Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS

P3A0, 29 TAHUN, POST SECTIO CAESAREA TRANSPERITONEAL


PROFUNDA (SCTP) ATAS INDIKASI GAGAL VAKUM EKSTRAKSI DAN
FETAL DISTRESS

Disusun oleh:
1. Adrian Nugraha Putra
2. Hikmah Faridah
3. Pratiwi Eka Rahmawati

G1A211001
G1A211002
0920221186

Pembimbing
dr. Hendro Boedhi H, Sp.OG

JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2011

LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Kasus:
P3A0, 29 Tahun, Post Sectio Caesarea Transperitoneal Profunda (SCTP) Atas
Indikasi Gagal Vakum Ekstraksi dan Fetal Distress

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian


Kepaniteraan Klinik Senior Di Bagian Ilmu Penyakit Obstetri dan Ginekologi
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh:
1. Adrian Nugraha Putra
2. Hikmah Faridah
3. Pratiwi Eka Rahmawati

G1A211001
G1A211002
0920221186

Disetujui dan disahkan


Pada tanggal,

Desember 2011

Pembimbing,

dr. Hendro Boedhi H, Sp.OG

I.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fetal Distress
Gawat janin (fetal distress) adalah respon kritis janin terhadap stres.
Keadaan ini menyiratkan bahwa mekanisme fisiologis sudah terlampaui dan
telah terjadi atau hampir terjadi perubahan patologis yang mempengaruhi
fungsi organ vital hingga terjadi trauma sesaat atau permanen ataupun
kematian (Benson dan Pernoll, 2009).
Gawat janin diperlihatkan dengan denyut jantung janin tidak teratur,
denyut jantung janin < 100 atau > 160 kali per menit ketika tidak ada kontraksi
uterus, keluarnya mekonium pada presentasi kepala (Oxorn dan forte, 2010).
B. Vakum Ekstraksi (Kristanto, 1999)
1. Definisi
Suatu tindakan bantuan persalinan dimana janin dilahirkan dengan
ekstraksi menggunakan tekanan negatif dengan alat vakum (negative
pressure vacuum extractor) yang dipasang di kepalanya.
Prinsip : Keadaan yang memerlukan pertolongan persalinan kala II yang
dipercepat, karena jika terlambat dapat membahayakan ibu dan janin.
2. Bagian ekstraktor vakum
a. Mangkuk (Cup)
Digunakan untuk membuat kaput suksadenum buatan sehingga
mangkuk dapat mencekam kepala janin. Mangkuk umumnya
berdiameter 4 cm 6 cm. Pada punggung mangkuk terdapat :
- Tonjolan berlubang tempat insersi rantai penarik
- Tonjolan berlubang yang menghubungkan rongga mangkuk dengan
-

pipa penghubung
Tonjolan landai sebagai tanda utnuk titik penunjuk kepala janin
(point of direction)

b. Rantai penghubung
Terbuat dari logam dan berfungsi menghubungkan mangkuk dengan
pemegang.
c. Pipa penghubung

Terbuat dari karet atau plastic yang lentur yang tidak akan berkerut
oleh tekanan negatif. Berfungsi sebagai penghubung tekanan negatif
mangkuk dengan botol.
d. Botol
Merupakan tempat cadangan tekanan negatif dan tempat penampungan
cairan yang mungkin ikut tersedot (air ketuban, lendir serviks, verniks
kaseosa, darah dan lain-lain). Pada botol ini, terdapat tutup yang
mempunyai tiga saluran :
- Saluran manometer
- Saluran menuju ke mangkuk
- Saluran menuju ke pompa penghisap
e. Pompa penghisap
Dapat berupa pompa penghisap manual maupun listrik
f. Pemegang

Gambar 1. Vakum Ekstraktor

3. Indikasi
a. Ibu Eklampsia ; Pre eklampsia berat ; Penyakit jantung, paruparu,& penyakit sistem berat ; Bekas perlukaan dinding rahim (Caesar,
miomektomi, histerektomi) ; Edema vulva ; Ibu dalam keadaan lemah
untuk mengejan
b. Janin Gawat janin (masih kontroversial) ; Tangan / kaki
menumbung ; Presentasi ganda ; Tali pusat menumbung
c. Obstetri Deep Transverse Arrest, Persistent Occiput Posterior
Persistent ; Kala II lebih dari 5 jam
4. Mnemonic Ekstraksi Vakum
a. Assistants (untuk persalinan dan resusitasi bayi) dan Analgetics
(dilakukan anastesi infiltrasi di daerah sekitar perineum)
b. Bladder yaitu kandung kemih dikosongkan terlebih dahulu

c. Cervix yaitu pembukaan harus lengkap


d. Determined yaitu posisi, station, dan kecukupan ukuran panggul.
Singkirkan kemungkinan distosia bahu.
e. Equipment. Mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk ekstraksi
vakum (cup vakum, pompanya, pipanya dan cek tekanannya)
f. Fontanelle. Pada saat melakukan traksi, maka posisi cup harus
menjauhi ubun-ubun besar, dan mendekati ubun-ubun kecil
g. Gentle Traction. Hanya boleh menarik saat ada kontraksi.
h. Halt yaitu Menghentikan vakum ekstraksi jika tidak ada kemajuan
dengan 3 traksi, vakum lepas 3x, dan tidak ada kemajuan yang
signifikan setelah 30 menit dilakukan persalinan pervaginam
i. Incission. Episiotomi untuk mencegah robekan perineum
j. Jaw. Lepaskan vacuum ketika jepitan sudah tergapai atau yakin apabila
kepala sudah lahir.
5. Kontraindikasi
Disproporsi sefalopelvik, Letak sungsang, Presentasi muka, Ruptur uteri
membakat, Keadaan dimana ibu tidak boleh mengejan (Penyakit jantung
berat, preeklampsia berat, asma berat)
6. Syarat
a. Janin aterm
b. Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi)
c. Pembukaan serviks sudah lengkap / > 7 (multigravida)
d. Kepala janin sudah engaged
e. Selaput ketuban sudah pecah, atau jika belum dipecahkan
f. Harus ada kontraksi uterus (his) dan tenaga mengejan ibu
7. Teknik Pelaksanaan
- Pasien dalam posisi litotomi
- Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring
- Pasang mangkuk dengan tonjolan penunjuk dipasang di atas titik
-

penunjuk kepala janin (POD)


Dilakukan penghisapan dengan tekanan negatif -0,2 kg/cm2, kemudian
dinaikkan -0,2 kg/cm2, tiap 2 menit sampai mencapai -0,6 sampai -0,8

kg/cm2 dan terbentuk kaput suksadenum artifisial


Periksa dalam apakah ada bagian-bagian lain janin / jalan lahir yang
terjepit /tidak

Saat timbul his, ibu dipimpin untuk mengejan dan mangkuk ditarik
dengan tangan kanan searah dengan arah sumbu panggul, jari-jari

tangan kiri menahan mangkuk supaya tetap melekat pada kepala janin
Setelah suboksiput di bawah simfisis, lakukan episiotomy, tarik ke atas

sampai kepala lahir sambil tangan kiri menahan perineum


Setelah kepala lahir, pentil dibuka untuk menghilangkan tekanan

negatif dan mangkuk dilepas


Janin dilahirkan seperti pada persalinan normal/spontan, plasenta
dilahirkan dengan penanganan aktif kala III

Gambar 2. Teknik Ekstraksi Vakum


8. Ekstraksi vakum dianggap gagal bila :
a. Mangkuk terlepas 3 kali atau lebih. Terlepasnya mangkuk dapat
disebabkan oleh karena :
- Kaput suksadenum buatan tidak terbentuk sempurna
- Ekstraksi terlalu kuat dan atau salah arah
- Adanya jaringan yang terjepit di antara mangkuk dan kepala janin
- Kerja sama antara dua tangan operator tidak baik, meliputi arah
ekstraksi, arah putaran paksi dalam dan koordinasi dengan
pengejanan ibu

Sebab-sebab obstetri, misalnya : disproporsi kepala panggul yang


tidak diketahui sebelumnya, lilitan tali pusat yang erat dan adanya

cincin konstriksi lokal


Bila mangkuk lepas waktu ekstraksi dilakukan, harus diteliti satu
persatu kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan koreksi
b. Dalam waktu 30 menit dilakukan ekstraksi janin belum lahir. Hal ini
berhubungan dengan adanya bukti terjadinya kelainan neurologi janin
akibat ekstraksi vakum yang berlangsung lama
9. Risiko Komplikasi
a. Ibu Perdarahan pasca persalinan ; laserasi jalan lahir ; infeksi
b. Janin Laserasi kulit kepala janin ; Sefal hematom sampai hematom
subdural ; nekrosis kulit kepala yang dapat menyebabkan alopesia ;
fraktur tulang tengkorak ; cedera pada muka janin ; paresis nervus
fasialis

Gambar 3. Trauma

pada Janin akibat

Persalinan dengan

Vakum Ekstraksi

10. Keuntungan dan kerugian ekstraksi vakum dengan forceps


Tabel 1. keuntungan dan kerugian vakum ekstraksi

Keuntungan Ekstraksi Vakum


Kerugian Ekstraksi Vakum
1. Tidak memerlukan narcosis umum
1.Kelainan janin yang tidak segera terlihat
2. Pemasangan
lebih
mudah 2.Tidak dapat digunakan untuk melindungi
(mengurangi bahaya trauma dan

kepala janin preterm

infeksi)
3. Lesi jalan lahir ibu tidak banyak 3.Memerlukan
terjadi

waktu

lebih

lama

untuk

mengakhiri persalinan sehingga pada umunya


tidak dilakukan untuk menolong gawat janin
4.Memerlukan kerja sama dengan ibu yang
bersalin

C. Seksio Sesarea
1. Definisi
a. Seksio sesarea adalah melahirkan janin yang sudah mampu hidup
(beserta plasenta dan selaput ketuban) secara transabdominal melalui
insisi uterus (Benson dan Pernoll, 2009).
b. adalah Suatu persalinan buatan , dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gr (Wiknjosastro, 2005).
2. Indikasi
Seksio sesarea dilakukan jika persalinan pervaginam mengandung risiko
yang lebih besar bagi ibu atau janin dibandingkan seksio sesarea. Indikasi
seksio sesarea adalah sebagai berikut (Kasdu, 2003; Cuningham et al,
2006; Oxorn dan forte, 2010):
a. Indikasi ibu
1) Panggul sempit absolut
2) Cephalopelvic Disproportion/CPD
CPD dalah ketidakseimbangan kepala dan panggul ibu. Disproporsi
sefalo-pelvik mencakup panggul sempit, fetus yang tumbuh
terlampau besar atau adanya ketidakseimbangan relative antara
ukuran kepala bayi dan pelvis (panggul).
3) Plasenta previa totalis
Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian atau
seluruh jalan lahir.
4) Plasenta lepas (Solutio placenta)
Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang terlepas dari dinding
rahim

baik

sebagian

maupun

seluruhnya

dari

tempatnya

berimplantasi sebelum anak lahir. Solusio plasenta bisa terjadi

setiap waktu setelah kehamilan 20 minggu, kebanyakan terjadi


dalam trimester ketiga. Pelepasan plasenta biasanya ditandai dengan
perdarahan yang bisa keluar dari vagina, tetapi bisa juga
tersembunyi dalam rahim, yang dapat membahayakan ibu dan
janinnya. Persalinan dengan seksio sesarea dilakukan untuk
menolong agar janin segera lahir sebelum mengalami kekurangan
oksigen atau keracunan air ketuban dan menghentikan perdarahan
yang mengancam nyawa ibu
5) Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Pada
umumnya dialami ibu yang mengalami persalinan yang berulang
kali, ibu berusia rawan untuk hamil (di atas 35 tahun), dan ibu yang
pernah operasi (operasinya meninggalkan bekas yang menyebabkan
menempelnya plasenta.
6) Prolaps tali pusat
Kelainan pada tali pusat antara lain prolapsus tali pusat (tali pusat
menumbung) pada saat ketuban pecah teraba tali pusat sehingga
menghambat janin untuk turun. Ketika tali pusat turun lebih dulu,
kontraksi persalinan akan menekan bayi ke tali pusat. Akibatnya
bayi kekurangan oksigen selama kontraksi.
7) Disfungsi Uterus
Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasi,
hal ini menyebabkan tidak adanya kekuatan untuk mendorong bayi
keluar dari rahim. Hal ini menyebabkan kemajuannya terhenti sama
sekali, sehingga perlu penanganan dengan seksio sesarea.
8) Ruptura Uteri
Ruptura uteri adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah
terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dengan rongga
peritoneum.
9) Partus tak maju
Partus tak maju berarti bahwa meskipun kontraksi uterus kuat, janin
tidak dapat turun karena faktor mekanis. Partus tak maju dapat
disebabkan oleh karena disproporsi sefalo-pelvik, malpresentase
dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Partus tak maju adalah

persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara, dan


lebih dari 18 jam pada multipara.
10) Pre-eklampsia dan eklampsia (PE/E)
Pre-eklampsia adalah suatu sindrom yang dijumpai pada ibu hamil
di atas 20 minggu ditandai dengan hipertensi dan proteinuria
dengan atau tanpa edema. Eklampsia adalah pre-eklampsia disertai
dengan gejala kejang umum yang terjadi pada waktu hamil, waktu
partus atau dalam 7 hari post partum bukan karena epilepsi.
11) Usia Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau
wanita usia 40tahun ke atas. Pada usia ini seseorang memiliki
penyakit yang beresikomisalnya hipertensi jantung, kencing manis
dan eklamsia.
12) Persalinan sebelumnya dengan operasi
13) Induksi persalinan gagal
b. Indikasi janin
1) Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih, menyebabkan bayi
sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya, pertumbuhan janin yang
berlebihan karena ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus).
2) Kelainan Letak Bayi
a) Letak Sungsang
b) Letak Lintang
3) Fetal distress (gawat janin)
3. Kontraindikasi
Seksio sesarea dilakukan untuk kepentingan ibu dan kepentingan janin,
sehingga tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa, antara lain
apabla: janin sudah meninggal dalam uterus, janin terlalu kecil untuk hidup
diluar kandungan, apabila janin terbukti menderita cacat seperti
hidrosefalus, anensefalus, dan sebagainya.
4. Teknik seksio sesarea
a. Insisi abdomen (Cuningham, 2006)
1) Insisi vertikal
Keuntungan insisi ini adalah insisi lebih cepat.
2) Insisi transversal/lintang
Insisi ini memiliki keunggulan kosmetik.
b. Insisi uterus
1) Seksio Sesarea klasik (corporal)
Insisi pada seksio sesarea jenis ini dibuat pada corpus uteri.
Pembedahan ini lebih mudah dilakukan, namun hanya dilakukan
jika

ada

halangan

untuk

dilakukannnya

seksio

sesarea

transperitonealis profunda (SCTP), misalnya melekat eratnya

uterus pada dinding perut karena seksio sesarea yang sebelumnya,


jika insisi di segmen bawah uterus mengandung bahaya perdarahan
banyak berhubung dengan letak plasenta pada plasenta previa, atau
jika akan dilakukan histerektomi stelah janin lahir (Wiknjosastro,
2005).
Setelah dinding perut dan peritoneum parietal terbuka pada
garis tengah dipasang beberapa kain kasa panjang antara dinding
perut dan dinding uterus untuk mencegah masuknya air ketuban
dan darah ke rongga perut. Dibuat insisi pada bagian tengah korpus
uteri sepanjang 10-12cm dengan ujung bawah di atas batas plika
vesiko uterine. Dibuat lubang kecil pada kantung ketuban untuk
menghisap air ketuban sebanyak mungkin, lubang ini kemudian
dilebarkan dan janin dilahirkan dengan tarikan pada kakinya.
Setelah anak lahir, korpus uteri dapat dikeluarkan dari rongga perut
untuk memudahkan tindakan selanjutnya. Diberi suntikan 10 satuan
oksitosin dalam dinding uterus atau intravena untuk mengusahakan
kontraksi yang baik dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan
secara manual. Jahitan otot uterus dilakukan dalam dua lapisan.
Lapisan pertama terdiri atas jahitan simpul dengan catgut. Jahitan
ini memegang otot uterus. Lapisan kedua terdiri atas jahitan
menerus sehingga luka pada miometrium tertutup rapi. Akhirnya
luka peritoneum pada plika vesiko uterine ditutup dengan jahitan
catgut halus sehingga menutup bekas luka pada miometrium dan,
setelah diamati bahwa uterus berkontraksi baik, dinding perut
ditutup dengan cara biasa (Wiknjosastro, 2005).
2) Seksio Sesarea transperitonealis profunda (SCTP).
Pembedahan yang dewasa ini banyak dilakukan ialah SCTP,
dengan insisi di segmen bawah uterus. Keuntungan pembedahan ini
antara lain perdarahan lebih sedikit, bahaya peritonitis tidak besar,
parut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur di kemudian
hari tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus
tidak banyak melakukan kontraksi seperti pada korpus uteri,
sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna (Wiknjosastro, 2005).

Dauer kateter dipasang dan wanita berbaring dalam letak


trendelenburg ringan. Diinsisi pada dinding perut pada garis tengah
dari simfisis sampai beberapa sentimeter di bawah pusat. Setelah
peritoneum dibuka, dipasang spekulum perut, dan lapangan operasi
dipisahkan dari rongga perut dengan satu kain kasa panjang atau
lebih. Peritoneum pada dinding uterus depan dan bawah dipegang
dengan pinset, plika vesiko uterine dibuka dan insisi ini diteruskan
melintang jauh ke lateral, kemudian kandung kencing dengan
peritoneum di depan uterus didorong ke bawah dengan jari. Pada
segmen bawah uterus, yang sudah tidak ditutup lagi oleh
peritoneum serta kandung kencing dan yang biasanya menipis,
diadakan insisi melintang selebar 10 cm dengan ujung kanan dan
kiri agak melengkung ke tasa untuk menghindari terbukanya
cabang-cabang arteri uterine. Di tengah-tengah, insisi diteruskan
sampai dinding uterus terbuka dan ketuban tampak, kemudian luka
yang terakhir ini dilebarkan dengan gunting berujung tumpul
mengikuti sayatan yang sudah dibuat terlebih dahulu. Ketuban
dipecahkan dan air ketuban yang keluar dihisap. Spekulum perut
diangkat dan tangan dimasukkan ke dalam uterus di belakang
kepala janin dan memegang kepala dari belakang dengan jari-jari
tangan penolong, diusahakan lahirnya kepala melalui lubang insisi.
Sesudah kepala janin, badan terus dilahirkan muka dan mulut
dibersihkan, tali pusat dipotong dan bayi diserahkan kepada
penolong untuk dibersihkan (Wiknjosastro, 2005).
Sekarang diberi suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding
uterus atau intravena untuk mengusahakan kontraksi yang baik.
Pinggir luka insisi dipegang dengan beberapa cunam ovum, dan
plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual. Jahitan
otot uterus dilakukan dalam dua lapisan. Lapisan pertama terdiri
atas jahitan simpul dengan catgut. Jahitan ini memegang otot
uterus. Lapisan kedua terdiri atas jahitan menerus sehingga luka
pada miometrium tertutup rapi. Akhirnya luka peritoneum pada
plika vesiko uterine ditutup dengan jahitan catgut halus sehingga

menutup bekas luka pada miometrium dan, setelah diamati bahwa


uterus berkontraksi baik, dinding perut ditutup dengan cara biasa.
(Wiknjosastro, 2005)

3) Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi (cecarean hysterektomy)


Operasi seksio sesarea / histerektomi dilakukan secara histerektomi
supravaginali untuk menyelamatkan jiwa ibu dan janin dengan
indikasi:
a. Seksio sesarea disertai infeksi berat
b.Seksio sesarea dengan atonia uteri dan perdarahan
c. Seksio disertai solusio plasenta
d.Seksio yang disertai mioma uteri
e. seksio yang disertai dengan plasenta akreta
5. Komplikasi (Wiknjosastro, 2005)
1) Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau bersifat berat seperti sepsis,
peritonitis. Bahaya infeksi diperkecil dengan pemberian antibiotika.
2) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteri uterina ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
3) Komplikasi lain
Seperti luka pada vesiko urinaria.
4) Komplikasi yang baru tampak kemudian
Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri, terutama setelah seksio sesarea
klasik.

II.
A. Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan Terakhir
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Status
Pekerjaan
Nama Suami
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
Alamat
Agama
Tanggal masuk RSMS
Tanggal periksa
No.CM
B. Anamnesis

LAPORAN KASUS

: Ny. S
: 29 tahun
: Perempuan
: SD
: Paguyungan Brebes
: Islam
: Jawa
: Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: Tn. D
: 30 tahun
: Laki-Laki
: SD
: Buruh
: Paguyungan Brebes
: Islam
: 08 November 2011
: 11 November 2011
: 87 56 80

A. Keluhan Utama
Tekanan darah tinggi
B. Keluhan Tambahan
Tidak ada

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSMS dengan surat rujukan dari Puskesmas
Winduaji Brebes dengan tekanan darah tinggi sejak kontrol kehamilan
terahir, kenceng-kenceng dirasakan sejak pukul 03.00 (08/11/2011).
Kenceng-kenceng dirasakan sebanyak 2 kali dalam 10 menit. Pasien juga
mengeluhkan keluar air ngepyok dari jalan lahir sejak pukul 10.00 WIB
(08/11/2011) warna jernih dan mengeluhkan keluar lendir bercampur
darah dari jalan lahir. Pasien merasakan gerakan janin yang aktif. Pasien
tidak mengeluhkan lemah, letih, lesu, mual dan muntah.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Penyakit Jantung

: disangkal

2. Penyakit Paru

: disangkal

3. Penyakit Diabetes Melitus

: disangkal

4. Penyakit Ginjal

: disangkal

5. Penyakit Hipertensi

: disangkal

6. Riwayat Alergi

: disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Penyakit Jantung

: disangkal

2. Penyakit Paru

: disangkal

3. Penyakit Diabetes Melitus

: disangkal

4. Penyakit Ginjal

: disangkal

5. Penyakit Hipertensi

: disangkal

6. Riwayat Alergi

: disangkal

F. Riwayat Menstruasi
1. Lama haid

: 7 hari

2. Siklus haid

: teratur 28 hari

3. Dismenorrhea

: tidak ada

4. Jumlah darah haid

: normal (sehari ganti pembalut 2-3 kali)

G. Riwayat Menikah
Pasien menikah sebanyak satu kali selama lima belas tahun.
H. Riwayat Obstetri
G3P2A0
Anak I

: Perempuan / 14 tahun / spontan / bidan / 3000 gram

Anak II

: Laki-laki / 8 tahun / spontan / bidan / 4200 gram

Anak III

: Hamil ini

HPHT

: 15 Februari 2011 ;HPL: 22 November 2011 ;

UK

: 38 minggu

I. Riwayat ANC
Pasien kontrol kehamilan ke bidan puskesmas. Pasien kontrol sebanyak
satu kali per bulan.
J. Riwayat KB
Pasien pernah menggunakan KB suntik
K. Riwayat Ginekologi
1. Riwayat Operasi

: tidak ada

2. Riwayat Kuret

: tidak ada

3. Riwayat Keputihan

: tidak ada

L. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai buruh.
Kesan sosial ekonomi keluarga adalah golongan menegah ke bawah.
Pasien menggunakan Jaminan Persalinan (Jampersal) dalam masalah
kontrol kehamilan dan persalinan.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
Vital Sign

: Baik
: GCS E4M6V5 ( Compos Mentis)
: TD : 150/100 mmHg, N
: 100 x/menit, RR : 20

Tinggi Badan
Berat Badan
Status Gizi
A. Status Generalis
1. Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala
Mata

x/menit S : 36,4 0C
: 150 cm
: 60 kg
: cukup
: mesocephal, simetris
: simetris, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
refleks pupil +/+ normal, isokor, diameter 3/3 mm,

Telinga
Hidung
Mulut
2. Pemeriksaan leher
Trakea
Gld Tiroid
Limfonodi Colli
JVP
3. Pemeriksaan Toraks
a. Paru
Inspeksi
: dada
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
b. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

edema palpebra -/: discharge -/: discharge -/-, nafas cuping hidung -/: sianosis (-), lidah kotor -/: deviasi (-)
: tidak teraba
: tidak teraba
: 5+2 cm
simetris, ketertinggalan gerak (-), retraksi intercosta (-),

pulsasi epigastrium (-), pulsasi parasternal (-)


: Vokal fremitus paru kanan = paru kiri
Ketertinggalan gerak (-)
: sonor pada seluruh lapang paru
: SD vesikuler, ST -/: ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS
: ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS
ictus cordis kuat angkat (-)
: batas jantung
Kanan atas SIC II LPSD
Kiri atas SIC II LPSS
Kanan bawah SIC IV LPSD

Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS


Auskultasi
: S1>S2, regular, ST -/4. Pemeriksaan ekstermitas
Superior
: edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/Inferior
: edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/B. Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Leopold I
Leopold II
Leopold III
Leopold IV
Perkusi
Auskultasi

: Cembung, gravid membujur, striae gravidarum (+)


: TFU 34 cm, his (+) 1x dalam 10 menit,
: teraba satu bagian lunak
: teraba tahanan memanjang di sebelah kanan ibu
: teraba satu bagian bulat keras, dapat digerakkan belum
masuk PAP
:: pekak
: DJJ (+) 11-12-12, regular

C. Pemeriksaan Genitalia
Vaginal Toucher : uretra, vagina, vulva tenang
Pembukaan 8 cm, Kulit Ketuban (-), effacement 80%, lunak, bagian
bawah kepala turun H II, caput (+)
D. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan

Tgl.08/11/11

Tgl.09/11/11

Nilai Rujukan

Hemoglobin

12,2 g/dl

9,9 g/dl

12-16 g/dl

Leukosit

25039/ul

26520 /uL

4800-10800/ul

37%

30%

37-47 %

4,7/uL

3,8 /uL

4,2-5,4/ul

371.000/uL

351.000 /uL

150.000-450.000/ul

MCV

76,6 fL

79,1 fL

79-99 fL

MCH

25,9 pg

25,9 pg

27-37 pg

MCHC

33%

32,8 %

33-37%

RDW

13,5%

13,6 %

11,5-14,5 %

Hitung Jenis
Basofil

0,1%

0,0%

0-1%

Eosinofil

0,0%

0,0%

2-4%

Hematokrit
Eritrosit
Trombosit

Batang

0,00%

0,00%

2-5%

Segmen

90,7%

86,5%

40-70%

Limfosit

3,9%

6,8%

25-40%

Monosit

5,3%

6,7%

2-8%

119 mg/dL

< 200mg/dL

Glukosa sewaktu
Masa Pembekuan
PT

14,6 detik

11,5-15,5 detik

APTT

26,22 detik

25-35 detik

Urinalisis
Warna

Kuning

Kuning mudakuning tua

Kejernihan

Jernih

Jernih

Bau

Khas

Khas

Kimia
Berat Jenis

1.010

1.010-1.010

pH

5,0

4,6-7,8

Leukosit

100

Negatif

Protein

25

Negatif

Nitrit

Negatif

Negatif

Glukosa

Negatif

Negatif

Keton

50

Negatif

Urobilinogen

Negatif

Bilirubin

Negatif

Negatif

Eritrosit

250

Negatif

Sedimen
Eritrosit

Penuh

Negatif

Leukosit

5-10

Negatif

Silinder Hialin

Negatif

Negatif

Silinder Lilin

Negatif

Negatif

Granuler Halus

Negatif

Negatif

Granuler Kasar

1-2

Negatif

Kristal

Negatif

Negatif

Bakteri

+1

Negatif

Trikomonas

Negatif

Negatif

Jamur

Negatif

Negatif

E. Diagnosis
G3P2A0, 29 tahun, Umur Kehamilan 38 minggu, Janin Tunggal Hidup Intra
Uterin, presentasi kepala, punggung kanan inpartu kala I fase aktif.
F. Follow Up Pasien
Pukul 12.50

Instruksi dr.Kathleen : Jangan diberi MgSO4 dulu, tunggu hasil lab


protein urin, rawat VK

Pukul 13.30

Pasien masuk VK, DJJ (+) (12-12-12), His (+), TD =


150/100 mmHg, VT pembukaan 7-8 cm, Kulit ketuban (-),
Kepala H II

Pukul 17.00

DJJ (+) (11-12-11), His (+) jarang, VT pembukaan 8-9 cm,


Kulit ketuban (-), Kepala H II, portio anterior edema
Terapi : drip synto 5 IU mulai 8 tpm, Epidosin ampul 1 x 8
mg i.m

Pukul 17.30

DJJ (+) (13-12-12), His (+), nadi = 80 x/menit. Drip synto 5


IU dinaikkan 12 tpm

Pukul 18.00

DJJ (+) (12-12-13), His (+), nadi = 82 x/menit. Drip synto 5


IU dinaikkan 16 tpm. Injeksi ampicillin 1x1 gr i.v

Pukul 18.30

DJJ (+) (12-11-11), His (+), nadi = 80 x/menit. Drip synto 5


IU dinaikkan 20 tpm. Pemeriksaan VT pembukaan lengkap,
kulit ketuban (-), kepala H III. Sikap : Persalinan dipimpin

Pukul 19.00

Persalinan dipimpin tidak mengalami kemajuan

Pukul 19.10

Instruksi dr.Kathleen : Siapkan vakum ekstraksi dan drip


synto 5 IU 20 tpm

Pukul 19.20

Dikerjakan vakum ekstraksi tidak berhasil (pasien tidak


dapat mengejan). DJJ (+) (14-14-13), His (+), nadi = 80
x/menit
Instruksi dr.Kathleen : siapkan SC cito

Diagnosis

G3P2A0, 29 tahun, UK 38 minggu, Janin Tunggal Hidup


Intra Uterine, Presentasi Kepala, Punggung Kanan inpartu
kala II gagal vakum ekstraksi atas indikasi partus macet dan
fetal distress pro SCTP cito

Pukul 19.30

DJJ (+) (14-14-13), His (+), nadi = 80 x/menit. Diberikan O 2


4 liter/menit
Lapor dr. Daliman, Sp.OG acc
-Konsul anestesi dan ruang OK
-Informed Concent operasi dan pemasangan IUD
-Pasang Dauer Catheter

Pukul 20.00

DJJ (+) (14-14-14), his (+), nadi = 84 x/menit. Diberikan O2 4


liter/menit

Pukul 20.20

DJJ (+) (14-14-14), his (+), nadi = 88 x/menit. Diberikan O2 4


liter/menit
Pasien dipindahkan ke VK IGD

Pukul 20.25

Pasien masuk VK IGD. DJJ (+) (14-14-15), his (+), nadi = 88


x/menit. Diberikan O2 3 liter/menit

Pukul 21.00

Operasi dimulai

Pukul 21.10

Bayi lahir dengan SCTP

Pukul 22.00

Jenis Kelamin

: Perempuan

Berat Badan Lahir

: 4150 gram

Panjang badan

: 52 cm

Lingkar kepala

: 34 cm

Lingkar dada

: 35 cm

APGAR score

: 7-8-9

Kelainan

:-

Anus

:+

Operasi selesai

Diagnosis

P3A0, 29 Tahun,

Post Sectio Caesarea Transperitoneal

Profunda (SCTP) atas indikasi gagal vakum ekstraksi dan


fetal distress, akseptor IUD

Pengawasan 2 jam post partum


Puku
l

Nadi
(x/menit)

TFU dan
Konsistensi

21.20

Tekanan
darah
(mmHg)
130/80

88

21.35

130/80

88

21.50

130/70

92

22.05

130/70

80

22.35

130/70

84

23.05

130/70

88

Keras, 2 jari
bawah pusat
Keras, 2 jari
bawah pusat
Keras, 2 jari
bawah pusat
Keras, 2 jari
bawah pusat
Keras, 2 jari
bawah pusat
Keras, 2 jari
bawah pusat

Vesika
urinari
a
50 cc

Perdarahan
pervaginam
+ dalam batas normal

50 cc

+ dalam batas normal

50 cc

+ dalam batas normal

50 cc

+ dalam batas normal

150 cc

+ dalam batas normal

150 cc

+ dalam batas normal

Catatan Perkembangan Pasien


Tanggal
09-11-2011

Subjektif

Objektif

KU/kes :
Luka bekas sedang/ compos
mentis
operasi
TD : 110/80
terasa
mmHg
sakit, BAB
N : 88 x/menit
(-), Flatus RR: 20 x/menit
(+)
S : 36,5C
Status
Generalis:
- Mata : CA -/-,

Assesment

Planning

P3A0, 29 Tahun,
Post Sectio Caesarea Transperitoneal
Profunda (SCTP) atasindikasi gagal vakum
ekstraksi dan fetal distress, akseptor
IUD H+1
-

IVFD RL 20
tpm
Inj Ketorolac
3x30 mg
Inj Ampicillin
4x1 gr
Diet lunak

SI :-/- C: dbn
- P: SDV, ST -/Status
Lokalis :
Reg. Abdomen :
Inspeksi :
- cembung,
terdapat luka
operasi yang
dibalut perban,
rembesan (-)
Palpasi :
- TFU 2 jari
dibawah pusat,
keras
- Supel
Auskultasi :
- BU (+) N
Reg. Genitalia :
- DC (+)
- PPV (+) dbn
10-11-2011

Pusing,
mual, nyeri
pada luka
operasi
BAB (+),
BAK (+),
Flatus (+)

KU/kes :
sedang/ compos
mentis
TD : 130/80
mmHg
N : 104 x/menit
RR: 20 x/menit
S : 36,6 C
Status
Generalis:
- Mata : CA -/-,
SI :-/- C: dbn
- P: SDV, ST -/Status
Lokalis :
Reg. Abdomen :
Inspeksi :
- cembung,
terdapat luka
operasi yang
dibalut perban,
rembesan (-)

P3A0, 29 Tahun,
Post Sectio Caesarea Transperitoneal
Profunda (SCTP) atasindikasi gagal vakum
ekstraksi dan fetal distress, akseptor
IUD
H+2
-

Aff infuse dan


DC
Amoxicillin
3x500 mg
Asam
mefenamat
3x500 mg
Vit.B
komplek/
C/Sulfas
Ferosus 2x1
- Besok ganti
balut

Palpasi :
- TFU 2 jari
dibawah pusat,
keras
- Supel
Auskultasi :
- BU (+) N
Reg. Genitalia :
- DC (+)
- PPV (+) dbn
11-11-2011

KU/kes :
sedang/compos
Mual,
mentis
pusing,
BAK (+), TD : 130/90
mmHg
BAB (-)
N : 92 x/menit
RR: 20 x/menit
S : 36,7C
Status
Generalis:
- Mata : CA -/-,
SI :-/- C: dbn
- P: SDV, ST -/Status
Lokalis :
Reg. Abdomen :
Inspeksi :
- cembung,
terdapat luka
operasi yang
dibalut perban,
rembesan (-)
Palpasi :
- TFU 2 jari
dibawah pusat,
keras
- Supel
Auskultasi :
- BU (+) N
Reg. Genitalia :
- DC (+)
- PPV (+) dbn

P3A0, 29 Tahun,
Post Sectio Caesarea - Amoxicillin
Transperitoneal
3x500 mg
Profunda (SCTP) atas- Asam
indikasi gagal vakum
mefenamat
ekstraksi dan fetal
3x500 mg
distress, akseptor
- Vit.B
IUD
komplek/
H+3
C/Sulfas
Ferosus 2x1
- Boleh pulang

III.

PEMBAHASAN

1. Pada kasus ini, pasien didiagnosis G3P2A0, 29 tahun, umur kehamilan 38


minggu, janin tunggal hidup intra uterin, presentasi kepala, punggung kanan
inpartu kala I fase aktif atas dasar :
a. G3P2A0
Pasien hamil yang ketiga kalinya, sudah memiliki 2 anak hidup dan belum
pernah mengalami keguguran
b. Hamil aterm
Usia kehamilan pada pasien ini adalah 38 minggu berdasarkan rumus
Neagle dengan HPHT 15 Februari 2011.
c. Janin tunggal hidup intra uterin, presentasi kepala, punggung kanan.
Teraba satu bagian lunak Leopold I, Teraba tahanan memanjang di sebelah
kanan ibu pada Leopold II, Teraba satu bagian bulat keras belum masuk
PAP pada Leopold III. Leopold IV tidak dilakukan karena belum masuk
PAP
d. Inpartu
Sudah

terdapat

tanda-tanda

persalinan

yaitu

his

adekuat/efektif,

pembukaan serviks, serta pasien mengeluhkan keluar lendir bercampur


darah dari jalan lahir (bloody show).
e. Kala I fase aktif
Pemeriksaan vaginal toucher didapat pembukaan serviks 8 cm, kulit
ketuban (-), effacement 80%, lunak, kepala H II, caput (+)
2. Pasien menyangkal memiliki penyakit jantung, paru, diabetes mellitus dan
hipertensi yang merupakan penyulit saat kehamilan dan persalinan.
3. Pasien pernah melahirkan anak dengan berat badan lahir 3000 gram dan 4200
gram, hal ini membuktikan bahwa pasien tidak mengalami CPD
4. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital, Tekanan Darah =
150/100 mmHg, nadi = 100 x/menit. Pemeriksaan ekstremitas tidak
didapatkan edema pada kedua tungkai. Pasien ini memiliki tekanan darah
yang tinggi. Perlu pemeriksaan lab lengkap untuk menyingkirkan diagnosis

banding. Diagnosis banding pada pasien ini antara lain hipertensi gestasional,
preeklampsi - eklampsi, hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsi,
dan hipertensi kronik. Hasil lab protein urin = 25. Diagnosis banding yang
paling mungkin adalah hipertensi gestasional karena pada hipertensi
gestasional tekanan darah 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada
kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria (Himpunan Kedokteran
Fetomaternal Indonesia 2010). Maka dapat disingkirkan :
a. Preeklampsi karena pada pre eklampsi ditemukan proteinuria 300
mg/24 jam setelah kehamilan > 20 minggu atau dipstick 1+
b. Eklampsi, karena pada pasien ini tidak mengeluh kejang-kejang
c. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsi karena tidak
ditemukan proteinuria 300 mg/24 jam dan sebelumnya pasien tidak
mengalami hipertensi.
d. Hipertensi kronik karena pasien sebelumnya tidak mengalami hipertensi
sebelumnya.
Karena pasien ini tidak masuk ke dalam kriteria pre eklampsi-eklampsi maka
tidak diberikan MgSO4. Magnesium sulfat (MgSO4.7[H2O]), sudah cukup
lama dikenal sebagai obat utama pada preeklampsia di Amerika Serikat,
namun kini telah diterima dan bahkan menjadi obat utama di berbagai pusat
layanan sebagai obat tokolitik. Kadar magnesium 2-5 mEq/liter dapat
menurunkan tekanan darah. Hal ini terjadi karena pengaruh vasodilatasi
pembuluh darah, depresi otot jantung dan hambatan gangguan simpatis.
Magnesium sulfat dapat menurunkan tekanan darah pada wanita hamil
dengan preeklampsia dan eklampsia, wanita tidak hamil dengan tekanan
darah tinggi serta pada anak-anak dengan tekanan darah tinggi akibat
penyakit glomerulonefritis akut (Cuningham, 2006)
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
a.

Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10%


dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.

b.

Refleks patella positif kuat

c.

Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.

d.

Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam)

Dosis pemberian MgSO4 Loading dose : injeksi 4 gram (10 ml)


MgSO4 40% ditambah 10 ml akuades diberikan bolus intravena dalam waktu
15 menit. Untuk dosis maintenance : Injeksi 6 gram (15 ml) MgSO 4 40%
dalam 500 ml Ringer Laktat didrip 20 tetes per menit dalam waktu 6 jam.
MgSO4 dihentikan bila ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot,
hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP,
kelumpuhan

dan

selanjutnya

dapat

menyebabkan

kematian

karena

kelumpuhan otot-otot pernapasan. Refleks fisiologis menghilang pada kadar


8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan
dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
5. Kemudian pasien dirawat di ruang VK. Saat di VK pukul 13.30, DJJ (12-1212), his (+), pembukaan 7-8 cm. 4 jam kemudian, dilakukan pemeriksaan
vaginal toucher pembukaan 8-9 cm, kulit ketuban (-), his (+) jarang, portio
anterior edema sehingga diberikan terapi drip synto 5 IU mulai 8 tpm dan
Epidosin injeksi 1x 8 mg i.m.
Terjadi Distosia (Kelainan his (power) dan kelainan jalan lahir
(passage)edema portio)
Maksud pemberian oksitosin adalah untuk memperbaiki his, sehingga
serviks dapat membuka. Oksitosin bekerja dalam waktu 1 menit setelah
pemberian intravena. Peningkatan kontraksi uterus dimulai hampir
seketika, kemudian menjadi stabil selama 15 60 menit dan setelah
penghentian infus tersebut, kontraksi uterus masih berlangsung selama 20
menit. (Wiknjosastro, 2005)
Bila infus oksitosin diberikan, pasien harus diawasi dengan ketat dan tidak
boleh ditinggalkan. Kekuatan dan kecepatan his, keadaan dan denyut jantung
janin harus diperhatikan. Infus harus dihentikan jika kontraksi uterus
berlangsung > 60 detik dan denyut jantung janin menjadi cepat atau menjadi
lambat. Efek samping pemberian oksitosin : ruptur uteri akibat kontraksi
uterus hipertonik dan bradikardi pada janin serta asfiksia akibat berkurangnya
perfusi plasenta (Gambar 4). Dosis pemberian oksitosin diberikan 5 IU
dalam 500 cc Ringer Laktat mulai 8 tpm dinaikkan 4 tpm tiap 30 menit
sampai maksimal 20 tpm.

Gambar 4. Kontraksi Uterus Hipertonik


Epidosin

(Valethamate

Bromide)

merupakan

golongan

antikolinergik / parasimpatolitik / antimuskarinik. Obat ini digunakan sebagai


antispasmodik untuk mempercepat proses persalinan dan mengurangi spasme
pada serviks saat persalinan. Onset of action setelah penyuntikan secara
intramuskuler terjadi 20-30 menit. Obat ini melewati plasenta dan
disekresikan lewat ASI. Metabolisme secara sempurna di hepar dan di
ekskresikan lewat urin. Indikasi untuk pembukaan serviks saat kala I dan
meredakan gejala kolik pada traktus digestivus, bilier dan ureter. Efek
samping yang paling sering : mulut kering, midriasis dengan sikloplegia,
flushing, dan palpitasi. (Hutajulu, 2003).
Pada pukul 18.00 pasien diberikan injeksi ampicillin 1x1 gr i.v.
Pemberian ampicillin ini digunakan untuk profilaksis terjadinya infeksi,
karena ketuban sudah pecah sejak 8 jam yang lalu.
6. Setelah drip synto mencapai maksimal 20 tpm, 1 jam (pukul 18.30)
kemudian dilakukan pemeriksaan VT pembukaan sudah lengkap, kulit
ketuban (-), kepala HIII lalu persalinan dipimpin. Setelah 30 menit, persalinan
dipimpin tidak maju lalu persalinan diakhiri dengan vakum ekstraksi.
Pada keadaan ini, pasien sudah masuk kala II persalinan. Namun ketika
dipimpin mengejan selama 30 menit tidak mengalami kemajuan. Lama
pimpinan mengejan pada multigravida 20-30 menit sedangkan pada

primigravida 1 jam. Penyebab kala II memanjang antara lain : CPD, janin


besar (makrosomia), kelainan gaya ekspulsif akibat anesthesia regional.
Kemudian dilakukan vakum ekstraksi untuk mengakhiri persalinan. Pasien ini
sudah memenuhi syarat-syarat vakum ekstraksi antara lain :
-

Janin aterm
Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi)
Pembukaan serviks sudah lengkap / > 7 (multigravida)
Kepala janin sudah engaged
Selaput ketuban sudah pecah, atau jika belum dipecahkan
Harus ada kontraksi uterus (his) dan tenaga mengejan ibu

7. Pukul 19.20 dikerjakan vakum ekstraksi namun tidak berhasil karena pasien
tidak dapat mengejan. DJJ (+) (14-14-13), His (+), nadi = 80 x/menit
kemudian direncanakan untuk SC cito. Janin pasien mengalami fetal distress
dimana DJJ > 160 x/menit. Indikasi SC cito pada kasus ini karena
pengakhiran persalinan cara pervaginam gagal dan terjadi fetal distress.
8. Kemudian dilakukan SCTP (Sectio Caesaria Transperitoneal Profunda) dan
bayi lahir pukul 21.10 dengan jenis kelamin perempuan, Berat lahir 4150
gram, Panjang badan 52 cm, APGAR score 7-8-9. Keuntungan SCTP :
-

Penyembuhan jaringan parut lebih baik (karena tidak di daerah kontraktil

dan tidak dipengaruhi involusi)


Perdarahan sedikit
Risiko infeksi lebih sedikit
Perlengketan lebih sedikit

Diagnosis akhir P3A0, 29 Tahun, Post Sectio Caesarea Transperitoneal


Profunda (SCTP) atas indikasi gagal vakum ekstraksi dan fetal distress,
akseptor IUD.

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan kasus diatas maka dapat disimpulkan bahwa Pasien didiagnosis


P3A0, 29 tahun, Post Sectio Caesarea Transperitoneal Profunda (SCTP) atas
indikasi gagal vakum ekstraksi dan fetal distress. Vacum ekstraksi dilakukan
karena saat dipimpin persalinan tidak mengalami kemajuan. sedangkan Sectio
Caesarea dilakukan karena usaha pengeluaran janin dengan vacum ekstraksi
mengalami kegagalan dan janin mengalami distress.

DAFTAR PUSTAKA

Benson, R.C. dan Pernoll, M.L. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC. 220, 456-66.
Cuningham, et al. 2006. Obstetri Williams Vol 1 Edisi 21. Jakarta: EGC. 591-609.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal Indonesia 2010. Panduan Penatalaksanaan
Kasus Obstetri.
Hutajulu, P. 2003. Pemberian Valetamat Bromide Dibandingkan Hyoscine n Butil
Bromide untuk Mengurangi Nyeri Persalinan. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Kasdu, Dini. 2003. Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Jakarta : Puspa
Swara.
Kristanto, H. Sutanto. 1999. Ilmu Fantom Bedah Obstetri. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
Oxorn, Harry dan Forte, W.R. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica. 150, 634-8.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 861-70

Anda mungkin juga menyukai