Trauma Okuli
Trauma Okuli
PENDAHULUAN
Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan
rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu
fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab
yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda,
karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah.
Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering
mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya
kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu
lintas.
Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui
dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran
pada tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam
penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional
yang berkisar 1,5%. Trauma okuli juga bukan merupakan 10 besar penyakit mata
yang menyebabkan kebutaan.
Sebagai seorang dokter harus memikirkan apakah kasus yang dihadapi
merupakan true emergency yang merupakan kasus sangat gawat dan harus
ditangani dalam hitungan menit atau jam, ataukah urgent case yang harus
ditangani dalam hitungan jam atau hari. Sehingga membutuhkan diagnosa dan
pertolongan cepat dan tepat. Trauma okuli merupakan kedaruratan mutlak di
bidang ocular emergency. Sebagai contoh apabila didapatkan trauma tumpul akan
menimbulkan menifestasi perdarahan bawah kulit atau hematoma, luka robek
pada palpebra, konjungtiva, yang juga bisa diikuti erosi kornea. Selain itu juga
harus difikirkan mengenai efek lanjut atau komplikasi akibat trauma tersebut. Hal
ini dikarenakan trauma dapat mengenai jaringan seperti kelopak mata,
konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita secara
terpisah atau menjadi gabungan satu kejadian trauma jaringan mata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Rongga Orbita
Bola mata terdapat dalam suatu rongga yang dinamakan dengan rongga
orbita, yang terdiri dari 7 tulang yang membentuk ruang orbita. Dinding orbita
(Orbita Walls) dibentuk oleh 4 buah tulang, yaitu : os. lakrimal, os. ethmoidal,
os. sphenoid, dan os frontal. Sedangkan dasar orbita (Orbital Apex) dibentuk oleh
3 buah tulang, yaitu: os maxilla, os. platina, dan os zygomaticus.
Fissura orbita superior terletak di sudut orbita atas temporal dilalui oleh
nervus lakrimal, nervus frontal, nervus trochlear, nervus okulomotor, nervus
nasosiliar, nervus abducens, dan arteri vena opthalmica. Arteri opthalmica inilah
yang merupakan penyuplai darah utama bagi cavum orbital.
Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata
mata kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena opthtalmika dan vena
retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui foramen opticus di apeks
cavum orbita.
Komponen Bola Mata
Bola mata terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:
1. Tunika, yang terdiri dari tiga lapisan yang membentuk dinding bola
mata.
2. Komponen optik atau media refraksi, yang menerima dan
memfokuskan cahaya.
3. Komponen saraf, yang terdiri dari retina dan saraf optik.
Lapisan Dinding Bola Mata
Lapisan yang membentuk dinding bola mata terdiri dari tiga lapisan yaitu:
Tunica fibrosa, terdiri dari sklera dan kornea
Sklera
Sklera adalah bagian putih mata, mencakup 5/6 permukaan mata,
dan menyediakan insersi untuk otot eksternal mata. Sklera merupakan
dinding bola mata yang paling keras dengan jaringan pengikat yang
tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan
proteoglikan dengan berbagai ukuran.
Ketebalan sklera bervariasi namun dapat terlihat bagian posterior
lebih tebal daripada bagian anterior. Pada bagian posterior yaitu di
sekitar papil nervus optik, ketebalannya mencapai 1 mm. Bagian
anterior dari sklera dilapisi dengan membran yang dinamakan
konjungtiva bulbi.
bahan
dasar
dan
serat
kolagen
dalam
mengenal fekuensi
2.4
Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang
pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di
segmen anterior maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat
terlepasnya lensa atau retina dan avulsi nervus optikus.
4. Penglihatan ganda
Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena
robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak
bulat. Hal ini dapat menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.
5. Mata bewarna merah
Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan
pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah
sentral. Hal ini dapat pula ditemui pada trauma mata dengan perdarahan
subkonjungtiva.
6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata
Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada
palpebra. Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri
pada mata.
7. Sakit kepala
Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga
menimbulkan nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat
menyebabkan sakit kepala.
8. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata
Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun
segmen anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan
mengganjal. Jika terdapat benda asing hal ini dapat menyebabkan
peningkatan produksi air mata sebagai salah satu mekanisme perlindungan
pada mata.
9. Fotofobia
Fotofobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama
adanya benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea,
benda asing pada segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang
masuk ke dalam mata menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau
pada pasien. Penyebab lain fotofobia pada pasien trauma mata adalah
lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris menyebabkan pupil tidak dapat mengecil
dan cenderung melebar sehingga banyak sinar yang masuk ke dalam mata.
2.5 TRAUMA TUMPUL
Trauma Tumpul pada Mata
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda
yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras
(kencang) ataupun lambat. Trauma tersebut dapat memberi kerusakan pada mata
akibat kompresi mendadak dan indentasi bola mata. Dampak dari trauma tumpul
dapat merusakkan struktur yang dekat dengan permukaan mata (kelopak mata,
konjungtiva, sklera, kornea, iris, dan lensa) dan struktur di belakang mata (retina
dan nervus optik). Dampaknya juga dapat mumbuat tulang sekeliling mata fraktur.
Selain itu trauma ini juga dapat berujung pada laserasi jaringan mata.
Hematoma Kelopak
Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau penimbunan
darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.
Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma
tumpul kelopak. Trauma dapat akibat pukulan tinju atau benda-benda keras
lainnya. Keadaan ini memberikan bentuk yang menakutkan pada pasien, dapat
tidak berbahaya ataupun sangat berbahaya karena mungkin ada kelainan lain di
belakangnya.
Bila pendarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan
berbentuk kaca mata hitam yangsrdang dipakai, maka keadaan ini disebut
sebagai hematoma kaca mata. Hematoma kaca mata merupakan keadaan yang
sangat gawat. Hematoma kaca mata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika
yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya arteri oftalmika maka
darah masuk ke dalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Akibatnya
darah tidak dapat menjalar lanjut karena dibatasi septum orbita kelopak mata.
Kelopak mata akan berbentuk gambaran pada kelopak seperti seseorang yang
memakai kaca mata.
Pada hematoma kelopak yang dini dapat diberikan kompres dingin untuk
menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk
10
terdapat
peninggian
tekanan
bola
mata
maka
diberikan
mempunyai
serat
sensibel
yang
banyak,
mata
berair,
dengan
11
diberi pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau. Pada erosi kornea perlu
diperhatikan adanya infeksi yang timbul kemudian.
Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa ketajaman penglihatan
dan menghilangkan rasa sakit yang hebat. Hati-hati bila memakai obat anestetik
topikal untuk menhilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karean dapat
menambah kerusakan epitel.
Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas.
Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotik seperti antibiotik spektrum
luas seperti neosporin, chloramfenikol, dan sulfasetamik tetes mata. Aibat
rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka diberikan sikloplegik aksi
pendek seperti tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup bila dibebatkan
selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam.
Trauma Tumpul Uvea
Iridoplegia
Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter
pupil atau iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis. Pasien akan
sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan
pengaturan masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat tidak sama besar atau
anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler. Pupil ini tidak bereaksi
terhadap sinar. Iridoplegi juga dapat muncul tanpa gangguan akomodasi.
Keadaan ini dapat menyebuh dengan bertahap.
Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu.Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk
mencegah terjadinya kelelahan sfingter dan pemberian roboransia.
Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga
bentuk pupil dapat berubah. Pasien akan memiliki penglihatan ganda dengan
satu mata.Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis
terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema.
Bila keluhan demikian, maka sebaiknya dilakukan pembedahan pada
pasien dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.
Hifema
12
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dpaat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Pasien akan
mengeluh sakit, disertai dengan epifora, dan blefarospasme. Penglihatan pasien
akan sangat menurun. Bila pasien duduk, hifema kan terlihat terkumpul di
bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik
mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.
Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang
ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada
anak yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Asetazolamida diberikan bila
terjadi penyulit, yaitu glaukoma.
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak
berjalan demikian, maka sebaiknya penderita dirujuk.
Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan
pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma
sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam, atau bila setelah 5 hari tidak
terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.
Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat
terjadi pendarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang
pengaruhnya akan lebih hebat karena pendarahan akan lebih sukar hilang.
Iridosiklitis
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga
menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea anterior.
Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah di dalam bilik
mata depan maka akan terdapat suar dan pupil yang mengecil dengan ketajaman
penglihatan yang menurun.
Pada uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal.
Bila terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik. Sebaiknya
pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus
dengan midriatika.
Trauma Tumpul pada Lensa
13
Dislokasi Lensa
Trauma tumpul lensa dapat menyebabkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa
terjadi pada putusnya zonula Zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa
terganggu.
Subluksasi Lensa
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinn sehingga
lensa berpindah tempat.
pasien menderita kelainan pada zonola Zinn yang rapuh (sindrom marfan).
Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi
lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis.
Akibat pegangan pada zonula tidak ada maka lensa yang elastis akan
menjadi cembung dan mata akan menjadi lebih myobi. Lensa yang menjadi
sangat cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup.
Bila sudut bilik mata menjadi sempit, pada mata ini mudah terjadi glaukoma
sekunder.
Subluksasi dapat mengakibatkan glaukoma sekunder dimana terjadi
penutupan sudut bilik mata oleh lensa yang mencembung.
Bila terjadi penyulit subluksasi lensa, seperti glaukoma atau uveitis maka
tidak dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kaca mata koreksi yang sesuai.
14
Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien dikirim pada dokter mata
untuk dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolamida
untuk menurunkan tekanan bola matanya.
Luksasi Lensa Posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terkjadi luksasi lensa
posterior akibat putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa
sehingga lensa terjatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah
polus posterior fundus okuli.
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya akibat
lensa mengganggu kampus.Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa
atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk jauh,
bilik mata depan dalam dan iris tremulans.
Lensa yang terlalu lama pada polus posterior dapat menimbulkan
penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis
fakotoksik.
Bila luksasi lensa telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya
dilakukan ekstraksi lensa.
Trauma Tumpul Retina dan Koroid
Edema Retina dan Koroid
Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina,
penglihatan akan sangat menurun. Edema retina akan memberikan warna retina
yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melali retina yang
sembab. Berbeda dengan oklusi arteri rtina sentral dimana terdapat edema retina
kecuali daerah makula, sehingga pada kedaan ini akan terlihat cherry red spot
yang berwarna merah. Edema retina akibat trauma tumpul juga mengakibatkan
edema makula, namun tidak terdapat cherry red spot.
Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula
atau edema Berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga
fundus okuli berwarna abu-abu.
Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu,
akan tetapi penglihatan dapat berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh
sel pigmen epitel.
15
Ablasi Retina
Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid
pada penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk
terjadinya ablasi retina ini, seperti retina tips akibat retinitis semata, miopia, dan
proses degenerasi retina lainnya.
Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti
tabir mengganggu lapang pandanganya. Bila terkena atau tertutup daerah makula
maka tajam penglihatan akan menurun.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang brwarna abu-abu
dengan pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadangkadang terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan
ablasi retina maka secepatnya dirawat untuk dilakukan pembedahan oleh dokter
mata.
Ruptur Koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat
merupakan akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior
bola mata dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik.
Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea, maka
tajam penglihatan akan sangat menurun. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan
subretina agak sukar dilihat kan tetapi bila darah tersebut telah diabsorpsi maka
akan terlihat bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung
tanpa tertutup koroid.
Trauma Tumpul Saraf Optik
Avulsi Papil Saraf Optik
Pada trauma tumpu dapat terjadi saraf optik terlepas dari
pangkalnya di dalam bola ata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik.
Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan
sering berakhir dengan kebutaan. Penderita ini perlu dirujuk untuk menilai
kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.
2.6 TRAUMA TEMBUS
Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila
robekan konjungtiva ini atau tidak melebihi 1cm, maka tidak perlu dilakukan
16
Bila terlihat salah satu tanda di atas atau dicurigai adanya perforasi bola
mata maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topikal dan mata ditutup
dan segera dikirim ke dokter mata untuk dilakukan pembedahan.
17
intraokular metal.
o Benda asing organik yang dapat menimbulkan infeksi.
Keadaan saat terjadinya trauma
o Waktu pasti terjadinya trauma.
o Lokasi terjadinya trauma.
o Penggunaan kacamata koreksi atau pelindung.
o Aksesoris mata yang dapat melindungi atau berkontribusi pada
trauma akut.
o Keadaan miopia berat menyebabkan mata lebih rentan terhadap
18
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena trauma
yang terjadi dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior.Pemeriksaan harus
dilakukan dengan sistematis dengan tujuan mengidentifikasi dan melindungi
mata.
Hindari kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan ekstrusi
intraokular.Ketajaman penglihatan dan gerakan bola mata, sangat penting untuk
dinilai. Tentukan ketajaman penglihatan seakurat mungkin pada masing-masing
mata.Periksa pergerakan bola mata, bila terganggu harus dievaluasi apakah terjadi
fraktur pada lantai orbita.
Periksa adanya deformitas tulang, benda asing, dan dislokasi bola mata.
Benda asing pada mata yang tertanam atau bila terjadi perforasi harus dibiarkan
hingga dilakukan pembedahan.
Pemeriksaan penunjang
Foto polos orbita dapat berguna untuk mengevaluasi tulang orbita, sinus
paranasal dan mengidentifikasi benda asing radioopak. Proyeksi waters
menampilkan gambaran yang paling baik dari dasar orbita dan mendeteksi airfluid level pada sinus maksila. Proyeksi anteroposterior untuk melihat dinding
medial orbita, dan proyeksi lateral untuk visualisasi atap orbita, sinus maksila dan
frontal, zygoma dan sella tursika.
CT Scan untuk evaluasi struktur intraokuler dan periorbita, deteksi adanya
benda asing intraokuler metalik dan menentukan terdapatnya atau derajat
kerusakan periokuler, keikutsertaan trauma intrakranial misalnya perdarahan
subdural.
MRI sangat baik untuk menilai jaringan lunak dan membantu dalam
melokalisasi benda asing non metalik seperti kayu, yang pada CT Scan tampak
sama dengan jaringan lunak atau udara, tetapi pemeriksaan ini kontraindikasi pada
trauma akibat benda asing yang terbuat dari metal.
19
20
21
lensa dan retina tidaka akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali
setelah beberapa waktu dan tidak akan memberikan gangguan tajam penglihatan
yang menetap.
Pasien yang terkena sinat ultraviolet akan memberi keluhan 4 10 jam
setelah trauma , pasien akan merasa matanya sangat sakit , mata seperti kelilipan
atau kemasukan pasir , fotofobia ,blefarospasme dan konjungtiva kemotik. Kornea
akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya , yang kadang kadang
disertai kornea yang keruh dan uji fluoresein positif , keratitis yang terjadi
terutama terdapat dalam fisura palpebra, pupil akan terlihat miosis dan tajam
penglihatan akan terganggu.
Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat , akan tetapi bila radiasi berjalan
lama kerusakan dapat permanen sehingga memberikan kekeruhan pada kornea.
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegik , antibiotika lokal , analgetik dan
mata ditutup selama 2 3 hari , biasanya sembuh selama 48 jam.
Sinar X dan sinar terionisasi
Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk yaitu Sinar alfa yang dapat
diabaikan, Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan, Sinar gama, dan Sinar
X.
Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya
retina. Dosis kataraktogenik bervariasi dengan energi dan tipe sinar, lensa yang
lebih muda dan lebih peka. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri
sel epitel secara tidak normal. Sedang sel baru yang berasal dari sel germinatif
lensa tidak menjadi jarang. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti
kerusakan yang akibatakan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, perdarahan,
mikroaneuris mata dan eksudat.
Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang mengakibatkan
kerusakan permanen yang sukar diobati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis
dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan parut
konjungtiva atrofi sel goblet yang akan menganggu fungsi air mata.
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan steroid 3 kali
sehari dan sikloplegik satu kali sehari. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva
dilakukan tindakan pembedahan.
23
tumpul perkelahian
Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindari terjadinya trauma
tajam
Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya
DAFTAR PUSTAKA
Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. In : Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors.
Oftalmologi Umum. Edisi ke 14. Jakarta, Penerbit
Widya Medika.
1996.p.380-8.
Ilyas, S. Yulianti, S.R. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Kanksi JJ. Glaucoma. In: Kanski JJ, editor. Clinical ophtalmology a systemic
approach. 4th edition. Oxford: Butterworth Heinemann; 2000. p. 206-9.
Simmons, S.T., et al, 2007. Introduction to Glaucoma: Terminology,
Epidemiology, and Heredity. In: Tanaka, S., ed. Glaucoma. Singapore:
American Academy of Ophthalmology, 3-15.
Vaughan D. and Riordan-Eva P. 2007. General ophtalmology. 17th edition. USA:
The McGraw-Hill Companies. Chapter 1: Anatomy and Embriology of
The Eye.
24