Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan
rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu
fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab
yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda,
karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah.
Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering
mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya
kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu
lintas.
Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui
dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran
pada tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam
penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional
yang berkisar 1,5%. Trauma okuli juga bukan merupakan 10 besar penyakit mata
yang menyebabkan kebutaan.
Sebagai seorang dokter harus memikirkan apakah kasus yang dihadapi
merupakan true emergency yang merupakan kasus sangat gawat dan harus
ditangani dalam hitungan menit atau jam, ataukah urgent case yang harus
ditangani dalam hitungan jam atau hari. Sehingga membutuhkan diagnosa dan
pertolongan cepat dan tepat. Trauma okuli merupakan kedaruratan mutlak di
bidang ocular emergency. Sebagai contoh apabila didapatkan trauma tumpul akan
menimbulkan menifestasi perdarahan bawah kulit atau hematoma, luka robek
pada palpebra, konjungtiva, yang juga bisa diikuti erosi kornea. Selain itu juga
harus difikirkan mengenai efek lanjut atau komplikasi akibat trauma tersebut. Hal
ini dikarenakan trauma dapat mengenai jaringan seperti kelopak mata,
konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita secara
terpisah atau menjadi gabungan satu kejadian trauma jaringan mata.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Anatomi dan Fisiologi Mata

Rongga Orbita
Bola mata terdapat dalam suatu rongga yang dinamakan dengan rongga
orbita, yang terdiri dari 7 tulang yang membentuk ruang orbita. Dinding orbita
(Orbita Walls) dibentuk oleh 4 buah tulang, yaitu : os. lakrimal, os. ethmoidal,
os. sphenoid, dan os frontal. Sedangkan dasar orbita (Orbital Apex) dibentuk oleh
3 buah tulang, yaitu: os maxilla, os. platina, dan os zygomaticus.
Fissura orbita superior terletak di sudut orbita atas temporal dilalui oleh
nervus lakrimal, nervus frontal, nervus trochlear, nervus okulomotor, nervus
nasosiliar, nervus abducens, dan arteri vena opthalmica. Arteri opthalmica inilah
yang merupakan penyuplai darah utama bagi cavum orbital.

Gambar 1 Rongga Orbita

Beberapa otot bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang


oleh saraf kranial tertentu.Otot penggerak bola mata terdiri enam otot yaitu:
1. Musculus oblique inferior
2. Musculus oblique superior
3. Musculus rectus inferior
4. Musculus rectus lateral
5. Musculus rectus medius
6. Musculus rectus superior

Cavum orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf


lainnya:

Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina


ke otak

Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata

Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan


merangsang otot pada tulang orbita.
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan

mata kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena opthtalmika dan vena
retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui foramen opticus di apeks
cavum orbita.
Komponen Bola Mata
Bola mata terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:
1. Tunika, yang terdiri dari tiga lapisan yang membentuk dinding bola
mata.
2. Komponen optik atau media refraksi, yang menerima dan
memfokuskan cahaya.
3. Komponen saraf, yang terdiri dari retina dan saraf optik.
Lapisan Dinding Bola Mata
Lapisan yang membentuk dinding bola mata terdiri dari tiga lapisan yaitu:
Tunica fibrosa, terdiri dari sklera dan kornea
Sklera
Sklera adalah bagian putih mata, mencakup 5/6 permukaan mata,
dan menyediakan insersi untuk otot eksternal mata. Sklera merupakan
dinding bola mata yang paling keras dengan jaringan pengikat yang
tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan
proteoglikan dengan berbagai ukuran.
Ketebalan sklera bervariasi namun dapat terlihat bagian posterior
lebih tebal daripada bagian anterior. Pada bagian posterior yaitu di
sekitar papil nervus optik, ketebalannya mencapai 1 mm. Bagian
anterior dari sklera dilapisi dengan membran yang dinamakan
konjungtiva bulbi.

Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan


berakhir pada kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Sklera
ditembus oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati
foramen skleralis posterior. Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera
berlanjut menjadi sarung dural, sedangkan 1/3 lainnya berlanjut
dengan beberapa jaringan koroidalis yang membentuk suatu
penampang yakni lamina kribrosa yang melewati nervus optikus yang
keluar melalui serat optikus atau fasikulus.
Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan
jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5
lapis, yaitu:
1. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk
yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel
poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin
maju ke depan menjadi sel gepeng
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi
rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini
tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang
sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman
yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini

bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan


waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas
terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk

bahan

dasar

dan

serat

kolagen

dalam

perkembangan embrio atau sesudah trauma.


4. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan
merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 m.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar
20-40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemi desmosom dan zonula okluden
Tunica vasculosa, yang juga disebut dengan uvea . Bagian ini adalah
lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.
lapisan ini mensuplai darah ke retina. Uvea dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu iris di bagian anterior, corpus siliaris di tengah, dan koroid di
posterior.
o Iris
Berbentuk tipis melingkar, tergantung di aqueous humor antara
kornea dan lensa, dan dan memiliki celah di tengahnya yang disebut
pupil.Bagian perifernya bersambung pada ciliary body, dan juga
terhubung dengan lamina elastis posterior kornea melalui ligamentum
pectinate. Bagian anteriornya adalahkornea dan berbatas posterior
terhadap yang processus ciliaris dan lensa.
o Corpus Siliaris
Corpus siliarisberbentuk segitiga pada potongan melintang
membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris.
Berfungsi sebagai pembentuk aqueous humor. Terdiri dari dua bagian

yaitu: sebelah anterior adalah pars plicatadan sebelah posterior adalah


pars plana.
Pada corpus siliaris terdapat otot siliaris yang yang terdiri dari 3
bagian pars longitudinal, obliq dan sirkular yang mengaturakomodasi
dengan mengatur ketegangan dari zonular dan outflow cairan
aqueuous denganmengatur tegangan antara trabekula dan skleral spur
o Koroid
Koroid merupakan bagian posterior dari uvea yang terletak antara
retina dan sklera.Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler
besar, sedang, dan kecil. Pada bagianinterna koroid dibatasi oleh
membran Bruch, sedangkan di bagian luar terdapat suprakoroidal
Tunica interna, merupakan komponen neural yang terdiri atas retina dan
nervus opticus.
Retina
Retina merupakan suatu struktur sangat kompleks yang terbagi
menjadi 10 bagian, terdiri dari fotoreseptor ( sel batang dan kerucut)
dan neuron, beberapa diantaranya (sel ganglion) bersatu membentuk
serabut saraf optik. Bertanggung jawab untukmengubah cahaya
menjadi sinyal listrik. Retina akan meneruskan rangsangan yang
diterimanya berupa bayangan benda sebagai rangsangan elektrik ke
otak sebagai bayangan yang dikenal. Pada Retina terdapat sel batang
sebagai sel pengenal sinar dan sel kerucut yang

mengenal fekuensi

sinar. Sel kerucut bertanggung jawab untuk penglihatan siang hari.


Nervus Opticus
Saraf penglihatan yang meneruskan rangsangan listrik dari mata ke
korteks visual

untuk dikenali bayangannya. Kelainan refraksi dapat

terjadi karena adanya kelainan pada kelengkungan kornea dan lensa,


Indeks bias yang berkurang dan adanya kelainan pada sumbu mata.
TRAUMA OKULI
2.2 Definisi dan Terminologi
Trauma okuli yaitu trauma yang mengenai jaringan mata, yang terdiri dari
kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi Trauma Okuli berdasarkan penyebabnya :
i. Trauma Tumpul
ii. Trauma Tajam/trauma tembus
6

iii. Trauma Kimia


a. Trauma Asam
b. Trauma Basa
iv. Trauma Radiasi
a. Radiasi sinar inframerah
b. Radiasi sinar UV
c. Radiasi sinar X dan sinar terionisasi

Menurut BETT klasifikasi trauma okuli dapat digambarkan menurut bagan


berikut:

2.4

Manifestasi Klinis Trauma Tumpul Okuli


Gejala klinis yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain 4,6,7 :
1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya
Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya
kelopak mata atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma
tembus caian humor akueus dapat keluar dari mata.
2. Memar pada sekitar mata
Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra.
Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami
fraktur basis kranii.
3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak

Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang
pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di
segmen anterior maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat
terlepasnya lensa atau retina dan avulsi nervus optikus.
4. Penglihatan ganda
Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena
robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak
bulat. Hal ini dapat menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.
5. Mata bewarna merah
Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan
pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah
sentral. Hal ini dapat pula ditemui pada trauma mata dengan perdarahan
subkonjungtiva.
6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata
Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada
palpebra. Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri
pada mata.
7. Sakit kepala
Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga
menimbulkan nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat
menyebabkan sakit kepala.
8. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata
Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun
segmen anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan
mengganjal. Jika terdapat benda asing hal ini dapat menyebabkan
peningkatan produksi air mata sebagai salah satu mekanisme perlindungan
pada mata.
9. Fotofobia
Fotofobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama
adanya benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea,
benda asing pada segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang
masuk ke dalam mata menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau

pada pasien. Penyebab lain fotofobia pada pasien trauma mata adalah
lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris menyebabkan pupil tidak dapat mengecil
dan cenderung melebar sehingga banyak sinar yang masuk ke dalam mata.
2.5 TRAUMA TUMPUL
Trauma Tumpul pada Mata
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda
yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras
(kencang) ataupun lambat. Trauma tersebut dapat memberi kerusakan pada mata
akibat kompresi mendadak dan indentasi bola mata. Dampak dari trauma tumpul
dapat merusakkan struktur yang dekat dengan permukaan mata (kelopak mata,
konjungtiva, sklera, kornea, iris, dan lensa) dan struktur di belakang mata (retina
dan nervus optik). Dampaknya juga dapat mumbuat tulang sekeliling mata fraktur.
Selain itu trauma ini juga dapat berujung pada laserasi jaringan mata.
Hematoma Kelopak
Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau penimbunan
darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.
Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma
tumpul kelopak. Trauma dapat akibat pukulan tinju atau benda-benda keras
lainnya. Keadaan ini memberikan bentuk yang menakutkan pada pasien, dapat
tidak berbahaya ataupun sangat berbahaya karena mungkin ada kelainan lain di
belakangnya.
Bila pendarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan
berbentuk kaca mata hitam yangsrdang dipakai, maka keadaan ini disebut
sebagai hematoma kaca mata. Hematoma kaca mata merupakan keadaan yang
sangat gawat. Hematoma kaca mata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika
yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya arteri oftalmika maka
darah masuk ke dalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Akibatnya
darah tidak dapat menjalar lanjut karena dibatasi septum orbita kelopak mata.
Kelopak mata akan berbentuk gambaran pada kelopak seperti seseorang yang
memakai kaca mata.
Pada hematoma kelopak yang dini dapat diberikan kompres dingin untuk
menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk

memudahkan absorpsi darah dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak


mata.
Trauma Tumpul Konjungtiva
Edema Konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik
pada setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak
terpajan ke dunia luar dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat
mengedip, maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan edema pada
konjungtiva.
Kemotik Konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpetra tidak
menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva. Pada edema
konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan
di dalam selaput lendir konjungtiva.Pada kemotik konjungtiva berat dapat
dilakukan disisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi
tersebut.
Hematoma Subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang
terdapat pada atau di bawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri
episklera. Pecahnya pembuluh darah ini akibat batuk rejan, trauma tumpul basis
kranii (hematoma kaca mata), atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan
dan mudah pecah. Pembuluh darah akan rentan dan mudah pecah pada usia
lanjut, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtiva meradang (konjungtivitis),
anemia, dan obat-obat tertentu.
Bila pendarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan
bahwa tidak terdapat robekan di bawah jaringan konjungtiva atau sklera.
Kadang-kadang hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih
buruk seperti perforasi bola mata. Pemeriksaan fundoskopi adalah perlu pada
setiap penderita dengan pendarahan subkonjungtiva akibat trauma. Bila tekanan
bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai dengan penurunan ketajaman
penglihatan dan hematoma subkonjungtiva, maka sebaiknya dilakukan
eksplorasi bola mata untuk mencari adanya kemungkinan bolbus olkuli.

10

Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva adalah dengan kompres


hangat. Pendarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1 2
minggu tanpa diobati.
Trauma Tumpul pada Kornea
Edema Kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat
mengakibatkan edema kornea malahan ruptur membran Descernet. Edema
kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi di
sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh,
dengan uji plasido yang positif.
Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan msuknya serbukan sel
radang dan neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea.
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5%
atau larutan garam hipertonik 2 8%, glukose 40%, dan larutan albimin.
Bila

terdapat

peninggian

tekanan

bola

mata

maka

diberikan

asetazolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki


ketajaman penglihatan dengan lensa kontak lembek dan mungkin akibat
kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan edema pada kornea.
Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan M.
Descemet yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan
memberikan keluhan rasa sakit dan menurunkan ketajaman penglihatan akibat
astigmatisme iregular.
Erosi Kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat
diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa
cedera pada membran basal. Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat
bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut.
Pada erosi pasian akan merasa sakit sekali karena erosi merusak kornea
yang

mempunyai

serat

sensibel

yang

banyak,

mata

berair,

dengan

blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan terganggu oleh media


kornea yang keruh. Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila

11

diberi pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau. Pada erosi kornea perlu
diperhatikan adanya infeksi yang timbul kemudian.
Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa ketajaman penglihatan
dan menghilangkan rasa sakit yang hebat. Hati-hati bila memakai obat anestetik
topikal untuk menhilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karean dapat
menambah kerusakan epitel.
Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas.
Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotik seperti antibiotik spektrum
luas seperti neosporin, chloramfenikol, dan sulfasetamik tetes mata. Aibat
rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka diberikan sikloplegik aksi
pendek seperti tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup bila dibebatkan
selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam.
Trauma Tumpul Uvea
Iridoplegia
Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter
pupil atau iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis. Pasien akan
sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan
pengaturan masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat tidak sama besar atau
anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler. Pupil ini tidak bereaksi
terhadap sinar. Iridoplegi juga dapat muncul tanpa gangguan akomodasi.
Keadaan ini dapat menyebuh dengan bertahap.
Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu.Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk
mencegah terjadinya kelelahan sfingter dan pemberian roboransia.
Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga
bentuk pupil dapat berubah. Pasien akan memiliki penglihatan ganda dengan
satu mata.Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis
terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema.
Bila keluhan demikian, maka sebaiknya dilakukan pembedahan pada
pasien dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.
Hifema

12

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dpaat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Pasien akan
mengeluh sakit, disertai dengan epifora, dan blefarospasme. Penglihatan pasien
akan sangat menurun. Bila pasien duduk, hifema kan terlihat terkumpul di
bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik
mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.
Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang
ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada
anak yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Asetazolamida diberikan bila
terjadi penyulit, yaitu glaukoma.
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak
berjalan demikian, maka sebaiknya penderita dirujuk.
Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan
pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma
sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam, atau bila setelah 5 hari tidak
terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.
Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat
terjadi pendarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang
pengaruhnya akan lebih hebat karena pendarahan akan lebih sukar hilang.

Iridosiklitis
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga
menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea anterior.
Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah di dalam bilik
mata depan maka akan terdapat suar dan pupil yang mengecil dengan ketajaman
penglihatan yang menurun.
Pada uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal.
Bila terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik. Sebaiknya
pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus
dengan midriatika.
Trauma Tumpul pada Lensa

13

Dislokasi Lensa
Trauma tumpul lensa dapat menyebabkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa
terjadi pada putusnya zonula Zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa
terganggu.
Subluksasi Lensa
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinn sehingga
lensa berpindah tempat.

Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat

pasien menderita kelainan pada zonola Zinn yang rapuh (sindrom marfan).
Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi
lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis.
Akibat pegangan pada zonula tidak ada maka lensa yang elastis akan
menjadi cembung dan mata akan menjadi lebih myobi. Lensa yang menjadi
sangat cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup.
Bila sudut bilik mata menjadi sempit, pada mata ini mudah terjadi glaukoma
sekunder.
Subluksasi dapat mengakibatkan glaukoma sekunder dimana terjadi
penutupan sudut bilik mata oleh lensa yang mencembung.
Bila terjadi penyulit subluksasi lensa, seperti glaukoma atau uveitis maka
tidak dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kaca mata koreksi yang sesuai.

Luksasi Lensa Anterior


Bila seluruh zonula Zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka
lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak di dalam
bilik mata depan, maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik
mata sehingga akan timbul glaukoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya.
Pasien akan mengeluh penglihatan turunmendadak disertai rasa sakit
yang hebat, muntah, mata merah dengan blefarospasme.
Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik
mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola
mata sangat tinggi.

14

Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien dikirim pada dokter mata
untuk dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolamida
untuk menurunkan tekanan bola matanya.
Luksasi Lensa Posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terkjadi luksasi lensa
posterior akibat putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa
sehingga lensa terjatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah
polus posterior fundus okuli.
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya akibat
lensa mengganggu kampus.Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa
atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk jauh,
bilik mata depan dalam dan iris tremulans.
Lensa yang terlalu lama pada polus posterior dapat menimbulkan
penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis
fakotoksik.
Bila luksasi lensa telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya
dilakukan ekstraksi lensa.
Trauma Tumpul Retina dan Koroid
Edema Retina dan Koroid
Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina,
penglihatan akan sangat menurun. Edema retina akan memberikan warna retina
yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melali retina yang
sembab. Berbeda dengan oklusi arteri rtina sentral dimana terdapat edema retina
kecuali daerah makula, sehingga pada kedaan ini akan terlihat cherry red spot
yang berwarna merah. Edema retina akibat trauma tumpul juga mengakibatkan
edema makula, namun tidak terdapat cherry red spot.
Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula
atau edema Berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga
fundus okuli berwarna abu-abu.
Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu,
akan tetapi penglihatan dapat berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh
sel pigmen epitel.

15

Ablasi Retina
Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid
pada penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk
terjadinya ablasi retina ini, seperti retina tips akibat retinitis semata, miopia, dan
proses degenerasi retina lainnya.
Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti
tabir mengganggu lapang pandanganya. Bila terkena atau tertutup daerah makula
maka tajam penglihatan akan menurun.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang brwarna abu-abu
dengan pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadangkadang terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan
ablasi retina maka secepatnya dirawat untuk dilakukan pembedahan oleh dokter
mata.
Ruptur Koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat
merupakan akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior
bola mata dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik.
Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea, maka
tajam penglihatan akan sangat menurun. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan
subretina agak sukar dilihat kan tetapi bila darah tersebut telah diabsorpsi maka
akan terlihat bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung
tanpa tertutup koroid.
Trauma Tumpul Saraf Optik
Avulsi Papil Saraf Optik
Pada trauma tumpu dapat terjadi saraf optik terlepas dari
pangkalnya di dalam bola ata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik.
Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan
sering berakhir dengan kebutaan. Penderita ini perlu dirujuk untuk menilai
kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.
2.6 TRAUMA TEMBUS
Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila
robekan konjungtiva ini atau tidak melebihi 1cm, maka tidak perlu dilakukan

16

penjahitan. Bila robekan konjungtiva melebihi 1cm diperlukan tindakan


penjahitan untuk mencegah terjadinya granuloma. Pada setiap robekan
konjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya robekan sklera bersama-sama dengan
robekan konjungtiva.
Trauma tembus terjadi jika mata ditembus oleh benda tajam atau benda
berukuran kecil dengan kecepatan tinggi. Perbedaannya terletak pada luas jejas
yang ditimbulkan oleh agen trauma. Benda tajam seperti pisau akan menyebabkan
laserasi berbatas tegas pada bola mata, sedangkan benda kecil yang bergerak
dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan derajat kerusakan dan zona jejas.
Trauma akibat benda berukuran kecil dengan kecepatan tinggi (small
high-velocity particles), misalnya yang ditimbulkan dari proses penggilingan atau
hammering dapat memberikan manifestasi berupa nyeri ringan dan penurunan
visus. Kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva, bilik mata depan dangkal dengan
atau tanpa pupil eksentrik, hifema, atau perdarahan vitreous juga dapat terjadi.
Tekanan intraokular dapat rendah, normal, atau sedikit meningkat.
Ablasio retina akibat traksi yang mengikuti trauma tembus merupakan
hasil dari penahanan vitreous dalam luka dan adanya darah dalam vitreous yang
menjadi stimulus terjadinya proliferasi fibroplastik pada bidang yang menahan
vitreous. Kontraksi yang terjadi menyebabkan membran memendek dan berlanjut
pada retina bagian perifer di dasar vitreous sehingga akhirnya terjadi ablasio retina
akibat traksi.
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam
bola mata maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti :
-

Tajam penglihatan yang menurun


Tekanan bola mata rendah
Bilik mata dangkal
Bentuk dan letak pupil yang berubah
Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera
Terdapat jaringan yang di proplaps seperti cairan mata,

iris, lensa, bada kaca atau retina


Konjungtiva kemotis

Bila terlihat salah satu tanda di atas atau dicurigai adanya perforasi bola
mata maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topikal dan mata ditutup
dan segera dikirim ke dokter mata untuk dilakukan pembedahan.

17

Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan


antibiotika sistemik atau intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan
pembedahan. Pasien juga di eri anti tetanus profilaktik, analgetika dan kalau perlu
penenang. Sebelum dirujuk mata tidak diberi salep, karena salem dapat masuk ke
dalam mata. Pasien tidak boleh diberi steroid lokal dan beban yang diberikan pada
mata tidak menekan bola mata.
Anamnesis

Mekanisme trauma harus ditanyakan dengan rinci dan lengkap


o Bentuk dan ukuran benda penyebab trauma.
o Asal dari objek penyebab trauma.
o Kemungkinan adanya benda asing pada bola mata dan atau pada
orbita.
o Kemungkinan terjadinya trauma pada lokasi pembangunan atau
pengolah metal harus ditanyakan untuk mengarah kepada benda

intraokular metal.
o Benda asing organik yang dapat menimbulkan infeksi.
Keadaan saat terjadinya trauma
o Waktu pasti terjadinya trauma.
o Lokasi terjadinya trauma.
o Penggunaan kacamata koreksi atau pelindung.
o Aksesoris mata yang dapat melindungi atau berkontribusi pada
trauma akut.
o Keadaan miopia berat menyebabkan mata lebih rentan terhadap

trauna kompresi anterior-posterior.


Riwayat Opthalmologi
o Operasi mata sebelumnya, dapat membuat jaringan lebih mudah
ruptur.
o Penglihatan sebelum terjadinya trauma pada kedua mata.
o Penyakit mata yang ada.
o Medikasi yang sedang dijalani termasuk obat tetes mata dan
alergi.
o Status tetanus
o Gejala:
o Nyeri dapat tersamar bila pasien memiliki trauma lain.
o Nyeri dapat tidak langsung berat pada trauma tajam, baik
dengan atau tanpa benda asing.
o Penglihatan secara umum berkurang jauh
o Diplopia

18

Dapat terjadi akibat terjepitnya atau disfungsi otot ekstraokular akibat


trauma pada tulang orbita.
o Akibat truma saraf kranial pada cedera kepala.
o Monokular diplopia akibat dari dislokasi atau subluksasi lensa.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena trauma
yang terjadi dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior.Pemeriksaan harus
dilakukan dengan sistematis dengan tujuan mengidentifikasi dan melindungi
mata.
Hindari kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan ekstrusi
intraokular.Ketajaman penglihatan dan gerakan bola mata, sangat penting untuk
dinilai. Tentukan ketajaman penglihatan seakurat mungkin pada masing-masing
mata.Periksa pergerakan bola mata, bila terganggu harus dievaluasi apakah terjadi
fraktur pada lantai orbita.
Periksa adanya deformitas tulang, benda asing, dan dislokasi bola mata.
Benda asing pada mata yang tertanam atau bila terjadi perforasi harus dibiarkan
hingga dilakukan pembedahan.
Pemeriksaan penunjang
Foto polos orbita dapat berguna untuk mengevaluasi tulang orbita, sinus
paranasal dan mengidentifikasi benda asing radioopak. Proyeksi waters
menampilkan gambaran yang paling baik dari dasar orbita dan mendeteksi airfluid level pada sinus maksila. Proyeksi anteroposterior untuk melihat dinding
medial orbita, dan proyeksi lateral untuk visualisasi atap orbita, sinus maksila dan
frontal, zygoma dan sella tursika.
CT Scan untuk evaluasi struktur intraokuler dan periorbita, deteksi adanya
benda asing intraokuler metalik dan menentukan terdapatnya atau derajat
kerusakan periokuler, keikutsertaan trauma intrakranial misalnya perdarahan
subdural.
MRI sangat baik untuk menilai jaringan lunak dan membantu dalam
melokalisasi benda asing non metalik seperti kayu, yang pada CT Scan tampak
sama dengan jaringan lunak atau udara, tetapi pemeriksaan ini kontraindikasi pada
trauma akibat benda asing yang terbuat dari metal.

19

USG orbita pada keadaan media refraksi keruh untuk mendapatkan


informasi tentang status dari struktur intraokuler, lokalisasi dari benda asing
intraokuler, deteksi benda asing non metalik, deteksi perdarahan koroid, ruptur
sklera posterior, ablasio retina, dan perdarahan sub retina.
2.7 TRAUMA KIMIA
Trauma bahan mimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di dalam
laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian
dan peperangan yang memakai bahan kimia di abad modern.
Bahan kimia yang dapat mengakibatkan kelainan pada mata dapat dibedakan
dalam bentuk : trauma asam dan trauma basa atau alkali.
Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada pH, kecepatan dan jumlah
bahan kimia tersebut mengenai mata.
Dibanding bahan asam, maka trauma oleh alkali cepat dapat merusak dan
menembus kornea. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera.
Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan harus dilakukan
karena dapat memberikan penyulit yang lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan
memakai garam fisiologik yang lebih berat lainnya selama mungkin dan paling
sedikit 15-30 menit.
Luka bahan kimia harus dibilas secepatnya dengan air yang tersedia pada saat
itu seperti dengan air keran, larutan garam fisiologik dan asam berat. Anastesi
topikal diberikan pada keadaan dimana terdapat blefarospasme berat.
Untuk bahan asam digunakan larutan natrium bikarbonat 3% sedang basa
larutan asam borat, asam asetat 0,5% atau bufer asam asetat pH untuk
menetralisir.
Untuk bahan basa diberikan EDTA. Pengobatan yang diberikan adalah
antibiotika topikal, sikloplegik dan bebat mata selama mata masih sakit.
Regenerasi epitel akibat asam lemah dan alkali sangat lambat yang biasanya
sempurna setelah 3-7hari.
Trauma Asam
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
(Asetat, forniat) dan organik anhidrat (asetat). Bila bahan asam mengenai mata

20

maka akan segera terjadi pengendapan ataupun pengumpalan protein permukaan


sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti
trauma alkali. Biasanya akan terjadi kerusakan hanya pada bagian superfisial saja.
Bahan asam dengan konsentrasi tingga dapat bereaksi seperti terhadap trauma
basa sehingga kerusakan yang diakibatkannya akan lebih dalam.
Asam hidrofluorat adalah pengecualian dalam kasus trauma akibat asam.
Asam hidrofluorat adalah asam lemah yang dapat melewati membran sel dengan
cepat, dalam keadaan tetap tidak terionisasi, sementara ion fluoride berpenetrasi
lebih baik ke stroma dibanding asam lainnya sehingga menyebabkan kerusakan
yang lebih parah di segmen anterior. Karena itu asam hidrofluorat bekerja seperti
basa, menyebabkan nekrosis liquefactive.6 Ion fluoride yang dilepaskan ke dalam
sel dapat menginhibisi enzim glikolitik dan dapat bergabung dengan kalsium dan
magnesium, membentuk kompleks tidak larut. Nyeri lokal yang hebat diduga
sebagai akibat dari kegagalan imobilisasi kalsium, yang kemudian mendorong
stimulasi syaraf oleh perpindahan potassium.
Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secapatnya
dan selama mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang
mengakibatkan trauma. Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali
sehingga tajam penglihatan tidak terganggu.
Komplikasi paling serius dari trauma asam adalah jaringan parut
konjungtiva dan kornea, vaskularisasi kornea, glaukoma dan uveitis. Biasanya
trauma akibat asam akan normal kembali, sehingga tajam penglihatan tidak
banyak terganggu.
Trauma Basa
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat
gawat pada mata. Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan,
dan sampai pada jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran
jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi
proses persabunan, disertai dengan dehidrasi. Bahan akustik soda dapat
menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik.

21

Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah


kerusakan kolagen kornea. Alkali yang menembus ke dalam bola mata akan
merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.
Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron,
kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan
terjadi ftisis bola mata 1 Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah
glaukoma sudut tertutup, pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron,
entropion, dan keratitis sika.
2.8 TRAUMA RADIASI
Sinar Inframerah
Akibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari
dan pada saat bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat
terkonsentrasinya sinar inframerah terlihat. Kaca yang mencair seperti ditemukan
di tempat pemanggangan kaca akan mengeluarkan sianr infra merah. Bila
seseorang berada pada jarak 1 kaki selama satu menit di depan kaca yang mencair
dan pupilnya lebar atau midriasis maka suhu lensa akan naik sebanyak 9 derajat
Celcius. Demikian pula iris yang mengabsorbsi sinar infra merah akan panas
sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya. Absorbsi sinar
infra merah oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul lensa.
Akan mengakibatkan keratitis superfisial , katarak kortikal antero
posterior dan koagulasi pada koroid , bergantung pada beratnya lesi akan terdapat
skotoma sementara atau permanen. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk
yang sudah terjadi kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar infra merah ini.
Pengobatannya diberikan steroid sistemik dan lokal untuk mencegah
terbentuknya jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala radang
yang timbul.
Sinar Ultraviolet
Sinar ultra violet merupakan sianr gelombang pendek yan terlihat
mempunyai gelombang antara 350-295 nM. Sinar ultra violet banyak terdapat
pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari atau pantulan sinar matahari di
atas salju. Sinar ultra violet akan segera merusak epitel korena. Sinar ultra vioet
biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada
22

lensa dan retina tidaka akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali
setelah beberapa waktu dan tidak akan memberikan gangguan tajam penglihatan
yang menetap.
Pasien yang terkena sinat ultraviolet akan memberi keluhan 4 10 jam
setelah trauma , pasien akan merasa matanya sangat sakit , mata seperti kelilipan
atau kemasukan pasir , fotofobia ,blefarospasme dan konjungtiva kemotik. Kornea
akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya , yang kadang kadang
disertai kornea yang keruh dan uji fluoresein positif , keratitis yang terjadi
terutama terdapat dalam fisura palpebra, pupil akan terlihat miosis dan tajam
penglihatan akan terganggu.
Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat , akan tetapi bila radiasi berjalan
lama kerusakan dapat permanen sehingga memberikan kekeruhan pada kornea.
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegik , antibiotika lokal , analgetik dan
mata ditutup selama 2 3 hari , biasanya sembuh selama 48 jam.
Sinar X dan sinar terionisasi
Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk yaitu Sinar alfa yang dapat
diabaikan, Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan, Sinar gama, dan Sinar
X.
Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya
retina. Dosis kataraktogenik bervariasi dengan energi dan tipe sinar, lensa yang
lebih muda dan lebih peka. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri
sel epitel secara tidak normal. Sedang sel baru yang berasal dari sel germinatif
lensa tidak menjadi jarang. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti
kerusakan yang akibatakan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, perdarahan,
mikroaneuris mata dan eksudat.
Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang mengakibatkan
kerusakan permanen yang sukar diobati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis
dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan parut
konjungtiva atrofi sel goblet yang akan menganggu fungsi air mata.
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan steroid 3 kali
sehari dan sikloplegik satu kali sehari. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva
dilakukan tindakan pembedahan.

23

Pencegahan Benda Asing


Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada masyarakat untuk
menghindarkan terjadi trauma pada mata seperti :
-

Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah kecuali trauma

tumpul perkelahian
Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindari terjadinya trauma

tajam
Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya

mengerti bahan apa yang ada ditempat kerjanya


Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan
percikan bahan las dengan memakai kaca mata

DAFTAR PUSTAKA
Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. In : Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors.
Oftalmologi Umum. Edisi ke 14. Jakarta, Penerbit

Widya Medika.

1996.p.380-8.
Ilyas, S. Yulianti, S.R. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Kanksi JJ. Glaucoma. In: Kanski JJ, editor. Clinical ophtalmology a systemic
approach. 4th edition. Oxford: Butterworth Heinemann; 2000. p. 206-9.
Simmons, S.T., et al, 2007. Introduction to Glaucoma: Terminology,
Epidemiology, and Heredity. In: Tanaka, S., ed. Glaucoma. Singapore:
American Academy of Ophthalmology, 3-15.
Vaughan D. and Riordan-Eva P. 2007. General ophtalmology. 17th edition. USA:
The McGraw-Hill Companies. Chapter 1: Anatomy and Embriology of
The Eye.

24

Anda mungkin juga menyukai