Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya, kami
dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul Trakeostomi. Referat ini kami
susun untuk melengkapi tugas di kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di RSUD Zainal
Abidin.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada dr. yang telah
membimbing dan membantu penulis dalam melaksanakan kepaniteraan dan menyusun
laporan kasus ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik dan saran dengan tangan terbuka.
Akhir kata kami berharap laporan kasus ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta
semua pihak yang ingin mengetahui materi tentang Trakeostomi.

Banda Aceh, Mei 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........

DAFTAR ISI............

ii

BAB I PENDAHULUAN.............

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............

2.1 Anatomi.............................................................................
2..2 ..................................................
2. 3 Trakeostomi....................................

2
3
4

2.3.1 Definisi...................

2.3.2 Epidemiologi.....................

2.3.3 Faktor Predisposisi.............

2.3.4 Patofisiologi....................

2.3.5 Klasifikasi......................................

2.3.6 Manifestasi Klinis...........

11

2.3.7 Diagnosa....................................................

11

2.3.8 Penatalaksanaan...........

11

BAB III ANALISA KASUS


BAB III KESIMPULAN......................................

13

BAB IV DAFTAR PUSTAKA............

14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trakeostomi dan trakeostomi adalah kata yang seringkali digunakan untuk tindakan
pembukaan dinding anterior leher guna mencapai trakea yang bersifat sementara. Trakeotomi
per definisi, adalah suatu insisi yang dibuat pada trakea, sementara trakeostomi merupakan
tindakan membuat stoma agar udara dapat masuk ke paru-paru dengan memintas jalan napas
bagian atas. Stoma permanen setelah laringektomi yang dibuat dengan menjahitkan kulit pada
mukosa trakea sebaiknya disebut sebagai trakeostomi permanen.Trakeostomi merupakan
suatu prosedur operasi yang bertujuan untuk membuat suatu jalan nafas didalam trakea
servikal. perbedaan kata kata yang dipergunakan dalam membedakan ostomy dan
otomy tidak begitu jelas dalam masalah ini, sebab lubang yang diciptakan cukup bervariasi
dalam ketetapan permanen atau tidaknya. apabila kanula telah ditempatkan, bukaan hasil
pembedahan yang tidak dijahit dapat menyembuh dalam waktu satu minggu. jika dilakukan
dekanulasi (misalnya kanula trakeostomi dilepaskan), lubang akan menutup dalam waktu
yang kurang lebih sama. sudut luka dari trakea yang dibuka dapat dijahit pada kulit dengan
beberapa jahitan yang dapat diabsorbsi demi memfasilitasi kanulasi dan, jika diperlukan,
pada rekanulasi; alternatifnya stoma yang permanen dapat dibuat dengan jahitan melingkar
(circumferential). kata trakeostomi dipergunakan, dengan kesepakatan, untuk semua jenis
prosedur pembedahan ini. perkataan tersebut dianggap sebagai sinonim dari trakeotomi.
Sejarah Trakeostomi
Tindakan bedah ini memiliki reputasi yang panjang sampai baru-baru ini kurang
baik. McClelland percaya terdapat lima periode dalam perkembangan dan penerimaan
tindakan trakeostomi yang dapat dilihat. Catatan trakeostomi yang paling awal terkubur
dalam legenda. Buku suci agama Hindu Rig Veda yang ditulis antara tahun 2000 dan 1000
SM menjelaskan satu tindakan yang dapat menyatukan kembali pipa udara bila rawan leher
dipotong. Namun, para ahli sejarah menganggap Asclepiades yang lahir sekitar 124 SM
merupakan orang pertama yang melakukan operasi ini. Tidak ada catatan bedah mengenai
keberhasilan tindakan ini sebelum Brasalova (15001570) mengemukakan penanganan
bedah yang berhasil pada angina Ludwig pada tahun 1546. Pada era kedua, dari tahun 1546

hingga 1833, tindakan bedah seperti ini sangat ditakuti, dan hanya 28 trakeostomi yang
dilaporkan berhasil selama tiga abad ini.
Trousseau dan Bretonneau mempopulerkan operasi ini di Perancis. Mereka
melakukannya untuk menangani kasus diftcria dengan angka keberhasilan 25 persen (angka
penycmbuhan yang cukup tinggi pada saat itu). Era trakeostomi yang ketiga terangkat pada
tahun 1921 saat Chevalier Jackson mengemukakan teknik-teknik modern dan menentang
insisi kartilago krikoid atau cincin trakea pertama. Saran ini, bila diikuti, mengurangi angka
komplikasi yang tinggi akibat stenosis subglotis iatro-genik. Selama masa ini, indikasi untuk
trakeostomi hampir eksklusif merupakan sumbatan jalan napas bagian atas.
Era keempat dimulai tahun 1932 dengan usulan Wilson bahwa koreksi jalan napas
dapat dilakukan pada kasus-kasus paralisis pernapasan yang sulit, khususnya poiiornielitis.
Galloway juga ikut berperan dalam mengarahkan pemikiran dalam era ini, dengan melakukan
trakeostomi untuk indikasi seperti cedera kepala, cedera dada yang berat, intoksikasi
barbiturat, dan kontrol jalan napas pasca bedah. Era ini merupakan masa-masa yang penuh
rasa antusias. Selama tahun-tahun ini, lahirlah ungkapan "jika anda mempertimbangkan
trakeostomi, lakukanlah", dan pepatah ini masih diikuti oleh sebagian dokter untuk
menghindari trakeostomi pada saat kritis.

Intubasi yang Lama


Sejak awal 1960-an, kecenderungan melakukan trakeostomi guna memintas
sumbatan dan mengatasi akumulasi sekret atau kegagalan ventilasi mulai muncul ke
permukaan. Intubasi endotrakea telah menjadi lebih kompetitif, di mana perawatannya dapat
lebih baik termasuk penghisapan trakea yang sering, serta pemakaian udara lembab dan tuba
baru yang dibuat dari plastic guna mengurangi pembentukan keropeng, dengan demikian
tidak lagi memerlukan penggantian tuba yang sering. Kecepatan intubasi dan kemudahan
ekstubasi serta dapat dihindarkannya komplikasi trakeostomi membuat teknik ini menarik.
Intubasi yang lama menimbulkan beberapa komplikasi dengan angka kesakitan dan
bahkan kema-tian bermakna. Antara lain sinusitis akut; destruksi hidung, mukosa dan
kartilago; otitis media serosa; dan gangguan laring dan subglotis. Gangguan laring dapat
lebih sukar diatasi dibandingkan stenosis trakea akibat trakeostomi, karena laring merupakan

organ berotot fungsional dan bukan hanya suatu tuba berongga untuk menghantarkan udara.
Rekonstruksi laring mungkin sukar dan rehabilitasi terkadang tidak memuaskan.
Saat ini, di berbagai pusat, intubasi dilakukan pada kasus-kasus darurat atau jika
tuba dianggap dapat dilepaskan dalam satu minggu. Setelah 72 jam, bila tuba masih
diperlukan, barulah dilakukan trakeostomi. Telah terjadi sedikit komplikasi pada daerah
laring dan subglotis bilamana menjalankan protokol ini. Namun intubasi dewasa yang lama
jelas meningkatkan risiko dan keparahan komplikasi.
Pada anak dan bayi, intubasi yang lebih lama ternyata cukup berhasil. Tuba dapat
dipertahankan untuk waktu yang lebih lama hingga enam hari, seperti yang diperlihatkan
penelitian klinis. Bayi dapat ditangani untuk waktu yang lebih lama, oleh karena akan lebih
sulit melakukan dan merawat trakeostomi pada kelompok usia ini. Bahkan pada neonatus,
intubasi hingga lebih dari enam bulan telah dilaporkan berhasil. Namun adakalanya terjadi
komptikasi laring setelah intubasi yang lama pada anak.
Frekuensi stenosis subglotis dapat meningkat dengan semakin banyaknya bayi yang
menderita berbagai sindrom distres pernapasan yang diatasi dengan tindakan ini, dan perlu
berhati-hati terhadap dorongan untuk melakukan intubasi. Ungkapan yang lebih baru, "jika
anda mempertimbangkan trakeostomi, lakukanlah intubasi, dan pertimbangkan lagi" cukup
bijaksana, namun harus mengingat kenyataan bahwa intubasi adalah suatu tindakan
sementara dan harus dihentikan atau digantikan dengan tuba trakeostomi.
Argumentasi menpenai intubasi versus trakeostomi masih belum dapat diselesaikan.
Namun demikian, jika memilih intubasi, maka peralihan menjadi trakeostomi setelah enam
hari pada anak, dan setelah 72 hingga 96 jam pada dewasa memberikan basil yang paling
memuaskan saat ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Trakea


Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea
berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada
esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada
karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral
dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di sebelah
depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin
trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus.
Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra
sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hyoid.
Trakea

Gambar 1. Anatomi Trakea

2.2 Definisi, Sejarah, dan Fungsi Trakeostomi


2.2.1 Definisi
Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar udara dapat masuk ke
paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas (Adams, 1997).

Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior trakea


untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan
nafas bagian atas (Hadikawarta, Rusmarjono, Soepardi, 2004).
Trakeostomi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengatasi pasien dengan
ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan pernafasan bagian atas. Insisi yang dilakukan
pada trakea disebut dengan trakeotomi sedangkan tindakan yang membuat stoma selanjutnya
diikuti dengan pemasangan kanul trakea agar udara dapat masuk ke dalam paru-paru dengan
menggunakan jalan pintas jalan nafas bagian atas disebut dengan trakeostomi (Robert, 1997).
Istilah trakeotomi dan trakeostomi dengan maksud membuat hubungan antara leher
bagian anterior dengan lumen trakea, sering saling tertukar. Definisi yang tepat untuk
trakeotomi ialah membuat insisi pada trakea, sedang trakeostomi ialah membuat stoma pada
trakea.
Dapat disimpulkan, trakeostomi adalah tindakan operasi membuat jalan udara melalui
leher dengan membuat stoma atau lubang di dinding depan/ anterior trakea cincin kartilago
trakea ketiga dan keempat, dilanjutkan dengan membuat stoma, diikuti pemasangan kanul.
Bertujuan mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas
jalan nafas bagian atas saat pasien mengalami ventilasi yang tidak adekuat dan gangguan
lalulintas udara pernapasan karena obstruksi jalan nafas bagian atas.

2.2.2

Fungsi Trakeostomi

1. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan


yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan
regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang trakheostomi
cukup besar (paling sedikit pipa 7)
2. Proteksi terhadap aspirasi
3. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada pasien
dengan gangguan pernafasan

4. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan


5. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus respiratorius
6. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer oleh
tekanan negative intratoraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang normal.

2.2.3

Indikasi dan Kontraindikasi Trakeostomi


Indikasi Trakeostomi

1. Obstruksi mekanis saluran nafas atas.


Pasien yang mengalami obstruksi dan atau pun penyumbatan jalan nafas
dan mengalami kegagalan dalam pemakaian intubasi endotrakeal. Antara lain
akibat ;
No.

Penyebab

Contoh

1.

Kongenital/bawaan

- Stenosis (penyempitan) subglotis atau trakea


atas.
- Anomali trakeoesofagus.
- Haemangioma (adalah kumpulan pembuluh
darah kecil yang membentuk benjolan di
bawah

kulit). Haemangiomas

pada,

dagu

rahang atau leher anak kadang-kadang dapat


mempengaruhi jalan napas nya, menyebabkan
kesulitan bernapas. Tanda pertama dari hal ini
adalah stridor, ketika anak membuat suara
serak

dengan

napas

masing-masing. Jika

hemangioma tumbuh, dapat menyumbat jalan

napas. Pada beberapa anak, laser pengobatan


hemangioma

jalan

napas

selama

(MLB)

microlaryngobronchoscopy

meningkatkan masalah pernapasan, tetapi


kadang-kadang seorang anak mungkin perlu
memiliki trakeostomi (pembukaan ke batang
tenggorokan buatan) untuk meningkatkan
pernapasan mereka.

2.

Infeksi

- Epiglotitis akut
-

Laryngotracheobronchitis
-

Angina Ludwig

(radang

berat

disertai

supurasi di daerah bawah mulut)

3.

Keganasan

Tumor laring, faring, lidah, atau trakea atas


tingkat lanjut dengan stridor.

4.

Trauma

Di maksilofasial.

Luka tembak, tusuk di leher.

Menghirup asap.

- Menelan cairan korosif.

5.

Kelumpuhan

pita

Postoperasi komplikasi tiroidektomi

Operasi esophagus

suara

6.

Benda asing .

Operasi jantung, cerebral bulbar.

- Terhirup objek yang bersarang di saluran nafas


atas menyebabkan stridor.
- Adanya benda asing di subglotis. Stoma
berguna untuk mengambil benda asing dari
subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas
untuk bronkoskopi.

2. Perlindungan Trakeobronkial Tree dari Aspirasi.


Dalam kondisi kronis di mana adanya ketidakmampuan laring atau faring
dapat memungkinkan aspirasi dan menghirup air liur atau isi lambung,
trakeostomi harus dilakukan. Kondisi itu di alami karena ;
No.

Penyebab

Contoh

1.

Penyakit neurologis

- Polyneuritis (terganggunya transmisi syaraf


atau jaringan syaraf yang kekurangan energi,
misalnya Guillain "Barre yaitu penyakit
yang menyerang radiks saraf yang bersifat
akut dan menyebabkan kelumpuhan yang
gejalanya dimulai dari tungkai bawah dan
meluas ke atas sampai tubuh dan otot-otot
wajah)
- Tetanus.

Adanya penyumbatan di rongga faring dan


laring karena difteri, laryngitis, atau tetanus
(kejang otot) sering ditanggulangi dengan
Trakeostomi.
- Bulbar poliomyelitis
- Multiple sclerosis
- Myasthenia gravis
Menyebabkan kelumpuhan vocal bilateral
dengan kegagalan pernafasan akut.

Hilangnya

refleks

ketidakmampuan
mengakibatkan

laring

untuk
resiko

dan

menelan
tinggi

dapat

terjadinya

aspirasi.

2.

Koma

- Cedera kepala
- Overdosis
- Keracunan
- Stroke
- Tumor otak

Dalam situasi di mana nilai GCS kurang dari


8,pasien

beresiko

aspirasi

karena

refleks

pelindung hilang.

3.

Trauma

Patah tulang wajah yang parah.

Dapat mengakibatkan aspirasi darah dari


saluran nafas atas.

3. Gagal nafas.

No.

Penyebab

Contoh

1.

Kerusakan paru.

Menyebabkan kapasitas vitalnya berkurang dan


trakeostomi mengurangi ruang rugi (dead air
space) di saluran nafas atas seperti rongga mulut,
sekitar lidah dan faring.

2.

Penyakit paru

- Eksaserbasi bronkitis kronis


- Emfisema
- Asma berat.
- Pneumonia berat.

3.

Penyakit neurologis.

- Multiple sclerosis.

Kasus yang parah seperti Multiple Sclerosis

(MS) menyebabkan masalah seperti disfagia


(kesulitan menelan), batuk, dan gagal nafas.

4.

Luka dada

Dapat

menyebabkan

pneumotoraks

berakibat gagal nafas.

4. Retensi sekresi bronchial

No.

Penyebab

Contoh

1.

Penyakit paru

2.

Penurunan

tingkat

kesadaran

3.

Trauma ke kandang
otot toraks

2. Kontraindikasi Trakeostomi.

Infeksi saluran pernafasan akut

yang

1. Antisipasi adanya penyumbatan karena karsinoma (sejenis kanker).


1. Infeksi pada tempat pemasangan.
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol, contoh ; Hemofili.

2.3 Klasifikasi Trakeostomi


Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi penggunaan permanen dan
penggunaan sementara, sedangkan menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang
tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Jika dibagi
menurut waktu dilakukannya tindakan, maka trakeostomi dibagi kepada trakeostomi darurat
dengan persiapan sarana sangat kurang dan trakeostomi elektif (persiapan sarana cukup) yang
dapat dilakukan secara baik (Soetjipto, Mangunkusomu, 2001).

2.3.1. Lama Pemasangan


1. Permanen (Tracheal Stoma Post Laryngectomy)
Tracheal cartilage diarahkan kepermukaan kulit, dilekatkan pada leher. Rigiditas
cartilage mempertahankan stoma tetap terbuka sehingga tidak diperlukan tracheostomy tube
(canule).
2. Sementara (Tracheal Stoma without Laryngectomy)
Trachea dan jalan nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat obstruksi. Digunakan
tracheostomy tube (canule) terbuat dari metal atau Non metal (terutama pada penderita yang
sedang mendapat radiasi dan selama pelaksanaan MRI Scanning)

2.3.2 Letak Insisi


1. Insisi Vertikal.

Dilakukan pada keadaan darurat


2. Insisi Horisontal.
Dilakukan pada keadaan elektif.
2.3.3 Waktu Dilakukan Tindakan
1. Darurat
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan
pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang
yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak
meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil. Menggunakan
teknik insisi vertikal.
2.Non-Darurat
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi
dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm. Menggunakan teknik insisi
horizontal
Untuk lebih jelasnya perhatikan table berikut :

No.

Waktu

dilakukan

Lama Penggunaan

Teknik Insisi

Sementara

Vertikal, dibuat di anatara

Tindakan

1.

Darurat

cincin trakea 1 dan 2 atau 2


dan 3.

2.

Non-darurat

Permanen

Horizontal, dibuat di antara


cincin

trakea

dan

sepanjang 4-5 cm.

2.4 Penatalaksanaan Trakeostomi.


2.4.1 Jenis Tindakan
1. Darurat, dilakukan Percutaneous Tracheostomy.
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan
pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang
yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak
meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
2. Elektif, dilakukan Surgical Tracheostomy.
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi
dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
Selain itu, terdapat Mini trakeostomi, yaitu pada tipe ini dilakukan insisi pada
pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan kawat
dan dilator.
2.4.2 Persiapan Alat
A. Alat alat ;
1. Spuit yang berisi analgesia.
2. Pisau bedah.
3. Pinset anatomi.
4. Gunting panjang tumpul.
5. Sepasang pengait tumpul.
6. Benang bedah.

7. Klem arteri, gunting kecil yang tajam.


8. Kanul trakea dengan ukuran yang sesuai.

B. Jenis Pipa
a. Cuffed Tubes.
Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil risiko
timbulnya aspirasi.
b. Uncuffed Tubes.
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai risiko
aspirasi.
c. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam).
Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul
dalam dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
d. Silver Negus Tubes.
Terdiri dari dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka panjang. Tidak
perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.
e. Fenestrated Tubes.
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya, sehingga
penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu, bagian terbuka
ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara (Kenneth, 2004).
C. Ukuran.
Ukuran trakeostomi standar adalah 0 12 atau 24 44 French. Trakeostomi
umumnya dibuat dari plastik, namun dari perak juga ada. Tabung dari plastik mempunyai
lumen lebih besar dan lebih lunak dari yang besi. Tabung dari plastik melengkung lebih baik
kedalam trakea sehingga iritasi lebih sedikitdan lebih nyaman bagi klien.
D. Persiapan Pasien.
1.

Posisikan pasien berbaring terlentang dengan bagian kaki lebih rendah 30


untuk menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena leher.

2.

Bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk


diekstensikan pada persendian atalanto oksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan
lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher. (Gambar

3.

Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan
ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan
fossa suprasternal secara infiltrasi.
E. Prosedur Inti.
1. Sayatan kulit 5 sentimeter, vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid
sampai fosa suprasternal, sedangkan sayatan horizontal di pertengahan jarak antara
kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari dari bawah krikoid
orang dewasa.
2. Dengan gunting panjang yang tumpul, kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan
lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea
yang berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila
lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah
ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke lateral.
Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika
tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya.
Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat kedua tepinya dan disisihkan ke
lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat.
Komplikasi Trakeostomi
No.

1.

Waktu

Komplikas

Intraoperatif

Haemorrhage (pendarahan).

Rasa panas pada jalan nafas

Cedera pada trakea dan laring

Cedera pada struktur trakeal

Emboli udara

2.

Postoperatif

Apnea

Henti jantung

Perforasi

Ruptur pleura viseralis

Sumbatan darah/secret

Emfisema subkutan

Pneumotoraks / pneumomediastinum

- Tabung berpindah
- Tabung tersumbat
- Infeksi luka
- Trakea nekrosis
- Pendarahan sekunder
- Masalah menelan

3.

Jangka panjang

Obstruksi jalan nafas atas

Infeksi

Fistula trakeoesofagus

Stenosis trakea

Iskemia atau nekrosis trakea

BAB IIII

PENUTUP
Kesimpulan
Trakeostomi adalah tindakan operasi membuat jalan udara melalui leher dengan
membuat stoma atau lubang di dinding depan/ anterior trakea cincin kartilago trakea ketiga
dan keempat, dilanjutkan dengan membuat stoma, diikuti pemasangan kanul. Bertujuan
mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas
bagian atas saat pasien mengalami ventilasi yang tidak adekuat dan gangguan lalulintas udara
pernapasan karena obstruksi jalan nafas bagian atas.

Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi penggunaan permanen dan


penggunaan sementara, sedangkan menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang
tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Jika dibagi
menurut waktu dilakukannya tindakan, maka trakeostomi dibagi kepada trakeostomi darurat
dengan persiapan sarana sangat kurang dan trakeostomi elektif (persiapan sarana cukup) yang
dapat dilakukan secara baik.

Anda mungkin juga menyukai