Anda di halaman 1dari 11

REPRESENTASI ETNISITAS DALAM SENI FOTOGRAFI

Studi Kasus dalam Karya-Karya Tugas Akhir


di Program Studi S-1 Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta
Zulisih Maryani, M.A.
E-mail: zulisihm8@gmail.com
Program Studi S-1 Fotografi, Fakultas Seni Media Rekam, Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Jln. Parangtritis Km 6,5 Sewon, Bantul, Yogyakarta
(0274) 384107, No. Handphone: 08157970619

Abstrak
Kekayaan seni budaya etnik menunjukkan kemajemukan yang merupakan ciri
khas negara Indonesia. Terkait dengan seni budaya, sudah banyak karya seni
yang membuahkan representasi etnisitas, misalnya seni fotografi. Dalam tulisan
ini terangkum representasi etnisitas dalam karya seni fotografi sebagai tugas
akhir mahasiswa Program Studi S-1 Fotografi, Fakultas Seni Media Rekam
(FSMR), ISI Yogyakarta. Konsep etnisitas yang tampak adalah tentang tradisi
dan ciri khas, cara hidup, tokoh adat, dan makanan tradisional. Representasi
tersebut ada yang terwujud melalui fotografi dokumenter, fotografi potret, dan
juga fotografi makanan/food photographgraphy.

Kata kunci: representasi, etnisitas, seni fotografi

A. Pendahuluan
Perjalanan hidup manusia tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya, yang tentunya
lingkungan budaya dan etnis. Adanya perbedaan etnis dalam pergaulan sosial tidak seharusnya
melepaskan identitas etnisnya walaupun kedua etnis yang hidup berdampingan di antara
masyarakat yang berbeda budaya. Akan tetapi, keharmonisan dan hubungan antaretnis
merupakan kemutlakan agar kehidupan berjalan lancar. Di lain pihak, tidak ada suatu budaya
pun yang tidak dipengaruhi oleh budaya lain. Demikian halnya budaya yang dominan atau
budaya pribumi yang biasa memengaruhi budaya yang minoritas atau budaya pendatang, dan
selanjutnya budaya minoritas terpengaruhi oleh budaya yang dominan akibat tekanan-tekanan
lingkungan budaya itu sendiri.
Kekayaan seni budaya etnik menunjukkan kemajemukan yang merupakan ciri khas
negara Indonesia. Terkait dengan seni budaya, sudah banyak karya seni yang membuahkan
representasi etnisitas. Demikian juga dalam seni fotografi, representasi etnisitas tampak dalam
karya-karya yang dihasilkan. Dalam kasus ini akan dicermati karya-karya fotografi sebagai
tugas akhir mahasiswa Program Studi S-1 Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta.

1
Sebagai lembaga pendidikan di bidang fotografi, Program Studi S-1 Fotografi, FSMR,
ISI Yogyakarta didirikan pada tahun 1993 dan mulai meluluskan sarjana pada tahun 1998.
Hingga saat ini, Jurusan Fotografi telah meluluskan banyak sarjana seni fotografi yang terbagi
dalam tiga konsentrasi, yaitu fotografi ekspresi, jurnalistik, dan komersial. Tulisan ini akan
membahas representasi etnisitas dalam perwujudan karya-karya fotografi yang diciptakan
mahasiswa ketika mengakhiri masa studinya.

B. Representasi Etnisitas dalam Perwujudan Penciptaan Tugas Akhir Karya Seni


Fotografi
“Representasi berarti deskripsi atau potret seseorang atau sesuatu yang biasanya
dibuat atau terlihat secara natural” (Susanto, 2011:332). Lebih lanjut Susanto menjelaskan
bahwa dalam Keywords, A Vocabulary of Culture and Society, istilah representasi merupakan
tipikal yang sering digunakan dalam mendeskripsikan beberapa karakter dan situasi. Sejak
abad ke-19 istilah ini telah dipakai untuk mengidentifikasi elemen seni beraliran realism dan
naturalism. Di kemudian banyak diartikan sebagai “the visual embodiment of something”,
dengan kata lain secara khusus ia haruslah merupakan reproduksi yang akurat dari alam.
Etnis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,
2008:399) adalah istilah khusus dalam Antropologi yang berkenaan dengan ilmu tentang
persebaran, keadaan jasmani, adat istiadat, dan cara hidup berbagai macam orang. Sementara
itu, Usman (2009:49) mendefinisikan etnis sebagai suatu kelompok masyarakat yang
membedakan antara satu kelompok dengan kelompok lain. Etnis ditandai dengan kriteria
bahasa, organisasi politik, teritorial tempat tinggal. Etnisitas, menurut Usman (2009:53)
merupakan suatu kelompok masyarakat yang hidup bersama masyarakat lainnya, tetapi
mereka berbeda secara budaya, bahasa, ras, dan sistem organisasi. Dapat disimpulkan bahwa
etnisitas merupakan ciri khas dari suatu masyarakat yang hidup dan berinteraksi dengan etnis
lainnya.
Istilah lain dari etnis, menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, adalah suku bangsa.
Koentjaraningrat (1983:267) menjelaskan konsep “suku-bangsa” (dengan tanda -, pen.)
sebagai: “Suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan “kesatuan
kebudayaan”, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan
oleh kesatuan bahasa juga. Koentjaraningrat juga menjelaskan bahwa “kesatuan kebudayaan”
bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli
kebudayaan, atau lainnya, dengan metode-metode ilmiah. Dengan demikian, kesatuan
kebudayaan ditentukan oleh warga kebudayaan yang bersangkutan itu sendiri.

2
Terkait dengan subjudul Representasi Etnisitas dalam Perwujudan Penciptaan Tugas
Akhir Karya Seni Fotografi, menurut “Pedoman Tugas Akhir Program Studi S-1 Fotografi,
FSMR, ISI Yogyakarta, Tugas Akhir (TA) adalah tugas perkuliahan yang harus dikerjakan oleh
mahasiswa sebagai salah satu syarat untuk dapat mengakhiri studi jenjang Strata Satu (S-1).
Tugas Akhir yang diselenggarakan Program Studi Fotografi terdiri atas dua macam pilihan,
yaitu (1) Tugas Akhir Skripsi atau Karya Tulis, berupa karya tulis bidang fotogari yang dihasilkan
dari penelitian yang menerapkan pola pikir dan metode ilmiah sesuai dengan bidang
studi/keahlian yang dipelajari dan (2) Tugas Akhir Karya Seni, berupa karya seni fotografi yang
dihasilkan melalui serangkaian kegiatan penciptaan atau perancangan yang meliputi penulisan
konsep dan gagasan, sampai menjadi wujud karya seni, yang memenuhi kaidah teknologi,
kreativitas, teknik, estetika, dan keilmuan, sesuai dengan bidang ilmu fotografi.
Bidang ilmu yang dipelajari oleh mahasiswa Program Studi S-1 Fotografi, FSMR, ISI
Yogyakarta adalah fotografi. Dijelaskan oleh Nugroho (2006:250) dalam Kamus Fotografi,
bahwa istilah fotografi berasal dari kata dalam bahasa Latin, yaitu “photos” dan “graphos”. Photos dapat
diartikan sebagai cahaya atau sinar, sedangkan graphos dapat diartikan sebagai menulis atau melukis.
Jadi, arti fotografi adalah proses dan seni pembuatan gambar (melukis dengan sinar atau cahaya) pada
sebuah bidang film atau permukaan yang dipekakan. Gambar yang dihasilkan diharapkan dari proses
dan seni pembuatan gambar ini sama persis dengan aslinya, hanya dalam ukuran yang jauh lebih kecil.

Walaupun ada dua macam pilihan Tugas Akhir di Program Studi S-1 Fotografi, FSMR,
ISI Yogyakarta seperti telah dijelaskan, keduanya tetaplah masuk dalam kategori penelitian
seni. Sebagaimana dinyatakan Ganap (2012:156) bahwa:
Penelitian seni pada hakikatnya merupakan penelitian terapan yang
menggunakan pendekatan multidisiplin, baik dalam bentuk perancangan karya
seni maupun penelitian fungsional secara tekstual dan kontekstual. Apabila
penelitian perancangan menghasilkan karya seni yang dipublikasikan melalui
pergelaran, pameran, atau penayangan, penelitian fungsional menghendaki
publikasi dalam berkala ilmiah.

Dengan demikian, istilah penciptaan di sini bisa disamakan dengan istilah perancangan
sehingga penciptaan pun bisa dimasukkan dalam kategori penelitian seni.
Dapat disimpulkan bahwa maksud dari subjudul Representasi Etnisitas dalam
Perwujudan Penciptaan Karya Seni Fotografi adalah deskripsi atau potret seseorang atau
sesuatu yang biasanya diciptakan atau terlihat secara alami dan merupakan reprodukasi yang
akurat dari alam tentang persebaran, keadaan jasmani, adat istiadat, dan cara hidup berbagai
etnis atau suku bangsa dalam wujud penciptaan karya seni fotografi. Pembahasan ini

3
merupakan rangkuman hasil penciptaan karya seni Tugas Akhir mahasiswa Program Studi S-1
Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta yang mencerminkan representasi etnisitas dalam penciptaan
karya fotografinya.
“Suku Dayak Sebagai Ide Penciptaan Seni Fotografi” (Ajarani Mangkujati, 1999).
Konsep etnisitas yang diangkat adalah tentang tradisi dan ciri khas dari suku Dayak. Ide
penciptaan yang ada dalam pemikiran tugas akhir ini adalah penulis ingin mengabadikan
berbagai tradisi dan ciri khas yang sangat menonjol dari suku Dayak dan saat ini sudah jarang
dilaksanakan bahkan terancam punah melalui media fotografi. Dalam karya tugas akhir ini
penulis lebih menitikberatkan pada makna apa yang terkandung di balik ciri khas dan tradisi ini.
Dari ratusan sub-subsuku Dayak yang terdapat di Pulau Kalimantan, penulis lebih memilih
untuk mengambil realita objek kehidupan suku Dayak yang berada di pedalaman Kalimantan
Timur, yaitu suku Dayak Kenyah, Dayak Bahau, dan Dayak Benuaq. Alasan pemilihan ini
adalah karena sampai saat ini masih tersisa orang-orang Dayak tersebut yang memelihara
tradisi dan ciri khas penampilannya. Hal ini berbeda dengan suku Dayak lain, yang tidak lagi
mempertahankan atau melestarikan tradisinya. Hal tersebut akibat fenomena modernitas yang
telah merasuki sebagian dari suku-suku Dayak ini. Kemudian juga disebabkan oleh ajaran
Kristen yang menentang aliran animisme yang merupakan kepercayaan asli suku Dayak ini.
Berbagai macam ciri khas suku Dayak yang masih penulis temui menjadi subjek sekaligus ide
penciptaan karya seni fotografi dalam tugas akhir ini adalah rumah panjang, seni tari, adat
istiadat, dan ciri khas atau jati diri. Melalui perwujudan foto yang surealistik dan cenderung
ekspresif ini, penulis memikirkan teknik pencapaian yang paling mendekati yang dapat
mengekspresikan ide dan gagasannya. Dalam berekperimen (pada tahap test print) terkadang
penulis mencoba teknik-teknik tertentu yang ternyata mendapat kejutan-kejutan dari hasil yang
tidak dapat terlihat pada film yang akan dicetak sehingga belum terduga hasil akhirnya karena
belum dapat dilihat secara utuh. Kejutan-kejutan yang didapat ini tidak jarang menimbulkan
perasaan sensasional dalam diri penulis.
“Fotografi Dokumenter Kehidupan di Rumah Gadang” (Herik, 2008). Berawal dari latar
belakang sumber-sumber tentang kehidupan Rumah Gadang di Minangkabau, untuk tempat
tinggal sangat sedikit ditinggali, maka timbullah ide atau konsep sebuah karya seni untuk
mencerminkan pengalaman, kepedulian, dan emosi untuk mengamati berbagai peristiwa dan
fenomena kehidupan ataupun pengalaman, di mana fotografer mencoba memvisualisasikan
perasaan dan pengalaman pribadinya tersebut lewat karya-karya foto. Tugas akhir ini
dimaksudkan untuk mendokumentasikan aktivitas yang pernah ada di Rumah Gadang, di mana
semakin lama keberadaan Rumah Gadang hilang karena adanya perkembangan zaman yang

4
sangat pesat dan mengarah ke sebuah masyarakat yang modern. Sebagai media untuk
menampilkan agar karya-karya lebih menarik, penulis menampilkan karya foto berbentuk hitam
putih karena hitam, putih, dan abu-abu yang tampil akan menambah unsur dramatis dari tema
yang diangkat. Konsep etnisitas yang diangkat adalah tentang keberadaan Rumah Gadang
sebagai rumah adat Minang.
“Studi Dokumentasi Masyarakat Suku Sakai Melalui Medium Fotografi” (Five Zuwelni,
2008). Konsep etnisitas yang ditampilkan dalam karya tugas akhir ini adalah tentang adat
istiadat dan tradisi suku Sakai. Sakai merupakan sebutan bagi salah satu suku terasing yang
ada di Indonesia. Suku Sakai mempunyai keistimewaan di balik keberadaan mereka yang
dianggap sebagai suku terbelakang yang sebenarnya hanya karena letak geografis yang jauh
dari pusat perekonomian. Berseberangan dengan itu orang Sakai mempunyai kearifan dalam
mempertahankan kelestarian lingkungan dan kebudayaannya. Modernitas dan pengaruh yang
datang dari luar ikut mengubah pola pikir dan cara hidup yang mereka jalankan. Perubahan
inilah yang menarik untuk dilakukan penelitian yang menghasilkan sebuah Laporan Tugas akhir
Skripsi yang berjudul “Studi Dokumentasi terhadap Masyarakat Suku Sakai melalui Medium
Fotografi”. Penulisan laporan dilakukan dengan metode kualitatif yang disajikan dengan cara
deskriptif interpretatif. Karya foto tidak hanya sebagai pelengkap tulisan, tetapi juga sebagai
bukti dokumentasi atas penelitian yang dilakukan. Foto yang disajikan lalu dideskripsikan sesuai
dengan konteks tulisan dan pemaknaan yang terdapat dalam karya tersebut. Pendeskripsian
berdasarkan pada komposisi, pencahayaan, dan pemaknaan baik secara analogi (persamaan
logika) maupun simbolisme.
“Fotografi Dokumenter Cara Bertahan Hidup Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Dua
Belas dalam Karya Seni Fotografi” (Elio Andreanus Martua Sihombing, 2008). Berupa laporan
tertulis dari proses pembuatan karya seni fotografi yang berusaha menjelaskan dan
menguraikan secara sistematis mengenai ide atau gagasan tentang cara bertahan hidup Orang
Rimba atau Suku Anak Dalam yang kemudian ditransformasikan melalui media visual fotografi.
Orang Rimba yang hidup (tinggal) di Taman Nasional Bukit Dua Belas mulai banyak dikenal
oleh masyarakat luas karena pemberitaan-pemberitaan melalui media massa. Kehidupan unik
dan eksotik menjadikan mereka populer. Di tengah derap globalisasi yang melaju cepat,
mereka masih menjalani kehidupan seperti yang dilalui nenek moyang mereka ratusan atau
bahkan ribuan tahun yang silam. Mereka berkeyakinan bahwa mengubah alam adalah
pembangkangan terhadap kehendak Tuhan dan merupakan pelanggaran adat. Orang Rimba di
Taman Nasional di Bukit Dua Belas tersebar di berbagai lokasi berbeda di hutan-hutan Jambi.
Mereka terdiri atas kelompok-kelompok berbeda di bawah temenggung atau kepala suku yang

5
berbeda pula. Mereka adalah masyarakat hutan yang benar-benar tinggal dan hidup di dalam
keteduhan hutan. Seluruh ruang hutan mereka manfaatkan bagi kehidupan sehingga filosofi
mereka pun bersumber pada kehidupan hutan.
“Fotografi Dokumenter: Aktivitas Kehidupan Masyarakat Perumahan Terapung di Sungai
Kuala Napuh, Riau” (Edi Syahputra, 2009). Konsep etnisitas yang ditunjukkan adalah tentang
cara hidup Masyarakat Perumahan Terapung Kuala Napuh, Riau. Masyarakat Perumahan
Terapung adalah sejumlah manusia yang benar-benar tinggal dan hidup di sungai dengan
memanfaatkan seluruh ruang/aliran sungai bagi kehidupan. Di tengah derap dunia yang melaju
cepat, khususnya percepatan pembangunan di Provinsi Riau, masyarakat Perumahan
Terapung masih menjalani kehidupan seperti yang dilakukan oleh para pendahulu mereka yang
bertahan hidup di sungai Kuala Napuh, Riau, puluhan tahun yang silam. Mereka berkeyakinan
bahwa sungai merupakan sumber kehidupan bagi mereka. Penulis menghadirkan aktivitas
mereka dalam sebuah rangkaian cerita foto dokumenter dengan harapan dapat memberikan
suatu sudut pandang baru dan inspirasi bagi yang melihat. Semua karya fotografi dokumenter
ini diekspresikan dengan dua tonal warna saja, hitam dan putih. Gradasi dari gelap terang
dengan rentang abu-abu yang panjang menjadikan suatu foto berdimensi dan mempunyai
suatu kedalaman tersendiri dalam memaknai foto. Kesan kusam dan kotor mungkin yang timbul
dari beberapa foto yang dihasilkan, justru menjadi kekuatan dari foto hitam putih dengan segala
keterbatasan dan kelebihannya.
“Fotografi Dokumenter Tatung dalam Perayaan Cap Go Meh di Kota Singkawang”
(Darsa Kartoni, 2011). Tampak sekali konsep etnisitas yang diangkat, yaitu tentang sosok
tatung dalam perayaan Cap Go Meh di Kota Singkawang. Karya fotografi ini terwujud setelah
melalui perencanaan dan riset objek terlebih dahulu. Melalui media fotografi dokumenter, karya
fotografi yang ditampilkan menceritakan kehidupan tatung sehari-hari dan pada saat perayaan
Cap Go Meh. Cap Go Meh adalah festival budaya dalam bentuk pesta rakyat yang merupakan
wujud akulturasi masyarakat Tionghoa dengan suku bangsa Dayak dan etnik Melayu. Perayaan
berupa konvoi atau parade tatung berkeliling kota, diselenggarakan untuk menghalau
marabahaya dan mengusir roh jahat. Parade tatung adalah ritual puncak peringatan Tahun
Baru Imlek yang merupakan simbol ekspresi kemerdekaan jiwa masyarakat Tionghoa
Singkawang.
“Eksotika Jajanan Tradisional Jawa” (Jeffry Budi Sutrisno, 2011). Etnisitas yang diangkat
adalah tentang makanan tradisional. Jajanan tradisional Jawa sejenis penganan atau kue masih
sering dijumpai di pasar, warung, atau tempat khusus yang menjual jajanan tradisional Jawa.
Jajanan tradisional ini memiliki nilai estetik seperti garis, bentuk, tekstur, dan warna dari

6
masing-masing jenisnya. Hal ini karena pengaruh dari bahan dasar, bahan pembungkus, teknik
pembuatan, dan sebagainya. Teknik yang digunakan untuk menampilkan visual dari jajanan
tradisional ini merujuk ke fotografi still life, yaitu salah satu jenis karya fotografi konseptual yang
menggunakan objek benda mati dengan menggabungkan berbagai elemen benda untuk objek
pendukungnya serta pengaturan komposisi sedemikian rupa. Penciptaan karya fotografi ini turut
mendokumentasikan dan melestarikan warisan kuliner Nusantara yang bisa dikenal oleh
generasi muda Indonesia bahkan dunia.
“Fotografi Dokumentasi Gawia Nibakng“ (Yuan Dhe Gama Ramli, 2012). Upacara adat
menjadi konsep etnisitas yang tampak dalam karya tugas akhir ini. Terdapat ratusan subsuku
Dayak di Pulau Kalimantan. Salah satu subsuku Dayak yang menarik untuk dipelajari adalah
suku Dayak Bidayuh. Suku ini mendiami pedalaman Kalimantan Barat yang berbatasan dengan
Sarawak, Malaysia. Salah satu ciri khas dari Dayak Bidayuh adalah upacara adat Gawia
Nibakng, yaitu ritual kepercayaan yang bersifat sakral dan telah menjadi ciri khas bagi
masyarakat Dayak Bidayuh, namun Dinas Pariwisata Kabupaten Bengkayang, Kalimantan
Barat menyimpangkan nama Gawia Nibakng dengan istilah Nyobeng yang berarti upacara
memandikan tengkorak. Meskipun puncak acara Gawia Nibakng memang memandikan
tengkorak musuh hasil ngiu (pemenggalan kepala), masyarakat Dayak Bidayuh tidak
mengetahui arti kata Nyobeng tersebut. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pendekatan dan
bersosialisasi secara langsung kepada masyarakat dan tokoh adat Dayak Bidayuh agar
mendapatkan informasi akurat dan akses memotret ritual Gawai Nibakng. Seiring berjalannya
waktu sebuah kebudayaan dapat berkembang atau bahkan berubah sama sekali. Faktor
kebudayaan inilah yang membuat peran fotografi dokumenter sangat penting karena fotografi
dokumenter dapat merekam suatu kebudayaan dan dilengkapi dengan data. Dengan begitu
nantinya dapat menjadi arsip yang akurat dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Proses
pemotretan Gawai Nibakng ini menerapkan teori Szarkowski seperti the thing itself, the details,
the frame, time, dan vantage point agar menghasilkan karya fotografi dokumenter yang baik.
Penciptaan karya seni fotografi ini dilandasi dari keinginan membuat karya yang bukan sekadar
pencapaian estetis belaka, namun juga bermuatan pendidikan agar bermanfaat bagi
masyarakat.
“Fotografi Dokumenter Pasola Sumba Barat” (Ratih Ayu Puspitasari, 2012). Upacara
tradisional adalah konsep etnisitas yang dapat dilihat dari karya tugas akhir ini. Pasola adalah
upacara tradisional yang dilakukan orang Sumba, Provinsi NTT yang dilaksanakan setiap
tahun, yaitu pada bulan Februari dan Maret. Upacara tradisional ini berupa ‘perang-perangan’
yang dilakukan oleh dua kelompok berkuda. Upacara adat terpenting yang melibatkan semua

7
penduduk ini terjalin erat dengan adat kepercayaan asli Marapu. Karya ini terwujud dimulai dari
proses observasi, eksplorasi, sampai proses pembentukan karya dengan dicetak digital dan
dikemas dalam pigura untuk dipamerkan. Karya foto yang akan dibuat memberikan informasi
bagaimana realita kehidupan dan proses ritual yang dilakukan masyarakat Sumba Barat
khususnya para pemain Pasola dan Rato (pemimpin adat) mulai dari sebelum dimulainya
upacara sampai proses berlangsungnya upacara Pasola melalui foto dokumenter.
“Potret Perempuan Dayak Iban, Kayan, Desa, dan Sungkung di Kalimantan Barat”
(Rizqi, 2016). Berkaitan dengan etnisitas, Rizqi mengangkat potret perempuan Dayak Iban,
Kayan, Desa, dan Sungkung di Kalimantan Barat. Penciptaan karya fotografi ini merekam
identitas kebudayaan subsuku Dayak, yaitu Dayak Iban, Kayan, Desa, dan Sungkung
khususnya perempuan-perempuan Dayak yang masih memiliki dan menjalankan tradisi leluhur.
Tradisi-tradisi leluhur yang dijalankan perempuan Dayak adalah memanjangkan daun telinga,
bertato, memakai gelang besi, menenun, membuat kerajinan manik-manik, dan menganyam.
Foto potret ini memunculkan masing-masing karakter subsuku Dayak dengan aspek-aspek
fotografi potret, yang meliputi penataan pose, ekspresi, porsi subjek, komposisi, cahaya,
properti, pendukung, latar belakang, lokasi pemotretan, dan kostum yang digunakan. Karya
fotografi yang dihasilkan berupa foto potret dalam ranah dokumenter yang dapat
menyampaikan realita sosial. Karya foto potret ini diharapkan menjadi suatu peninggalan yang
berharga untuk bangsa yang dapat digunakan untuk kembali mengingat dan melihat awal dari
keberadaan sekarang.
“Masakan Tradisional Sumatera Barat dalam Fotografi Makanan” (Agus Setiawan Fazry,
2016). Konsep etnisitas yang ditampilkan dalam karya tugas akhir ini adalah tentang makanan
tradisional. Karya foto makanan dengan menggunakan masakan asli tradisional Sumatera Barat
yang dibuat secara khusus oleh nenek kandung fotografer, sebagai juru masak yang ahli dalam
membuat masakan tradisional Sumatera Barat. Penciptaan ini bertujuan untuk menghimpun
atau mendata kekayaan kuliner tradisional Sumatera Barat dan mengenalkannya kepada
masyarakat Indonesia atau yang bukan berasal dari Sumatera Barat melalui foto makanan.
Penataan masakan menggunakan food stylist atau penata saji untuk memperindah dan
mempercantik tampilan masakan yang dipantau langsung oleh nenek kandung fotografer agar
tampilan masakan tradisional Sumatera Barat benar seperti aslinya. Foto disajikan dengan
background hitam agar lebih menonjolkan dan mengunci masakan dalam frame foto sebagai
objek utama serta menampilkan masakan tradisional Sumatera Barat secara estetis tanpa
mengurangi value dari masakan tersebut dengan teknik fotografi.

8
“Makanan Khas Batak Karo dalam Food Photography” (Rio Petra, 2016). Serupa
dengan rekannya, Agus Setiawan Fazry, konsep etnisitas yang ditampilkan dalam karya tugas
akhir ini adalah tentang makanan tradisional juga. Penciptaan fotografi ini berusaha
mendokumentasikan berbagai jenis makanan tradisional Batak Karo yang jarang dikenal.
Fotografi merupakan media yang digunakan sebagai langkah untuk melestarikan dan menjaga
keberadaan makanan khas Batak Karo agar tidak hilang akibat dampak dari globalisasi. Jenis
fotografi yang digunakan adalah food photography, yang bertujuan untuk menghadirkan
makanan khas Batak Karo agar terlihat menarik dan estetis yang didukung penataan makanan
yang menggugah selera sesuai cita rasa dan keistimewaan makanannya. Metode penciptaan
karya seni diawali dengan pencarian ide, pengumpulan data, proses pemotretan, olah digital,
dan proses cetak. Dalam karya seni ini terdapat muatan informasi tentang makna hadirnya
makanan dalam acara adat, bahan dasar pembuatan makanan, dan cara pembuatan makanan
khas Batak Karo.
Berikut tabel representasi etnisitas dalam karya-karya tugas akhir Program Studi S-1
Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta.

No. Nama Judul Tugas Akhir Tahun Kategori


Etnisitas
1. Ajarani Mangkujati “Suku Dayak Sebagai Ide Penciptaan Seni 1999 tradisi dan
Fotografi” ciri khas
2. Five Zuwelni Studi Dokumentasi Masyarakat Suku Sakai 2008 tradisi dan
Melalui Medium Fotografi” ciri khas
3. Elio Andreanus Martua “Fotografi Dokumenter Cara Bertahan Hidup 2008 cara hidup
Sihombing Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Dua
Belas dalam Karya Seni Fotografi”
4. Herik “Fotografi Dokumenter Kehidupan di Rumah 2008 cara hidup
Gadang”
5. Edi Syahputra “Fotografi Dokumenter: Aktivitas Kehidupan 2009 cara hidup
Masyarakat Perumahan Terapung di Sungai
Kuala Napuh, Riau”
6. Yuan de Gama “Fotografi Dokumentasi Gawia Nibakng“ 2012 upacara
tradisional
7. Ratih Ayu Puspitasari “Fotografi Dokumenter Pasola Sumba Barat” 2012 upacara
tradisional
8. Darsa Kartoni “Fotografi Dokumenter Tatung dalam 2012 tokoh adat
Perayaan Cap Go Meh di Kota Singkawang”
9. Jeffry Budi Sutrisno “Eksotika Jajanan Tradisional Jawa” 2011 makanan
tradisional
10. Rizqi “Potret Perempuan Dayak Iban, Kayan, 2016 tokoh adat
Desa, dan Sungkung di Kalimantan Barat”
11. Agus Setiawan Fazry “Masakan Tradisional Sumatera Barat dalam 2016 makanan
Fotografi Makanan” tradisional
12. Rio Petra “Makanan Khas Batak Karo dalam Food 2016 makanan
Photography” tradisional

9
C. Penutup
Berdasarkan studi sementara, representasi etnisitas dalam perwujudan karya seni
fotografi sebagai tugas akhir mahasiswa Program Studi S-1 Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta
menunjukkan kemajemukan yang merupakan ciri khas negara Indonesia. Konsep yang tampak
antara lain tentang tradisi dan ciri khas, cara hidup, tokoh adat, dan makanan tradisional.
Representasi tersebut ada yang terwujud melalui fotografi dokumenter, fotografi potret, dan juga
fotografi makanan/food photographgraphy. Teknologi yang berkembang turut memengaruhi
proses pembuatan karya, dari fotografi analog dengan teknik kamar gelap beralih ke fotografi
digital dengan teknik kamar terang. Hasil cetak ada yang hitam putih, ada juga yang berwarna.
Tentunya masih banyak hal berkaitan dengan etnisitas yang dapat direpresentasikan dalam
karya seni fotografi untuk memperkuat identitas bangsa.

Daftar Pustaka

Fazry, Agus Setiawan. 2016. “Masakan Tradisional Sumatera Barat dalam Fotografi Makanan”.
Tugas Akhir. Program Studi S-1 Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Ganap, Victor. 2012. “Konsep Multikultural dan Etnisitas Pribumi dalam Penelitian Seni”. Jurnal
Humaniora. Vol. 24, No. 2, Juni: 156-167.

Herik. 2008. “Fotografi Dokumenter Kehidupan di Rumah Gadang”. Tugas Akhir. Program Studi
S-1 Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Kartoni, Darsa. 2011. “Fotografi Dokumenter Tatung dalam Perayaan Cap Go Meh di Kota
Singkawang”. Program Studi S-1 Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Koentjaraningrat. 1983. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Mangkujati, Ajarani. 1999. “Suku Dayak Sebagai Ide Penciptaan Seni Fotografi”. Program Studi
S-1 Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Nugroho, R. Amien. 2006. Kamus Fotografi. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Petra, Rio. 2016. “Makanan Khas Batak Karo dalam Food Photography”. Tugas Akhir. Program
Studi S-1 Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Puspitasari, Ratih Ayu, 2012. “Fotografi Dokumenter Pasola Sumba Barat”. Tugas Akhir.
Program Studi S-1 Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Ramli, Yuan Dhe Gama. 2012. “Fotografi Dokumentasi Gawia Nibakng“.Tugas Akhir. Program
Studi S-1 Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

10
Rizqi. 2016. “Potret Perempuan Dayak Iban, Kayan, Desa, dan Sungkung di Kalimantan Barat”.
Tugas Akhir. Program Studi S-1 Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Sihombing, Elio Andreanus Martua. “Fotografi Dokumenter Cara Bertahan Hidup Orang Rimba
di Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi”. 2008. Tugas Akhir. Program Studi S-1
Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa: Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni. Yogyakarta: DictiArt
Lab & Djagad Art House.

Sutrisno, Jeffry Budi. 2011. “Eksotika Jajanan Tradisional Jawa”. Tugas Akhir. Program Studi S-
1 Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Syahputra, Edi. “Fotografi Dokumenter Suku Riau”. Tugas Akhir. Program Studi S-1 Fotografi,
FSMR, ISI Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Usman, A. Rani. 2009. Etnis Cina Perantauan di Aceh. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Zuwelni, Five. 2008. “Studi Dokumentasi Masyarakat Suku Sakai Melalui Medium Fotografi”.
Tugas Akhir. Program Studi S-1 Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

11

Anda mungkin juga menyukai