Disusun oleh:
1. Adrian Nugraha Putra
2. Hikmah Faridah
3. Pratiwi Eka Rahmawati
G1A211001
G1A211002
0920221186
Pembimbing
dr. Sjafril Sanusi, Sp.OG
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Jurnal reading:
TERAPI TOKOLITIK : META ANALISIS DAN ANALISIS KEPUTUSAN
Disusun oleh:
1. Adrian Nugraha Putra
2. Hikmah Faridah
3. Pratiwi Eka Rahmawati
G1A211001
G1A211002
0920221186
Desember 2011
Pembimbing,
I.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kelahiran prematur didefinisikan sebagai kelahiran sebelum usia
kehamilan mencapai 37 minggu dan merupakan penyebab terbanyak
morbiditas dan mortalitas neonatal di Amerika Serikat serta menghabiskan
sekitar 35% biaya pelayanan kesehatan balita di Amerika Serikat. Di
Amerika Serikat, sekitar 12,7% bayi dilahirkan prematur, dengan total
lebih dari setengah juta kelahiran pada tahun 2005.
Kelahiran prematur tidak hanya berisiko pada bayi melainkan juga
pada ibunya. Untuk mengurangi risiko tersebut maka dilakukan penundaan
persalinan selama mungkin. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat
rendah, penundaan persalinan selama 1 minggu dapat menurunkan angka
mortalitas neonatal sebesar 30% dan memungkinkan untuk merujuk ibu ke
pelayanan kesehatan tersier yang memiliki perawatan intensif untuk neonatal
dan juga untuk melakukan pemberian kortikosteroid selama kehamilan untuk
pematangan paru janin.
Obat tokolitik digunakan untuk menunda persalinan prematur.Namun
tidak ada satupun jenis obat tokolitik yang di jadikan sebagai pilihan utama
untuk menunda persalinan. Sejumlah risiko dan manfaat bagi ibu dan janin
dari pemberian tokolitik harus dipertimbangkan.
Jenis-jenis obat tokolitik yang ada pada saat ini bermacam-macam
diantaranya adalah golongan betamimetik (ritodrin, terbutalin, salbutamol,
fenoterol, hexoprenaline, isoxsuprine dan nydrilin), Ca Channel Blocker
(nifedipin dan nicardipin), antagonis reseptor oksitosin (atosiban), inhibitor
prostaglandin
(indometasin,
sulindac,
nimesulide,
ketorolac,
asam
mefenamat, rofecoxib dan celecoxib) dan nitrat (nitro gliserin dan gliseril
trinitrate).
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh David dkk (2009) adalah
untuk mengetahui jenis obat tokolitik yang optimal sebagai terapi lini pertama
untuk ibu dan outcome neonatal berdasarkan literatur yang telah ada. Obat
yang paling optimal merupakan perpaduan antara tolerabilitas yang tinggi dan
memiliki proporsi tertinggi dalam menunda persalinan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Sub grup dari obat-obat tokolitik bekerja dengan cara yang berbeda-beda
untuk menghambat terjadinya kontraksi uterus, ini terjadi melalui mekanisme
persalinan yang spesifik (antagonis oksitosin, penghambat prostaglandin) atau
melalui aksi non spesifik pada kontraktilitas sel ( agonis, magnesium sulfat dan
penghambat kalsium).
Pertimbangan untuk memberikan terapi tokolitik pada wanita yang pernah
mengalami persalinan prematur ketika ada perlunya untuk menunda persalinan
prematur seperti :
1.
2.
A. Agonis
Agonis beta merupakan obat yang sering digunakan dan terbukti efektif
menurunkan terjadinya persalinan dalam 24, 48 jam dan 7 hari terapi
dibanding plasebo. Agonis adalah golongan tokolitik yang secara struktur
sama dengan katekolamin endogen, epinefrin dan nor-epinefrin. Obat ini
bekerja dengan merangsang reseptor adrenergik pada uterus. Isoxuprine
adalah obat pertama dari golongan ini yang digunakan sebagai tokolitik
kurang lebih 45 tahun yang lalu. Terbutalin dan Ritodrin sekarang yang paling
banyak digunakan sebagai tokolitik pada golongan ini di Amerika Serikat
dibandingkan dengan Hexoprenalin, Fenoterol, Salbutamol dan lain-lain,
tetapi hanya Ritodrin yang direkomendasikan oleh FDA sebagai tokolitik dari
golongan ini. Ritodrin dan Terbutalin dieksresi melalui urin setelah
dimetabolisme di hati.
Ritodrin dan Terbutalin diketahui dapat menembus plasenta dengan cepat
dan menginduksi stimulasi Adrenergik pada fetus. Konsentrasi pada fetus
30% lebih rendah dibanding dengan konsentrasi maternal setelah 2 jam
pemberian secara intra vena, tetapi menjadi sama setelah periode yang lebih
lama. Pada pemberian yang konstan melalui intravena Ritodrin dan Terbutalin
akan mencapai dosis terapi dengan waktu paruh 6-9 menit. Setelah pemberian
intravena tidak dilanjutkan waktu paruhnya meningkat mencapai 2,5 jam.
Pada pemberian intramuskuler konsentrasi optimal Ritodrin dicapai dalam
waktu 10 menit dan menurun sebanyak 50% dalam 2 jam. Terbutalin secara
cepat diabsorbsi dengan pemberian subkutan 0,25mg dengan waktu paruh 7
menit. Pemberian oral Ritodrin pada jarak yang optimal akan terjadi
penurunan 20% dalam 4 jam pada konsentrasi plasma.
Kontraindikasi penggunaan agonis antara lain:
1. Maternal :
Penyakit jantung
Diabetes melitus yang tidak terkontrol
PEB dan eklampsia
Hipertiroid
Perdarahan ante partum
2. Fetal :
Gawat janin
Korioamnionitis
Janin mati
IUGR
B. Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAIN)
Prostaglandin sebagai salah satu pencetus proses persalinan (kontraksi
uterus) yang penting maka para peneliti menganggap bahwa prostaglandin
synthetase inhibitor dalam hal ini Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
dapat digunakan sebagai tokolitik. Salah satu obat-obat golongan ini yang
dapat dipakai tokolitik adalah Indomethacin.
OAINS bekerja primer sebagai penghambat
cyclooxygenase.
Indomethacin adalah obat dari golongan ini yang memiliki potensi untuk
digunakan sebagai tokolitik. Obat ini dimetabolisme di hati dan diekskresi
melalui urin. Indomethacin secara cepat dapat menembus plasenta, dalam 2
jam kadar dalam darah bayi 50% dari kadar dalam darah ibu dan akan
menjadi sama dalam 6 jam. Waktu paruh indomethacin pada fetus adalah 14,7
jam yang lebih lama dibanding pada ibu yang hanya 2,2 jam, hal inilah yang
dapat mengakibatkan gangguan hati ada fetus.
Indomethacin dapat dapat diberikan peroral atau peranal, dosis yang
digunakan sebagai terapi pada persalinan prematur adalah 150-300 mg/hari,
dengan dosis awal adalah 100-200 mg peranal atau 50-100 mg peroral dan
kemudian 25-50 mg setiap 4-6 jam. Setelah pemberian dosis awal kadar
optimal dicapai dalam 1-2 jam yang dapat dicapai oleh pemberian dengan
cara peranal. Indomethacin dikontraindikasikan untuk ibu-ibu yang menderita
kerusakan ginjal, hati, asma, oligohidramnion, ulkus peptikum dan alergi.
C. Magnesium Sulfat (MGSO4)
MgSO4 sudah lama dikenal dan dipakai sebagai anti kejang pada
penderita preeklamsia sebagai anti kejang yang juga bersifat sebagai tokolitik.
Di Amerika Serikat obat ini dipakai sebagai obat tokolitik utama karena
murah, mudah cara pemakaiannya dan resiko terhadap sistem kardiovaskuler
yang rendah serta hanya menghasilkan efek samping yang minimal terhadap
ibu, janin dan neonatal. Kerugian terbesar yang signifikan dari penggunaan
magnesium sulfat sebagai obat tokolitik adalah harus diberikan secara
parenteral. Hall (1959) pada pengamatannya menemukan terjadinya
hambatan kontraksi uterus hampir komplit pada kadar serum MgSO4 antara
8-10 mEq/l. Rusu (1966) adalah orang pertama yang memakai MgSO4
sebagai tokolitik dan Kiss dan Szoke (1975) melaporkan penggunaan MgSO4
intravena sebagai tokolitik.
Jumlah total magnesium dalam tubuh manusia adalah 24gr yang sebagian
besar terdapat pada tulang dan ruang intraseluler dan hanya 1% pada
ekstraseluler. Konsentrasi magnesium pada serum wanita normal berkisar
antara 1,83 mEq/l dan turun menjadi 1,39 mEq/l pada wanita hamil.
Magnesium dikeluarkan dari tubuh melalui ginjal oleh karena itu konsentrasi
magnesium plasma ditentukan oleh jumlah pemberian melalui infus dan
kecepatan
filtrasi
glomerulus.
MgSO4 mempunyai
dua cara
yang
tidak hamil. Pada saat ini obat ini juga diketahui memiliki peran di bidang
obstetri dan ginekologi khususnya pada penanganan persalinan prematur.
Obat ini populer karena murah, mudah penggunaannya dan sedikit
insiden terjadinya efek samping. Obat ini terbukti menjadi obat tokolitik yang
efektif baik ketika dibandingkan dengan plasebo atau obat-obat lainnya.
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa efektivitas obat ini sama dengan
ritodrin dalam mencegah persalinan prematur.
Nifedipin diabsorbsi cepat di saluran pencernaan setelah pemberial oral
ataupun sublingual. Konsentrasi maksimal pada plasma umumnya dicapai
setelah 15-90 menit setelah pemberian oral, dengan pemberian sublingual
konsentrasi dalam plasma dicapai setelah 5 menit pemberian. Lama kerja obat
pada pemberian dosis tunggal dapat sampai 6 jam dan tidak terjadi efek
komulatif pada pemberian oral setiap 6 jam. Absorpsi secara oral tergantung
dari keasaman lambung. Nifedipine dimetabolisme di hepar, 70-80% hasil
metabolismenya dieksresikan ke ginjal dan sisanya melalui feses.
Dosis nifedipine untuk terapi pada persalinan prematur pada percobaan
klinik bervariasi. Dosis inisial 30mg per oral atau 30mg ditambah 20mg
peroral dalam 90 menit atau 10mg sublingual setiap 20 menit, dengan diikuti
oleh 4 dosis tambahan sebanyak 20mg peroral setiap 4-8 jam untuk terapi
tokolitik. Sebagai dosis perawatan 10-20mg setiap 4-12 jam. Pemberian
nifedipine dikontraindikasikan untuk penderita penyakit hati dan hipotensi.
E. Antagonis oksitosin
Antagonis oksitosin salah satu contohnya adalah atosiban dapat menjadi
obat tokolitik di masa depan. Obat ini merupakan alternatif menarik terhadap
obat-obat tokolitik saat ini karena spesifisitasnya yang tinggi dan kurangnya
efek samping terhadap ibu, janin atau neonatus. Atosiban adalah obat sintetik
baru pada golongan obat ini dan telah mendapat izin penggunaannya sebagai
tokolitik di Eropa. Atosiban menghasilkan efek tokolitik dengan melekat
secara kompetitif dan memblok reseptor oksitosin.
Atosiban ({1-deamino-2-D-Tyr(Oet)-4-Thr-8-Orn}-oxytosin)
adalah
Penelitian yang dilakukan oleh David dkk (2009) ini telah disetujui oleh
Universitas Indiana-Universitas Purdue Indianapolis-Badan Tinjauan Clarian.
Penelitian ini menggunakan Quality of Reporting of Meta-analyses (QUOROM)
sebagai pedoman untuk melakukan analisis. QUOROM menyediakan standar
pendekatan untuk melakukan dan pelaporan meta analisis.
David dkk (2009) mencari database terkomputerisasi dengan menggunakan
kata kunci persalinan prematur, tokolitik, dan Persalinan obstetrik,
prematur. Data dicari pada database literatur kedokteran/kesehatan yaitu
MEDLINE (data dari tahun 1950-2009), MEDLINE in Process (data bulan Januari
2008), EMBASE (1988-2008), The Cochrane Database of Clinical Trials
(triwulan ke 4 tahun 2007) dan CINAHL (1982-2008). Penelitian ini membatasi
pencarian untuk artikel laporan uji acak terkendali (randomized controlled trials)
pada manusia. Data uji coba yang ganda tidak dimasukkan sebagai data. Pencarian
data dimulai pada bulan Januari tahun 2008. Untuk memastikan kelengkapan data,
peneliti merujuk silang hasil pencariannya dengan Cochrane Reviews mengenai
pengobatan tokolitik. Data tesebut kemudian dibaca abstraknya dan kemudian
diperoleh artikel dari abstrak yang tadi dibaca. Artikel tersebut ditelaah oleh 2
orang penulis (D.H dan P.K.) yang membaca artikel tersebut dan data diambil dari
artikel yang memenuhi kriteria penelitian. Jika terjadi perbedaan pendapat antara
dua penulis, diselesaikan dengan dilakukan konsensus. Untuk abstrak pada artikel
yang tidak berbahasa Inggris dan datanya relevan maka diambil teks secara
keseluruhan dari abstrak tersebut kemudian diterjemahkan untuk pengambilan
data. Terdapat 6 artikel yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris yaitu (3
artikel dalam bahasa Cina, dan masing-masing 1 artikel dalam bahasa Perancis,
Jerman
dan
tidak digunakan
Spanyol).
Jika
karena tidak
yang
cukup
diterbitkan hanya
abstrak saja
informasi
melakukan analisis
untuk
maka
kuantitatif.
Peneliti menyertakan artikel randomized control trials yang mengemukakan
perbandingan antara pemberian jenis obat tokolitik yang berbeda atau antara
pemberian pengobatan tokolitik dengan plasebo atau perawatan biasa. Peneliti
lain, David dkk berasumsi bahwa obat tersebut dianggap tidak efektif untuk
dijadikan sebagai terapi lini pertama. Setelah toleransi obat, cabang selanjutnya
adalah hasil klinis (penundaan persalinan untuk 48 jam, RDS, dan lain-lain).
Sebuah analisis probablitias dilakukan untuk membandingkan seberapa sering
terapi dipilih.
Bagan 1 di bawah ini menggambarkan pohon keputusan yang berisi
kemungkinan untuk penundaan persalinan sekurang-kurangnya dalam waktu 48
jam setelah diberikan obat tokolitik.
Observasi/
Plasebo
Toleransi
Tidak sampai
48 Jam
Intoleransi
Pilihan
Terapi
Betamimetik
Penundaan
Selama 48 Jam
Toleransi
Intoleransi
Toleransi
Ca Channel
Blocker
Penundaan
Selama 48 Jam
Berhasil
Tidak sampai
48 Jam
Gagal
Gagal
Penundaan
Selama 48 Jam
Gagal
Magnesium
Sulfat
Antagonis
Gagal
Gagal
Tidak sampai
48 Jam
Intoleransi
Berhasil
Bagan 1. Pohon keputusan untuk wanita dengan usia kehamilan antara 28 minggu
Oksitosin
sampai usia kehamilan 33 minggu dengan persalinan prematur. Pohon keputusan
meliputi pilihan obat-obat tokolitik. Peluang cabang pertama adalah intoleransi
Inhibitor
yang membutuhkan penghentian pengobatan. Peluang yang kedua adalah
Prostaglandin
penundaan persalinan selama 48 jam. Untuk tujuan ilustrasi, hanya 3 obat pertama
saja yang sepenuhnya dibuat cabang. Untuk yang lainnya mengikuti seperti yang
sebelumnya.
Berhasil
Gagal
IV. HASIL
N=2579
N= 136
Kriteria inklusi:
Wanita Hamil Dengan
Kriteria eksklusi: N=78
Persalinan Prematur
Tidak di uji klinis randomisasi
Uji randomisasi klinis
=9
membandingkan 2 jenis obat
salah populasi pasien = 7
atau satu obat dengan plasebo
salah pengobatan = 10
Jumlah
proporsi
dan tiap hasil penelitian (outcome)
menggunakan
atautotal
pelayanan
standar
salah mengukur
hasil = 10
alokasi skor berdasarkan A
kombinasi
terapi
7
interval kepercayaan
95% yang dapat dilihat pada tabel 2 dan bagan 3.= Semua
atau B
tidak sesuai EGA = 7
Rata-rata
obat tokolitik
lebih estimasi
superiorusia
dibanding kelompok plasebousia
ataukehmilan
kelompok
kontrolatau
33 minggu
kehamilan (EGA) antara 28-33
lebih = 5
untuk menunda
kelahiran dalam waktu sedikitnya 48 jam dan
hari. Walaupun
minggu
usia7kehamilan
kurang dari 28
Rata-rata EGA tidak berbeda
minggu = 2
signifikan
alokasi skor C
abstrak diterbitkan namun tidak
mendapat artikel penuh = 12
tinjauan Cochrane dikutip
uji klinis randomisasi
pribadi =3
dengan informasi yang
bisa digunakan dimasukan
kedalam meta analisis
Bagan 2. Ringkasan tahapan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian untuk meta
analisis, RCT, EGA
demikian, tidak ada satupun obat-obatan tersebut yang secara statistik lebih
superior dibanding dengan kelompok plasebo untuk menunda kelahiran sampai
usia kehamilan 37 minggu. Interval kepercayaan 95% untuk bayi dengan
Respiratory Distress Syndrome (RDS) bertumpang tindih (overlapped) dengan
kelompok kontrol atau plasebo terhadap semua obat-obatan tokolitik, meskipun
tumpang tindih obat betamimetik dan penghambat prostaglandin hanya minimal.
Dari bagan 3, dapat dilihat bahwa laju kematian neonatus rendah dan tidak
signifikan diantara kelompok pengobatan. Proporsi wanita yang mengalami efek
samping yaitu tidak dapat melanjutkan pengobatan hasilnya sama di semua
kelompok pengobatan kecuali kelompok betamimetik yang secara signifikan
menimbulkan efek samping yang lebih besar untuk tidak melanjutkan pengobatan.
Tabel 2. Persentase Obat Tokolitik Berdasarkan Efikasi dan Toksisitas
V.
PEMBAHASAN
Untuk menentukan obat tokolitik yang akan digunakan sebagai obat lini
pertama merupakan keputusan yang sulit bagi dokter.Analisis kuantitatif ini
menunjukkan bahwa semua obat tokolitik lebih unggul dibandingkan plasebo
pada penundaan persalinan selama 48 jam dan 7 hari, meskipun tidak dapat
menunda persalinan sampai 37 minggu. Tidak ada perbedaan yang signifikan
untuk RDS atau kematian neonatus. Analisis ini menunjukkan bahwa inhibitor
prostaglandin merupakan obat tokolitik lini pertama karena memiliki tolerabilitas
dan efektivitas yang tinggi pada penundaan persalinan sampai 7 hari. Penundaan
persalinan yang lama pada persalinan prmatur digunakkan untuk pemberian
kortikosteroid antenatal yang penting untuk meningkatkan outcome neonatal.
Inhibitor prostaglandin telah digunakan dengan aman di pertengahan
trimester selama bertahun-tahun. Namun, ada perhatian pada penggunaan setelah
32 minggu usia kehamilan karena risiko penutupan prematur ductus
janin.
analisis keputusan yang dirancang untuk menentukan obat tokolitik lini pertama
yang optimal. Sebuah analisis keputusan oleh Macones et al yang membahas
strategi manajemen persalinan prematur pada usia kehamilan yang berbeda, mulai
dari 32 minggu. Penelitian ini menemukan bahwa pada 32 minggu, tokolitik lebih
unggul dibandingkan tanpa tokolitik atau amniosentesis untuk kematangan paru
janin, pada 34 minggu, tokolisis dan tanpa tokolisis menghasilkan hasil yang
sama; dan pada 36 minggu, tidak ada tokolisis yang digunakkan. Analisis mereka
terfokus pada ritodrin sebagai tokolitik. Sebagaimana ditunjukkan dalam analisis
ini, betamimetics ditemukan memiliki efek samping tertinggi yang menyebabkan
penghentian pengobatan. Mirip dengan Macones et al, peneliti menemukan bahwa
pemberian tokolitik lebih
kehamilan 28-32 minggu, tapi juga menilai berbagai obat tokolitik. Sebuah
analisis efektifitas biaya yang dilakukan oleh Ferriols Lisart et al menemukan
bahwa menggunakan ritodrin sebagai obat lini pertama dengan atosiban sebagai
penyelamat merupakan pilihan biaya yang lebih efektif. Sebuah analisis tentang
efektivitas biaya tokolitik dibandingkan dengan kematangan paru janin oleh
Myers et al menemukan bahwa dengan obat tokolitik (model diasumsikan
betamimetik) lebih baik untuk kematangan paru janin di bawah 34 minggu
kehamilan. Meskipun analisis ini berusaha untuk menjawab pertanyaan tentang
pilihan strategi pengobatan, analisis ini melangkah lebih jauh dengan
mempertimbangkan semua pilihan obat tokolitik yang umum digunakan. Selain
itu, analisis ini menggunakkan banyak laporan penelitian terbaru dan beberapa
penelitian dalam bahasa asing tidak digunakkan dalam penelitian terdahulu.
Analisis penelitian ini dibatasi oleh data yang disajikan pada penelitian yang
diperoleh. Kami tidak dapat menggunakan data outcome neonatal untuk beberapa
studi yang tidak menyatakan penggunaan atau tidak menggunakan kortikosteroid
antenatal. Meskipun peneliti mencoba untuk mendapatkan informasi ini, namun
tidak mendapatkannya untuk beberapa percobaan. Keterbatasan ini dapat
mempengaruhi validitas data tentang RDS dan kematian neonatal. Proporsi
terjadinya outcome ini, relatif konsisten antara studi, menunjukkan bahwa data
yang didapatkan untuk RDS dan kematian neonatal merupakan representasi dari
literatur ini. Outcome neonatal adalah titik poin yang diinginkan. Namun, tidak
ada tokolitik yang meningkatkan outcome ini dibandingkan dengan kontrol.
Mungkin jika meta-analisis dilakukan untuk melaporkan outcome untuk
kehamilan kurang dari 28 minggu, yang outcome neonatal lebih lazim, perbedaan
dalam kelas tokolitik mungkin ada. Penelliti tidak mengelompokkan penelitian
dengan penggunaan dosis obat. Meskipun ada variasi dalam terapi, dosis obat dan
jadwal sama dengan dosis dan jadwal yang umum digunakan. Menggunakan
oleh
individu
dan
analisis
perbandingan
tidak
langsung
memiliki
potensi
untuk
VI. KESIMPULAN
Obat tokolitik lebih unggul dibandingkan dengan plasebo atau kontrol
dalam menunda persalinan selama 48 jam dan 7 hari.
Analisis keputusan
DAFTAR PUSTAKA
Haas, D.M., Imperiale, T.F., Kirplick, P.R., Klein, R.W., Zollinger T.W.,
Golichowski, A.M. American College of Obstetricians and Gynecologist.
Tocolytic Therapy: A metaanalisis and Decision Analysis. Vol 113 No 3.
2009. 585-94.
Groom KM, Bennett PR. Tocolysis for the Treatment of Preterm Labour A
Clinically Based Review. The Obstetrician & Gynaecologist. 2004.
Cararach V, Palacio M, Martinez S, Deulofeu P, Sanchez M, Cobo T, Coll O.
Nifedipine versus Ritodrine for Suppression of Preterm Labor Comparison
of Their Efficacy and Secondary Effects. European Journal of Obstetrics &
Gynecology and Reproductive Biology. 2006;127:205-08.
Berkman ND, Thorp JM, Lohr KN, Carey TS, Hartmann KE, Gavin NI,
Hasselblad V, Idicula AE. Tocolytic Treatment for the Management of
Preterm Labor: A Review of the Evidence. Am J Obstet Gynecol.
2003;188:1648-59.
Cunningham FG. Kelahiran Preterm. Obstetri Williams. Edisi 21, Jakarta :
Suarez
Tocolysis
and
Reinheimer TM, Bee WH, Resendez JC, Meyer JK, Haluska GJ, Chellman GJ.
Barusiban A New Higly Potent and Long-Acting Oxytocin Antagonist:
Pharmacokinetic and Pharmacodynamic Comparison with Atosiban an A
Cynomolgus Monkey Model of Preterm Labor. The Journal of Clinical
Endocrinology & metabolism 90. 2005;4:2275-81.