Anda di halaman 1dari 7

Sabtu, 17 Juli 2010

Metode Pengasinan dan Pemasakan Telur Asin Asap


Telur merupakan salah satu bahan pangan hasil ternak bergizi tinggi yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh, karena merupakan sumber protein, asam lemak, vitamin, dan mineral.
Nilai gizi satu butir telur hampir sebanding dengan nilai gizi setengah gelas susu. Namun,
disamping adanya hal-hal yang menguntungkan itu, telur memiliki sifat yang mudah rusak, maka
perlu usaha pengolahan dan pengawetan untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang
masa simpan telur.
Pengasinan telur merupakan salah satu upaya untuk mengawetkan telur segar,
mengurangi bau amis serta menciptakan rasa yang khas. Telur asin merupakan salah satu produk
hasil olahan telur yang telah mengalami proses pengawetan agar mempunyai masa simpan yang
lebih lama dan telah memiliki rasa yaitu rasa asin.
Pada dasarnya metode pengasinan telur bermacam-macam antara lain dengan metode
perendaman garam jenuh, menggunakan adonan abu gosok dan menggunakan bubuk batu bata.
Setiap metode pengasinan memiliki keistimewaan masing-masing. Metode pengasinan yang
biasa dilakukan secara tradisional menggunakan media campuran berupa garam, serbuk batu bata
dan abu gosok akan menghasilkan telur yang bercita rasa khas dan disukai. Meskipun demikian
terjadi penurunan berat yang relatif besar dikarenakan adanya difusi air serta penguapan air dan
gas ke luar dari dalam telur ditambah dengan perlakuan pengasapan pada akhir proses.
Pada saat ini sudah mulai dikenal inovasi telur asin yang diasap. Proses pengasapan akan
menjadikan telur asin yang mempunyai tampilan luar dan citarasa yang berbeda dari telur asin
yang biasa. Proses pematangan telur asin asap dapat dilakukan dengan berbagai metode,
diantaranya yaitu perebusan, pengasapan dan pengukusan. Oleh karena itu dilakukan percobaan
suatu penelitian dengan berbagai metode pengasinan dan metode pemasakan telur asin asap.
Diharapkan dengan berbagai metode pengasinan dan metode pemasakan telur tersebut kadar air
pada telur asin asap relatif rendah dan kadar NaCl tinggi serta menambah citarasa agar lebih
disukai mayarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh interaksi penggunaan berbagai
metode pengasinan dan metode pemasakan pada produk telur asin asap terhadap kadar air, kadar
NaCl dan tingkat kesukaan. Adapun penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik untuk
peneliti maupun masyarakat umum untuk dapat menentukan alternatif kombinasi metode
pengasinan dan pemasakan telur yang terbaik dalam pembuatan telur asin asap, dilihat dari
variabel yang diamati yaitu kadar air, kadar NaCl dan tingkat kesukaan.
Telur merupakan hasil ternak yang mempunyai andil besar dalam mengatasi masalah gizi
yang terjadi di masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena telur sarat akan zat gizi yang
diperlukan untuk kehidupan yang sehat. Zat-zat gizi yang ada pada telur sangat mudah dicerna
dan dimanfaatkan oleh tubuh (Astawan, 2003). Telur mengandung hampir semua zat makanan
yang diperlukan tubuh, rasanya enak, mudah dicerna, menimbulkan rasa segar dan kuat dalam

tubuh, dan dapat diolah menjadi bermacam-macam masakan. Hampir semua orang menyukai
telur sebagai bahan makanan (Sarwono, 1994).
Telur mengandung protein lebih dari 10%, dan bahkan sebutir telur ayam mengandung protein
12,8% dan bebek 13,1%. Di dalam telur juga terdapat aneka vitamin seperti vitamin A, D, E dan
K. Disamping itu, telur juga mengandung sejumlah mineral yang seperti zat besi, fosfor, kalsium,
sodium, magnesium dalam jumlah yang cukup (Haryoto, 1996). Telur yang dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia umumnya berasal dari unggas yang diternakkan. Jenis yang paling banyak
dikonsumsi adalah telur ayam, itik (bebek), dan puyuh (Astawan, 2003).
Struktur dan Komposisi Telur
Secara rinci struktur telur terbagi atas: kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membran
kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen), membran vitelin, kuning telur (yolk)
dan bakalan anak unggas (germ spot) (Winarno dan Koswara, 2002). Hampir setiap bagian telur
mempunyai unsur yang sangat bermanfaat bagi tubuh (Sarwono, 1994).
Kulit telur
Kulit telur merupakan bagian yang paling keras. Bagian ini tersusun dari 95,1% garamgaram anorganik; 3,3% bahan organik (terutama protein) dan 1,6% air. Bahan-bahan anorganik
tersebut terdiri dari kalsium, magnesium, fosfor, besi dan belerang. Protein pada kulit telur terdiri
dari serat-serat yang menyerupai kolagen pada tulang rawan, namun pada membran proteinnya
berbentuk musin dan keratin. (Sarwono, 1994). Lebih lanjut dijalaskan oleh Winarno dan
Koswara (2002) bahwa bagian kulit telur terdapat banyak pori-pori yang berguna sebagai saluran
pertukaran udara untuk memenuhi kebutuhan embrio di dalamnya. Jumlah pori-pori bervariasi
antara 100-200 buah per cm2. Biasanya bagian telur yang tumpul memiliki jumlah pori-pori yang
banyak.
Putih telur
Putih telur (albumen) banyaknya sekitar 60% dari keseluruhan telur dan terletak di antara
kulit telur dan kuing telur (Sarwono, 1994). Ditambahkan oleh Winarno dan Koswara (2002),
bahwa putih telur terdiri atas tiga lapisan yang berbeda, yaitu lapisan tipis putih telur bagian
dalam (30%), lapisan tebal putih telur (50%) dan lapisan tipis putih telur bagian dalam (20%).
Komposisi putih telur terdiri dari air 87%; protein 12%; lemak 0,3%; glukosa 0,4%; dan
abu 0,3%. Protein putih telur terdiri dari sekitar 11 macam protein sederhana (Winarno dan
Koswara, 2002). Protein putih telur (albumen) terdiri dari ovalbumin, konalbumin, ovomukoid,
lisozim (G1 globulin), G2 globulin, G3 globulin, ovomusin, flavoprotein, avidin,
ovoglikoprotein, ovomakroglobulin, dan ovoinhibitor (Hintono,1995).
Kuning telur
Kuning telur termasuk bagian terpenting pada isi telur, sebab pada bagian inilah embrio
tumbuh dan terdapat bakal anakterutama pada telur yang telah dibuahi (Sarwono, 1994). Kuning

telur berbentuk bulat, berwarna kuning atau oranye, terletak pada pusat telur dan bersifat
elastis.warna kuning dari kuning telur disebabkan oleh kandungan santrofil yang berasal dari
makanan ayam. Pigmen lain yang terdapat di dalamnya adalah karotenoid (Winarno dan
Koswara, 2002).
Stadelman dan Cotterill yang disitasi dari asterida (2007), menyatakan bahwa kuning
telur kaya akan mineral, pigmen dan vitamin. Lemak dalam kuning telur berjumlah 33% dari
berat kuning telur dan strukturnya sangat kompleks. Lemak kuning telur tidak hanya terdiri dari
gliserida, tetapi juga fosfolipida, sterol, dan serebiosida. Komposisi gizi kuning telur lebih
lengkap dibandingkan dengan putih telur, kuning telur terdiri dari air, protein, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin (Sarwono, 1994).
Pengertian Telur Asin
Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan cara diasinkan dengan garam (NaCl)
(Suprapti, 2002). Winarno dan Koswara (2002), menyatakan bahwa telur itik sangat lazim
diasinkan karena penetrasi garam ke dalam telur pada telur itik lebih mudah.
Prinsip dari pengasinan telur yaitu pemberian garam dapur ke dalam isi telur yang masih
mentah (Ali, 1992). Menurut Sampurno et al. (2002), tujuan utama dari pengasinan telur adalah
untuk mendapatkan telur asin yang mempunyai cita rasa yang khas, disukai konsumen dan
mempunyai daya awet. Hal ini disebabkan karena NaCl yang masuk ke dalam telur akan
menjadikan telur lebih awet, serta NaCl tersebut akan memberikan cita rasa asin pada telur.
Peranan Garam (NaCl)
Garam berfungsi sebagai pencipta rasa yang khas, sekaligus sebagai bahan pengawet. Hal
ini dimungkinkan karena garam dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga bakteri yang
membutuhkan oksigen untuk hidupnya menjadi terhambat. Garam juga dapat mencegah atau
menghambat bekerjanya enzim proteolitik yaitu enzim yang menguraikan protein, dengan
demikian protein dalam telur akan terpelihara kualitasnya. Fungsi garam yang lain adalah untuk
menyerap air, sehingga telur yang dihasilkan akan menjadi awet. Adanya air di dalam bahan
makanan sering menyebabkan bahan makanan tersebut mudah rusak, karena air merupakan
media yang baik bagi berkembangnya mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir
(Astawan dan Astawan, 1989). Dijelaskan lebih lanjut oleh (Astawan, 2003), bahwa garam
berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet karena dapat mengurangi
kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim proteolitik (enzim
perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur.
Pembuatan Telur Asin
Pengasinan sudah dikenal sejak zaman dulu oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu upaya
untuk mengawetkan telur (memperpanjang masa simpan), membuang rasa amis (terutama telur
itik), dan menciptakan rasa yang khas (Astawan, 2003). Pengasinan yang biasa dilakukan secara
tradisional menghasilkan telur yang bercita rasa khas dan disukai. Meskipun penurunan berat

relatif besar yaitu sekitar 2 8,4%. Hal ini disebabkan adanya difusi air serta penguapan uap air
dan gas-gas keluar dari dalam telur (Winarno dan Koswara, 2002).
Telur yang akan diasinkan harus diperiksa dan dipastikan bukan merupakan telur yang sudah
pernah di erami dan ada keretakan atau pecah kulit. Keretakan selama pengasinana akan
menyebabkan larutan perendamannya berbau busuk. Telur asin berkualitas baik memiliki rasa
asin yang cukup, kuning telur barwarna kemerahan, dan terkesan berpasir (masir) (Suprapti,
2002). Winarno dan Koswara (2002), menambahkan bahwa pengasinan telur dikatakan berhasil
dengan baik apabila telur asin yang dihasilkan bersifat stabil, dapat disimpan lama tanpa banyak
mengalami perubahan, tidak berbau amoniak atau bau yang kurang sedap, penampakan putih
telur baik, dan kuning telur mempur serta berminyak di bagian pinggir.
Pengasinan telur
Berdasarkan proses pengolahannya, telur asin dapat dibuat dengan cara merendam dalam larutan
garam jenuh atau menggunakan adonan. Adonan garam merupakan campuran antara garam, abu
gosok, serbuk bata merah, dan kadang-kadang sedikit kapur (Astawan, 2003). Menurut Ali
(1992), teknik pembuatan telur asin ada 3 metode: pertama, perendaman dalam larutan garam
dapur; kedua, pemolesan telur dengan pasta adonan batu bata atau abu dapur dan tanah liat yang
padat atau kering; dengan perendaman telur dalam pasta bata merah yang kental setengah basah.
Dalam pembuatan telur asin dapat menggunakan metode dengan melumuri telur
menggunakan media yang berupa campuran garam, batu bata halus atau abu gosok (Astawan dan
Astawan, 1989). Perbandingan dari kedua bahan tersebut adalah 1:1, campuran tersebut diaduk
merata sampai terbentuk adonan yang kental (Margono et. al., 1993). Adonan dapat juga berupa
campuran ketiga bahan yaitu garam, batu bata halus dan abu gosok dengan perbandingan 4:3:3
kemudian diaduk merata sampai terbentuk adonan yang kental. Agar telur tidak melekat satu
sama yang lain, telur yang sudah dilumuri adonan diletakkan di sela-sela abu atau bubuk bata
merah (Winarno dan Koswara, 2002).
Telur selajutnya disimpan pada suhu kamar, dengan menempatkannya di dalam tempayan
tanah liat atau wadah lainnya (Astawan dan Astawan, 1989). Pemeraman telur berkisar antara 7
10 hari agar rasa asin pada telur tidak menjadi berlebihan (Suprapti, 2002).
Pemasakan telur asin asap
Pemasakan mengandung pengertian penggunaan panas, baik dari panas api maupun alat
listrik (Sediaoetomo, 1993). Berbagai cara perlakuan panas yaitu memanggang, membakar,
menyangrai, merebus, menggoreng, menumis adalah cara yang dilakukan di industri rumah
tangga (Hermana, 1991).
Murtidjo (1988) menyatakan pengolahan telur yang baik adalah direbus selama 15 menit
sesudah air mendidih dikarenakan hampir tidak ada protein yang hilang selama pemasakan.
Pengukusan merupakan proses memasak sesuatu dengan uap yang mendidih dengan suhu air 66
82C (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001).

Pengasapan adalah proses memasak yang biasa dilakukan dengan menggunakan kayu
keras atau bahan lain yang mengandung selulosa dan lignin, seperti serbuk kayu jati, sekam,
sabut kelapa, tongkol jagung dan sebagainya. Senyawa kimia utama yang terdapat di dalam asap
antara lain adalah asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat,
dimetoksifenol, metil glikosidal, furfural, metanol, etanol, asetaldehid, diasetil, aseton dan 3,4
benzipiren (Soeparno, 2005).
Kadar Air
Kadar air suatu bahan pangan sangat mempengaruhi daya simpan dari bahan tersebut
karena mikroorganisme akan tumbuh baik pada batasan kadar air tertentu (Susanto dan Saneto,
1994). Air sangat penting untuk pertumbuhan mikroorganisme (Winarno, 1993).
Menurut Winarno dan Koswara (2002), komposisi telur-telur unggas hampir sama yang
membedakan antar spesies terutama terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang dikandung.
Pada telur bebek kadar air putih telur 88,00%; pada kuning telur 47,00% sedangkan telur utuh
70,60%.
Kadar Garam (NaCl)
Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasinkan dengan
cara difusi setelah garam mengion menjadi Na + dan Cl-. Laju difusi tergantung garam dan
adonan. Semakin besar isi telur dan kandungan garam dalam adonan, maka semakin cepat laju
difusi yang terjadi (Winarno dan Koswara, 2002). Prinsip pengujian kadar NaCl pada bahan
pangan adalah melarutkan semua garam NaCl yang terdapat dalam bahan pangan dan
memisahkannya dengan lemak yang terdapat dalam bahan pangan tersebut dengan cara
mengekstraksi sampel bahanpangan dengan aquades panas. Larutan hasil ekstraksi ditambah
kalium kromat kemudian dititrasi dengan AgNO3 0,1 N yang diperlukan untuk merubah warna
larutan ekstraksi digunakan untuk menunjukan persen NaCl dalam bahan pangan yang di uji
(Sudarmadji et al., 1997).
Tingkat Kesukaan
Menurut Soekarto (1998), uji organoleptik merupakan pengukuran dan penilaian dengan
cara memberi rangsangan terhadap alat atau organ tubuh. Uji kesukaan pada dasarnya merupakan
pengujian yang panelisnya mengemukakan respon yang berupa suka atau tidak suka terhadap
sifat bahan yang diuji. Pada pengujian ini digunakan Panelis yang belum terlatih (Kartika et al.,
1988). Soekarto (1998) mengemukakan bahwa dalam uji kesukaan panelis diminta tanggapan
pribadinya tentang suka atau ketidaksukaannya dan juga mengemukakan tingkat kesukaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. W dan Astawan, M. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV.
Akamedia Presindo, Jakarta.

Astawan,
M.
2003.
Telur
Asin:
Aman
dan
Penuh
Gizi..!.
(http://www.kompas.com/kesehatan/news/0302/21/195529.htm). Tanggal akses: 1 Juni
2010.
Asterida Y. 2007. Pengaruh Metode Pemasakan terhadap Kadar Air, Kadar NaCl dan Jumlah
Bakteri Telur Asin. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang. (Skripsi
Sarjana Peternakan)
Ali, U. 1992. Telur Asin. Buletin Peternakan Indonesia. 151:09.
Dwiloka, B. dan B. Srigandono. 2006. Metodologi Penelitian; Aplikasinya dalam Ilmu Pertanian
dan Pangan. Universitas Diponegoro, Semarang.
Haryoto. 1996. Membuat Telur Asin. Kanisius, Yogyakarta.
Hermana. 1991. Irradiasi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
Hintono, A. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Telur. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono, 1988. Uji Indrawi Bahan Pangan. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kastaman, R., Sudaryanto, dan B. H. Nopianto. 2005. Kajian Proses Pengasinan Telur Metode
Reverse Osmosis pada Berbagai Lama Perendaman. Jurnal Teknologi Industri Pertanian
volume 19 (I). Hal: 30-39. Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjajaran,
Bandung.
Listya, D. A. 2008. Pengaruh Perebusan dan Pengasapn terhadap Kdar Air, Kekenyalan Putih
Telur, Kemasiran Kuning Telur dan Kesukaan Telur Asin. Fakultas Peternakan,
Universitas Diponegoro, Semarang. (Skripsi Sarjana Peternakan)
Margono, T., D. Suryati, dan S. Hartinah. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat
Informasi Wanita dalam Pembangunan. PDII-LIPI Bekerjasama dengan Swiss
Development Cooperation, Jakarta.
Murtidjo, B. A. 1988. Mengelola Itik. Kanisius, Yogyakarta.
Sampurno, A., Haslina, dan R. Murtanti. 2002. Peningkatan Nilai Nutrisi dan Citarasa Telur Asin
melalui teknik Inkubasi. Universitas Semarang, Semarang. Dalam Sainteks IX (2) : 142154.
Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soedioetomo, A. D. 1993. ilmu ternak itik. PT Gramedia, Jakarta.

Soekarto, S. T. 1998. Penelitian Organoleptis untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. PT.
Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Pusat Layanan Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI 01-4277-1996: Telur asin
Sudarmadji, S., B, Haryono dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit
Liberty, Yogyakarta.
Suprapti, L. M. 2002. Pengawetan Telur. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Susanto, T. Dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu, Surabaya.
Tim Penyusun. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3. Departemen Pendididkan Nasional
balai Pustaka, Jakarta
Winarno, F. G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Penerbit Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. dan S. Koswara, 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. MBrio Press, Bogor.
Diposkan oleh mohammad nur ali muslim di 09.04
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

http://nuralimuslim.blogspot.com/2010/07/me
tode-pengasinan-dan-pemasakan-telur.html

Anda mungkin juga menyukai