Abstrak
Aksara Sunda merupakan salah satu aksara tradisional Indonesia. Keberadaan aksara Sunda
masih terus dilestarikan oleh para pegiat budaya dan komunitas literasi aksara Sunda, salah
satunya melalui kaligrafi aksara Sunda. Artikel ini akan menganalisis kaligrafi aksara Sunda
karya Edi Dolan yang diposting di media sosialnya. Kaligrafi Sunda yang akan dibahas adalah
kaligrafi yang berbentuk wayang, hewan, dan manusia. Kaligrafi Sunda tersebut akan ditinjau
melalui pendekatan ikonografi. Ikonografi memiliki tiga tingkatan dalam menganalisis objek,
yaitu (1) Pra-ikonografi, yaitu mendeskripsikan aspek formal objek; (2) Ikonografi, yaitu
menginterpretasikan citra, cerita, dan metafora; (3) Analisis isi melalui pengungkapan seluk-
beluk objek. Hasil penelitian menguraikan aspek-aspek formal yang terdapat pada objek
kaligrafi Sunda, sehingga menghasilkan pemaknaan multidimensi yang dibangun dari gambar,
cerita, dan makna objek yang bersifat multidimensi, sehingga menunjukkan korelasi yang utuh
dari semua aspek tersebut dalam mengekspresikan identitas Sunda.
Bagaimana cara mengutip: Raden, A. Z. M., Rustopo, R., Haryono, T. & Pratama, D. (2023). Ikonografi: Kaligrafi Sunda
sebagai Ekspresi Artistik Identitas. Harmonia: Jurnal Penelitian dan Pendidikan Seni Rupa, 23(1), 132-140
132
Agung Zainal Muttakin Raden dkk., Ikonografi: Kaligrafi Sunda sebagai Eksistensi Seni 133
METODE
Tabel 1. Analisis Erwin Panofsky titas, dan budaya Sunda. Dalam dunia
Objek Interpretasi Tindakan Penafsiran media sosial, budaya Sunda mendapatkan
Subjek utama atau De- skrip pra- perhatian dan penekanan penting dalam
alami, (A) faktual, (B) ikonografi (Dan setiap pembahasannya. Hal ini didasari
ekspresif yang analisis formal semu.) oleh aktivitas pengguna media sosial yang
membentuk dunia
dibangun berdasarkan unsur budaya
motif artistik.
Sunda (Iskandar, 2012, h. 111).
Materi pelajaran Analisis ikonografi
sekunder/konvensional dalam arti kata y a n g
Media sosial memberikan
, merupakan dunia lebih sempit pengalaman dan cara baru bagi sebuah
gambar, cerita, dan komunitas untuk berinteraksi,
alegori. berkomunikasi, dan bertukar informasi.
Makna atau konten Interpretasi ikonografis Semua itu dapat menciptakan identitas
intrinsik, merupakan dalam arti yang lebih visual untuk mengirimkan identitas Sunda
dunia "simbolis". dalam (Ikonografis
nilai " cal". sintesis).
di dalam komunitas. Umumnya, orang
Sumber: (Musa & Abdullah, 2017) Sunda bangga dengan identitas budaya
daerahnya. Namun, Sumardjo
Aspek perseptual diperlukan untuk berpendapat, masyarakat Sunda tidak akan
mendukung aspek formalistik. sepakat ketika ditanya apa identitas
Tingkat kedua disebut analisis budaya Sunda itu. (Sumardjo, 2003, h.
subjek sekunder atau konvensional, yang 297).
juga dikenal sebagai analisis deskriptif
ikonografis. Tingkat ini mengungkapkan Jampe (Mantra)
makna kedua: interpretasi terhadap Karya pertama berjudul jampe, atau
gambar, stilasi, dan metafora. yang dikenal sebagai mantra. Jampe
Subjeksubjek sekunder adalah studi adalah sebuah kata berupa mantra yang
tentang kaligrafi Sunda dengan teks, dianggap memiliki energi yang bersifat
gambar, dan hubungan multidimensi. alamiah.
Tingkat ketiga adalah analisis
intrinsik atau analisis konotatif atau
interpretasi ikonologi. Interpretasi
ikonologi bertujuan untuk mengungkap
makna intrinsik dan nilai-nilai yang
terkandung dalam sebuah fenomena seni
(Panofsky, 1972, hlm. 6-7). Makna yang
terkandung dalam setiap kaligrafi Sunda
dalam artikel ini akan dianalisis.
Kaligrafi Sunda
Bentuk-bentuk kaligrafi Sunda yang Gambar 1. Karakter Semar disusun dalam
akan dianalisis diambil dari media sosial kaligrafi aksara Sunda dengan kata-kata yang
Edi Dolan. Karya-karya kaligrafi Edi disusun sebagai "jampe"
Dolan sangat banyak dengan berbagai
aksara, misalnya aksara Jawa, Pe- gon, Gambar 1 menunjukkan sebuah
dan aksara Sunda. Namun, hanya kaligrafi kaligrafi Sunda yang disebut jampe
Sunda yang akan dianalisis dalam artikel (mantra). Teks jampe yang berbunyi
ini. Alasan pemilihan karya seni ini adalah jampe-jampe harupat, geura cageur geura
melihat keterkaitan antara bentuk, aksara, tobat (mantra pengharapan, lekas sembuh,
dan identitas Sunda. Identitas Sunda di lekas bertobat) terdiri dari tokoh-tokoh
media sosial memiliki keterkaitan dengan pewayangan. Kaligrafi figuratif tersebut
segala aspek seperti aspek wilayah, terbentuk dari garis-garis lengkung
identitas dengan kontras tipis dan tebal. Tekstur
yang terdapat pada kaligrafi adalah tekstur
semu yang halus. Warna latar belakang
dari kaligrafi ini
136 Harmonia: Jurnal Penelitian dan Pendidikan Seni 23 (1) (2023): 132-140
berwarna coklat muda dengan tinta hitam. kebenaran. Figur Semar dipilih untuk
Penyusunan aksara Sunda untuk bentuk ini karena Semar merupakan tokoh
membentuk figur menghasilkan yang paling dihormati. Semar juga
keselarasan sehingga bentuk figur dapat merupakan tokoh yang memiliki sifat yang
diekspresikan. Irama terdiri dari
pengulangan garis lengkung pada bagian
depan dan belakang. Keseimbangan
simetri terlihat pada Kaligrafi Sunda ini
dengan sumbu yang terletak di tengah-
tengah kertas, membuat kaligrafi ini
terlihat proporsional. Kontras tipis-tebal
pada goresan yang membentuk kepala dan
tangan memberikan gambaran proporsi
yang lengkap. Bentuk Semar dalam
kaligrafi morfis wayang mudah dikenali.
Hal ini dapat dilihat dari anatomi
tubuhnya yang memiliki identitas yang
jelas (Raden & Qeis, 2019).
Kaligrafi Sunda ini membentuk
sosok Semar. Semar adalah tokoh
punakawan dalam cerita pewayangan.
Kaligrafi figuratif ini disebut kaligrafi
morfis wayang. Gaya yang digunakan
dalam morfis wayang ini adalah kaligrafi
eksperimental yang dilakukan oleh para
seniman, menciptakan gaya kaligrafi
kontemporer (Raden & Qeis, 2019).
Spiritual Jawa menempatkan Semar
sebagai sosok yang sangat bijaksana dan
memiliki banyak keahlian (Halimah et al.,
2020). Semar juga memiliki pemahaman
tentang budaya Triloka (tiga dunia), yang
terdiri dari dunia dewa, raksasa, dan
manusia (Raden & Qeis, 2019). Semar
adalah sosok yang setia mendampingi
Pandawa. Semar merupakan sosok yang
bijaksana dan juga mendampingi
Pandawa, sehingga sering dimintai nasihat
dan pertimbangan atas permasalahan yang
terjadi.
Semar, terkadang juga disebut Ki
Lu- rah Semar yang juga dikenal sebagai
guru atau pemimpin agung (Pamong Agung)
atau Kyai Semar, juga merupakan guru atau
pemimpin agung bagi orang lain. Se- mar
merupakan seorang guru dan pemimpin,
penuntun jasmani dan rohani para ksatria
(Hab- sy, 2017).
Wujud Semar yang digambarkan
dalam kaligrafi ini terdiri dari kata-kata
jampe-jampe harupat geura cageur geura
tobat. Mantra ini memiliki makna untuk
menyembuhkan jiwa yang disebabkan
oleh perilaku seseorang yang bertentangan
dengan ajaran Tuhan. Bertaubat berarti
kembali ke jalan Tuhan atau ke jalan
Agung Zainal Muttakin Raden dkk., Ikonografi: Kaligrafi Sunda sebagai Eksistensi Seni 137
Edun (Gila)
Karya kedua berjudul edun. Edun
adalah sebuah kekaguman terhadap
sesuatu yang po- sitif atau untuk
mengekspresikan sesuatu yang kacau
dalam masyarakat.
oleh situasi hiburan rakyat yang terdiri interaksi manusia termasuk interaksi dan
dari penyaji dan penonton secara pemikiran dalam saluran teknologi (Jenks,
bersamaan (Nurhasanah, 2018). Jaipongan 2017, h. 10).
selalu diidentikkan dengan tarian yang Teknologi informasi telah
sensual dan erotis. Tari jaipongan menyebabkan
merupakan ungkapan rasa syukur dan
kesabaran yang diasosiasikan dengan
masyarakat agraris dengan proses melak
(menanam) dan metik (memetik atau
memanen). Gerakan-gerakan dalam
jaipongan terdiri dari gerakan cepat dan
lambat. Gerakan cepat merupakan simbol
dari rasa syukur, sedangkan gerakan
lambat merupakan simbol dari kesabaran.
Tari jaipongan merupakan simbol kesuburan.
Selain sebagai ekspresi artistik,
keempat foto karya Edi Dolan ini juga
berfungsi sebagai ekspresi identitas
Sunda. Upaya mempertahankan budaya
lokal di era global perlu dilakukan,
sehingga wacana tentang identitas
menjadi penting. Fenomena budaya saat
ini muncul ketika media layar menyebar
dalam kehidupan manusia. Tampilan layar
ingin memotivasi bahwa gambar memiliki
keunggulan dibandingkan teks.
Transformasi dari budaya berbasis tulisan
menjadi budaya berbasis gambar
membuka babak baru dalam komunikasi
yang disebut dengan bahasa hiper-visual
(Song, 2012, h. 12). Media sosial
merupakan sarana baru untuk
mengekspresikan dan mengapresiasi
identitas diri di tengah masyarakat global.
Mirzoeff berpendapat, yang dimaksud
dengan teknologi visual adalah semua
peralatan yang didesain untuk dilihat atau
untuk meningkatkan penglihatan alamiah,
mulai dari lukisan cat minyak hingga
televisi dan internet (Mirzoeff, 2009, hlm.
3). Penemuan kembali budaya Sunda yang
telah lama hilang.
re dan identitas secara tidak sadar muncul
di media sosial dan muncul dari ide
individu hingga fenomena yang
berkembang. Dalam menyampaikan ide-
ide visual, media sosial menjembatani
kesenjangan antara masa lalu dan masa
kini. Media sosial juga memberikan
pengalaman estetis bagi penggunanya,
bertukar gambar dan informasi, serta
membangun komunikasi linier antara
pemilik akun dan jaringan pertemanan di
dalamnya. Jenks berpendapat bahwa
budaya adalah kategori yang lebih nyata
dan kolektif. Budaya yang dihasilkan dari
Agung Zainal Muttakin Raden dkk., Ikonografi: Kaligrafi Sunda sebagai Eksistensi Seni 141
budaya era digital yang disebut dengan perupa, dan relasi antara teks dan figur.
budaya siber. Lebih jauh lagi, Selain
komunikasi dan interaksi dibangun
melalui ruang-ruang virtual (dunia
maya). Aksara Sunda dikirim di media
sosial sebagai bentuk penemuan kembali
identitas di era global. Cyber-cultu- re
menjadi wahana transfer budaya nyata
untuk mengakses artefak- artefak tersebut
secara langsung.
KESIMPULAN
Selain pencapaian artistik dan estetika, Manuel, P., & Baier, R. (1986).
identitas yang lebih mengedepankan Jaipongan: Musik Populer Asli Jawa
penyajian melalui kaligrafi aksara Sunda Barat. Asian Music, 18(1), 91.
adalah nilai yang lebih penting. https:// doi.org/10.2307/834160
Meliha, T. (2013). Representasi figural
UCAPAN TERIMA KASIH dalam kaligrafi Arab. Epiphany
Jurnal Kajian Transdisipliner, 6(2).
Kami mengucapkan terima kasih Mirzoeff, N. (2009). Pengantar budaya vi-
kepada Edi Dolan, seorang kaligrafer sual. Routledge.
aksara Sunda, Jawa, Ca- rakan, Pegon, Moustpha, H., & Krishnamurti, R. (2001).
dan Arab atas kontribusinya dalam Kaligrafi Arab: Sebuah Eksplorasi
mendiskusikan fenomena budaya ini dan Komputasi. Konferensi Internasional;
karya-karyanya yang ditampilkan dan 3, Matematika dan Desain, Januari
dikaji dalam artikel ini. 2001, 294-306.
Murtana, I. N. (2018). Implikasi Plus dan
REFERENSI Minus Perilaku Rahwa- na Terhadap
Kehidupan Sosial Moden Indonesia.
Boukerroui, M. T. (2013). Kaligrafi: A Ve- Dalam E. T. Sulistyo,
hicle untuk Refleksi Diri. H. Ardi, D. A. Nugraha, & R. A.
Damayanti, D., & Nurgiyantoro, B. Bu- diman (Eds.), 3rd International
(2018). Kearifan Lokal sebagai Con- ference on Art, Language, and
Bahan Pembelajaran: Nilai-Nilai Culture (pp. 30-36). Universitas
Pendidikan Karakter dalam Pupuh Sebelas Ma- ret.
Sunda. Jurnal Pendidikan dan https://jurnal.uns.ac.id/icalc/
Pembelajaran (EduLearn), 12(4), article/view/28306
676. https://doi.org/10.11591/edu- Musa, E. I., & Abdullah, S. (2017). Analisis
learn.v12i4.9291 Ikonologi Gaya Hidup Peranakan In-
Habsy, B. A. (2017). Model konseling timate: Studi Kasus Lukisan Seri
wayang semar. COUNS-EDU: The Woman, Oh! Karya Sylvia Lee Goh.
International Journal of Counseling Wacana Seni Jurnal Wacana Seni, 16,
and Education, 2(1), 19. https://doi. 135-162. https://
org/10.23916/002017024410 doi.org/10.21315/ws2017.16.6
Halimah, L., Arifin, R. R. M., Yuliariat- Nurhasanah, E. (2018). Analisis Situasi
iningsih, M. S., Abdillah, F., & Su- Pertunjukan pada Tari Jaipong
tini, A. (2020). Mendongeng melalui sebagai Tradisi Lisan di Desa
pertunjukan wayang golek: Cara Tanjungme- kar, Karawang. KnE
praktis dalam memasukkan Social Sciences, 3(9), 38.
pendidikan karakter pada anak usia https://doi.org/10.18502/
dini. Cogent Education, 7(1), kss.v3i9.2608
1794495. https://doi. Panofsky, E. (1972). Studi Ikonologi: Tema-
org/10.1080/2331186X.2020.1794495 tema Humanistik dalam Seni pada
Iskandar, S. (2012). Identitas Visual Masa Reformasi (B. Nelson, Ed.).
Kesenian dalam Ranah Media Sosial. Westview Press.
In Visual Budaya Sunda dan esai-esai Raden, A. Z. M., Andrijanto, M. S., & Su-
lainnya mengenai kebudayaan Sunda karwo, W. (2019). Kaligrafi Figuratif:
(pp. 108-120). Yayasan Pusat Studi Aspek Artistik, Magis, dan Religius
Sunda. dalam Lukisan Kaca Cirebon. 1(1), 1-
Jenks, C. (2017). Studi Kebudayaan 13.
(R. Kusmini P, Ed.). Pustaka Raden, A. Z. M., & Qeis, M. I. (2019). Anak
Pelajar. Kao, H. S. R., Xu, M., & Kao, T. anjing
T. (2021). petmorfik: Memadukan Budaya
Kaligrafi, Psikologi, dan Pribadi Lokal untuk Mencapai Struktur
Sastrawan Konghucu. Psikologi dan yang Berbeda dalam Kaligrafi
Masyarakat Berkembang, 33(1), 54- Figuratif. Ty-
72. https://doi.
org/10.1177/0971333621990449
Agung Zainal Muttakin Raden dkk., Ikonografi: Kaligrafi Sunda sebagai Eksistensi Seni 143
poday 2019 - Tipografi Eksperimental, Sujachaya, S., & Sitisarn, C. (2005). Makna
1-10. dan Peran Anak Ayam dalam
Sanmugeswaran, P., Fedricks, K., & Henry, Pandangan Hidup Akha. MANUSYA,
J. W. (2019). Merebut kembali 8(3), 62-79. https://doi.
Rahwana di Sri Lanka: Pendewaan org/10.1163/26659077-00803005
Rahwana oleh Buddha Sinhala dan Sumardjo, J. (2003). Simbol-Simbol Artefak
Tanggapan Tamil. Asia Selatan: Budaya Sunda: Tafsir-Tafsir Pantun
Jurnal Studi Asia Selatan, 42(4), 796- Sunda. Kelir.
812. https://doi. Syam, A. F., Waskito, L. A., Rezkitha, Y.
org/10.1080/00856401.2019.1631900 A. A., Simamora, R. M., Yusuf, F.,
Song, H. (2012). Penciptaan Perso- na Danchi, K. E., Bakry, A. F., Arnelis,
Digital : Identitas Visual di Facebook Mulya, E., Siregar, G. A., Sugihar-
melalui Layar. Lund University. tono, T., Maulahela, H., Doohan, D.,
Spiller, H. (2011). Tari Sunda sebagai Miftahussurur, M., & Yamaoka, Y.
Praktik atau Tontonan: Semuanya (2021). Helicobacter pylori pada
Hap- pening di Kebun Binatang. keturunan Melayu Indonesia mungkin
Dalam B. Abels (Ed.), Austronesian diimpor dari etnis lain. Gut
Soundscapes Per- formasi Seni di Pathogens, 13(1), 36. https://doi.
Oseania dan Asia Tenggara (hlm. 45- org/10.1186/s13099-021-00432-6
70). Amsterdam University Press.
https://doi.
org/10.1515/9789048508112-005