Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

PEMBAHASAN MASALAH

3.1 Apakah fotografi itu sulit?

Pertanyaan ini seringkali terucap di kalangan fotografer pemula

atau para calon fotografer yang masih kurang yakin akan menggeluti

bidang fotografi. Jadi sesungguhnya, apakah jawaban dari pertanyaan

tersebut? Benarkah fotografi itu sulit?

Penulis melakukan sebuah riset kecil dengan mencari-cari

informasi di internet dan buku-buku tentang fotografi. Salah satu buku

yang penulis baca mengungkapkan sebuah fakta yang berbunyi "Susah

tidaknya fotografi tergantung pada minat dan kesungguhan sang calon

fotografer untuk mempelajari fotografi."

Dari angket yang telah penulis buat dan edarkan ke beberapa

murid SMPK 5 Penabur yang gemar fotografi, sebagian besar responden

mengatakan bahwa sebenarnya fotografi itu tidak sulit, hanya perlu belajar

dasarnya saja maka kita sudah bisa menghasilkan gambar yang bagus.

Untuk kamera yang sulit hanya dibutuhkan pembiasaan saja.

Salah seorang responden angket penulis mengatakan bahwa

susah tidaknya fotografi tergantung orangnya. Kalau ia menyukai fotografi

tetapi tidak terlalu berminat, pasti ia akan menganggap fotografi susah.

Sementara jika ia memang berminat, maka sesusah apapun fotografi itu

27
pasti ia akan dengan senang hati mempelajarinya sampai mengerti. Jadi

sulit mudahnya fotografi itu relatif.

Kebanyakan fotografi yang sulit mengacu pada penggunaan

kamera SLR, bukan DSLR, yaitu kamera yang masih menggunakan roll

film, bukan media penyimpanan data canggih seperti DSLR. Dengan

menggunakan SLR, Fotografer tidak bisa mengambil foto dengan bebas

dikarenakan media penyimpanan yang terbatas, sehingga dianggap sulit.

Tetapi dengan ditemukannya DSLR maka fotografi kembali diminati oleh

orang-orang banyak, karena sebuah kamera DSLR dianggap versi

komputer kamera SLR tradisional sehingga sangat mempermudah

kegiatan memotret.

Salah satu anggapan salah lainnya adalah bahwa foto yang baik

hanya dapat dibuat dengan alat yang rumit dan mahal. Padahal

sebaliknyalah yang benar. Banyak kamera bagus yang menghasilkan foto

jelek hanya karena orangnya tak mau sedikit bersusah payah untuk

belajar memotret dengan cara yang semestinya.

Untuk memulai belajar fotografi, sebaiknya kita belajar langsung

dari ahlinya, yaitu fotografer professional yang bersedia menjadi tutor kita.

Tetapi apabila anda ingin mempelajari fotografi secara otodidak, sudah

bukan masalah besar karena perkembangan jaman yang sudah sangat

canggih sudah menyediakan berbagai kursus online yang memberikan

panduan-panduan dalam belajar fotografi, atau majalah-majalah yang

memberikan tips-tips foto.

28
Jika anda menemui masalah-masalah, ada baiknya jika anda

meminta bantuan seorang teman atau saudara yang merupakan seorang

fotografer atau memiliki hobi yang sama dengan anda.

Jika anda belajar secara otodidak, pengetahuan akan komposisi

lebih penting karena tidak akan pernah habis ide-ide untuk menghasilkan

foto yang unik/berkualitas. Lain halnya pengetahuan teknis, bisa mentok

atau habis, bisa didapat dari User Manual atau tutorial-tutorial pada

majalah atau internet yang ada. Penguasaan komposisi tidak mungkin

diperoleh kecuali dari latihan memotret terus menerus. Melatih mata untuk

melihat momen yang ada, menunggu waktu yang tepat, mem-visualisasi-

kan target akhir yang kita inginkan akan membantu kita mengasah

kemampuan membuat komposisi yang pas.

Namun pengetahuan teknis juga hendaknya tidak ditinggalkan.

Istilahnya kita belajar mobil kita sudah tahu teorinya sehingga ketika

berkendaraan sudah memakai perasaan, hanya tinggal menjalankannya.

Begitupun dengan penggunaan kamera. Ketika momen bagus itu datang,

jangan sampai hasilnya tidak optimal karena pengaturan kamera yang

salah.

3.2 Menjadi Fotografer

Beberapa waktu yang lalu Koran Wall Street Journal mengeluarkan

laporan tentang 200 profesi di Amerika dari yang terbaik sampai terburuk.

29
Kriteria penilaian tergantung kepada beberapa hal, antara lain lingkungan

kerja, pendapatan, tingkat stres dan penggunaan kekuatan fisik.

Dari laporan tersebut, penulis menemukan bahwa profesi fotografer

ternyata berada di posisi ke-126 Sedangkan profesi populer seperti

akunting atau aktuaris (penghitung resiko untuk perusahaan ansuransi /

bank) menduduki posisi top 10.

Lalu pertanyaan yang penulis lontarkan kepada diri sendiri adalah,

apakah memang profesi fotografi begitu buruknya?

Pada umumnya, manusia bekerja untuk mendapatkan kebahagiaan

hidup, dan budaya dunia sekarang ini menilai bahwa pekerjaan yang

terbaik adalah yang menghasilkan banyak uang, dan yang tidak

memerlukan banyak tenaga fisik dan rendah stres.

Benar, bahwa hidup kita bisa lebih nyaman bila kita memiliki

pekerjaan yang tidak memerlukan banyak tenaga fisik dan menghasilkan

banyak uang, tapi uang tidak bisa membeli atau meningkatkan kualitas

kehidupan di jangka panjang. Sebenarnya, manusia paling bahagia ketika

mereka berkesempatan meningkatkan ilmu dan ketrampilan dan juga

menjalani hidup yang cukup menantang.

Bila tidak ada tantangan, dan tidak ada peningkatan ilmu, maka

hidup akan menjadi bosan. Meski kebosanan bisa dihentikan sementara

dengan menghabiskan uang untuk membeli barang yang disukai atau

untuk hiburan lainnya, tapi kesenangan tersebut tidak akan bertahan

30
lama. Orang tersebut tidak akan mencapai kebahagiaan dalam hidup dan

pekerjaannya, yang ada hanya rutinitas yang membosankan.

Profesi fotografer dan fotojurnalis adalah profesi memerlukan

ketrampilan yang cukup kompleks dan tinggi. Biarpun demikian, setiap

orang bisa belajar langkah demi langkah menjadi lebih baik dari waktu ke

waktu. Dengan meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan fotografi dan

bisnis, orang tersebut merasakan kebahagiaan dalam setiap langkah

dalam hidupnya.

Fotografer dan terutama fotojurnalis juga sering dituntut untuk

memiliki fisik dan prima dan tidak jarang menerima stres/tekanan karena

harus menepati tenggat waktu (deadline). Tuntutan-tuntutan tersebut

adalah tantangan yang positif. Dengan adanya tantangan, kita bisa lebih

maju dan bahagia. Tanpa tantangan, kita malas meningkatkan diri dan

cepat bosan.

Dari penelitian kecil yang telah penulis lakukan, hampir seluruh

responden menganggap pekerjaan sebagai seorang Fotografer itu

mengagumkan, karena dari hanya sebuah hobi bisa dikembangkan

menjadi sesuatu yang dapat menghasilkan uang.

Oleh karena itu, profesi fotografer dan fotojurnalis seharusnya

menempati posisi yang lebih tinggi di laporan tersebut. Sayangnya,

budaya hedonistik (mementingkan kesenangan indra sesaat) mendikte

manusia jaman sekarang memilih pekerjaan yang mudah dan yang

31
berpotensi menghasilkan uang banyak. Tapi sayangnya, pilihan tersebut

mungkin tidak akan membawa kebahagiaan dalam hidup.

3.2.1 Sifat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang fotografer:

1. Keberanian

Keberanian penting sekali dan membedakan antara foto yang

biasa-biasa saja dengan foto yang luar biasa. Keberanian bukan cuma

berarti keberanian mengambil foto di daerah konflik / perang, demonstrasi

dan tempat-tempat yang membahayakan jiwa. Tapi juga keberanian

terhadap banyak hal yang lain.

Lalu, fotografer yang sukses juga harus berani mencoba sesuatu

yang belum pernah dilakukan oleh fotografer lainnya, seperti mengambil

sudut pandang dari berbeda, mencoba komposisi dan eksposur yang

baru, dan sebagainya. Karena takut akan hasil yang buruk, maka banyak

fotografer meniru teknik foto fotografer lainnya, sehingga pemirsa menjadi

bosan karena telah melihat foto semacam itu berulang kali.

Bila tertarik dengan subjek manusia, maka kita juga harus berani

untuk meminta ijin orang untuk difoto. Sebagian besar fotografer pemula

malu-malu untuk mendekati orang yang menarik untuk difoto karena takut

ditolak. Karena itu banyak kesempatan foto bagus yang terlewatkan.

Terakhir, berani untuk melawan kepercayaan konvensional tentang

profesi fotografer tidak bisa kaya dan dianggap kelas bawah dibanding

dengan profesi lainnya seperti dokter, pengacara, bankir dan lain lain.

32
Untuk menjadi fotografer yang sukses, memang awalnya dibutuhkan

pengorbanan waktu dan tenaga yang tidak sedikit.

2. Rasa keingintahuan (curiosity)

Memiliki keberanian dalam menekuni bidang fotografi ini tidak

cukup, tapi seorang fotografer sukses harus selalu dipenuhi dengan rasa

ingin tahu. Misalnya selalu ingin tahu bagaimana bisa membuat hasil

karya menjadi lebih baik lagi dengan membaca artikel baik di media cetak

atau elektronik. Ingin mengetahui sepak terjang fotografer lainnya. Ingin

mengetahui dan belajar dengan fitur-fitur baru kamera digital modern

sehingga bisa memanfaatkan teknologi untuk mencetak hasil karya yang

lebih baik lagi. Intinya sebagai fotografer yang sukses, kita tidak boleh

ignorant (mengabaikan) perkembangan teknologi dan zaman.

3. Disiplin dan kegigihan

Meskipun seorang fotografer memiliki keberanian dan rasa ingin

tahu yang tinggi, tapi bila tidak memiliki disiplin dan kegigihan, maka

semua menjadi sia-sia. Fotografer yang berdisiplin akan memacu dirinya

untuk belajar, praktek foto secara rutin, sehingga bisa mencapai kemajuan

yang berarti.

Bagaimanapun hebatnya seorang fotografer dalam berteori, tanpa

praktek, maka fotografer tersebut tidak akan sukses menelurkan karya-

karya yang luar biasa. Dengan praktek, maka fotografer akan menemukan

33
banyak wawasan baru yang tidak dapat dipelajari dari membaca buku

atau belajar dari fotografer lain.

Kegigihan seorang fotografer juga penting, terutama sifat pantang

menyerah. Membuat karya foto yang baik terkadang memerlukan waktu

yang banyak, kadang juga ada faktor keberuntungan. Fotografer perlu di

tempat yang tepat untuk mengeksekusi foto yang luar biasa. Maka dari itu,

jangan cepat menyerah apabila setelah berusaha sekian lama, ternyata

karya foto masih kurang diapresiasi oleh teman atau khalayak ramai.

3.3 Cara Memotret dengan benar

Berikut adalah beberapa tips-tips yang pasti akan membantu

pemilik kamera DSLR dalam menangkap gambar yang sempurna dengan

menggunakan seni baru fotografi digital.

1. Biasanya, orang mengambil gambar tubuh penuh dengan latar

belakang. Namun, lebih tepat untuk mengambil bidikan dari

bahu ke atas atau tubuh bagian atas salah satu gambar karena

orang-orang dalam gambar benar-benar muncul kecil.

2. Jika melakukan hal di atas kebetulan teknik sulit bagi pengguna,

ia dapat mengambil foto orang dengannya di salah satu sisi

daripada di pusat. Maka pemilik hanya bisa memperbesar

sehingga orang tampaknya berada di tengah.

3. Hukum optik tetap sama apakah menggunakan lama atau

kamera digital. Sebagai contoh, jika matahari berada di

34
belakang gambar, maka gambar akan siluet. Jika lampu di

depan gambar, gambar akan tampak juling kecuali ada

kacamata.

4. Gunakan sunglasses Anda untuk bertindak sebagai polarizer

untuk mengambil yang tidak perlu refleksi dari objek melotot.

5. Anda juga dapat menggunakan kacamata untuk meningkatkan

eksposur objek.

6. Bila menggunakan polarizer, pastikan bahwa sumber cahaya

tegak lurus ke objek.

7. Ubah setting Keseimbangan putih (white balance) otomatis ke

cerah berawan ketika memotret lanskap dan potret luar

ruangan.

8. Jangan gunakan modus lampu kilat (flash) ketika pengaturan

sudah cerah.

9. Zoom in untuk menekankan aset tertentu atau karakteristik dari

subjek yang ditangkap.

10. Berlatihlah terus menerus.

Teknik-teknik tersebut hendaknya diimbangi dengan kemampuan

mengatur komposisi yang sepurna. Dengan kata lain, kunci mendapat

hasil gambar yang benar-benar bagus adalah dengan pemperbanyak

pengalaman dalam mengambil foto.

35
3.4 Cara Kerja kamera

Pada saat kita menekan tombol shutter, maka di dalam kamera

terjadi tahapan-tahapan untuk memproses gambar. Meskipun hanya

merasakan sekilas saja, namun tahapan yang dilakukan di dalam kamera

digital cukup panjang. Hanya saja, proses tersebut dilakukan dengan

sangat cepat. Berikut adalah gambaran tentang proses tersebut :

1. Lensa menangkap gambar, lalu diteruskan ke bagian panel

penangkap gambar. Penangkap gambar atau biasa disebut

sensor CCD -yang juga berfungsi sebagai view finder-

mengirimkan gambar ke LCD. Sementara pada kamera DSLR,

gambar juga dilewatkan ke cermin pantulan yang merefleksikan

gambar ke jendela intip (eye finder).

2. Gambar yang ditangkap oleh lensa, dilewatkan pada filter warna

yang kemudian akan ditangkap oleh CCD atau sensor gambar.

Jarak antara lensa dan sensor ini dikenal dengan istilah focal

length. Jarak ini pula yang akan menjadi faktor pengali pada

lensa.

3. Tugas CCD adalah merubah sinyal analog (gambar yang

ditangkap oleh lensa) menjadi sinyal listrik. Pada CCD ini

terdapat jutaan titik sensor yang dikenal dengan pixel. Jadi

istilah pixel atau megapixel pada kamera digital sebenarnya

mengacu pada jumlah titik pada sensor ini. Semakin kecil

36
sensor dan semakin banyak titik sensornya, maka akan semakin

halus dan semakin tinggi resolusi gambar yang dihasilkan.

4. Gambar yang ditangkap oleh sensor CCD diteruskan ke bagian

pemroses gambar yang tugasnya memproses semua data dari

sensor CCD menjadi data digital berupa file format gambar,

serta melakukan proses kompresi sesuai format gambar yang

dipilih (RAW, JPEG, dan sebagainya). Di bagian ini selain

chipset yang berperan, software (firmware) dari kamera yang

bersangkutan juga menentukan hasil akhir gambar. Kedua

bagian inilah yang akan menentukan karakter dari kamera

digital tersebut. Itulah sebabnya, setiap mereka kamera memiliki

software dan chipset sendiri-sendiri pada kamera mereka.

5. Proses yang terakhir adalah mengirimkan hasil file gambar

dalam format yang dipilih ke bagian penyimpanan (storage) atau

memory card. Biasanya, memory card berupa SD, CF dan

sebagainya.

6. Tahapan selanjutnya adalah proses yang dilakukan di luar

kamera. Namun pada kamera digital modern, masih

menyediakan opsi pencetakan langsung yang disebut

PictBridge, ExifPrint dan sebagainya.

37

Anda mungkin juga menyukai