Anda di halaman 1dari 7

1. Pengertian Uji in vitro dan uji in vivo ?

In vitro

Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia


dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan
terkontrol, misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri
Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel
eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini
cenderung untuk memfokuskan pada organ , jaringan , sel , komponen sel,
protein , dan / atau biomolekul
In vivo
Terletak di dalam tubuh manusia digunakan hewan utuh dan kondisi
hidup (baik sadar atau teranestesi)
dalam lingkungan yang terkendali
Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya, missal
yang jelas harus dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis
kelamin, umur, berat badan (mempengaruhi dosis)
harus dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan
mengerat dan non rodent. Alasannya krn system fisiologi dan patologi
pada manusia merupakan perpaduan antara rodent dan non rodent.

2. Apa saja kelebihan dan kekurangan uji in vitro dan in vivo?


In vitro
Kelebihan
Kebutuhan sample yang digunakan lebih sedikit
Murah dan cepat
Dalam penelitian in vitro yang lebih cocok dibandingkan in vivo untuk
menyimpulkan tindakan mekanisme biologis. Dengan variabel yang lebih
sedikit dan perseptual diperkuat menyebabkan reaksi halus, hasil yang
umumnya lebih jelas.
in vitro lebih cocok untuk mengamati efek keseluruhan percobaan pada
subjek hidup

Kekurangan
Banyak percobaan biologi seluler dilakukan di luar organisme atau sel ;
karena kondisi pengujian mungkin tidak sesuai dengan kondisi di dalam
organisme, ini dapat mengakibatkan hasil yang tidak sesuai dengan
situasi yang muncul dalam organisme hidup. Akibatnya, hasil eksperimen
tersebut sering dijelaskan dengan in vitro, bertentangan dengan in vivo.
Namun, kondisi yang terkendali hadir dalam sistem in vitro berbeda secara
signifikan dari yang in vivo, dan dapat memberikan hasil yang
menyesatkan. Oleh karena itu, dalam studi in vitro biasanya diikuti oleh
studi vivo.
In vivo
Kekurangan
Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
Mahal dan lama

3. Apa saja contoh dari in vitro dan in vivo?

In vitro
uji pada mikroba jika antibiotic;
pada sel kanker dari hewan utk obat anti kanker;
pada plasmodium utk obat anti malaria;
pada jamur missal candida pada obat anti keputihan/candidiasis;
pada cacing utk obat cacing;
pada virus utk obat antivirus;
pada bagian organ tertentu dari hewan contoh obat asma bronkodilator
diuji pada otot polos trachea marmot;
pada jantung hewan dalam chamber utk obat angina dan aritmia; dll.
In vivo
o utk obat fertilitas digunakan hewan uji tikus/rat galur Sprague
Dowley/SD bukan Wistar atau jenis tikus lainnya, krn tikus jenis SD
memiliki anak banyak shg pengamatan akan lbh baik dg jumlah
sample yg banyak.
- Utk uji painkiller digunakan mencit/mice jika utk menilai nyeri
ringan yakni dengan penyuntikan asam asetat glacial ke
peritoneum mencit, tapi jika sasarannya nyeri tekanan digunakan
tikus bias Wistar atau SD, karena tikus akan dijepit ekornya atau
telapak jarinya dengan alat tertentu, sementara kalo nyeri berupa
panas, digunakan boleh mencit atau tikus krn hewan akan
diletakkan di hot plate.

o
o

o
o

o
o
o

- Utk antidiabetika, seharusnya digunakan babi atau sapi yg


pankreasnya banyak kemiripan dg manusia, namun dengan tikus
sudah cukup dengan adanya keterbatasan subyek uji
Utk antiemetik/anti muntah digunakan burung merpati, krn bisa
dirangsang utk muntah berkali-kali sbg kuantifikasi, sementara
hewan lain hanya muntah sekali.
Utk obat antihipertensi, digunakan kucing atau anjing
teranestesi, krn system kardiovaskulernya paling mirip dg manusia
Utk obat antiinflamasi digunakan baik tikus yang disuntik
karagenan di bawah kulitnya shg melepuh atau telinga mencit
disuntik croton oil, bahkan kaki tikus sering dipotong utk
menimbang udem yg terbentuk
utk antipiretik/penurun panas, digunakan kelinci utk diukur suhu
duburnya setelah disuntik pyrogen
Utk asam urat digunakan ayam/burung yg dikasih makan jus hati
ayam (ayam makan ayam) krn metabolisme asam urat pada
manusia mirip dg yg terjadi dg biokimiawi di keluarga burung.
Uji stamina digunakan tikus atau mencit, krn tubuhnya kuat dan
tahan di dalam air, hewan diuji dg berenang dan lari di treadmill.
Uji libido, digunakan tikus dalam keadaan estrus/siap menerima
pejantan.
Utk uji kanker, digunakan punggung tikus yg diimplan dg sel
kanker, atau paru-paru tikus setelah dipejankan benzo(a)pirena
Hasilnya berupa : efek farmakologi, dosis terapi ED50=dosis yang
menghasilkan 50% efek maksimum.

4. Apa saja uji analisis dari metode in vivo dan in vitro?


Menurut Prof. Dr. Sugiyono dalam bukunya Metode Penelitian Pendidikan
tahun 2010, beliau membagi desain penelitian ekperimen kedalam 3
bentuk yakni pre-experimental design, true experimental design, dan
quasy experimental design.
1. Pre-experimental design
Desain ini dikatakan sebagai pre-experimental design karena belum
merupakan eksperimen sungguh-sungguh karena masih terdapat variabel
luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen.
Rancangan ini berguna untuk mendapatkan informasi awal terhadap
pertanyaan yang ada dalam penelitian. Bentuk Pre Experimental Designs ini ada beberapa macam antara lain :
a.
One Shoot Case Study (Studi Kasus Satu Tembakan)
Dimana dalam desain penelitian ini terdapat suatu kelompok
diberi treatment (perlakuan) dan selanjutnya diobservasi
hasilnya (treatment adalah sebagai variabel independen dan
hasil adalah sebagai variabel dependen). Dalam eksperimen ini
subjek disajikan dengan beberapa jenis perlakuan lalu diukur
hasilnya.
b.
One Group Pretest-Posttest Design (Satu Kelompok Prates-Postes)
Kalau pada desain a tidak ada pretest, maka pada desain ini
terdapat pretest sebelum diberi perlakuan. Dengan demikian
hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat
membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.
c.
Intact-Group Comparison
Pada desain ini terdapat satu kelompok yang digunakan untuk
penelitian, tetapi dibagi dua yaitu; setengah kelompok untuk
eksperimen (yang diberi perlakuan) dan setengah untuk
kelompok kontrol (yang tidak diberi perlakuan).
2. True Experimental Design

Dikatakan true experimental (eksperimen yang sebenarnya/betul-betul)


karena dalam desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar
yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Dengan demikian validitas
internal (kualitas pelaksanaan rancangan penelitian) dapat menjadi tinggi.
Ciri utama dari true experimental adalah bahwa, sampel yang digunakan
untuk eksperimen maupun sebagai kelompok kontrol diambil secara
random (acak) dari populasi tertentu. Jadi cirinya adalah adanya kelompok
kontrol dan sampel yang dipilih secara random. Desain true experimental
terbagi atas :

a. Posstest-Only Control Design

Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih


secara random (R). Kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan
kelompok lain tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok
eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut
kelompok kontrol.

b. Pretest-Posttest Control Group Design.

Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara


acak/random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal
adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

c. The Solomon Four-Group Design.

Dalam desain ini, dimana salah satu dari empat kelompok dipilih
secara random. Dua kelompok diberi pratest dan dua kelompok tidak.
Kemudian satu dari kelompok pratest dan satu dari kelompok
nonpratest diberi perlakuan eksperimen, setelah itu keempat kelompok
ini diberi posttest.

3. Quasi Experimental Design

Bentuk desain eksperimen ini merupakan pengembangan dari true


experimental design, yang sulit dilaksanakan. Desain ini mempunyai
kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan
eksperimen. Walaupun demikian, desain ini lebih baik dari preexperimental design. Quasi Experimental Design digunakan karena pada
kenyataannya sulit medapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk
penelitian.
Dalam suatu kegiatan administrasi atau manajemen misalnya, sering tidak
mungkin menggunakan sebagian para karyawannya untuk eksperimen
dan sebagian tidak. Sebagian menggunakan prosedur kerja baru yang lain
tidak. Oleh karena itu, untuk mengatasi kesulitan dalam menentukan
kelompok kontrol dalam penelitian, maka dikembangkan desain Quasi
Experimental. Desain eksperimen model ini diantarnya sebagai berikut:

a. Time Series Design

Dalam desain ini kelompok yang digunakan untuk penelitian tidak


dapat dipilih secara random. Sebelum diberi perlakuan, kelompok
diberi pretest sampai empat kali dengan maksud untuk mengetahui
kestabilan dan kejelasan keadaan kelompok sebelum diberi perlakuan.
Bila hasil pretest selama empat kali ternyata nilainya berbeda-beda,
berarti kelompok tersebut keadaannya labil, tidak menentu, dan tidak
konsisten. Setelah kestabilan keadaan kelompok dapay diketahui
dengan jelas, maka baru diberi treatment/perlakuan. Desain penelitian
ini hanya menggunakan satu kelompok saja, sehingga tidak
memerlukan kelompok kontrol.

b. Nonequivalent Control Group Design

Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design,


hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol
tidak dipilih secara random. Dalam desain ini, baik kelompok
eksperimental maupun kelompok kontrol dibandingkan, kendati
kelompok tersebut dipilih dan ditempatkan tanpa melalui random. Dua
kelompok yang ada diberi pretes, kemudian diberikan perlakuan, dan
terakhir diberikan postes.

c. Conterbalanced Design

Desain ini semua kelompok menerima semua perlakuan, hanya dalam


urutan perlakuan yang berbeda-beda, dan dilakukan secara random.

4. Factorial Design

Desain Faktorial selalu melibatkan dua atau lebih variabel bebas


(sekurang-kurangnya satu yang dimanipulasi). Desain faktorial secara
mendasar menghasilkan ketelitian desain true-eksperimental dan
membolehkan penyelidikan terhadap dua atau lebih variabel, secara
individual dan dalam interaksi satu sama lain. Tujuan dari desain ini adalah
untuk menentukan apakah efek suatu variabel eksperimental dapat
digeneralisasikan lewat semua level dari suatu variabel kontrol atau
apakah efek suatu variabel eksperimen tersebut khusus untuk level
khusus dari variabel kontrol, selain itu juga dapat digunakan untuk
menunjukkan hubungan yang tidak dapat dilakukan oleh desain
eksperimental variabel tunggal.

5. Apa yang di maksud dengan uji farmakologi?


Uji farmakologi merupakan salah satu persyaratan uji untuk calon obat.
Dari uji ini diperoleh informasi tentang efikasi (efek farmakologi) dan profil
farmakokinetik (meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi
obat) calon obat. Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari
mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji
menggunakan primata, hewan-hewan ini sangat berjasa bagi
pengembangan obat.
6. Apa saja faktor yang mempegaruhi hasil uji farmakologi?
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil percobaan
diantaranya:
1. Faktor internal
Meliputi variasi biologik, yaitu usia (berpengaruh pada dosis yang harus
diberikan) dan jenis kelamin (ada obat-obat yang lebih peka untuk jantan
dan untuk betina). Kemudian ras dan sifat genetic, faktor-faktor tersebut
sangat berpengaruh terhadap hewan yang akan di jadikan percobaan
karena akan memepengaruhi hasil dari percobaan disebabkan oleh
pengaruh dosis dan cairan tubuh hewan tersebut sehingga hasil dari
pengamatan akan berbeda-beda, sehingga memepengaruhi efek
farmakologinya. Selain itu, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh serta
luas permukaan tubuh akan berpengaruh pada dosis yang harus diberikan.
2. Faktor eksternal
Meliputi suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan
kandang, suasana asing atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan
obat, keadaan ruangan tempat hidup seperti suhu, kelembaban,
ventilasai, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan), pemilihan
keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk
percobaan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil percobaan,
dan mempengaruhi efek farmakologinya, apabila hewan yang sudah biasa
di beri obat maka akan terlihat lebih rilex dan santai berbeda dengan
hewan percobaan yang masih baru dan masih asing makan akan lebih
berontak dan agresif, sehingga kita membutuhkan penelitian dan

perawatan yang baik terhadap hewan percobaan sebelum melakukan


percobaan.
7. Bagaimana desain ,pemilihan subjek uji, metode uji, parameter yg akan
diukur serta uji analisisnya pada uji toksisitas dan uji farmakologi?
Cara pemilihan
Mencit
Bila dibutuhkan hewan coba dalam jumlah banyak, misalnya pada evaluasi
terhadap toksisitas akut dan kemampuan karsinogenik, maka hewan yang
paling sesuai untuk itu adalah mencit. Kekurangannya adalah kesulitan
memperoleh darah dalam jumlah yang cukup untuk rangkaian
pemeriksaan hematologi.
Tikus
Tikus tampaknya merupakan spesies ideal untuk uji toksikologi karena
berat badannya dapat mencapai 500 gram sehingga lebih mudah
dipegang, dikendalikan atau dapt diambil darahnya dalam jumlah yang
relative besar.
Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki :
berat 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 1825 cm, kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif
kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm (Depkes 2011).
Menurut Besselsen (2004) dan Depkes (2011) taksonomi tikus
adalah:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Ordo : Rodensia
Subordo : Sciurognathi
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Ada dua sifat utama yang membedakan tikus dengan hewan percobaan
lainnya, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang
tidak lazim pada tempat bermuara esofagus ke dalam lambung sehingga
mempermudah proses pencekokan perlakuan menggunakan sonde
lambung, dan tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan
Mangkoewidjojo 1988).
Selain itu, tikus hanya mempunyai kelenjar keringat di telapak kaki. Ekor
tikus menjadi bagian badan yang paling penting untuk mengurangi panas
tubuh. Mekanisme perlindungan lain adalah tikus akan mengeluarkan
banyak ludah dan menutupi bulunya dengan ludah tersebut (Sirois 2005).
Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu
yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu (Malole dan
Pramono 1989) :
galur Sprague dawley berwarna albino putih, berkepala kecil dan ekornya
lebih panjang dari badannya,
galur Wistar ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek,
dan

galur Long evans yang lebih kecil daripada tikus putih dan memiliki warna
hitam pada kepala dan tubuh bagian depan.
Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague Dawley
berjenis kelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan. Tikus Sprague
Dawley dengan jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi
hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa,
sehingga dikhawatirkan akan memberikan respon yang berbeda dan
dapat mempengaruhi hasil penelitian (Kesenja 2005). Tikus putih galur ini
mempunyai daya tahan terhadap penyakit dan cukup agresif
dibandingkan dengan galur lainnya (Harkness dan Wagner 1983).
Anjing
Anjing dengan bulu pendek dan berat sekitar 12 kg paling sesuai untuk uji
toksikologi. Umur paling baik dipakai adalah 14-16 minggu, sementara
dibutuhkan 4 minggu untuk adaptasi dengan lingkungan yang baru.
Primata
Pengguanaan kera lebih menguntungkan dibandingkan pemakaian hewanhewan lain, terutama dalam hal berat badan dan postur tubuhnya yang
menyerupai manusia. Postur seperti ini memungkinkan untuk mencatat
observasi penting terutama bila neurophaty perifer merupakan
manifestasi toksik. Kerugiannya perlu banyak hewan yang dibutuhkan
untuk uji fertilitas karena produktivitasnya rendah.
Daftar Pustaka
Danim, S. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Faisal, S. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan.Surabaya: Usaha
Nasional
Fuchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Solso, R. L MacLin, M. K, O. H. (2005). Cognitive Psychologi. New York.
Pearson
Sugiyono, Dr. 2010. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,
Penerbit Alfabeta
Sukardi, 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai