Anda di halaman 1dari 93

BTLS (Basic Trauma Life Support)

BTLS (Basic Trauma Life Suport) adalah bagian awal


dari ATLS (Advanced Trauma Life Support). Pada BTLS,
dokter atau tenaga kesehatan lainnya hanya memberikan
kesempatan bagi pasien untuk mendapatkan pelayanan keseh
atan nantinya. Intinya, pada tahap ini, dokter atau pelayan
kesehatan lainnya hanya diminta membantu pasien untuk
tetap hidup.
Traumatology
Luka gores dan Tusuk
Luka gores adalah luka karena goresan suatu benda yang
sedikit tajam seperti kuku, tanduk, pensil, dan lain-lain.
Langkah pertama dalam perawatan luka dan goresan adalah
menghentikan

pendarahan. Kebanyakan

luka

ditangani

dengan tekanan langsung lembut dengan kain bersih atau


perban terus menerus selama kurang lebih 10-20 menit.
Bantuan

medis

diperlukan

apabila

perdarahan

gagal

ditangani. Langkah berikutnya adalah membersihkan luka


dengan sabun dan air. Hapus semua benda asing, seperti
kotoran atau potongan rumput, yang mungkin berada pada
luka dan dapat menyebabkan infeksi. Hidrogen peroksida dan
povidone-iodine

(Betadine)

dapat

digunakan

untuk

membersihkan luka pada awalnya, tetapi menghambat


penyembuhan luka jika digunakan dalam jangka panjang.
Luka tusukan disebabkan oleh objek yang menusuk kulit,
membuat lubang kecil. Beberapa tusukan bisa sangat dalam,
tergantung pada sumber dan penyebab. Sebuah luka tusukan
dapat menyebabkan infeksi karena memasukkan bakteri dan
kotoran jauh ke dalam jaringan dan luka menutup dengan
cepat menjadi tempat ideal bagi bakteri untuk tumbuh.
Pertolongan

pertama

untuk

luka

tusukan

dengan

membersihkan daerah secara menyeluruh dengan sabun dan


air. Jika daerah yang luka bengkak, dapat dikompres dengan
es yang dibalut oleh alas. Terapkan salep antibiotik
(bacitracin atau Polysporin) untuk mencegah infeksi. Tutup
luka dengan perban untuk mencegah bakteri berbahaya dan
kotoran.

Fraktur dan dislokasi


Pengertian fraktur menurut Robert Bruce Salter adalah
terjadinya diskontinuitas struktur pada tulang, epiphyseal
plate, atau kartilago. Fraktur terjadi karena adanya kelebihan
beban secara mekanis pada struktur tersebut dalam waktu
beberapa detik. Selain terjadi diskontinuitas pada struktur
tersebut, terjadi kerusakan pada jaringan lunak di sekitarnya
seperti otot dan pembuluh darah. Ada beberapa jenis fraktur,
antara lain:

Fraktur tertutup(Simple fracture)


Bagian tulang yang patah tidak menembus kulit dan tidak
disertai luka terbuka.

Fraktur terbuka (open compound frature)


Bagian tulang yang patah menembus kulit disertai luka
terbuka.

Comminuted Fracture

Dimana tulang yang patah, pecah atau hancur menjadi


beberapa potongan tetapi tidak menembus kulit dan tidak ada
luka terbuka.

Ciri-Ciri Fraktur
Ingatlah 5P untuk tanda dan gejala fraktur.

Pain
Pallor
Pulse
Parestesia

: nyeri yang terus menerus


: kepucatan dimana terjadiperubahan warna
: nadi lambat (nadi femoralis)
: adanya rasa kesemutan

Paralisis

: hilangnya fungsi otot

Clinical sign dari fraktur ada 3, yaitu terjadinya


deformitas atau perubahan bentuk seperti pemendekan
(shortening), angulasi, maupun rotasi, adanya bunyi krepitasi,
dan terjadinya false movement (normalnya gerakan hanya
terjadi pada daerah sendi).

Shortening

Angulasi

Rotasi

DISLOKASI
Terlepasnya sebuah sendi dari tempatnya yang seharusnya.
Lokasi: bahu, angkle (pergelangan kaki), lutut dan panggul.

Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah


melakukan reduksi ringan dengan cara menarik persendian
yang bersangkutan pada sumbu memanjang. Setelah reposisi
berhasil dilakukan, sendi tersebut difiksasi selama 3-6
minggu untuk mengurangi resiko terjadinya dislokasi ulang.
Apabila rasa nyeri sudah berkurang, dapat dilakukan exercise
therapy

secara

terbatas

untuk

memperkuat

struktur

persendian dan memperkecil resiko dislokasi ulang


SPRAIN-STRAIN
Sprain

: Cedera karena regangan berlebihan at


Strain

antar tulang)
: Cedera karena regangan berlebihan
(penghubung tulang dan otot).

Tingkatan dari strain


1.

Terjadi regangan hebat, tetapi belum sampai terjadi


robekan pada jaringan otot maupun tendon.

2.

Terdapat robekan pada otot maupun tendon. Tahap ini


menimbulkan rasa nyeri dan sakit sehingga terjadi

3.

penurunan kekuatan otot.


Terjadi robekan total pada unit musculo tendineus.

Penanganan Sprain- Strain :


Tingkat I

:Bagian

yang

mengalami

cedera

cukup

diistirahatkan untuk memberi kesempatan


Tingkat II

regenerasi.
: RICE (Rest, Ice, Compression and Elevation).
Tindakan imobilisasi dilakukan selama
3-6 minggu. Fase awal: terapi dingin, fase

lanjut: terapi panas.


Tingkat III : RICE+ Rujuk

Crush Syndrome
Crush Syndrome adalah keadaan klinis karena kerusakan
otot, yang jika tidak ditangani akan menyebabkan kegagalan
ginjal. Kondisi ini terjadi akibat cedera atau trauma otot
rangka. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot,
iskemia, dan pelepasan mioglobin. Pelepasan mioglobin akan
memicu pengeluaran radikal bebas yang menyebabkan

penghancuran lemak sehingga terjadi penyempitan pembuluh


darah di ginjal, dan menghambat filtrasi di ginjal. Hal itu lah
yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal pada korban.

Pemeriksaan Dan Tata Laksana Awal Kasus Trauma

Primary Survey
Survey TKP (Scene Size Up)
Survey TKP pada kasus trauma adalah aktivitas tertentu
sebelum mendekati penderita.
Perlengkapan yang dibutuhkan untuk penderita trauma:
1) Peralatan perlindungan diri.
2) Long backboard dengan tali-talinya dan alat untuk
membatasi gerakan kepala.
3) Immobilisator leher (cervical collar) kaku yang dapat

disesuaikan ukurannya.
4) Airway kit (terpisah untuk dewasa dan anak-anak)
Oksigen
Peralatan airway
Bag Valve Mask (BVM)
Penghisap
5) Kotak trauma (seharusnya terpisah untuk dewasa dan anak-

anak).
6) Kasa dan pembalut untuk membantu mengotrol perdarahan.
Pengukur tekanan darah
Stetoskop

Tim yang bertugas minimal 3 orang yang dibagi menjadi


leader, penolong 1, dan penolong 2. Pada survey TKP, leader
fokus pada rapid assessment semua keputusan perawatan
dilakukan setelah mengidentifikasi kondisi yang mengancam
jiwa.
Yang harus diamati pada scene size up:
1.
2.

Alat perlindungan diri


Masker, kacamata, gaun, sarung tangan
Lihat potensi bahaya


3.

Lalu lintas, asap atau api, listrik, bahan kimia,

keramaian (huru hara), kriminal, senjata, kesunyian.


Perkiraan jumlah penderita
Informasi dari salah satu korban
Jenis kendaraan yang digunakan
4. Perkiraan perlunya bantuan sumber daya dan alat

tambahan (misal: alat ekstrasi)


5. Mekanisme perlukaan
Terpental
Kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi
Roll over
Penilaian Awal
Tujuan penilaian awal adalah untuk menentukan prioritas
penderita dan adanya kondisi yang mengancam jiwa. Bila
diputuskan

TKP(Tempat

Kejadian

Perkara)

aman,

penilaian dilakukan cepat < 2 menit.


Saat memulai:

Penolong 2: menstabilkan leher terbukanya airway.


Penolong 3: meletakkan backboard & kotak trauma di

dekat penderita.
Leader: melakukan pemeriksaan

Pada penilaian awal, perhatikan

Kesan umum penderita


Evaluasi tingkat kesadaran awal sambil menstabilkan

tulang leher
Nilai jalan nafas
Nilai pernafasan
Nilai sirkulasi
Prioritas penderita Ditentukan adanya bahaya yang
mengancam nyawa.

Survey Primer

Kurang dari 2 menit (Initial Assessment dan Rapid

Trauma Survey).
Setiap intervensi dilakukan oleh orang kedua.
Interupsi dilakukan hanya jika bahaya lokasi, sumbatan
jalan napas, henti jantung.

Kesan Umum

Umur, sex, berat badan


Keadaan umum
Posisi penderita dengan lingkungan sekitar
Aktivitas penderita
Adanya perlukaan major atau perdarahan profus

TRIAGE penderita secepatnya!

Kesadaran
Buat catatan tentang tingkat kesadaran sambil menstabilkan
cervical.
Skala AVPU:
A
V

Alert korban sadar dan orientasi baik


Merespon rangsangan verbal jika

dipanggil, korban merespon


Merespon rangsangan nyeri/pain jika kuku korban

korban

atau daerah sternum dirangsang nyeri (ditekan),


U

korban merespon
Tidak merespon/unresponsive korban tetap tidak
merespon meskipun sudah dilakukan semua cara di
atas.

Airway (Jalan Nafas)


Lihat, rasa, dengar lakukan perbaikan posisi, jaw thrust,
suction.
Breathing (Pernafasan)
Lihat, rasa, dengar beri oksigen tinggi.

Jika tidak adekuat, beri bantuan pernafasan (rescue


breathing).
Pernafasan Normal orang dewasa = 10-20 kali/menit.
Circulation
Cek nadi perifer
o Terlalu cepat, terlalu lambat, cek kualitasnya
o Jika tidak teraba, cek a. carotis
o Interupsi jika cardiac arrest lakukan CPR
Kulit cek warna, temperatur, CRT
Perdarahan bebat tekan

Rapid Trauma Survey atau Pemeriksaan Terfokus


Pilihan antara melakukan rapid trauma survey atau
pemeriksaan terfokus tergantung pada mekanisme trauma dan
/atau hasil pemeriksaan awal.

Bila ada multiple trauma atau bila penderita tidak sadar

rapid trauma survey BTLS.


Bila ada trauma berbahaya

yang

terfokus

dan

menyebabkan cedera terbatas pemeriksaan terfokus


terbatas pada area yang terlibat.
Riwayat mekanisme injury yang berbahaya:
-Penurunan kesadaran
-Sukar bernafas
-Nyeri hebat
Kelompok risiko tinggi:
-Penurunan kesadaran
-Sukar bernafas
-Perfusi abnormal
-Pemeriksaan awal abnormal
Rapid Trauma Survey

Tujuan : mencari semua cedera yang mengancam jiwa dan


menentukan apakah penderita membutuhkan transportasi
segera.
Ini merupakan pemeriksaan singkat untuk menemukan semua
ancaman jiwa.
Kita

harus

memperoleh

riwayat

SAMPLE

dalam

pemeriksaan.
S Gejala (Symptom)
A Alergi (Allergies)
M Pengobatan/Terapi (Medication)
P Riwayat penyakit dahulu (Past medical history)
L Makan/Minum terakhir (Last oral intake)
E Kejadian sebelum insiden (Event before incident)

Intervensi Kritis dan Keputusan Mengirim Penderita


Untuk memutuskan apakah penderita termasuk kategori load
and go, harus dipastikan apakah penderita mengalami cedera
kritis atau kondisi berikut.
-

Penilaian awal didapatkan:


Perubahan status kesadaran
Respirasi abnormal
Sirkulasi abnormal (syok atau perdarahan yang tidak
terkontrol)
-Tanda-tanda yang didapatkan selama Rapid Trauma Survey

atau kondisi yang memicu terjadinya syok.


Pemeriksaan dada abnormal (flail chest, luka terbuka,

tension pneumothorax)
Nyeri, distensi perut
Instabilitas panggul
Patah tulang femur/paha bilateral
Mekanisme

trauma

signifikan

atau

kesehatan

umum

penderita yang buruk


KEMUDIAN
Bila penderita mengalami lebih dari satu kondisi kritis yang
tercantum di atas, setelah Rapid Trauma Survey atau

Pemeriksaan Terfokus segera pindahkan penderita ke


ambulans dan bawa ke fasilitas gawat darurat terdekat yang
sesuai.
Bila ragu-ragu SEGERA TRANSPORT !
Beberapa prosedur yang dilakukan di lokasi kejadian:
a.
b.
c.
d.

Tata laksana jalan nafas awal


Bantuan ventilasi
Pemberian oksigen
Memulai RJP
e. Kontrol perdarahan mayor (yang terlihat)
f. Menutup luka dada yang menyedot (sucking wound)
g. Stabilisasi flail chest
h. Stabilisasi benda yang menusuk tubuh
i. Dekompresi tension pneumothorax
j. Persiapan membawa penderita

RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)


Pada orang dewasa tindakan RJP ini dilakukan dengan rasio
30 kompresi dada berbanding 2 kali tiupan nafas (untuk satu
penolong) dan rasio 5 kompresi dada berbanding 1 kali tiupan
nafas persiklus untuk dua penolong. Pada anak dan
bayi dilakukan dengan rasio 5 : 1 juga.

Adapun cara proses pemberian pertolongan hingga ke


Resusitasi Jantung Paru adalah sebagai berikut:
1. Ketika anda menemukan korban, lakukanlah penilaian
dini dengan memeriksa responnya terhadap suara anda.
Panggil nama korban jika anda mengenalnya atau dengan
cara mengguncang bahu korban (hati-hati bila curiga
ada cedera leher dan tulang belakang).
2. Jika TIDAK ADA RESPON, untuk korban dewasa
mintalah pertolongan pertama kali kepada orang
disekeliling anda baru lakukan pertolongan. Pada bayi
atau anak, lakukan pertolongan terlebih dahulu selama 1
menit baru minta bantuan. Hal ini karena umumnya
pada bayi atau anak terjadi karena sebab lain, sehingga
biasanya pemulihannya lebih cepat.
3.

Pada kondisi tidak respon ini, segera buka jalan nafas,


tentukan fungsi pernafasan dengan cara ; lihat, dengar
dan rasakan (LDR) selama 3 - 5 detik. Jika ada nafas
maka pertahankan jalan nafas dan segera lakukan posisi
pemulihan atau melakukan pemeriksaan fisik.

4.

Jika TIDAK

ADA

NAFAS,

maka

lakukan

pemberian NAFAS BUATAN sebanyak 2 X.

Posisi tangan penolong harus tegak lurus


5. Kemudian periksa Nadi Karotis Korban 5 - 10 detik, jika
ada maka kembali ke no. 3 Jika TIDAK ADA NADI,
maka baru lakukan tindakan Pijat Jantung Luar atau
Resusitasi Jantung Paru dengan jumlah rasio 30 kali
kompresi dada : 2 kali tiupan nafas (satu penolong) atau 5
: 1 untuk (dua penolong). Ingat melakukan RJP ini hanya
dilakukan ketika nadi tidak ada/tidakteraba.
6. Jika korban menunjukkan tanda-tanda pulihnya satu atau
semua sistem, maka tindakan RJP harus segera dihentikan

atau hanya diarah ke sistem yang belum pulih saja.


Biasanya yang paling lambat pulih adalah pernafasan
spontan, maka hanya dilakukan tindakan Resusitasi Paru
(nafasbuatan) saja.

PEMBIDAIAN
Pembidaian merupakan proses mengimmobilisasi bagian
tulang

yang

patah

menggunakan

bidai

untuk

mengistirahatkan dan mengurangi nyeri. Tindakan ini


merupakan pertolongan pertama pada fraktur.
Bidai/spalk/slint merupakan alat dari kayu, anyaman kawat
atau bahan lain yang kuat, keras, namun ringan yang
dapat dipakai dalam proses pembidaian. Dalam keadaan
darurat, kita dapat menggunakan barang-barang di sekitar
kita sebagai pengganti bidai asalkan memenuhi syarat-syarat
sebagai bidai. Sebelum digunakan sebaiknya alat ini dibalut
terlebih dahulu dengan bahan lembut seperti kain atau kassa
untuk mengurangi gesekan yang bisa memperparah rasa
nyeri. Dalam pembidaian, panjang bidai yang digunakan
harus melebihi panjang tulang atau sendi yang akan

dibidai. Bahan pengikat bisa berasal dari pakaian atau bahan


lainnya yang bisa membalut dengan sempurna mengelilingi
ekstremitas yang dibidai untuk mengamankan bidai yang
digunakan, namun tidak boleh terlalu ketat karena bisa
menyebabkan terhambatnya sirkulasi.
Prinsip Pembidaian
Lakukan penanganan BLS dengan prinsip DRABC( Danger,
Respons,

Airway, Breathing,

Circulation)

dan

atasi

perdarahan sebelum pembidaian. Situasi yang memerlukan


resusitasi dan cedera kritis yang membahayakan harus
diatasi terlebih dahulu. Cara mengatasi perdarahan adalah
pertama lihat tanda-tanda kehilangan darah eksternal yang
masif dan

langsung bersihkan dengan antiseptik dan

hentikan perdarahan dengan dibebat atau ditekan dengan


perban atau kain bersih.
Lakukan pembidaian di tempat korban terluka. Evakuasi
korban dilakukan setelah pembidaian selesai
Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang.
Untuk tulang panjang, immobilisasi minimal 2 sendi di atas
dan di bawah fraktur.

Periksa

sirkulasi

(denyut,sensasi

kapiler,pergerakan)

SEBELUM dan SESUDAH pembidaian. Denyut nadi


diraba untuk mengetahui
ada tidaknya nadi, kualitas, laju dan ritme.Raba denyut nadi
radialis, karotis dan femoralis
Prosedur Umum Pembidaian
1.

Siapkan alat-alat. Jika penolong lebih dari satu orang,


penolong yang tidak menyiapkan alat melakukan fiksasi

2.

di antara bagian yang cedera.


Jika penderita mengalami fraktur terbuka, hentikan
perdarahan dan rawat lukanya dengan menutupnya
menggunakan kasa steril dan membalutnya. Balut bagian

3.

tulang yang mencuat dengan donatan dari mitela.


Bidai harus meliputi minimal dua sendi dari tulang yang
patah. Sebelum dipasang,ukur bidai pada sendi yang

4.

sehat.
Jika korban terbaring, pembalut disisipkan dari lateral ke
medial dengan bidai melalui bagian bawah rongga tubuh.

5.

Jangan menggerakkan bagian yang cedera.


Letakkan bidai pada sisi yang patah. Bagian yang
berkenaan dengan tubuh adalah sisi bidai yang empuk.

Pada pembidaian yang darurat, gerakan bantalan (bidai


6.

soft) pada sisi medial dan bidai rigid pada sisi lateralnya.
Mengikat bidai dengan pengikat kain bisa dari pembalut,
kain bajuatau bahan lain. Tiap ikatan tidak boleh
menyilang tepat di atas bagian fraktur. Simpul ikatan
berada di bagian lateral, tidak pada permukaan anggota
tubuh yang dibidai. Pengikatan dimulai dari bagian
proksimal-distal fraktur lalu sendi yang lain yang

7.

berbatasan.
Jika memungkinkan, anggota gerak tersebut ditinggikan
setelah dibidai.

Balut merupakan tindakan medis yang bertujuan untuk


menekan

seluruh

luka,

menciptakan

tekanan

untuk

mengontrol perdarahan (prinsip bebat tekan), membebat


bagian tubuh yang cedera, dan menyokong bagian tubuh
yang cedera.
Macam-macam Balut

Pembalut kasa gulung


Pembalut kasa perekat
Pembalut penekan
Kasa penekan steril
Gulungan kapas

Pembalut segitiga (mitela)


Prinsip Pembalutan
Membatasi pergerakan/gerak bagian tubuh yang cedera
Tidak terlalu kencang karena dapat mengganggu peredaran
darahtetapi juga tidak terlalu longgar
Membalut korban senyaman mungkin
Jenis Balutan
Jenis balutan disesuaiakan dengan lokasi cedera (lihat
gambar)

HANDBOOK SYOK
TKM Lakesma 2015
Definisi Syok
Syok adalah sindrom klinis yang terjadi akibat
gangguan hemodinamik dan metabolik yang ditandai dengan
kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi
adekuat pada organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat
gangguan pada hemostasis tubuh yang serius seperti,
perdarahan massif, trauma atau luka bakar berat (syok
hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok
kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol
(syok septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok
neurogenik) atau akibat respon imun (syok anafilaktik).
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem
sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan
oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya
perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke
jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera.
(Az Rifki, 2006).

Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala


sebagai berikut:
1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau MAP
(mean arterial pressure / tekanan arterial rata-rata) kurang
dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
2. Oliguria: produksi urin kurang dari 30 ml/jam.
3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan
berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.
Macam-macam Syok
1.

Syok

kardiogenik

(berhubungan

dengan

kelainan

jantung). Disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa


jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi
berkurang atau berhenti sama sekali. Syok kardiogenik
dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda
syok dan dijumpainya penyakit jantung, seperti infark
miokard, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah
thoraks, atau adanya emboli paru, tamponade jantung,
2.

kelainan katub atau sekat jantung.


Syok hipovolemik (akibat penurunan volume darah).
Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume

darah, yang terjadi secara langsung karena perdarahan


hebat atau tudak langsung karena hilangnya cairan yang
berasal dari plasma (misalnya, diare berat, pengeluaran
3.

urin berlebihan, atau keringat berlebihan)


Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi). Syok anafilaktik
merupakan suatu reaksi alergi yang cukup serius.
Penyebabnya bisa bermacam-macam mulai dari makanan,
obat, bahan kimia dan gigitan serangga. Kondisi ini dapat
menyebabkan kematian dan memerlukan tindakan medis
segera. Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen da
terjadi kontak ulang terhadap antigen tersebut, akan
timbul

reaksi

hipersensitivitas.

Antigen

yang

bersangkutan terikat pada antibodi di permukaan sel mast


sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan
zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi
hipovolemia
mengakibatkan

relatif
syok,

karena

vasodilatasi

sedangkan

yang

peningkatan

permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada syok


anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan
ventilasi.

4.

Syok septik (berhubungan dengan infeksi). Suatu


keadaan dimana tekanan darah turun sampai tingkat yang
membahayakan nyawa sebagai akibat dari sepsis, disertai
adanya infeksi (sumber infeksi). Syok septik terjadi akibat
racun yang dihasilkan oleh bakteri tertentu dan akibat
sitokinesis (zat yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk
melawan suatu infeksi).Racun yang dilepaskan oleh
bakteri bisa menyebabkan kerusakan jaringan dan
gangguan peredaran darah. Infeksi sistemik yang terjadi
biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan
kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini
menyebabkan

vasodilatasi

kapiler

dan

terbukanya

hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu terjadi


peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas
vaskuler

karena

vasodilatasi

perifer

menyebabkan

terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan


peningkatan

permeabilitas

kapiler

menyebabkan

kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat


sebagai edem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi
tidak disebabkan penurunan perfusi jaringan melainkan

karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen


5.

karena toksin kuman.


Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
Gangguan sistem sirkulasi yang mengakibatkan tidak
adekuatnya

perfusi

disebabkan

oleh

dan

oksigenasi

kegagalan

sistem

jaringan

yang

saraf

dalam

mempertahankan tonus vasomotor perifer.


Tanda Klinik Syok
Tanda

klinik

syok

bervariasi

tergantung

pada

penyebabnya. Secara umum, tanda kliniknya dapat berupa


apatis, lemah, membrana mukosa pucat, kualitas pulsus jelek,
respirasi cepat, temperatur tubuh rendah, tekanan darah
rendah,

capillary refill

time

lambat, takikardia atau

bradikardia, oliguria, dan hemokonsentrasi (kecuali pada


hemoragi). Tekanan arteri rendah, membrana mukosa pucat,
capiilarity refill time (CRT) lambat (>2 detik), temperatur
rektal rendah atau normal, takipnea, dan ekstremitas terasa
dingin merupakan tanda klinik syok kardiogenik dan
hipovolemik.

Untuk membedakan syok kardiogenik dengan syok


hipovolemik dibutuhkan anamnesis lengkap dan evaluasi
jantung. Pasien yang mengalami syok septik awal, membrana
mukosanya mungkin masih merah, CRT cepat (<1 detik),
takikardia, demam, dan terasa hangat saat disentuh. Pada
perkembangan selanjutnya, membrana mukosa tampak
keruh, CRT bertambah lambat (>2 detik), pulsus menjadi
lemah, dan ekstremitas menjadi dingin. Gambaran unik
terjadi pada syok distributif pada kucing yang seringkali
menunjukkan bradikardia daripada takikardia.
Penanggulangan Syok
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum
yang

bertujuan

untuk

memperbaiki

perfusi

jaringan;

memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu


tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan
pengobatan kausal.
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip
resusitasi ABC. Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau

perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B =


breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan
ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit
volume peredaran darah (C = circulation) pada syok
hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok
neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan
pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obatobatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau
obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.
Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan
mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa merupakan
penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari
dan ditanggulangi.
Langkah-langkah

yang

perlu

dilakukan

sebagai

pertolongan pertama dalam menghadapi syok:


1.

Posisi Tubuh
Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka.
Secara umum posisi penderita dibaringkan telentang
dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ
vital.

Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang,


penderita

jangan

digerakkan

sampai

persiapan

transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya


luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan
pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan
napas.
Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah
muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada
salah

satu

sisi

tubuh

(berbaring

miring)

untuk

memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk


menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau
darah.

Penanganan

yang

sangat

penting

adalah

meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk


menghindari terjadinya asfiksia.
Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan
telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak
dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh
lainnya. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita,
sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi telentang
datar.

Pada penderita syok hipovolemik, baringkan penderita


telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran
darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah
menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih
sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera
turunkan kakinya kembali.
2.

Pertahankan Respirasi
Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada

sekresi atau muntah.


Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat

bantu jalan nafas (Guedel/oropharingeal airway).


Berikan oksigen 6 liter/menit
Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen

dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.


Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus.
Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi
urin, dan (CVP).

Singkatnya... hal yang pertama-tama dapat dilakukan


seorang penolong apabila melihat ada korban dalam keadaan
syok adalah :

1.

Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik


untuk penolong maupun yang ditolong (contoh keadaan

2.

berbahaya : di tengah kobaran api)


Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan

3.
4.

jalan nafas (Airway)


Periksa pernafasan korban (Breathing)
Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut

5.
6.

(Circulation)
Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap

7.

hangat (misal dengan selimut)


Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama
menunggu

bantuan

medis

tiba.

Periksa

kembali

pernafasan, denyut jantung suhu tubuh korban (dari


hipotermi) setiap 5 menit.
Kecepatan dalam memberikan penanganan syok sangat
penting, makin lama dimulainya tindakan resusitasi makin
memperburuk prognosis.
Target akhir resusitasi yang ingin dicapai merupakan petanda
perfusi jaringan dan homeostasis seluler yang adekuat, terdiri
dari: frekuensi denyut jantung normal, tidak ada perbedaan
antara nadi sentral dan perifer, waktu pengisian kapiler < 2

detik, ekstremitas hangat, status mental normal, tekanan


darah normal, produksi urin >1 mL/kg/jam, penurunan laktat
serum.
Tekanan darah sebenarnya bukan merupakan target akhir
resusitasi, tetapi perbaikan rasio antara frekuensi denyut
jantung dan tekanan darah yang disebut sebagai syok indeks,
dapat dipakai sebagai indikator adanya perbaikan perfusi.
Terapi Cairan - Pemasangan Infus
Pemasangan Infus adalah pemberian sejumlah cairan ke
dalam tubuh melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) untuk menggantikan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh.
Tujuan pemasangan infus
1.

Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang


menganung air, elektrolit, vitamin, protein lemak, dan
kalori yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat

2.

melalui oral
Memperbaiki keseimbangan asam basa Memperbaiki
volume komponen-komponen darah Memberikan jalan

masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh


3.

Memonitor tekan Vena Central (CVP)


Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan di
istirahatkan.

Indikasi pemasangan infus


1.

Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP), yang


memungkinkan pemberian obat langsung ke dalam Intra
Vena. Untuk memberikan respon yang cepat terhadap

2.

pemberian obat (seperti furosemid, digoxin)


Pasien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar
secara terus-menerus melalui Intra vena Pasien yang

3.
4.

membutuhkan pencegahan gangguan cairan dan elektrolit


Pasien yang mendapatkan tranfusi darah
Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum
prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko
perdarahan,

dipasang

jalur

infus

intravena

untuk

persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan


5.

pemberian obat)
Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil,
misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok

(mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps


6.

(tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.


Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan
mengurangi kebutuhan dengan injeksi intramuskuler.

Kontraindikasi
1.

Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi

2.

pemasangan infus.
Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena
lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula
arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci

3.

darah).
Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh
vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya
pembuluh vena di tungkai dan kaki).

Terapi Oksigenasi
Indikasi

1.

Memberikan suplai kebutuhan oksigen kepada pasien


dengan pernafasan spontan dimana oksigenasi tidak
adekuat.

2.

Kebutuhan oksigen dapat diketahui melalui pemeriksaan


klinis, pulse oksimetri, dan analisa gas darah.

Kontraindikasi dan hal-hal yang harus diperhatikan


1.

Hampir semua penyakit dan trauma tidak ada


kontraindikasi pemberian oksigen. Oksigen diberikan
untuk mengatasi hypoksia mencegah terjadinya cardiac
aritmia dan kerusakan organ dan jaringan.

2.

Oksigen dapat menginduksi terjadinya hipoventilasi pada


beberapa kasus tertentu seperti pasien COPD yang terjadi
retensi kronik CO2

3.

Jangan menyalakan api selama penggunaan oksigen


karena sangat mudah terbakar

4.

Masker dapat mengganggu pasien berbicara dan harus


dilepas ketika pasien makan

5.

Pada penggnaan simple face mask memerlukan aliran


oksigen minimum 5L/menit untuk mencegah akumulasi
CO2 dibawah masker

6.

Pada pengunaan masker, memerlukan pemasangan yang


menempel dengan baik untuk mendapatkan konsentrasi
oksigen yang adekuat. Masker yang menempel dengan
ketat ini dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan iriasi
pada kulit pada penggunaan yang lama.

Perlengkapan yang dibutuhkan


1.

Oksigen set sesuai kebutuhan

2.

Pipa penghubung (connector)

3.

Flowmeter

4.

Tali pengikat

5.

Sumber oksigen

6.

Humidifikasi

Komplikasi
1.

Ventilasi yang melebihi 12x/menit selama cardiac arrest


dapat meyebabkan tekanan intratorakal yang berlebihan
yang menyebabakan penurunan aliran darah ke jantung.

2.

Distensi abdomen dapat menyebabkan muntah dan


aspirasi.

3.

Tekanan yang tinggi pada jalan nafas dapat meyebabkan


pneumothorak dan baro trauma.

4.

Seal yang bocor pada masker menyebabkan ventilasi


tidak adekuat.

5.

Iritasi pada mata bila masker terlalu luas pada saat


dilakukan ventilasi.

Pemilihan alat dalam oksigenasi


1.

Nasal Canula
Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan

2.

aliran ringan atau rendah, biasanya hanya 2-3 L/menit.


Membutuhkan pernapasan hidung
Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi

>40 %.
Simple face mask.
Mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 40-60%

dengan kecepatan aliran 5-8 liter/menit.


3. Rebreathing mask.
Mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80% dengan

kecepatan aliran 8-12 liter/menit.


Untuk klien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah.
4. Non rebreathing mask.

Mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-100%

dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit.


Untuk klien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi.

Gambar 1. Nasal Canula

Gambar 3, Rebreathing mask


Psychological First Aid (PFA)
Psychological First Aid (PFA) merupakan bentuk support
atau dukungan kemanusiaan yang dilakukan kepada sesama
manusia yang sedang menderita dan mungkin memerlukan
bantuan. PFA dilakukan terutama kepada orang-orang yang
mengalami trauma psikologis akibat kegawatan, bencana,
maupun peristiwa yang traumatis lainnya.

Hal-hal yang Dapat Menyebabkan Trauma Psikologis


Tereksposnya seseorang terhadap bahaya maupun kejadian
yang tidak terduga dapat memberikan trauma pada diri
mereka. Kejadian ini dapat menyebabkan kehilangan hidup,
kepemilikan dan kehidupan sehari-hari, luka dan trauma,
maupun kerusakan pada sebuah komunitas.
Bagi individu, kejadian seperti deskripsi di atas dapat berarti:
-Kehilangan orang terdekat atau orang yang sangat dicintai
-Kehilangan kontrol akan kehidupan dan masa depan individu
tersebut karena berbagai faktor
-Kehilangan harapan dan inisiatif
-Kehilangan kepercayaan diri, harga diri, dan martabat
-Kehilangan infrastruktur sosial dan institusi sosial
-Kehilangan akses pelayanan
-Kehilangan harta benda dan kepemilikan
-Kehilangan tempat tinggal
-Kehilangan keramaian / terlalu lama berada pada tempat yang
sepi, suram, dan memberi tekanan psikologis
Segala rasa kehilangan di atas dapat terjadi pada berbagai
macam korban, baik korban sebuah bencana berskala
besar, maupun korban dengan bencana yang tidak
dituliskan di dalam koran.

Ciri Khas dan Gejala yang Ditimbulkan oleh Korban


dengan Trauma Psikologis
Setelah

mengalami

sebuah

bencana,

korban

sering

mengalami kehilangan kepercayaan diri akan norma dan


hubungan sosial yang seharusnya memiliki kemampuan
untuk melindungi mereka Seorang pelaku PFA perlu untuk
mengenali gejala korban dengan trauma psikologis. Gejala
tersebut dibagi menjadi dua (2), yakni reaksi stres common
dan extreme.
Common Stress Reaction
Reaksi stres ini terjadi dan seringkali dijumpai pada korban
yang selamat dari bencana. Macam-macam reaksi terkait
Common Stress Reaction antara lain :
-Berupa peningkatan maupun pengurangan level aktivitas
-Kesulitan tidur
-Penggunaan substansi-substansi, baik yang membahayakan
maupun tidak
-Sering merasa keram / kaku
-Sering merasa marah dan frustasi, serta mudah tersinggung

-Sering merasa mengalami trauma psikologis dalam bentuk :


shock; ketakutan; perasaan horor/sangat ketakutan;
perasaan tidak berdaya
-Merasakan kebingungan, kurang memberikan perhatian, dan
kesusahan dalam menentukan keputusan
-Reaksi fisik (dapat berupa sakit kepala, sakit perut, mudah
terkejut)
-Simptoma yang bersifat depressive (terpuruk) maupun yang
bersifan anxiety (gelisah)
-Berkurangnya aktivitas sosial
Extreme Stress Reaction
Korban juga dapat mengalami reaksi stres yang bersifat
ekstrim, sehingga membutuhkan bantuan dari tenaga
profesional, atau pantauan dari supervisor.
Macam-macam reaksi terkait Extreme Stress Reaction antara
lan :
Compassion stress
Tekanan mental yang menyebabkan timbulnya rasa tidak
berdaya, kebingungan, dan perasaan terisolasi pada korban
Compassion fatigue

Tekanan

mental

yang

menyebabkan

timbulnya

rasa

kehilangan moral, merasa asing atau teralienisasi, serta


kepasrahan pada korban
-Sering merasa seolah-olah mengalami kembali kejadian atau
bencana yang menyebabkan trauma psikologis
-Usaha untuk melakukan/mendapatkan kontrol

secara

berlebihan, baik pada situasi personal maupun pada


situasi profesional
-Menarik diri dan mengisolasi diri
-Mencegah diri untuk merasa, dengan cara beralih pada
substansi-substansi, menyoibukkan diri dengan pekerjaan,
ataupun merubah cara tidur secara drastis (bisa berupa
penolakan untuk tertidur, maupun penolakan untuk keluar
dari tempat tidur)
-Kesusahan yang parah terkait hubungan interpersonal,
seringkali beralih dan melakukan kekerasan domestik
-Depresi disertai perasaan tidak berdaya (yang memiliki
potensial untuk korban melakukan bunuh diri)
-Melakukan pekerjaan-pekerjaan beresiko yang tidak perlu
Selain gejala tersebut, ada kemungkinan bahwa pasien
akan menolak pemberian bantuan psikologis. Beberapa
alasan terjadinya kejadian tersebut antara lain karena :
-Korban tidak mengetahui apa yang mereka butuhkan

-Merasa malu atau lemah


-Korban merasa bahwa mereka akan kehilangan kontrol
terhadap hidup mereka ketika menerima bantuan
-Korban tidak ingin menyusahkan orang lain
-Korban sangsi akan kebergunaan pertolongan yang diberikan,
atau akankah penolong akan memahami korban
-Korban telah mencari pertolongan dan telah merasa bahwa
tidak ada pertolongan yang diberikan padanya, sehingga
menolak untuk ditolong kembali
-Korban merasa ingin menghindari

memikirkan

atau

merasakan bencana
-Korban mengasumsikan bahwa orang lain akan memberi
mereka label, menilai mereka, atau merasa kecewa
terhadap mereka
-Korban tidak tahu di mana harus mencari pertolongan
Manfaat dan Tujuan Psychological First Aid
Keadaan terekspos secara tiba-tiba terhadap bencana berarti
bahwa korban dapat mengalami stres dan kebimbangan.
Korban dapat berada pada berbagai variasi level dari stres.
Korban dalam keadaan tekanan / stres ini perlu untuk
mendapatkan PFA.

Manfaat dari PFA ini adalah untuk membantu korban sembuh


dari tekanan dan trauma psikologis yang mereka alami, dan
mengembalikan fungsi sosial mereka di masyarakat.
Adapun tujuan dari dilakukannya PFA adalah membangun
kapasitas korban agar mereka dapat sembuh. Sebab
berdasarkan penelitian, telah disimpulkan bahwa keyakinan
seseorang

untuk

dapat

sembuh

berpengaruh

pada

kesembuhan itu sendiri. Pemberian PFA ditujukan agar


korban dengan trauma psikologis dapat sembuh dari trauma
tersebut dan dapat menjadi pribadi yang percaya diri terhadap
hidup.
Goal yang ingin dicapai dengan adanya PFA diantaranya
adalah untuk :
-Menenangkan korban
-Mengurangi distress / tekanan
-Membuat korban merasa aman dan nyaman
-Mengidentifikasi dan membantu kertersediaan kebutuhan
korban
-Menghidupkan dan mengembalikan hubungan antar manusia
-Memfasilitasi dukungan sosial terhadap korban
-Membantu korban memahami bencana yang terjadi serta
berita seputar bencana tersebut

-Membantu korban mengidentifikasi kekuatan mereka sendiri


dan kemampuan mereka untuk bertahan
-Meyakinkan korban bahwa mereka dapat bertahan
-Memberi harapan
-Membantu melakukan penyeleksian dini untuk melihat
orang-orang yang memerlukan bantuan psikologis
-Mempromosikan kemampuan adaptasi
-Membantu korban melalui periode pertama mereka ketika
mengalami keresahan dan kekhawatiran tinggi
-Membantu korban agar dapat sembuh secara natural dari
trauma psikologis mereka
-Mengurangi faktor-gaktor resiko untuk terjadinya kelainan
mental, seperti PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)

Elemen-elemen Psychological First Aid


PFA memiliki lima (5) elemen dasar yang telah disimpulkan.
Kelima elemen tersebut antara lain :
1.

Promote Safety
Promote Safety merupakan elemen pertama pada PFA.
Sesuai dengan namanya, elemen ini bertujuan untuk

memberikan rasa aman pada penderita trauma psikologis.


Poin-poin yang terkait pada elemen ini antara lain :
-Menghilangkan atau menjauhkan hal-hal yang dapat
membahayakan,

baik

secara

fisik

maupun

secara

psikologi
-Membantu orang-orang mengakses kebutuhan pokok mereka
akan makanan, air, tempat tinggal / tempat perlindungan,
dan finansial
-Membantu orang-orang mendapatkan pertolongan medis
darurat
-Menyediakan dukungan dan kenyamanan fisik dan emosi
-Menyediakan
informasi
yang
sederhana
namun
berkelanjutan, agar korban dapat kembali pada fungsi
sosial mereka, dan bagaimana agar mereka dapat mencari
2.

kebutuhan pokok mereka sendiri


Promote Calm

Sesuai dengan namanya, prinsip kedua ini bertujuan


untuk memberi rasa tenang pada korban dengan trauma
psikologis. Poin-poin yang terkait pada elemen ini antara
lain :
-Menstabilisasi / menenangkan korban yang disorientasi
maupun yang sedang sangat kalut
-Menyediakan lingkungan yang sebisa mungkin sangat jauh
dari situasi yang dapat menyebabkan stres, maupun yang
dapat mengakibatkan korban melihat, mendengar, dan
membau bahaya
-Mendengarkan korban yang ingin membagi cerita dan emosi
mereka, tanpa memaksa mereka untuk berbicara
-Mengingat bahwa tidak ada benar maupun salah pada apa
yang mereka rasakan
-Menjadi seorang teman yang ramah dan sabar, bahkan bila
korban adalah tipe orang yang susah didekati
-Menawarkan informasi akurat mengenai bencana atau trauma
yang mereka hadapi dan bagaimana penanganan yang
dilakukan terhadap bencana tersebut untuk membantu
agar korban dapat lebih memahami situasi yang sedang
terjadi
-Menyediakan

informasi

penanganannya

mengenai

stres

dan

cara

-Apabila korban tampak menyuarakan kekhawatiran, berikan


kabar bahwa pertolongan dan pembangunan sedan bekerja
3.

memperbaiki keadaan
Promote Connectedness
Prinsip ketiga ini bertujuan agar korban dengan trauma
psikologis dapat kembali menjadi pribadi yang memiliki
hubungan sosial yang baik dengan sekitarnya. Poin-poin

yang terkait pada elemen ini antara lain :


-Membantu korban untuk melakukan kontak dengan temanteman mereka dan orang-orang yang mereka cintai
-Menjaga agar sebuah keluarga tetap bersama satu dengan
yang lain
-Menjaga agar anak-anak selalu berada bersama orang tua
atau kerabat dekat mereka
-Membantu korban melakukan kontak dengan orang-orang
yang bersedia membantu (teman mereka, keluarga
mereka, maupun lembaga dan komunitas yang bertujuan
membantu korban pulih)
-Menghargai norma dan budaya, termasuk jenis kelamin, usia,
maupun struktur keluarga
-Menawarkan bantuan praktis agar korban bersedia untuk
segera menyuarakan kebutuhan mereka yang mendesak,
maupun kekhawatiran mereka

-Menyediakan informasi dan mengarahkan korban kepada


lembaga-lembaga pemberi bantuan terkait
-Menghubungkan korban dengan lembaga-lembaga pemberi
bantuan
-Menghormati norma dan budaya terkait jenis kelamin, usia,
4.

struktur keluarga, dan agama


Promote Self Efficacy
Pada elemen keempat ini terdapat tujuan agar korban
mampu kembali melaksanakan fungsi sosial mereka di
masyarakat, dan memberi kepercayaan diri untuk terus
melangkah dan meninggalkan keterpurukan mereka. Poin-

poin terkait elemen ini antara lain :


-Membantu agar korban mampu meraih atau mendapatkan
sendiri kebutuhan mereka
-Memberi bantuan apabila korban hendak mengambil
keputusan, membantu korban untuk memprioritaskan
5.

masalah dan menyelesaikan masalah tersebut


Promote Hope
Elemen terakhir ini bertujuan untuk memberikan harapan
baru bagi korban untuk melanjutkan hidup mereka. Poin-

poin terkait elemen ini antara lain :


-Memberikan motivasi bahwa korban akan segera pulih dari
keadaan mereka
-Selalu ada dan selalu bersedia untuk membantu korban

-Menenangkan korban dan selalu mengatakan bahwa perasaan


yang dimiliki korban adalah normal, sebagai korban
bencana
Etika Pemberian Psychological First Aid
Etika pemberian PFA adalah dengan terlebih dahulu
menyadari, siapa saja yang dapat memberikan PFA dan di
mana

saja

PFA

dapat

dilakukan.

PFA

seharusnya

dilaksanakan oleh agen-agen dan lembaga-lembaga yang


layak dan terlegalisasi. Namun, dapat pula dilakukan oleh
komunitas lokal yang bertujuan untuk management bencana.
Hal ini berarti, PFA dapat dilakukan oleh semua orang
asalkan sesuai dengan petunjuk dan cara yang benar.
Yang perlu diingat dalam pemberian PFA adalah bahwa PFA
merupakan bentuk dukungan secara humanis yang dilakukan
oleh seorang manusia terhadap manusia lain yang menderita
tekanan berat akibat terekspos pada sebuah bencana dan
memerlukan bantuan.
Prinsip dasar dari PFA adalah dukungan untuk terjadinya
natural recovery. Terkait di dalam hal ini antara lain
menolong

agar

orang-orang

merasa

aman;

dapat

bersosialisasi di masyarakat; tenang dan penuh dengan


harapan; merasa memiliki support secara fisik, emosi,
maupun sosial; serta kepercayaan diri untuk mampu
menolong diri mereka sendiri.
Perilaku yang seharusnya dilaksanakan oleh penolong antara
lain :
-Menunjukkan ketertarikan, perhatian, dan rasa peduli
-Menunjukkan rasa hormat atau toleransi dan
mempersalahkan

reaksi

korban

dan

cara

tidak
mereka

beradaptasi terhadap masalah


-Berbicara mengenai reaksi yang diharapkan dari bencana,
dan bagaimana cara untuk bertahan hidup dengan sehat
-Menemukan waktu dan tempat untuk berbicara dengan
korban yang memiliki gangguan minimal
-Mengakui bahwa stres yang dialami korban memerlukan
waktu yang cukup panjang sebelum dapat terselesaikan
-Menunjukkan kepercayaan bahwa korban dapat sembuh dari
trauma psikologis
-Bebas dan jauh dari pandangan menilai, memberi label,
menghakimi, dan mengekspektasi
-Membantu mencari cara-cara positif untuk mengatasi reaksireaksi yang dilakukan oleh korban dengan trauma
psikologis

-Menawarkan untuk berbicara atau menghabiskan waktu


bersama, sebanyak yang dibutuhkan oleh korban
Prinsip Psychological First Aid
Adapun prinsip pada PFA sesuai dengan ruang kerja yang
telah ditetapkan oleh WHO (World Health Organization)
adalah tiga (3) aksi prinsip dalam melaksanakan PFA.
Ketiga aksi tersebut antara lain :
-Look (Bagaimana cara melihat dan memasuki situasi
emergensi secara aman)
-Listen (Mendengarkan dan memahami apa yang menjadi
kebutuhan korban-korban dengan trauma psikologis)
-Link (Menghubungkan korban dengan informasi dan
dukungan practical yang mereka butuhkan)

Persiapan yang Perlu dilakukan Penolong untuk


Melakukan Psychological First Aid
Persiapan yang penting bagi penolong adalah mempersiapkan
diri untuk melakukan PFA.
Banyak situasi bencana yang dapat memberi tekanan bagi
para penolong, namun tetap memerlukan aksi yang segera.
Semakin penolong paham terhadap situasi lapangan, semakin
penolong tersebut siap secara psikologis. Dengan demikian,
support atau bantuan yang akan diberikannya akan semakin
efektif.
Sebelum melaksanakan PFA di lapangan, penolong
seharusnya melakukan hal-hal berikut :
-Mempelajari kejadian krisis
-Mempelajari mengenai bantuan dan layanan yang tersedia,
dan dapat membantu management bencana
-Mempelajari mengenai akses keselamatan, akses darurat,
maupun masalah keamanan
-Mempertimbangkan kesiapan fisik dan mental pribadi
masing-masing
Untuk memiliki kesiapan tersebut, ada beberapa pertanyaan
yang harus ditanyakan :

Mengenai kejadian bencana :


Apa yang terjadi?
Kapan dan di mana bencana tersebut terjadi?
Berapa banyak korban yang mungkin terafeksi oleh bencana,
dan siapakah mereka?
Berapa lama bencana tersebut terjadi/akan berlanjut terjadi
hingga selesai?
Mengenai Bantuan yang tersedia
Siapa sajakah lembaga dan pihak berwenang yang sedang
memanage bencana?
Siapakah yang menyediakan kebutuhan pokok seperti
pertolongan pertama pada bencana, makanan, air, tempat
perlindungan, dan dana serta alat-alat pertolongan?
Di mana dan bagaimana orang-orang dapat mengakses
bantuan ini?
Siapa sajakah yang ikut membantu?
Apakah ada lembaga yang aktif berusaha mempertemukan
sesama anggota keluarga?
Kekhawatiran akan keamanan dan keselamatan
-Apakah bencana sudah berhenti, atau akan berkelanjutan,
atau akankah ada bencana susulan?
-Bahaya apa sajakah yang dapat berada pada lokasi bencana?
(seperti debu, atau infrastruktur yang hancur)

-Apakah ada area yang harus dihindari karena area tersebut


berbahaya, atau karena penolong tidak memiliki hak
untuk memasuki area tersebut?
Kesiapan fisik dan mental penolong :
-Apakah penolong sudah memiliki segala keperluan yang
dibutuhkan untuk berada jauh dari rumah?
-Apakah penolong sudah memberi tahu teman dan keluarga
akan ke mana ia akan pergi dan untuk berapa lama?
-Apakah penolong sudah membereskan masalah di rumah dan
tidak ada kekhawatiran berlebih mengenai rumah?
-Apakah penolong sudah merasa siap secara emosional untuk
menyediakan layanan PFA?
Selain itu, karena penolong akan pergi dan menolong korban
yang memerlukan bantuan di tempat asing, ada baiknya
apabila penolong mempelajari kultur dan budaya di tempat
tersebut sebelum melakukan PFA, sebab pengetahuan akan
hal tersebut akan membantu penolong untuk lebih terhubung
secara emosional kepada korban.
Hal-hal yang Berbahaya atau Harus Dihindari dalam
Psychological First Aid
Yang perlu diingat dalam melakukan PFA antara lain adalah :

1.
2.

PFA bukan wawancara


PFA tidak mencari detail dari pengalaman yang
memberikan trauma pada penderita, maupun kehilangan

3.

yang dialami oleh penderita


PFA tidak bertujuan untuk menyembuhkan, melainkan
menginisiasi terjadinya natural recovery. PFA hanyalah
sebuah sarana agar korban dengan trauma psikologis
berada pada lingkungan yang memungkinkan untuk

4.

dirinya bisa sembuh.


PFA tidak memberi label maupun memberi diagnosa.
Tujuan pelaku PFA adalah sebagai pekerja kemanusiaan
yang mendengar dan memberi saran apabila diperlukan.
PFA tidak memberi korban penilaian maupun sebuah

5.

label yang membedakannya dari masyarakat sekitar


PFA bukan sebuah tempat konseling. Apabila korban
hendak

bercerita,

mendengarkan.

maka

Tetapi

pelaku

apabila

PFA harus

korban

tidak

siap
ingin

berbicara, jangan dipaksakan. Dan PFA merupakan


kegiatan humanis yang tidak mengambil untung setiap
6.

kali korban datang menemui pelaku PFA


PFA bukan hal yang hanya dapat dilakukan oleh
profesional

7.

PFA bukanlah hal yang dibutuhkan oleh semua orang


yang telah terekspos dan terafeksi oleh bencana. Beberapa
pasien tidak membutuhkan PFA, dan dapat menjalankan
hidupnya dengan baik

Adapun,

beberapa

perilaku

yang

dapat

mengganggu

terjadinya pemberian dukungan terhadap korban antara lain :


1.

Secara tergesa-gesa menyampaikan pada korban bahwa


mereka akan baik-baik saja, atau mereka akan move on

2.

dari bencana yang mereka alami


Bertindak seperti orang lain adalah lemah, atau melebihlebihkan tindakan karena orang lain tidak dapat

3.

beradaptasi seperti yang dilakukan oleh orang tersebut


Mendiskusikan pengalaman pribadi, tanpa mendengarkan

4.

cerita dari orang lain


Memberi saran tanpa mendengarkan kekhawatiran orang
lain ataupun menanyakan orang tersebut, apa yang

5.

menurut mereka paling baik untuk diri mereka sendiri


Menghentikan orang lain dari bercerita mengenai apa

6.

yang mengganggu mereka


Menyampaikan pada orang lain bahwa mereka beruntung
hal yang dialami hanya demikian, sebab bisa jadi mereka
mengalami hal yang lebih buruk

Selain itu, perlu diingat bahwa pelaku PFA juga dapat


mengalami tekanan psikologis terhadap dirinya sendiri
akibat terus terpapar emosi negatif dari korban. Oleh
karena itu, pelaku PFA dihimbau untuk menjaga waktu
istirahat mereka dan waktu bersosialisasi mereka dengan
keluarga dan teman, tidak beralih dengan menggunakan
substansi, dan tidak terlalu memikirkan hal-hal yang
membuat stres.

HANDBOOK MCI & MANAJEMEN BENCANA


HAL-HAL YANG MENYEBABKAN MCI
Mass Casualty Incident (MCI) adalah keadaan darurat medis
dimana dalam waktu relatif singkat, suatu bencana dapat
menyebabkan korban dengan jumlah melebihi kapasitas
bantuan penolong. Dalam pelayanan medis darurat, MCI
digunakan untuk mengubah jalur dan proses penanganan
pasien dengan lebih efisien memanfaatkan sumber daya yang
ada semaksimal mungkin. Secara singkat, bencana adalah
peristiwa MCI, tetapi tidak semua MCI dipicu oleh bencana.
Badai dan gempa bumi adalah contoh peristiwa bencana,
tetapi kebanyakan kasus kecelakaan tidak naik ke tingkat
bencana.
PERSONEL YANG TURUN DALAM PENANGANAN
MCI BERSERTA PERANNYA

Komandan : Mengambil informasi sebanyak-banyaknya


ke IC, memberikan instruksi, pusat koordinasi &
informasi tim

Evakuator : mengangkut korban, memberi laporan ke

komandan sebelum & sesudah melakukan tindakan


Triage : memilah korban, memberi laporan ke komandan

sebelum & sesudah melakukan tindakan


Posko : mendirikan tenda/posko di zona hijau, memberika
intervensi/penanganan awal di zona kuning, memberikan
intervensi lanjutan di posko, melakukan re-triage pada
korban yg berada dalam posko & mencatat korban keluar
masuk (nama, usia, jenis kelamin, status medis), memberi
laporan ke komandan sebelum & sesudah melakukan

tindakan
Humas : memberikan informasi ke reporter, koordinasi
dengan komandan, meminimalisir intervensi kerja tim,
mencegah reporter masuk ke zona kuning & posko,
memberi laporan ke komandan sebelum & sesudah
melakukan tindakan
ALUR EVAKUASI DAN PENANGANAN KORBAN
DALAM MCI

Komandan minta informasi ke IC (jumlah korban, medan,


zona aman, bencana susulan) Instruksikan tim evakuator
ke zona merah, sebagian tim posko bangun tenda (Posko : P0

(hitam), P1 (merah), P2 (kuning), P3 (hijau)) di zona hijau,


sebagian tim posko dan tim triage ke zona kuning tim
evakuator mengevakuasi semua korban ke zona kuning
tim triage melakukan pengecekan dan pemberian kartu triage,
tim posko yg berada pada zona kuning melakukan
intervensi/penanganan awal (pencegahan perdarahan : balut,
bidai; mematenkan airway : pemasangan cervical collar; dll.)
tim evakuator membawa korban ke posko Tim Posko
melakukan intervensi lanjutan dan melakukan RE-TRIAGE
secara berkala untuk memantau kondisi korban
PERAWATAN YG DAPAT DILAKUKAN DALAM
PENANGANAN KORBAN MCI
Ada beberapa kondisi dilakukannya penanganan korban MCI
o Korban ditangani di dalam posko yang terletak di zona
o
o

Kuning dan Hijau


Pastikan tidak ada bencana susulan.
Tenang medis menangani pasien sesuai dengan prioritas

dari kartu triage yang dilabelkan pada tiap pasien


1) Merah --- paling penting, prioritas utama.
keadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar
pasien

mengalami

hipoksia,

syok,

trauma

dada,

perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan


kesadaran, luka bakar derajat I-II
2) Kuning --- penting, prioritas kedua
Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik
namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam
keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan
selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur
tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis,
laserasi, luka bakar derajat II
3) Hijau --- prioritas ketiga
Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka
bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan
dislokasi
4) Hitam --- meninggal
Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari
bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal
PERALATAN YANG DIBUTUHKAN DALAM
PERAWATAN KORBAN
a.
b.

Fraktur Kain, kasa steril, handscoon, papan kayu


Luka tbk Normal Saline/air bersih, kasa steril, plester,

c.

pinset anatomis, handscoon


Luka bakar Air dingin bersih, kasa steril, handscoon

*alat bergantung data jenis luka*


DEFINISI BENCANA DAN KLASIFIKASI BENCANA
SERTA PEMAHAMAN MANAJEMEN BENCANA
a.

Definisi
Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi
bencana sebagai berikut:
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam

dan

mengganggu

kehidupan

dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh


faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis.
Definisi

tersebut

menyebutkan

bahwa

bencana

disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia.


Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007

tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam,


bencana nonalam, dan bencana sosial.
Bencana alam : bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara
lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana nonalam : bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa
gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah
penyakit.
Bencana sosial : bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia
yang

meliputi

konflik

sosial

antarkelompok

antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Klasifikasi
GEOLOGI :

SOSIAL

atau

Gempa Bumi
Tsunami
Letusan Gn Api

K
onflik Sosial
IOLOGI
H

HIDRO-METEOROLOGI
Banjir

ama
P

Tanah Longsor
Kekeringan
Topan/Badai
LINGKUNGAN
Kebakaran (permukiman, hutan

enyakit
KEGAGALAN
TEKNOLOGI
K
ecelakaan
Industri
K
ebocoran
Reaktor Nuklir

Manajemen bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangaian
upaya yang meliputi :

Penetapan kebijakan pembangunan yang


berisiko timbulnya bencana

Kegiatan pencegahan bencana,

Tanggap darurat dan

Rehabilitasi
(UU 24/2007, pasal 1, angka 5)

BENCANA YANG BERPELUANG BESAR DI


INDONESIA

DATA BENCANA 2002-2009

ALUR LINGKAR PEMULIHAN SUATU BENCANA

TANGGAP DARURAT MENGATASI SUATU


BENCANA
Tanggap Darurat (save more life) Segala upaya untuk
penyelamatan korban yang meliputi:

Makanan,

Pencarian
Penyelamatan
Evakuasi; dan
Pemberian bantuan darurat
Minuman, Obat-obatan,

Penampungan

sementara, Perlindungan keamanan


Pemulihan (Recovery)

Rehabilitasi
fungsi dasar/standar minimal
Rekonstruksi

:mengupayakan pulihnya
:mengupayakan pulihnya

fungsi secara menyeluruh bahkan lebih baik

dari

keadaan sebelum terjadinya bencana


Dalam upaya Pemulihan ini harus sudah memasukkan
pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana
seperti :

Penerapan building code


Penetapan lokasi sesuai dengan fungsi
lahan

Menekankan pada pengurangan kerentanan


PRINSIP PERLINDUNGAN DIRI PADA MANAJEMEN
BENCANA

Tidak memindahkan bencana


Manajemen multi sumber daya
Sistem komando kejadian yang jelas
Tidak panik
Lakukan yang terbaik untuk jumlah yang terbanyak
Membuat perencanaan dan pelatihan/simulasi
TRIAGE

Definisi Triage
Salah satu tanda dari bencana adalah kebutuhan mendesak
dari penduduk yang terkena dampak dengan jumlah melebihi
sumber daya yang tersedia saat ini. Hal ini mengarah pada
pertanyaan bagaimana sumber daya yang terbatas dapat
digunakan untuk mengoptimalkan penyelamatan pasien.
Triage merupakan alokasi dari sumber yang terbatas
selama bencana. Meskipun konsep triage dapat diaplikasikan
ke seluruh sumber daya, aplikasi yang paling sering
didiskusikan dan dipelajari adalah perawatan pasien. Pada
konteks ini triage adalah evaluasi pasien dengan cepat utuk

menentukan tingkatan penatalaksanaan dan perawatan yang


tepat pada sumber daya yang terbatas.
Triage menurut Zimmermann dan Herr merupakan proses
penggolongan pasien berdasarkan tipe dan tingkat kegawatan
kondisi

atau

bisa

diartikan

sebagai

suatu

tindakan

pengelompokkan penderita berdasarkan pada beratnya cedera


yang diprioritaskan ada tidaknya gangguan pada airway(A),
breathing(B), dan circulation (C) dengan mempertimbangkan
sarana,sumber daya manusia dan probabilitas.
Kata triage berasal dari bahasa Perancis trier yang
berarti menyortir. Istilah ini pertama kali digunakan selama
Perang Dunia I.
Tujuan Triage
1.
2.
3.

Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa.


Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakutannya.
Menempatkan pasien sesuai dengan keakutannya

4.

berdasarkan pada pengkajian yang tepat dan akurat.


Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien.

Triage Pre Hospital

Triage pada bencana/musibah massal dilakukan dengan


tujuan bahwa dengan sumber daya yang minimal dapat
menyelamatkan korban sebanyak mungkin. Pada musibah
massal, jumlah korban mencapai puluhan atau mungkin
ratusan, dimana penolong tidak mencukupi baik sarana
maupun penolongnya sehingga dianjurkan menggunakan
teknik START.
Hal pertama yang dapat dilakukan pada saat di tempat
kejadian bencana adalah berusaha tenang, lihat sekeliling dan
menyeluruh pada lokasi kejadian. Pengamatan visual
memberikan kesan pertama mengenai jenis musibah,
perkiraan jumlah
korban dan beratnya cedera korban serta tipe bantuan yang
diperlukan untuk mengatasi situasi yang terjadi. Laporkan
secara singkat pada call center dengan bahasa yang jelas
mengenai hasil dari pengkajian,meliputi hal-hal berikut.
1.
2.
3.
4.
5.

Lokasi kejadian
Tipe insiden yang terjadi
Adanya ancaman atau bahaya yang mungkin terjadi
Perkiraan jumlah pasien
Tipe bantuan yang harus diberikan

Metode Simpel Triage dan Rapid Treatment (START)


START merupakan jenis triage yang paling sering digunakan
untuk menangani kegawatdaruratan di kecelakaan massal.
START is also used in Canada, Saudi Arabia, Metode ini
dikembangkan untuk penolong pertama yang bertugas
memilah pasien pada korban musibah massal/bencana dengan
waktu 30 detik atau kurang berdasarkan tiga pemeriksaan
primer seperti berikut.
1.
2.
3.

Respirasi
Perfusi (mengecek nadi radialis)
Status mental
Hal

yang penting untuk diperhatikan adalah tidak

melakukan tindakan terapi pada korban yang akan dilakukan


triage. Tugas utama penolong triage adalah memeriksa pasien
secepat mungkin dan memilah atau memprioritaskan pasien
berdasarkan berat-ringannya cedera. Penolong tidak berhenti
melakukan pengkajian, kecuali untuk mengamankan jalan
napas dan menghentikan perdarahan. Selain melakukan triage
(pemilahan korban), penolong lain melakukan follow up dan
perawatan jika diperlukan di lokasi.

Apabila penolong lain sudah datang ke lokasi


kejadian, maka akan dilakukan re-triage pada korban dengan
pemeriksaan yang lebih lengkap untuk mengenali kegawatan
yang

mungkin

lanjut,resusitasi,stabilisasi

terjadi,evaluasi
dan

transportasi.

lebih
Retriage

dilakukan dengan menggunakan label Mettag sistem yang


sudah mencantumkan identitas dan hasil pemeriksaan
terhadap korban.
Pasien diberi label sehingga mudah dikenali oleh
penolong lain saat tiba di tempat kejadian. Metode
pemasangan label mungkin berbeda di setiap pusat kesehatan,
dapat berupa pita atau kertas berwarna untuk melabeli korban

Pasien dapat diklasifikasikan menjadi berikut ini.


1.

PRIORITAS 1: Korban kritis/immediate diberi label


merah/kegawatan yang mengancam nyawa

Untuk

mendeskripsikan pasien dengan luka parah diperlukan


transportasi segera ke rumah sakit. Kriteria pada
pengkajian adalah sebagai berikut.
a) Respirasi >30 x/menit.
b) Tidak teraba nadi radialis (prioritas no.1).
c) Tidak
dapat
mengikuti
perintah
sadar/penurunan kesadaran)
d) Luka bakar >30%
e) Korban adalah ibu hamil
f) Shock atau perdarahan hebat
2. PRIORITAS
2:
Delay/tertunda

diberi

(Tidak

label

kuning/kegawatan yang tidak mengancam nyawa dalam


waktu dekat
Untuk mendeskripsikan cedera yang tidak mengancam
nyawa dan dapat menunggu pada periode tertentu untuk

penatalaksanaan dan transportasi dengan kriteria tertentu


sebagai berikut.
a) Respirasi <30 x/menit.
b) Nadi teraba.
c) Status mental normal.
d) Luka bakar <30%
3. PRIORITAS 3: Korban terluka yang masih dapat berjalan
menuju tempat yang aman diberi label hijau/ tidak
terdapat kegawatan/ penanganan dapat ditunda
4. PRIORITAS 4: Korban tidak bernafas mesikpun telah
diupayakan jalan nafasnya, meninggal diberi label
hitam/tidak memerlukan penanganan

Tahapan metode START adalah sebagai berikut.


1.

Langkah pertama MINOR

Langkah pertama dilakukan dengan memberi aba-aba


(loud speaker) pada korban yang dapat berdiri dan
berjalan menuju ke lokasi tertentu yang lebih aman. Jika
pasien dapat berdiri dan berjalan, maka bisa disimpulkan
bahwa

sementara

tidak

terdapat

gangguan

yang

mengancam jiwa pada korban-korban tersebut. Jika


korban mengeluh nyeri atau menolak untuk berjalan
jangan dipaksa untuk berpindah tempat. Pasien yang
2.

dapat berjalan dikategorikan sebagai


Langkah kedua IMMEDIATE
Langkah kedua adalah pasien yang tidak dapat berdiri dan
bergerak adalah yang menjadi prioritas pengkajian
berikutnya. Bergerak dari tempat berdiri penolong secara
sistematis dari korban satu ke korban yang lain. Lakukan
pengkajian singkat (kurang dari 1 menit setiap pasien) dan
berikan label yang sesuai pada korban tersebut. Ingat
tugas penolong adalah untuk menemukan pasien dengan
label merah

yang membutuhkan pertolongan segera,

periksa setiap korban, koreksi gangguan airway dan


breathing yang mengancam nyawa dan berikan label
merah pada korban tersebut.

ASSESSMENT AND TRIAGE BUILDING

Pustaka :
Ettinger, S. J. Dan E. C. Feldman, 2005. Textbook of
Veterinary Internal Medicine Vol 1. 6th Ed. St. Louis,
Missouri: Elsevier Inc.
Fox, P. R. 2007. Critical care cardiology. In Proceedings of
the World Small Animal Veterinary Association. Sydney,
Australia.
Fuentes, V. L. 2007. Cardiovascular emergencies. In
Proceedingsof the SCIVAC Congress. Rimini, Italy
Genthon, Alissa dan Wilcox, Susan R. Crush Syndrome. 26
September

2015.

http://www.medscape.com/viewarticle/819850
Hannafin, Jo A. Sprains and Strains . 26 September 2015.
http://www.niams.nih.gov/Health_Info/Sprains_Strains/de
fault.asp
Kahn, C. M. Dan S. Line, 2008. The Merck Veterinary
Manual (E-book). 9th Ed. Whitehouse Station, N.J., USA:
Merck and Co., Inc.

King, L. 2008. Update on feline critical care. In Proceedings


of 33rd World Small Animal Veterinary Congress. Dublin,
Ireland.
Kirby, R. 2007. Shock and shock resuscitation. In
Proceedings of the Societa Culturale Italiana Veterinari
Per Animali Da Compagnia Congress. Rimini, Italy.
Koenig

dan

Schultz,

2010.

Disaster

Medicine:

Comprehensive Principles and Practices. New York:


Cambridge University. Page 174-179.
Lorenz, M. D., L. M. Cornelius, dan D. C. Ferguson. 1997.
Small

Animal

Medical

Therapeutics.

Philadelphia:

Lippincott Raven Publisher.


Lorenz, M. D. Dan L. M. Cornelius. 2006. Small Animal
Medical Diagnosis, 2nd Ed. Iowa, USA: Blackwell
Publishing.
Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom. 2005.
Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka
Cipta
Silverstein, D. 2006. The different types of shock. In
Proceedings of the International Congress of the Italian

Association of Companion Animal Veterinarians. 19-21


Mei 2006. Rimini, Italy.
Silverstein, D. 2006. The use of vasopressors in shock
patient. In Proceedings of the International Congress of
the

Italian

Association

of

Companion

Animal

Veterinarians. 19-21 Mei 2006. Rimini, Italy.


Tello, L. H. 2007. Septic shock: What, when and how. In
Proceeding of the World Small Animal Veterinary
Association Congress. Sydney, Australia.
Worksheet untuk penolong, yang digunakan untuk mendata
korban
http://www.nctsn.org/sites/default/files/pfa/english/7appendix_d_provider_worksheets.pdf
Zieve,

David.

Shock

25

September

2015.

https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000039
.htm
Zieve, David. Septic Shock. 25 September 2015.
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000668
.htm

Zieve, David. Anaphylaxis Shock. 25 September 2015.


https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000844
.htm
Zieve, David. Cardiogenic Shock. 25 September 2015.
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000185
.htm
Zieve, David. Hypovolemic Shock. 25 September 2015.
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000167
.htm

Anda mungkin juga menyukai