Anda di halaman 1dari 6

LEMBAR OTOPSI VERBAL KEMATIAN IBU

KUESIONER OTOPSI VERBAL KEMATIAN IBU


I. IDENTITAS IBU
1. Nama ibu : ___________________________Umur Ibu : ___________tahun
2. Alamat : Desa ____________________Kecamatan_________________
Kab/Kodya______________________________________________________
3. Ibu meningga pada saat hamil _________ minggu.
4. Jumlah persalinan sebelumnya :
a. Lahir hidup ____ b. Lahir mati ____ c. Keguguran ____
5. Pada waktu bersalin, apa yang keluar dahulu ?
a. Kepala [ ] b. Kaki [ ] c. Bokong [ ] d. Tangan [ ] e. Tidak tahu [ ]
6. Cara persalinan :
a. Biasa, tanpa alat [ ] b. Dengan alat [ ] c. Operasi [ ]
7. Tempat bersalin :
a. Rumah sendiri [ ] d. Pondok bersalin [ ] f. RS [ ]
b. Rumah dukun [ ] e. Puskesmas/Pustu [ ] g. Lain-lain [ ]
c. Rumah bidan [ ]
8. Penolong persalinan, dan siapa namanya : ______________________________
a. Dukun tak terlatih [ ] d. Dokter [ ]
b. Dukun terlatih [ ] e. Dokter spesialis [ ]
c. Bidan [ ] f. Keluarga [ ]
II. RIWAYAT PENYAKIT
1. Berapa lama ibu merasa perut mulas sampai melahirkan atau sampai meninggal?
___ jam
2. Adakah perdarahan pada ibu ? a. Tidak [ ] b. Ada [ ]
Bila ada : a. Sebelum melahirkan [ ]
b. Pada waktu melahirkan [ ]
c. Setelah melahirkan [ ]
3. Apakah uri sudah dilahirkan? a. Sudah [ ] b. Belum [ ]
4. Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut?
a. Panas tinggi Ada [ ] Tidak [ ]
b. Keluar cairan berbau Ada [ ] Tidak [ ]
c. Kaki bengkak Ada [ ] Tidak [ ]
d. Kesadaran menurun Ada [ ] Tidak [ ]
e. Kejang-kejang Ada [ ] Tidak [ ]
f. Lain-lain, sebutkan________________________________________
III. Tanggal menerima laporan kematian___________________________
Tanggal pelaksanaan otopsi verbal______________________________
IV. KESIMPULAN

Sebab kematian maternal : _______________________________________

Mengetahui : Tanggal
Dokter Puskesmas, Bidan/Perawat Pencatat

( _________________ ) ( _________________ )

Otopsi verbal di Indonesia diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Kesehatan NOMOR 15 TAHUN 2010, NOMOR 162 /MENKES/PB/I/2010
pasal 6:
Setiap kematian yang terjadi diluar fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan
penelusuran penyebab kematian.
Penelusuran penyebab kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan metode autopsi verbal.
Autopsi verbal sebagimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh dokter.
Dalam hal tidak ada dokter sebagimana dimaksud pada ayat (3) autopsi verbal
dapat dilakukan oleh bidan atau perawat yang terlatih.
Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) dilakukan melalui
wawancara dengan keluarga terdekat dari almarhum atau pihak lain yang
mengetahui peristiwa kematian.
Pelaksanaan autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan
oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah setempat.

LANGKAH AMP

A. Interviw pasca kematian


- Interview pasca kematian Segera setelah bidan di desa menemukan kematian ibu atau
bayi di masyarakat, dia mengunjungi keluarga almarhum untuk wawancara.
- Wawancara biasanya dilakukan dalam waktu satu minggu setelah kematian.
- Otopsi verbal ini mencari Ianda-Ianda dan gejala-gejala klinis yang tidak ter-cover serta
faktor-faktor ekonomi yang menjadi penyebab kematian, termasuk keterlambatan
(Ronsmans dan Campbell 1995).
- Pemeriksaan klinis otopsi verbal mencakup Checklist sejarah obstetrik wanita, data
mengenai kehamilan sekarang, sejarah persalinan terakhir, sejarah persalinan, dan
komplikasi pada persalinan terakhir.
- Untuk mengidentifikasi faktor-faktor non-medis penyebab kematian, pewawancara di
pandu oleh konsep kerangka kerja yang dikembangkan oleh MotherCare/JSI, yang
disebut 'jalan untuk selamat' (gambar 2). Jalan untuk selamat menyusun kembali
rangkaian peristiwa yang kompleks yang mungkin menyebabkan kematian ibu dan bayi.
- Perhatian terutama diberikan kepada dokumentasi :
1. Adanya dan alasan keterlambatan keluarga dalam mengambil keputusan untuk
merujuk si ibu yang mengalami komplikasi.
2. Adanya keterlambatan dalam mendapatkan pelayanan yang tepat.
3. Adanya keterlambatan dalam menerima pelayanan dari petugas kesehatan setelah
tingkat pelayanan yang tepat telah dicapai.
- Untuk wanita yang Ieiah tiba di tempat pelayanan kesehatan sebelum meninggal, bidan
di desa juga menghubungi seluruh petugas pelayanan yang terkait (dukun bayi, bidan
dan/atau dokter) dan meminta informasi lebih lanjut dari mereka.
- Bila wanita Ieiah dirawat di rumah saki!, bidan di desa juga melihat catatan medis dan
elemen-elemen lain yang dia rasa relevan terhadap kasus. Akhirnya, bida di desa
menyimpulkan penyebab kematian dan melaporkannya secara langsung ke puskesmas
dimana bidan senior atau dokter memeriksa informasi yang dikumpulkan untuk
kelengkapan dan konsistensi. Status di puskesmas juga memeriksa keakuratan
penyebab kematian. Seluruh lembaran interview dilaporkan ke dinas kesehatan
kabupaten.
B. Tiga persyaratan Audit Medik yang perlu dipenuhi :
1. Audit Medik
yaitu komponen penting dalam quality assurance dan merupakan bagian
dasar dalam proses pengelolaan. Semua aktifitas medik dapat di audit,
semua aktifitas yang berhubungan dengan dokter diembel-embeli kata
medik. Di bidang perinatal misalnya bidan-perawat istilah menjadi audit
klinik.
2. Sistematis
harus secara sistematis karena tidak semua kegiatan dapat di audit secara
bersamaan. Subjek yang akan di audit harus dipelajari secara cermat, audit
dilakukan secra ilmiah seperti penelitian klinik.
3. Kritis
Diperlukan review oleh peergroup. Peserta audit harus mengerti atas
keadaannya dan harus berani mengungkapkan kenyataan yang ada. Siapa
saja yang ikut audit tidak boleh merasa terancam karena kesalahan bukan
semata kesalahan perseorangan tetapi kesalahan sistem. Jika audit dilakukan

secara benar maka semua permasalahan akan terungkap. Kasus yang


sifatnya sangat pribadi dapat dilakukan audit tersendiri.
Pada satu audit diperlukan dua atau lebih dokter spesialis senior agar audit
mendengarkan pula pendapat para senior. Audit harus lebih menonjolkan fakta
(evidence) ketimbang ideologi atau opini seorang ahli sekalipun.
Masalah yang berhubungan dengan pasien (perempuan dan lingkungannnya )
1.
Masalah yang berhubungan langsung dengan perempuan itu sendiri, misal
pengetahuan
2.

Pengaruh keluarga pada perilaku perempuan

3.
Pengaruh lingkungan / masyarakat disekitar perempuan, misal ada tidaknya
telepon untuk memanggil ambulans atau tekanan dari masyarakat untuk lebih baik
pergi ke dukun
2.7 MasalahAdministratif
1.

Transportasi

2.

Kendala untuk mencapai pusat pelayanan kesehatan

3.

Tidak adanya fasilitas

4.

Kurangnya tenaga kesehatan yang terlatih

5.

Komunikasi

2.8 PelayananStandarKesehatan
1.

Pelayanan antenatal

2.

Pelayanan antepartum

3.

Pelayanan postpartum

4.

Kedaruratan

5.

Resusitasi

6.

Anestesi

2.9 Informasi yang Hilang


Misal : tidak adanya catatan medik
2.10 Proses audit fenomena yang berdaur :

1. Dimulai mempelajari dan menyatujui masalah apa yang akan dibicarakan.


Masalah harus diberi batasan yang jelas
2.

Standar prosedur dan terapi harus tegas

3.

Informasi apa yang dapat diambil dari audit

4.

Informasi yang didapat dibandingkan dengan standar yang telah disepakati

5.

informasi yang didapat disampaikan pada satu pertemuan audit

6.

Dibuat rekomendasi dari apa yang telah di setujui menuju perbaikan

7.

Implementasi rekomendasi tersebut

8.

Proses tersebut di audit ulang secara berkala

Otopsi verbal di Indonesia diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Kesehatan NOMOR 15 TAHUN 2010, NOMOR 162 /MENKES/PB/I/2010
pasal 6:
Setiap kematian yang terjadi diluar fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan
penelusuran penyebab kematian.
Penelusuran penyebab kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan metode autopsi verbal.
Autopsi verbal sebagimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh dokter.
Dalam hal tidak ada dokter sebagimana dimaksud pada ayat (3) autopsi verbal
dapat dilakukan oleh bidan atau perawat yang terlatih.
Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) dilakukan melalui
wawancara dengan keluarga terdekat dari almarhum atau pihak lain yang
mengetahui peristiwa kematian.
Pelaksanaan autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan
oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah setempat.
Otopsi verbal dapat dijadikan suatu alternatif terhadap sistem pencatatan angka
kematian yang kurang baik pada suatu wilayah. Hal ini disebabkan, selain dapat
mengidentifikasi jumlah dan penyebab kematian, otopsi verbal juga dapat
memberikan data tentang karakteristik dasar seperti usia, jenis kelamin,
pendidikan, dll orang yang meninggal, serta faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap kematian sehingga instansi kesehatan suatu negara dapat menentukan
prioritas dan menentukan intervensi yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai