehingga
pencapaian masih kurang. Salah satu desa yang cakupannya masih kurang adalah desa Salaman
yaitu 18 %. Masalah yang ditemukan di desa Salaman antara lain : 1) Memberikan penjelasan
kepada orangtua yang mempunyai bayi bahwa vaksin yang disediakan posyandu dan dokter
sama saja, 2) Menjelaskan lebih dalam mengenai imunisasi, risiko yang mungkin timbul,
penyelesaian masalah, dan jadwal imunisasi terutama yang termasuk PPI, 3) Peningkatan
kerjasama posyandu dan tenaga kesehatan lain mengenai pencatatan imunisasi bayi dengan rapat
evaluasi setelah program imunisasi
Program pelaksanaan imunisasi Hepatitis B2 ini sudah berjalan dengan baik dengan
adanya PIN di posyandu, dan pengetahuan dasar ibu mengenai fungsi imunisasi, bidan desa rajin
menghimbau warganya untuk datang saat PIN dan juga mengunjungi ibu yang tidak datang saat
PIN. Namun system pencatatan masih kurang dikarenakan bayi-bayi yang diimunisasi diluar
posyandu tidak tercatat sehingga terdapat kesalahan pencatatan data kohort oleh bidan. Selain itu
banyak pula orang tua bayi yang lebih memilih mengimunisasi bayinya di tempat lain selain
posyandu karena takut efektivitas vaksin di posyandu berbeda dengan tempat lain. Pengetahuan
ibu yang tidak lengkap mengenai jadwal imunisasi tidak terlalu berpengaruh karena bidan yang
rajin melakukan kunjungan neonatus.
VIII.2. SARAN
Adapun beberapa saran yang dapat diberikan oleh penulis, antara lain :
1. Bagi Ibu yang Memiliki Bayi
Mengetahui jadwal imunisasi terutama yang termasuk Program Pengembangan Imunisasi (PPI)
sehingga dapat mengingatkan tenaga kesehatan mengenai jadwal imunisasi bayi mereka.

70

Tidak perlu mengkhawatirkan evektivitas vaksin yang diberikan oleh posyandu, karena
evektivitasnya terjamin dan sama dengan vaksin di tempat lain.

2. Bagi Puskesmas

Perlunya meningkatkan kepercayaan masyarakat tentang efektivitas vaksin yang


diberikan oleh posyandu.

Perlunya dilakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai imunisasi terutama


jadwalnya, bahaya yang mungkin muncul, dan batasan-batasan aman imunisasi. Sehingga
dengan bekal pengetahuan yang cukup, akan menambah motivasi masyarakat untuk imunisasi
tepat waktu.

Menjalin komunikasi dengan tenaga kesehatan setempat luar puskesmas (dokter),


dengan bidan desa untuk mengetahui kondisi bayi yang lahir di tempat tersebut, sehingga dapat
menentukan tindakan yang tepat.

71

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.

Soeharno H, Nizar M, Suwandono A. Epidemiologi


Manajerial. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.
Hartoyo, dr. Siklus Pemecahan Masalah, Handout Kuliah.
Magelang 2012.

3.

Imunisasi Hepatitis B. Available at:

http://posyandu.org/imunisasi-hepatitis-b.html. Accessed on March 31st, 2012.


4.
Imunisasi Hepatitis. Available at:
http://www.penyakithepatitis.com/Imunisasi%20Hepatitis.htm. Accessed on March 31st, 2012
5.
Rekomendasi Jadwal Imunisasi Hepatitis B. Available
at: http://www.arisclinic.com/2011/12/rekomendasi-jadwal-imunisasi-hepatitis-b/. Accessed
on March 31st, 2012.
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Available at:

6.

http://www.pediatrik.com/ilmiah.../20060220-6bd3go-ilmiah_popular.html. Accessed on
March 31st, 2012.

72

Anda mungkin juga menyukai