Anda di halaman 1dari 27

JURNAL READING

TERAPI TOKOLITIK : META ANALISIS DAN ANALISIS KEPUTUSAN


Diterjemahkan dari:
TOCOLYTIC THERAPY : A META ANALYSIS AND DECISION ANALYSIS

Disusun oleh:
1. Adrian Nugraha Putra
2. Hikmah Faridah
3. Pratiwi Eka Rahmawati

G1A211001
G1A211002
0920221186

Pembimbing
dr. Sjafril Sanusi, Sp.OG

JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2011

LEMBAR PENGESAHAN

Jurnal reading:
TERAPI TOKOLITIK : META ANALISIS DAN ANALISIS KEPUTUSAN

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian


Kepaniteraan Klinik Senior Di Bagian Ilmu Penyakit Obstetri dan Ginekologi
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh:
1. Adrian Nugraha Putra
2. Hikmah Faridah
3. Pratiwi Eka Rahmawati

G1A211001
G1A211002
0920221186

Disetujui dan disahkan


Pada tanggal,

Desember 2011

Pembimbing,

dr. Sjafril Sanusi, Sp.OG

I.

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kelahiran prematur didefinisikan sebagai kelahiran sebelum usia
kehamilan mencapai 37 minggu dan merupakan penyebab terbanyak
morbiditas dan mortalitas neonatal di Amerika Serikat serta menghabiskan
sekitar 35% biaya pelayanan kesehatan balita di Amerika Serikat. Di
Amerika Serikat, sekitar 12,7% bayi dilahirkan prematur, dengan total
lebih dari setengah juta kelahiran pada tahun 2005.
Kelahiran prematur tidak hanya berisiko pada bayi melainkan juga
pada ibunya. Untuk mengurangi risiko tersebut maka dilakukan penundaan
persalinan selama mungkin. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat
rendah, penundaan persalinan selama 1 minggu dapat menurunkan angka
mortalitas neonatal sebesar 30% dan memungkinkan untuk merujuk ibu ke
pelayanan kesehatan tersier yang memiliki perawatan intensif untuk neonatal
dan juga untuk melakukan pemberian kortikosteroid selama kehamilan untuk
pematangan paru janin.
Obat tokolitik digunakan untuk menunda persalinan prematur.Namun
tidak ada satupun jenis obat tokolitik yang di jadikan sebagai pilihan utama
untuk menunda persalinan. Sejumlah risiko dan manfaat bagi ibu dan janin
dari pemberian tokolitik harus dipertimbangkan.
Jenis-jenis obat tokolitik yang ada pada saat ini bermacam-macam
diantaranya adalah golongan betamimetik (ritodrin, terbutalin, salbutamol,
fenoterol, hexoprenaline, isoxsuprine dan nydrilin), Ca Channel Blocker
(nifedipin dan nicardipin), antagonis reseptor oksitosin (atosiban), inhibitor
prostaglandin

(indometasin,

sulindac,

nimesulide,

ketorolac,

asam

mefenamat, rofecoxib dan celecoxib) dan nitrat (nitro gliserin dan gliseril
trinitrate).

B. Tujuan
Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh David dkk (2009) adalah
untuk mengetahui jenis obat tokolitik yang optimal sebagai terapi lini pertama

untuk ibu dan outcome neonatal berdasarkan literatur yang telah ada. Obat
yang paling optimal merupakan perpaduan antara tolerabilitas yang tinggi dan
memiliki proporsi tertinggi dalam menunda persalinan.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Berbagai macam obat telah digunakan untuk menekan kontraksi uterus,


termasuk di dalamnya agonis, calcium channel blockers, prostaglandin
synthetase inhibitor, magnesium sulfat, antagonis receptor oxytocin. Kalsium pada
sel myometrium berasal dari intraseluler maupun ekstraseluler dimana sebagian
besar kalsium yang digunakan sel myometrium untuk berkontraksi berasal dari
konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan kalsium intraseluler dari berbagai
macam mekanisme yang berbeda dan berikatan dengan calmodulin dan memulai
aktivasi dari calcium-dependent myosin light chain kinase (CDMLK).

Sub grup dari obat-obat tokolitik bekerja dengan cara yang berbeda-beda
untuk menghambat terjadinya kontraksi uterus, ini terjadi melalui mekanisme
persalinan yang spesifik (antagonis oksitosin, penghambat prostaglandin) atau
melalui aksi non spesifik pada kontraktilitas sel ( agonis, magnesium sulfat dan
penghambat kalsium).
Pertimbangan untuk memberikan terapi tokolitik pada wanita yang pernah
mengalami persalinan prematur ketika ada perlunya untuk menunda persalinan
prematur seperti :

1.

ketika akan merujuk pasien ke tempat rujukan untuk lebih mendapatkan

2.

pelayanan yang sempurna.


untuk pemberian terapi kortikosteroid selama 48 jam untuk pematangan paru.

A. Agonis
Agonis beta merupakan obat yang sering digunakan dan terbukti efektif
menurunkan terjadinya persalinan dalam 24, 48 jam dan 7 hari terapi
dibanding plasebo. Agonis adalah golongan tokolitik yang secara struktur
sama dengan katekolamin endogen, epinefrin dan nor-epinefrin. Obat ini
bekerja dengan merangsang reseptor adrenergik pada uterus. Isoxuprine
adalah obat pertama dari golongan ini yang digunakan sebagai tokolitik
kurang lebih 45 tahun yang lalu. Terbutalin dan Ritodrin sekarang yang paling
banyak digunakan sebagai tokolitik pada golongan ini di Amerika Serikat
dibandingkan dengan Hexoprenalin, Fenoterol, Salbutamol dan lain-lain,
tetapi hanya Ritodrin yang direkomendasikan oleh FDA sebagai tokolitik dari
golongan ini. Ritodrin dan Terbutalin dieksresi melalui urin setelah
dimetabolisme di hati.
Ritodrin dan Terbutalin diketahui dapat menembus plasenta dengan cepat
dan menginduksi stimulasi Adrenergik pada fetus. Konsentrasi pada fetus
30% lebih rendah dibanding dengan konsentrasi maternal setelah 2 jam
pemberian secara intra vena, tetapi menjadi sama setelah periode yang lebih
lama. Pada pemberian yang konstan melalui intravena Ritodrin dan Terbutalin
akan mencapai dosis terapi dengan waktu paruh 6-9 menit. Setelah pemberian
intravena tidak dilanjutkan waktu paruhnya meningkat mencapai 2,5 jam.
Pada pemberian intramuskuler konsentrasi optimal Ritodrin dicapai dalam
waktu 10 menit dan menurun sebanyak 50% dalam 2 jam. Terbutalin secara
cepat diabsorbsi dengan pemberian subkutan 0,25mg dengan waktu paruh 7
menit. Pemberian oral Ritodrin pada jarak yang optimal akan terjadi
penurunan 20% dalam 4 jam pada konsentrasi plasma.
Kontraindikasi penggunaan agonis antara lain:
1. Maternal :
Penyakit jantung
Diabetes melitus yang tidak terkontrol
PEB dan eklampsia
Hipertiroid
Perdarahan ante partum
2. Fetal :

Gawat janin
Korioamnionitis
Janin mati
IUGR
B. Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAIN)
Prostaglandin sebagai salah satu pencetus proses persalinan (kontraksi
uterus) yang penting maka para peneliti menganggap bahwa prostaglandin
synthetase inhibitor dalam hal ini Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
dapat digunakan sebagai tokolitik. Salah satu obat-obat golongan ini yang
dapat dipakai tokolitik adalah Indomethacin.
OAINS bekerja primer sebagai penghambat

cyclooxygenase.

Indomethacin adalah obat dari golongan ini yang memiliki potensi untuk
digunakan sebagai tokolitik. Obat ini dimetabolisme di hati dan diekskresi
melalui urin. Indomethacin secara cepat dapat menembus plasenta, dalam 2
jam kadar dalam darah bayi 50% dari kadar dalam darah ibu dan akan
menjadi sama dalam 6 jam. Waktu paruh indomethacin pada fetus adalah 14,7
jam yang lebih lama dibanding pada ibu yang hanya 2,2 jam, hal inilah yang
dapat mengakibatkan gangguan hati ada fetus.
Indomethacin dapat dapat diberikan peroral atau peranal, dosis yang
digunakan sebagai terapi pada persalinan prematur adalah 150-300 mg/hari,
dengan dosis awal adalah 100-200 mg peranal atau 50-100 mg peroral dan
kemudian 25-50 mg setiap 4-6 jam. Setelah pemberian dosis awal kadar
optimal dicapai dalam 1-2 jam yang dapat dicapai oleh pemberian dengan
cara peranal. Indomethacin dikontraindikasikan untuk ibu-ibu yang menderita
kerusakan ginjal, hati, asma, oligohidramnion, ulkus peptikum dan alergi.
C. Magnesium Sulfat (MGSO4)
MgSO4 sudah lama dikenal dan dipakai sebagai anti kejang pada
penderita preeklamsia sebagai anti kejang yang juga bersifat sebagai tokolitik.
Di Amerika Serikat obat ini dipakai sebagai obat tokolitik utama karena
murah, mudah cara pemakaiannya dan resiko terhadap sistem kardiovaskuler
yang rendah serta hanya menghasilkan efek samping yang minimal terhadap
ibu, janin dan neonatal. Kerugian terbesar yang signifikan dari penggunaan
magnesium sulfat sebagai obat tokolitik adalah harus diberikan secara
parenteral. Hall (1959) pada pengamatannya menemukan terjadinya

hambatan kontraksi uterus hampir komplit pada kadar serum MgSO4 antara
8-10 mEq/l. Rusu (1966) adalah orang pertama yang memakai MgSO4
sebagai tokolitik dan Kiss dan Szoke (1975) melaporkan penggunaan MgSO4
intravena sebagai tokolitik.
Jumlah total magnesium dalam tubuh manusia adalah 24gr yang sebagian
besar terdapat pada tulang dan ruang intraseluler dan hanya 1% pada
ekstraseluler. Konsentrasi magnesium pada serum wanita normal berkisar
antara 1,83 mEq/l dan turun menjadi 1,39 mEq/l pada wanita hamil.
Magnesium dikeluarkan dari tubuh melalui ginjal oleh karena itu konsentrasi
magnesium plasma ditentukan oleh jumlah pemberian melalui infus dan
kecepatan

filtrasi

glomerulus.

MgSO4 mempunyai

dua cara

yang

memungkinkannya bekerja sebagai tokolitik yang pertama peningkatan kadar


MgSO4 menurunkan pelepasan asetilkolin oleh motor and plates pada
neuromuskular junction sehingga mencegah masuknya kalsium, cara yang
kedua MgSO4 berperan sebagai antagonis kalsium pada sel dan ekstrasel.
Intoksikasi MgSO4 dapat dihindari dengan memastikan bahwa
pengeluaran urin memadai, refleks patella ada dan tidak ada depresi
pernapasan. Refleks patella menghilang pada kadar 10 mEq/l (antara 9-13
mg/dl) dan pada kadar plasma lebih dari 10 mEq/l akan timbul depresi
pernapasan dan henti napas dapat terjadi pada kadar plasma 12 mEq/l atau
lebih. MgSO4 sebagai terapi tokolitik dimulai dengan dosis awal 4-6 gr
secara intravana yang diberikan selama 15-30 menit dan diikuti dengan dosis
2-4 gr/jam selama 24 jam. Selama terapi tokolitik dilakukan konsentrasi
serum ibu biasanya dipelihara antara 4-9 mg/dl. Untuk meminimalisir atau
mencegah terjadinya intoksikasi seperti hal di atas maka perlunya disediakan
kalsium glukonas 1 gr sebagai anti dotum dari MgSO4.
D. Calcium Channel Blocker (Nifedipin)
Antagonis kalsium merupakan relaksan otot polos yang menghambat
aktivitas uterus dengan mengurangi influks kalsium melalui kanal kalsium
yang bergantung pada voltase. Terdapat beberapa kelas antagonis kalsium,
namun sebagian besar pengalaman klinis adalah dengan nifedipin. Awal
1960an nifedipine digunakan sebagai anti angina dan juga merupakan salah
satu obat anti hipertensi yang sudah lama digunakan pada ibu hamil maupun

tidak hamil. Pada saat ini obat ini juga diketahui memiliki peran di bidang
obstetri dan ginekologi khususnya pada penanganan persalinan prematur.
Obat ini populer karena murah, mudah penggunaannya dan sedikit
insiden terjadinya efek samping. Obat ini terbukti menjadi obat tokolitik yang
efektif baik ketika dibandingkan dengan plasebo atau obat-obat lainnya.
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa efektivitas obat ini sama dengan
ritodrin dalam mencegah persalinan prematur.
Nifedipin diabsorbsi cepat di saluran pencernaan setelah pemberial oral
ataupun sublingual. Konsentrasi maksimal pada plasma umumnya dicapai
setelah 15-90 menit setelah pemberian oral, dengan pemberian sublingual
konsentrasi dalam plasma dicapai setelah 5 menit pemberian. Lama kerja obat
pada pemberian dosis tunggal dapat sampai 6 jam dan tidak terjadi efek
komulatif pada pemberian oral setiap 6 jam. Absorpsi secara oral tergantung
dari keasaman lambung. Nifedipine dimetabolisme di hepar, 70-80% hasil
metabolismenya dieksresikan ke ginjal dan sisanya melalui feses.
Dosis nifedipine untuk terapi pada persalinan prematur pada percobaan
klinik bervariasi. Dosis inisial 30mg per oral atau 30mg ditambah 20mg
peroral dalam 90 menit atau 10mg sublingual setiap 20 menit, dengan diikuti
oleh 4 dosis tambahan sebanyak 20mg peroral setiap 4-8 jam untuk terapi
tokolitik. Sebagai dosis perawatan 10-20mg setiap 4-12 jam. Pemberian
nifedipine dikontraindikasikan untuk penderita penyakit hati dan hipotensi.
E. Antagonis oksitosin
Antagonis oksitosin salah satu contohnya adalah atosiban dapat menjadi
obat tokolitik di masa depan. Obat ini merupakan alternatif menarik terhadap
obat-obat tokolitik saat ini karena spesifisitasnya yang tinggi dan kurangnya
efek samping terhadap ibu, janin atau neonatus. Atosiban adalah obat sintetik
baru pada golongan obat ini dan telah mendapat izin penggunaannya sebagai
tokolitik di Eropa. Atosiban menghasilkan efek tokolitik dengan melekat
secara kompetitif dan memblok reseptor oksitosin.
Atosiban ({1-deamino-2-D-Tyr(Oet)-4-Thr-8-Orn}-oxytosin)

adalah

antagonis reseptor oksitosin, yang dikembangkan untuk terapi persalinan


prematur. Atosiban merupakan antagonis kompetitif dari oksitosin yang
menghambat oksitosin menginduksi terjadinya kontraksi uterus. Selama
persalinan peningkatan respon miometrium terhadap oksitosin disebabkan

banyaknya jumlah reseptor oksitosin di miometrium, dimana konsentrasi


reseptor oksitosin lebih banyak di korpus uteri dibandingkan di segmen
bawah rahim atau serviks. Atosiban memblok kerja oksitosin pada reseptor
ini. Rata-rata dosis tetap pasien yang mendapatkan infus atosiban adalah
44273 ng/ml (mean SD), dengan dosis tetap tersebut diperoleh 1 jam
sesudah infus dimulai. Sesudah terapi infus selesai konsentrasi plasma
menurun cepat dengan waktu paruh awal 18 3 menit.
Atosiban lebih mahal dibandingkan -adrenergik agonis dan nifedipin.
Harga obat untuk pemakaian 19 jam pada atosiban sebesar 240 poundsterling,
dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk waktu yang sama pemakaian
ritodrin 40-80 poundsterling, dan 17-25 poundsterling untuk pemakaian
nifedipin.

III. BAHAN DAN METODE

Penelitian yang dilakukan oleh David dkk (2009) ini telah disetujui oleh
Universitas Indiana-Universitas Purdue Indianapolis-Badan Tinjauan Clarian.
Penelitian ini menggunakan Quality of Reporting of Meta-analyses (QUOROM)
sebagai pedoman untuk melakukan analisis. QUOROM menyediakan standar
pendekatan untuk melakukan dan pelaporan meta analisis.
David dkk (2009) mencari database terkomputerisasi dengan menggunakan
kata kunci persalinan prematur, tokolitik, dan Persalinan obstetrik,
prematur. Data dicari pada database literatur kedokteran/kesehatan yaitu
MEDLINE (data dari tahun 1950-2009), MEDLINE in Process (data bulan Januari
2008), EMBASE (1988-2008), The Cochrane Database of Clinical Trials
(triwulan ke 4 tahun 2007) dan CINAHL (1982-2008). Penelitian ini membatasi
pencarian untuk artikel laporan uji acak terkendali (randomized controlled trials)
pada manusia. Data uji coba yang ganda tidak dimasukkan sebagai data. Pencarian
data dimulai pada bulan Januari tahun 2008. Untuk memastikan kelengkapan data,
peneliti merujuk silang hasil pencariannya dengan Cochrane Reviews mengenai
pengobatan tokolitik. Data tesebut kemudian dibaca abstraknya dan kemudian
diperoleh artikel dari abstrak yang tadi dibaca. Artikel tersebut ditelaah oleh 2
orang penulis (D.H dan P.K.) yang membaca artikel tersebut dan data diambil dari
artikel yang memenuhi kriteria penelitian. Jika terjadi perbedaan pendapat antara
dua penulis, diselesaikan dengan dilakukan konsensus. Untuk abstrak pada artikel
yang tidak berbahasa Inggris dan datanya relevan maka diambil teks secara
keseluruhan dari abstrak tersebut kemudian diterjemahkan untuk pengambilan
data. Terdapat 6 artikel yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris yaitu (3
artikel dalam bahasa Cina, dan masing-masing 1 artikel dalam bahasa Perancis,
Jerman

dan

tidak digunakan

Spanyol).

Jika

karena tidak

yang
cukup

diterbitkan hanya

abstrak saja

informasi

melakukan analisis

untuk

maka

kuantitatif.
Peneliti menyertakan artikel randomized control trials yang mengemukakan
perbandingan antara pemberian jenis obat tokolitik yang berbeda atau antara
pemberian pengobatan tokolitik dengan plasebo atau perawatan biasa. Peneliti

juga menyertakan artikel yang membandingkan obat tokolitik dengan golongan


yang sama (golongan betamimetik seperti ritodrin yang dibandingkan dengan
terbutalin) namun jika yang diteliti adalah obat yang sama dengan perbedaan
dosis, maka artikel tersebut tidak disertakan. Penelitian dikelompokkan kedalam
beberapa kelompok antara lain kelompok kontrol, betamimetik, calcium-channel
blocker, magnesium sulfat, nitrat, antagonis reseptor oksitosin dan inhibitor
prostaglandin. Kelompok kontrol mendapat pemberian Plasebo, bed rest,
pemberian cairan intravena dan perawatan biasa (umum). Obat yang termasuk
golongan betamimetik antara lain ritodrin, terbutalin, hexoprenalin, isoxsuprine,
nydrilin, salbutamol, fenoterol. Golongan calcium-channel blocker antara lain
nifedipin dan nicardin. Golongan antagonis reseptor oksitosin yaitu atosiban.
Inhibitor prostaglandin antara lain indometasin, sulindac, nimesulid, ketorolac,
rofecoxib, celecoxib, dan asam mefenamat. Sedangkan golongan nitrat antara lain
nitrogliserin dan gliseril trinitrat. Penelitian ini, tidak mengontrol perbedaan dosis
obat tokolitik dan jadwal pemberian obat tersebut.
Peneliti menilai artikel dengan menggunakan Cochrane Collaboration yang
dibagi menjadi kriteria A, B dan C. Dalam upaya untuk membatasi bias, peneliti
membagi artikel kedalam skor A (pengobatan yang diberikan adekuat), atau skor
B (tidak jelas pemberian pengobatan diberikan secara adekuat) dan tidak
menyertakan artikel dengan skor C (pemberian pengobatan tidak adekuat). Untuk
meningkatkan homogenitas antara kelompok penelitian, peneliti mengeluarkan
partisipan dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu atau partisipan dengan
usia kehamilan 33 minggu atau lebih. Data yang diambil adalah pada usia
kehamilan 28 minggu-33 minggu, namun jika secara statistik signifikansi diantara
grup berbeda, data dibagi menjadi efektivitas dan efek samping obat tokolitik dan
tidak mengambil data pada outcome neonatalnya.
Dua penulis tersebut bebas mengambil data yang meliputi pembagian
kualitas, proses blinding, rata-rata usia kehamilan, perbandingan intervensi,
pemberian kortikosteroid sebelum melahirkan dan kriteria inklusi. Hasil data yang
diambil termasuk jumlah peserta yang mengalami penundaan persalinan selama
48 jam, 7 hari dan sampai 37 minggu usia kehamilan serta sejumlah wanita yang
mengalami efek samping pengobatan yang cukup berat untuk menghentikan
pengobatan atau beralih menggunakan obat lain. Jika penulis menyatakan bahwa

pemberian kortikosteroid selama kehamilan, maka peneliti memasukkan


Respiratory Distress Syndrome (RDS) dan kematian neonatal sebagai outcome
neonatal. Karena pemberian kortikosteroid selama kehamilan direkomendasikan
untuk proses pematangan paru. Peneliti yakin bahwa outcome neonatal pada
penelitian yang

tidak menggunakan terapi tersebut tidak diaplikasikan pada

standar pelayanan yang sudah direkomendasikan. Untuk mengkonfirmasi hal


tersebut, peneliti mencoba mengklarifikasi hal tersebut melalui email dengan cara
mengkontak penulis karena telah mencantumkan pernyataan yang tidak eksplisit
tentang penggunaan kortikosteroid. Jika data yang didapat tidak bisa di klarifikasi
maka outcome neonatal tidak dijadikan sebagai data.
Partisipan yang dijadikan sebagai data adalah wanita hamil yang didiagnosis
dengan persalinan prematur atau persalinan yang terancam prematur. Ketika hasil
dikelompokkan berdasarkan keadaan kulit ketuban atau kehamilan ganda maka
data yang diambil hanya wanita dengan kulit ketuban yang utuh dan kehamilan
tunggal.
Data untuk mengidentifikasi outcome dan kombinasi kategori obat untuk
menghitung nilai rata-rata dan standar eror untuk proporsi kesuksesan outcome
dengan menggunakan rmeta library software (2.14) for the statistical software R
(2.5.1). Dengan menggunakan DerSimonian-Laird random-effect model, peneliti
membandingkan setiap intervensi dengan kontrol, menghitung proporsi dan
menetapkan interval kepercayaan sebesar 95%.
Setelah menyelesaikan meta analisis, peneliti membuat pohon keputusan
dengan menggunakan software TreeAge Pro 2007 (TreeAge Software, Inc.
Williamstown, MA). Software tersebut digunakan untuk menentukan apakah
terdapat salah satu kelas obat tokolitik yang lebih dari pada obat tokolitik yang
lainnya. Tokolitik yang paling baik akan memiliki rasio antara efektivitas dengan
toksisitasnya paling tinggi. Nilai rata-rata dan interval kepercayaan yang didapat
oleh peneliti dari meta analisis digunakan untuk mewakili probabilitas penundaan
persalinan selama 48 jam, 7 hari atau bahkan sampai usia kehamilan mencapai 37
minggu, proporsi wanita yang menghentikan terapi karena efek samping obat,
proporsi neonatus dengan RDS dan kematian neonatus. Cabang pertama dari
pohon keputusan adalah efek samping yang mengharukan penghentian
pengobatan. Jika partisipan harus berhenti atau beralih menggunakan obat yang

lain, David dkk berasumsi bahwa obat tersebut dianggap tidak efektif untuk
dijadikan sebagai terapi lini pertama. Setelah toleransi obat, cabang selanjutnya
adalah hasil klinis (penundaan persalinan untuk 48 jam, RDS, dan lain-lain).
Sebuah analisis probablitias dilakukan untuk membandingkan seberapa sering
terapi dipilih.
Bagan 1 di bawah ini menggambarkan pohon keputusan yang berisi
kemungkinan untuk penundaan persalinan sekurang-kurangnya dalam waktu 48
jam setelah diberikan obat tokolitik.

Observasi/
Plasebo

Toleransi

Tidak sampai
48 Jam
Intoleransi

Pilihan
Terapi

Betamimetik

Penundaan
Selama 48 Jam

Toleransi

Intoleransi
Toleransi
Ca Channel
Blocker

Penundaan
Selama 48 Jam

Berhasil

Tidak sampai
48 Jam

Gagal

Gagal
Penundaan
Selama 48 Jam

Gagal

Magnesium
Sulfat
Antagonis

Gagal

Gagal

Tidak sampai
48 Jam
Intoleransi

Berhasil

Bagan 1. Pohon keputusan untuk wanita dengan usia kehamilan antara 28 minggu
Oksitosin
sampai usia kehamilan 33 minggu dengan persalinan prematur. Pohon keputusan
meliputi pilihan obat-obat tokolitik. Peluang cabang pertama adalah intoleransi
Inhibitor
yang membutuhkan penghentian pengobatan. Peluang yang kedua adalah
Prostaglandin
penundaan persalinan selama 48 jam. Untuk tujuan ilustrasi, hanya 3 obat pertama
saja yang sepenuhnya dibuat cabang. Untuk yang lainnya mengikuti seperti yang
sebelumnya.

Berhasil

Gagal

IV. HASIL

Lima puluh delapan penelitian masuk ke dalam kriteria inklusi pada


penelitian ini dari 136 artikel yang didapatkan. Langkah untuk menjalankan studi
meta analisis dapat dilihat pada bagan 2. Tabel 1 menggambarkan hasil akhir dari
studi meta analisis. Di antara jumlah studi, 10 studi berisi data plasebo, 39 data
melaporkan pengobatan dengan betamimetik, 20 data melaporkan pengobatan
dengan calcium channel blocker, 19 data melaporkan pengobatan dengan
magnesium sulfat, 8 data melaporkan pengobatan dengan antagonis reseptor
oksitosin, 12 data melaporkan pengobatan dengan penghambat prostaglandin dan
3 data melaporkan pengobatan dengan nitrat. Jumlah total karakteristik percobaan
terhadap pengobatan dapat dilihat pada tabel 1. Data dari subyek yang
menggunakan nitrat dalam penelitian ini tidak dimasukkan karena terbatasnya
data RCT yang relevan

studi.diidentifikasi untuk disaring


dan dilakukan pengambilan
sampel N=2715

Tabel 1. Jumlah Total Karakteristik Percobaan terhadap Pengobatan


Data yang tidak sesuai
dengan judul atau
abstrak atau yang tidak
relevan di keluarkan
Hasil uji klinis
randomisasi yang
lebih rinci
diperoleh

N=2579

N= 136
Kriteria inklusi:
Wanita Hamil Dengan
Kriteria eksklusi: N=78
Persalinan Prematur
Tidak di uji klinis randomisasi
Uji randomisasi klinis
=9
membandingkan 2 jenis obat
salah populasi pasien = 7
atau satu obat dengan plasebo
salah pengobatan = 10
Jumlah
proporsi
dan tiap hasil penelitian (outcome)
menggunakan
atautotal
pelayanan
standar
salah mengukur
hasil = 10
alokasi skor berdasarkan A
kombinasi
terapi
7
interval kepercayaan
95% yang dapat dilihat pada tabel 2 dan bagan 3.= Semua
atau B
tidak sesuai EGA = 7
Rata-rata
obat tokolitik
lebih estimasi
superiorusia
dibanding kelompok plasebousia
ataukehmilan
kelompok
kontrolatau
33 minggu
kehamilan (EGA) antara 28-33
lebih = 5
untuk menunda
kelahiran dalam waktu sedikitnya 48 jam dan
hari. Walaupun
minggu
usia7kehamilan
kurang dari 28
Rata-rata EGA tidak berbeda
minggu = 2
signifikan
alokasi skor C
abstrak diterbitkan namun tidak
mendapat artikel penuh = 12
tinjauan Cochrane dikutip
uji klinis randomisasi
pribadi =3
dengan informasi yang
bisa digunakan dimasukan
kedalam meta analisis

Bagan 2. Ringkasan tahapan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian untuk meta
analisis, RCT, EGA

demikian, tidak ada satupun obat-obatan tersebut yang secara statistik lebih
superior dibanding dengan kelompok plasebo untuk menunda kelahiran sampai
usia kehamilan 37 minggu. Interval kepercayaan 95% untuk bayi dengan
Respiratory Distress Syndrome (RDS) bertumpang tindih (overlapped) dengan
kelompok kontrol atau plasebo terhadap semua obat-obatan tokolitik, meskipun
tumpang tindih obat betamimetik dan penghambat prostaglandin hanya minimal.

Dari bagan 3, dapat dilihat bahwa laju kematian neonatus rendah dan tidak
signifikan diantara kelompok pengobatan. Proporsi wanita yang mengalami efek
samping yaitu tidak dapat melanjutkan pengobatan hasilnya sama di semua
kelompok pengobatan kecuali kelompok betamimetik yang secara signifikan
menimbulkan efek samping yang lebih besar untuk tidak melanjutkan pengobatan.
Tabel 2. Persentase Obat Tokolitik Berdasarkan Efikasi dan Toksisitas

Tabel 3 menggambarkan hasil dari decision analysis. Hasil dari decision


analysis menunjukkan bahwa penghambat prostaglandin memiliki hasil yang
lebih baik untuk semua outcome kecuali penundaan kelahiran sampai umur
kehamilan 37 minggu, dimana calcium channel blocker merupakan kelompok
yang paling baik. Untuk meningkatkan tingkat relevansi analisis, dilakukan uji
hipotesis kohort kepada 1000 wanita dan angka kegagalan terapi tiap individu
dihitung pada tiap outcome. Hanya 80 dari 1000 wanita yang pada awalnya
dilakukan pengobatan dengan penghambat prostaglandin dapat melahirkan dalam
waktu 48 jam. Penghambat prostaglandin memiliki angka kegagalan paling kecil
di tiap outcome kecuali untuk penundaan kelahiran hingga umur kehamilan 37
minggu, dimana calcium channel blocker lebih superior (untuk menunda
kelahiran hingga umur kehamilan 37 minggu).

Bagan 3. Persentase dan Interval Kepercayaan 95% terhadap Obat-obatan


Tokolitik berdasarkan Outcome Efikasi dan Toksisitas dari Hasil Meta
Analisis.

Tabel 3. Hasil Decision Analysis

V.

PEMBAHASAN

Untuk menentukan obat tokolitik yang akan digunakan sebagai obat lini
pertama merupakan keputusan yang sulit bagi dokter.Analisis kuantitatif ini
menunjukkan bahwa semua obat tokolitik lebih unggul dibandingkan plasebo
pada penundaan persalinan selama 48 jam dan 7 hari, meskipun tidak dapat
menunda persalinan sampai 37 minggu. Tidak ada perbedaan yang signifikan
untuk RDS atau kematian neonatus. Analisis ini menunjukkan bahwa inhibitor
prostaglandin merupakan obat tokolitik lini pertama karena memiliki tolerabilitas
dan efektivitas yang tinggi pada penundaan persalinan sampai 7 hari. Penundaan
persalinan yang lama pada persalinan prmatur digunakkan untuk pemberian
kortikosteroid antenatal yang penting untuk meningkatkan outcome neonatal.
Inhibitor prostaglandin telah digunakan dengan aman di pertengahan
trimester selama bertahun-tahun. Namun, ada perhatian pada penggunaan setelah
32 minggu usia kehamilan karena risiko penutupan prematur ductus

janin.

Sebuah penelitian retrospektif terhadap 57 bayi dengan ibu yang diobati


indometasin pada atau sebelum 30 minggu menunjukkan tingkat yang lebih tinggi
untuk terjadinya perdarahan intrakranial dan patent ductus arteriosus. Namun,
Review Cochrane untuk obat golongan ini gagal untuk menunjukkan peningkatan
statistik yang signifikan pada efek samping obat terhadap outcome neonatal.
Karena analisis penelitian ini terbatas pada penelitian dengan usia kehamilan
antara 28 minggu sampai 32 minggu, kombinasi dari tolerabilitas dan efikasi
membuat inhibitor prostaglandin tampaknya menjadi terapi lini pertama tokolitik.
satu alasan mengapa inhibitor prostaglandin bisa menjadi lebih unggul adalah
proporsi besar kasus persalinan prematur yang berhubungan dengan peradangan
dan infeksi subklinis.
Peneliti menyadari bahwa

terdapat metaanalisis lain, gabungan dengan

analisis keputusan yang dirancang untuk menentukan obat tokolitik lini pertama
yang optimal. Sebuah analisis keputusan oleh Macones et al yang membahas
strategi manajemen persalinan prematur pada usia kehamilan yang berbeda, mulai
dari 32 minggu. Penelitian ini menemukan bahwa pada 32 minggu, tokolitik lebih
unggul dibandingkan tanpa tokolitik atau amniosentesis untuk kematangan paru

janin, pada 34 minggu, tokolisis dan tanpa tokolisis menghasilkan hasil yang
sama; dan pada 36 minggu, tidak ada tokolisis yang digunakkan. Analisis mereka
terfokus pada ritodrin sebagai tokolitik. Sebagaimana ditunjukkan dalam analisis
ini, betamimetics ditemukan memiliki efek samping tertinggi yang menyebabkan
penghentian pengobatan. Mirip dengan Macones et al, peneliti menemukan bahwa
pemberian tokolitik lebih

unggul dibandingkan tanpa tokolitik pada usia

kehamilan 28-32 minggu, tapi juga menilai berbagai obat tokolitik. Sebuah
analisis efektifitas biaya yang dilakukan oleh Ferriols Lisart et al menemukan
bahwa menggunakan ritodrin sebagai obat lini pertama dengan atosiban sebagai
penyelamat merupakan pilihan biaya yang lebih efektif. Sebuah analisis tentang
efektivitas biaya tokolitik dibandingkan dengan kematangan paru janin oleh
Myers et al menemukan bahwa dengan obat tokolitik (model diasumsikan
betamimetik) lebih baik untuk kematangan paru janin di bawah 34 minggu
kehamilan. Meskipun analisis ini berusaha untuk menjawab pertanyaan tentang
pilihan strategi pengobatan, analisis ini melangkah lebih jauh dengan
mempertimbangkan semua pilihan obat tokolitik yang umum digunakan. Selain
itu, analisis ini menggunakkan banyak laporan penelitian terbaru dan beberapa
penelitian dalam bahasa asing tidak digunakkan dalam penelitian terdahulu.
Analisis penelitian ini dibatasi oleh data yang disajikan pada penelitian yang
diperoleh. Kami tidak dapat menggunakan data outcome neonatal untuk beberapa
studi yang tidak menyatakan penggunaan atau tidak menggunakan kortikosteroid
antenatal. Meskipun peneliti mencoba untuk mendapatkan informasi ini, namun
tidak mendapatkannya untuk beberapa percobaan. Keterbatasan ini dapat
mempengaruhi validitas data tentang RDS dan kematian neonatal. Proporsi
terjadinya outcome ini, relatif konsisten antara studi, menunjukkan bahwa data
yang didapatkan untuk RDS dan kematian neonatal merupakan representasi dari
literatur ini. Outcome neonatal adalah titik poin yang diinginkan. Namun, tidak
ada tokolitik yang meningkatkan outcome ini dibandingkan dengan kontrol.
Mungkin jika meta-analisis dilakukan untuk melaporkan outcome untuk
kehamilan kurang dari 28 minggu, yang outcome neonatal lebih lazim, perbedaan
dalam kelas tokolitik mungkin ada. Penelliti tidak mengelompokkan penelitian
dengan penggunaan dosis obat. Meskipun ada variasi dalam terapi, dosis obat dan
jadwal sama dengan dosis dan jadwal yang umum digunakan. Menggunakan

proporsi lebih banyak membantu meminimalkan kontribusi percobaan kecil yang


menggunakan dosis kurang umum. Analisis keputusan ini merupakan model yang
sederhana untuk tolerabilitas dan outcome. Terapi tokolitik mempunyai biaya
yang bervariasi. Anlisis ini tidak menganalisis tentang biaya obat atau biaya
administrasi obat. Sebuah analisis masa depan mungkin memasukkan biaya dari
pilihan terapi dan efek samping dalam model keputusan. penggunaan estimasi
standar untuk berbagai outcome obstetri dan outcome neonatal mempunyai
literatur yang sedikit. Penggunaan outcome kelahiran prematur juga akan
menampilkan pohon keputusan yang lebih rumit.
Analisis ini menyatukan penelitian-penelitian

oleh

individu

dan

mengumpulkan data berdasarkan kelompok pengobatan. Metodologi ini telah


dilaporkan untuk kondisi lain dengan beberapa pilihan pengobatan dan merupakan
pendekatan praktis untuk mengumpulkan data melalui perbandingan intervensi
yang berbeda. Karena menghasilkan odds rasio untuk 16 pasangan yang berbeda
tidak praktis, sehingga tidak ada kelompok "berpasangan" yang menghasilkan odd
rasio untuk outcome. Meta-analisis dengan perbandingan yang tidak langsung
(juga dikenal sebagai metaanalisis multipel terapi atau network meta-analisis)
akan menjadi metode untuk meta-analisis yang tidak mendekonstruksi penelitian.
Sebuah

analisis

perbandingan

tidak

menghasilkan perkiraan yang lebih tepat.

langsung

memiliki

potensi

untuk

VI. KESIMPULAN
Obat tokolitik lebih unggul dibandingkan dengan plasebo atau kontrol
dalam menunda persalinan selama 48 jam dan 7 hari.

Analisis keputusan

menunjukkan bahwa prostaglandin inhibitor merupakan lini pertama obat tokolitik


sebelum 32 minggu kehamilan untuk menunda persalinan selama 48 jam dan 7
hari, sedangkan kalsium channel blocker menjadi lini pertama agen untuk
menunda persalinan sampai 37 minggu kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA
Haas, D.M., Imperiale, T.F., Kirplick, P.R., Klein, R.W., Zollinger T.W.,
Golichowski, A.M. American College of Obstetricians and Gynecologist.
Tocolytic Therapy: A metaanalisis and Decision Analysis. Vol 113 No 3.
2009. 585-94.
Groom KM, Bennett PR. Tocolysis for the Treatment of Preterm Labour A
Clinically Based Review. The Obstetrician & Gynaecologist. 2004.
Cararach V, Palacio M, Martinez S, Deulofeu P, Sanchez M, Cobo T, Coll O.
Nifedipine versus Ritodrine for Suppression of Preterm Labor Comparison
of Their Efficacy and Secondary Effects. European Journal of Obstetrics &
Gynecology and Reproductive Biology. 2006;127:205-08.
Berkman ND, Thorp JM, Lohr KN, Carey TS, Hartmann KE, Gavin NI,
Hasselblad V, Idicula AE. Tocolytic Treatment for the Management of
Preterm Labor: A Review of the Evidence. Am J Obstet Gynecol.
2003;188:1648-59.
Cunningham FG. Kelahiran Preterm. Obstetri Williams. Edisi 21, Jakarta :
Suarez

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006 : 763-808.


RD, Grobman WA, Parilla BV. Indomethacin

Tocolysis

and

Intraventricular Hemorrhage. Department of Obstetrics and Gynecology,


Nothwestern Memorial Hospital. Chicago, Illinois. 2001; 97:921-25.
Berkman ND, Thorp JM, Lohr KN, Carey TS, Hartmann KE, Gavin NI,
Hasselblad V, Idicula AE. Tocolytic Treatment for the Management of
Preterm Labor: A Review of the Evidence. Am J Obstet Gynecol.
2003;188:1648-59.
Sakai M, Tanebe K, Sasaki Y, Momma K, Yoneda S, Saaito S. Evaluation of the
Tocolytic Effect of A Selective Cyclooxygenase-2 Inhibitor in A Mouse
Model of Lipopolysaccharide-Induced Preterm Delivery. Molecular
Human Reproduction. 2001;7:595-602.
Tan TC, Devendra K, Tan LK, Tan HK. Tocolytic Treatment for the Management
of Preterm Labour: A Systematic Review. Singapore Med J. 2006.
Papatsonis NM, Lok AR, Bos JM, Geijn HP, Dekker GA. Calcium Channel
Blockers in the Management of Preterm Labor and Hypertension in
Pregnancy. European Journal of Obstetrics
Reproductive Biology. 2001;97:122-40.

& Gynecology and

Reinheimer TM, Bee WH, Resendez JC, Meyer JK, Haluska GJ, Chellman GJ.
Barusiban A New Higly Potent and Long-Acting Oxytocin Antagonist:
Pharmacokinetic and Pharmacodynamic Comparison with Atosiban an A
Cynomolgus Monkey Model of Preterm Labor. The Journal of Clinical
Endocrinology & metabolism 90. 2005;4:2275-81.

Anda mungkin juga menyukai