Anda di halaman 1dari 39

LBM 5

PAINFUL SWALLOWING

STEP 1

Detritus : kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas dan
dia mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Pada tonsilitis
akut yang detritusnya jelas disebut tonsilitis folikularis, jika bercak
detritusnya menjadi satu dan membentuk alur-alur akan terjadi tonsilitis
lakunaris. Bercaknya bisa melebar membentuk pseudomembran yang menutupi
tonsilnya.

STEP 2
1. Anatomy of oropharynx
2. Phisiology of larynx and pharynx
3. Mechanism of swallowing
4. Why does the patient is in paintful swallowing for the last 5 days?
5. Why the boy complaints such as throat burning sensation, fever, and reduced
appetite?
6. How the corelation between in previous year the children complain for
painful swallowing with the boy symptom now?
7. Explain tonsil examinations
8. Interpretation of physical examination
9. DD
10. Treatment
11. What the complications of patient?
12. What is additional examinations to support diagnose
13. Clinical pathway for diagnose

STEP 3
1. Anatomy of oropharynx
FARING
Terletak di basis canii-C6
Mempunyai hubungan dg organ lain
Atas: coanae
Depan: ishmus faucium
Bawah: aditus laryngis
Faring dibagi 3: oropharynx, nasopharynx, laryngopharynx
NASOPHARYNX
Depan: coanae
Atap: corpus os.sphenoidal
OROPHARYNX
Atas: Palatum moll dan bawah: tepi atas epiglotis
Depan: rongga mulut
Belakang: VC
Strukturnya: dinding posterior oropharynx, tonsil palatina, fossa tonsil, arcus
faring ant dan post, uvula, tonsil lingua dan foramen caecum
Tonsil merupakan massa yg terdiri dari jar. Limfoid dan didlmnya terdapat
kriptus
Ada 3 macam
-

Tonsil pharyngeal/adenoid

Tonsil palatina

Tonsil lingua

Ketiganya membentuk lingkaran yg disebut cincin waldeyar


Tonsil mendapat perdarahan dr a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang
tonsil arteri maxilla eksterna, a.pharynx ascendens, dan a.lingualis dorsalis

Persarafan
- n.trigeminus mensarafi bgn atas tonsil melalui cabangnya yg melewati
ganglion sphenopalatina/n.palatina
- n. glossopharyngeus mempersarafi selain tonsil, lidah bagian belakang dan
dinding pharynx.

LARYNGOPHARYNX
Atas: tepi atas epiglotis
Depna: larynx
Belakang: C6 dan melanjut mjd esofagus
Ada 2 musculus
-

Sirculer: m.constrictor pharyngis superior et inferior

Longitudinal: m.palatopharynf berfungi menaikkan bagian bawah larynx dan


m.stylopharynx untuk melebarkan pharynx

2. Phisiology of larynx and pharynx


LARYNX
-

Proteksi
Mencegah makanan dan benda asing yg masuk ke dkm trakea dg cara
menutup aditus larynx dan rima glotis secara bersamaan

Batuk
Benda asing yg masuk ke dlm trakea akan dikeluarkan dan mengeluarkan
sekret yg berasal dr larynx

Respirasi
Mengatur besar kecilnya epiglotis bila m.cricoarythenoid posterior
berkontraksi menyebabkan proc.vicalis cartilago arytenoid bergerak ke
lateral sehingga rima glotisnya terbuka

Menelan
3 mekanisme:
Membantu gerakan larynx dari bawah ke atas
Menutup aditus laryngis
Mendorong bolus makanan turun ke hypopharynx dan tidak mungkin
kembali ke larynx

Emosi
Berteriak, mengeluh dan menangis

Fonasi
Membantu menentukan tinggi rendahnya nada, diatur oleh ketegangan
plica vocalis
TONSIL
Ukuran besarnya tergantung usia individu dan status patologi
5-10tahun masih berkembang
1. Sebagai organ yg memproduksi antibodi
2. Sebagai penangkap dan mengumpulkan mikroorganisme
Dalam keadaan normal tonsil bisa mencegah keadaan infeksi krn
bertindak sebagai filter mikroorganisme yg masuk melalui mulut
maupun sinus.

3. Mechanism of swallowing
3 fase
1. Fase oral
Makanan dikunyah bercampur dengan air liur bolus makanan bergerak
melalui dorsum lidah ke tengah lidah krn kontraksi otot intrinsik lidah
2. Fase pharyngeal

Terjadi diakhir fase oral, bolus makanan berpindah dari faring ke


esofagus
3. Fase esofagal
Terjadi pd akhir fase pharyngeal, terjadi perpindahan makanan dr
esofagus ke lambung
Dalam keadaan isirahat introitus esofagus tertutup krn ada rangsangan
m.cricofaring intoitus esofagus terbuka bolus masuk ke esofagus
lambung

4. Why does the patient is in paintful swallowing for the last 5 days?
Nyeri telan di daerah oropharynx (terdapat tonsil) tonsilitis
7 tahun msh berkembang
Imun turun terserang infeksi, masa incubasi 2-4hari vasodilatasi
edem terkumpul sel radang nyeri telan

Invasi bakteri limfogen ke faring dan tonsil inflamasi tonsilitis


akut edema tonsil nyeri telan sulit makan dan minum penurunan
status gizi dan intoleransi aktivitas.
Adenoid membesar obstruksi tuba eustachii infeksi sekunder otitis
media

Nyeri telan juga bisa dari faring atau mukosa faring mengalami peradangan
Yg membedakan difaring atau larynx di gejala kliniknya.

5. Why the boy complaints such as throat burning sensation, fever, and reduced
appetite?
Burning sensation krn rx.inflamasi

Fever

krn invasi bakteri dan antigen asing efek pirogen endogen

hipothalamus menaikkan thermostat tubuh


Reduced appetite krn rx. Inflamasi mempengaruhi leptin nafsu makan
turun

6. How the corelation between in previous year the children complain for
painful swallowing with the boy symptom now?
Radang berulang kemungkinan tonsilitis kronik akibat pengobatan yg tdk
adekuat
Atau krn pengaruh lingkungan, cuaca dan kebersihan mulutnya.
Ada tonsilar kriptus melebar disertai detritus tonsilitis kronik

7. Explain tonsil examinations


-

TO: tonsil berada didlm fossa tonsil atau telah diangkat

T1: bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula

T2: bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula

T3: bila besarnya 3/4 jarak arkus anterior dan uvula

T4: bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih

8. Interpretation of physical examination


-

Tonsil T3-T3 : besarnya 3/4 jarak arkus anterior dan uvula

Hiperemis mukosa

Detritus : kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas
dan dia mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning

Tonsilar ctypt

9. DD
-

Tonsilitis kronik

o Onsetnya lama beberapa bulan hingga tahun


o Penyebab streptococus beta hemoliticus grup A, pneumococus dan
streptococus piogenik, kadang bakteri berubah mjd gol. Gram
negatif
o Biasanya tonsil membesar atau mengecil tanpa edem
o Kripte melebar
o Detritus +

Tonsilitis akut
o Onset cepat dlm hitungan hari atau minggu
o Penyebab streptococus beta hemoliticus grup A, pneumococus dan
streptococus piogenik
o Tonsil hiperemis dan edem
o Kripte tdk melebar
o Detritus +/-

Faringitis

Hipertrofi adenoid

10. Treatment
-

Berkumur agar mulut hygine

Antibiotik sesuai kultur

Tonsilitis

kronik

metronidazol,

sefalexim,

clindamicin

(mononucleus/abses). Amoxcicilin dan as.clavulanat (bkn mononukleus)


-

Operatif: tonsilentomi sesuai indikasi (jika serangan >3x per tahun, tonsil
hipertrofi yg menimbulkan maloklusi gigi, terjadi sumbatan jalan napas
berupa hipertrofi tonsil, jika rhinitis dan sinusitis kronis, peritonsilitis,
abses tonsil yg tdk hilang dg pengobatan, napas bau, tonsilitis berulang yg
dosebabkan oleh bakteri grup A streptococus beta hemoliticus, hipertrofi
tonsil yg dicurigai keganasan dan otitis media efusa atau supuratif)

11. What the complications of patient?


Rhinitis kronik, sinusitis / OM scr perkontinuitatum
Komplikasi jauh secara Hematogen atau linfogen : endokarditis, artritis,
miositis, ufaitis, nefritis, iridosiklitis, dermatitits, pruritus, urtikaria,
furunkulosis.

12. What is additional examinations to support diagnose


-

Kultur

Pengecatan neisser

Histo PA

13. Clinical pathway for diagnose

STEP 7
1. Anatomy of oropharynx

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,


yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah.
Membentang dari basis cranii ke bawah sampai setinggi pinggir bawah
cartilago cricoidea (setinggi corpus vertebra cervical 1)
-

Keatas faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana

Kedepan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring

Sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring

Dan ke bawah berhubungan dengan esofagus

Berdasarkan letaknya faring di bagi atas :


a) Pars nasalis (nasopharynx)
-

Batas atas : dasar tengkorak

Batas bawah palatum mole

Depan : rongga hidung

Belakang : vertebra cervical

Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid,


jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring
yang disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan
invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu
refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius,
konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus
vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis
interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara
tuba eustachius.

b) Pars oralis (oropharynx)


Disebut juga mesofaring. Batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis
kedepan adalah rongga mulut sedangkan kebelakang adalah vertebra
servikal.
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior
faring, tonsila paltina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan
posterior.uvula, tonsil lingual, foramen sekum.

Tonsila

Tonsila adalah massa yang terdiri dri jaringan limfoid dn di tunjang


oleh jr. Ikat dengan kriptus didalamnya.
Terdapat 3 macam tonsil : tonsila faringeal (adenoid), tonsila palatina
dan tonsila lingual , yang ketiganya membentuk lingkaran yg disebut
cincin waldeyer.
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai
celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel
skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya
biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan
sisa makanan.
Tonsil mendapat darah dari a.palitina minor, a. Palatina asendens,
cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring asendens dan a.lingualis
dorsalis.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa
ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk
oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan
penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat
penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus
tiroglosus.
Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar
jaringan dan dapat meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai
abses peritonsilar.

c) Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah
valekula epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan
minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus

piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan)


dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus
piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di
antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya
adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior
adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari
lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus.
Bila laringo faring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan
laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring
langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah
ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk
oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika
lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil ( pill pockets),
sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan
tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk
omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadangkadang bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam
perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan
tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak
menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi
(proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat
bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Nervus
laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia
lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.

Berdasarkan

lokasinya,

tonsil

dibagi

menjadi

1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.


2. Tonsilla palatina

(tonsil),

terletak

pada isthmus

faucium antara arcus glossopalatinus dsan arcus


glossopharingicus.
3. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.
4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian
lateral nasofaring di sekitar ostium tuba
auditiva.
5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.
Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsilla lingualis, tonsilla palatina,
tonsilla pharingica dan tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe
pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini
dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi
anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada
cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak,
adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian
menjadi

atrofi

pada

masa

pubertas.

Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal


kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat
berhubungan dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas), dan
sebagai surveilen imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di
daerah faring terjadi tikungan jalannya material yang melewatinya

disamping itu bentuknya tidak datar, sehingga terjadi turbulensi


khususnya udara pernafasan. Dengan demikian kesempatan kontak
berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada
permukaan penyusun cincin Waldeyer itu semakin besar.

Vaskularisasi
Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna
yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a.
tonsilaris dan a. palatina asenden, a. maksilaris interna dengan
cabangnya yaitu a.palatina desenden, a. lingualis dengan cabangnya
yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden. a. tonsilaris berjalan
ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang
untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirim
cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.
Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui
bagian luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke
pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika

posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau


lesser palatina artery member vaskularisasi tonsil dan palatum mole
dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden.
vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan
pleksus dari faring.

Aliran

getah

bening

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah
bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah
muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan
akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh
getah bening eferen sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak
ada.

Innervasi
Innervasi terutama dilayani oleh n. IX (glossopharyngeus) dan juga
oleh n. Palatina minor (cabang ganglion sphenopalatina). Pemotongan
pada n. IX menyebabkan anestesia pada semua bagian tonsil

Imunologi
Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam
pembentukan imunitas lokal dan pertahanan imunitas tubuh. Limfosit B
berproliferasi di germinal center. Imunoglobulin (Ig G, A, M, D),
komponen komplemen, interferon, lisosim dan sitokin berakumulasi di
jaringan

tonsillar.

Infeksi

bakterial

kronik

pada

tonsil

akan

menyebabkan terjadinya antibodi lokal, perubahan rasio sel B dan sel T.


Efek dari adenotonsilektomi terhadap integritas imunitas seseorang
masih diperdebatkan. Pernah dilaporkan adanya penurunan produksi
Imunoglobulin

nasofaring

terhadap

vaksin

polio

setelah

adenoidektomi atau adanya peningkatan kasus Hodgkins limfoma.


Namun bagaimanapun peran tonsil masih tetap kontroversial dan
sekarang ini belum terbukti adanya efek imunologis dari tonsilektomi

Mekanisme Pertahanan Non-Spesifik


Mekanisme pertahanan spesifik berupa lapisan mukosa tonsil dan
kemampuan

limfoid

untuk

menghancurkan

mikroorganisme.

Pada

beberapa tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga menjadi


tempat yang lemah dalam pertahanan dari masuknya kuman ke dalam
jaringan tonsil. Jika kuman dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka
kuman ini dapat ditangkap oleh sel fagosit. Sebelumnya kuman akan
mengalami opsonisasi sehingga menimbulkan kepekaan bakteri terhadap
fagosit.
Setelah terjadi proses opsonisasi maka sel fagosit akan bergerak
mengelilingi bakteri dan memakannya dengan cara memasukkannya
dalam suatu kantong yang disebut fagosom. Proses selanjutnya adalah

digesti dan mematikan bakteri. Mekanismenya belum diketahui pasti,


tetapi diduga terjadi peningkatan konsumsi oksigen yang diperlukan
untuk pembentukan superoksidase yang akan membentuk H 2O2, yang
bersifat bakterisidal.

H2O2 yang terbentuk akan masuk ke dalam

fagosom atau berdifusi di sekitarnya, kemudian membunuh bakteri


dengan proses oksidasi.
Di dalam sel fagosit terdapat granula lisosom. Bila fagosit kontak
dengan bakteri maka membran lisosom akan mengalami ruptur dan
enzim hidrolitiknya mengalir dalam fagosom membentuk rongga
digestif, yang selanjutnya akan menghancurkan bakteri dengan proses
digestif.

Mekanisme Pertahanan Spesifik


Merupakan mekanisme pertahanan yang terpenting dalam pertahanan
tubuh terhadap udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran
nafas bawah. Tonsil dapat memproduksi Ig-A yang akan menyebabkan
resistensi jaringan lokal terhadap organisme patogen. Disamping itu
tonsil dan adenoid juga dapat menghasilkan Ig-E yang berfungsi untuk
mengikat sel basofil dan sel mastosit, dimana sel-sel tersebut
mengandung granula yang berisi mediator vasoaktif, yaitu histamin.
Bila ada alergen maka alergen itu akan bereaksi dengan Ig-E,
sehingga permukaan sel membrannya akan terangsang dan terjadilah
proses degranulasi. Proses ini menyebabkan keluarnya histamin,
sehingga timbul reaksi hipersensitifitas tipe I, yaitu atopi, anafilaksis,
urtikaria, dan angioedema.
Dengan teknik immunoperoksidase, dapat diketahui bahwa Ig-E
dihasilkan dari plasma sel, terutama dari epitel yang menutupi
permukaan tonsil, adenoid, dan kripta tonsil.

Mekanisme kerja Ig-A adalah mencegah substansi masuk ke dalam


proses immunologi, sehingga dalam proses netralisasi dari infeksi virus,
Ig-A mencegah terjadinya penyakit autoimun. Oleh karena itu Ig-A
merupakan barier untuk mencegah reaksi imunologi serta untuk
menghambat proses bakteriolisis.

Jaringan Limfoid Hipofaring tersebar di seluruh permukaan mukosa


hipofaring sebagai kumpulan massa yang kecil-kecil (folikel limfoid),
dan tidak ada jaringan limfoid spesifik pada daerah ini.

Jaringan Limfoid Laring memegang peranan yang sangat penting dalam


klinik terutama hubungannya dengan proses keganasan.

Daerah Glotik, terdiri dari serabut-serabut elastik, sehingga tidak


memiliki jaringan limfoid

Daerah Supraglotik, memiliki jaringan limfoid yang banyak terutama pada


plika ventrikularis. Aliran limfatiknya berawal dari insersi anterior plika
arieloglotika dan berakhir sebagai pembuluh yang lebih kecil sepanjang

bundle neurovascular laryng. Jaringan limfoid supraglotik ini bertanggung


jawab terhadap metastase karsinoma bilateral dan kontralateral.

Jaringan limfoid Infraglotik, tidak sebanyak di supraglotik tetapi dapat


terjadi invasi karsinoma bilateral dan kontralateral melalui jaringan
limfoid pre dan paratrakeal.
Seluruh jaringan limfoid daerah laring seluruhnya bermuara ke jaringan
limfoid servikal superior dan inferior dalam.

Fungsi

Tonsil

1. Membentuk zat zat anti yang terbentuk di dalam sel plasma saat reaksi
seluler.
2. Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun mikroorganisme
yang masuk ke dalam tubuh melalui hidung dan mulut.
2. Phisiology of larynx and pharynx
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi
suara dan untuk artikulasi.

Proses menelan

Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari
mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui
faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara
involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan
pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus
ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring
intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah
aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong
makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot
konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus
esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot
krikofaringeus

berelaksasi.

Peristaltik

dibantu

oleh

gaya

berat,

menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.

Proses Berbicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot
palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole
kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat
dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian
m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada

gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke


atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa
ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang
terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil
gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif
m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada
waktu bersamaan.

3. Mechanism of swallowing

4. Why does the patient is in paintful swallowing for the last 5 days?
Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau
tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya
tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap
infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan
menahan infeksi atau virus. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel
terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini
secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang

disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel


yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis
falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi
tonsillitis lakunaris.
Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi
parah. Pasien hhanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga
berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas,
bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler,
sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan
biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh
sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang
tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses
radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga
pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan
ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang
akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan
akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada
anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
Sumber :(Reeves, Roux, Lockhart, 2001 )

5. Why the boy complaints such as throat burning sensation, fever, and reduced
appetite?
Umumnya peninggian suhu tubuh terjadi akibat peningkatan set point .
Infeksi bakterimenimbulkan demam karena endotoksin bakteri merangsang
sel PMN untuk membuat pirogenendogen yaitu interleukin-1, interleukin 6
atau tumor nekrosis faktor. Pirogen endogen bekerjadi hipotalamus dengan

bantuan

enzim

siklooksigenase

membentuk protaglandin

selanjutnyaprostaglandin meningkatkan set point hipotalamus. Selain itu


pelepasan pirogen endogen diikuti oleh pelepasan Cryogens (antipiretik
endogen) yang ikut memodulasi peningkatan suhutubuh dan mencegah
peningkatan suhu tubuh pada tingkat yang mengancam jiwa

6. How the corelation between in previous year the children complain for
painful swallowing with the boy symptom now?
pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radangberulang maka epitel
mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan,
jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akanmengkerut sehingga
ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses
ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengkapan
dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfe submandibula (Lipton, 2002).
Pengobatamn yang tidak adekuat dapat membuat tonsillitis kembali.

7. Explain tonsil examinations

Ukuran

tonsil

dibagi

T0

Post tonsilektomi

T1

Tonsil masih terbatas

dalam

menjadi

fossa

tonsilaris
T2

Sudah melewati pilar anterior, tapi belum

melewati
T3

belum
T4 :

garis

paramedian

(pilar

Sudah melewati garis paramedian,


melewati

garis

Sudah melewati garis median

8. Interpretation of physical examination


9. DD

posterior)

median

Tonsillitis
II. TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila
yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan
bakteri pathogen dalam kripta.
2.1. Tonsilitis Akut
2.1.1. Etiologi
Tonsilitis bakterial supurativa akut paling sering disebabkan oleh Grup A

Streptococcus beta hemolitikus. Meskipun pneumokokus, stafilokokus dan


Haemophilus influenzae juga virus patogen dapat dilibatkan. Kadang-kadang
streptokokus non hemolitikus atau streptokokus viridans, ditemukan pada
biakan, biasanya pada kasus-kasus berat.
http://www.entusa.com/oral_photographs/acute_tonsillitis_labeled.jpg
2.1.2. Patofisiologi
Infeksi bakteri pada lapisan

epitel jaringan

tonsil akan menimbulkan

reaksi radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk


detritus. Detritus ini merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan
epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan
tampak sebagai bercak kuning. Perbedaan strain atau virulensi dari penyebab
tonsilitis dapat menimbulkan variasi dalam fase patologi sebagai berikut:
1. Peradangan biasa pada area tonsil saja
2. Pembentukan eksudat
3. Selulitis pada tonsil dan daerah sekitarnya
4. Pembentukan abses peritonsilar
5. Nekrosis jaringan
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis
folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur

maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar
sehingga terbentuk membrane semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil.

Gambar. Tonsilitis Akut

2.1.3. Gejala dan Tanda


Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri
waktu menelan dan pada kasus berat penderita menolak makan dan minum
melalui mulut. Biasanya disertai demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa
nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri
di telinga ini karena nyeri alih melalui n Glosofaringeus. Seringkali disertai
adenopati servikalis disertai nyeri tekan.

Pada pemeriksaan tampak tonsil

membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau


tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri
tekan.
2.1.4. Pengelolaan
Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya tirah
baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral efektif
untuk mengurangi nyeri.

Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan

sensitivitas yang tepat. Penisilin masih merupakan obat pilihan, kecuali jika
terdapat resistensi atau penderita sensitive terhadap penisilin. Pada kasus

tersebut eritromisin atau antibiotik spesifik yang efektif melawan organisme


sebaiknya digunakan. Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai
sepuluh hari. Jika

hasil biakan didapatkan streptokokus beta hemolitikus

terapi yang adekuat dipertahankan selama sepuluh hari untuk menurunkan


kemungkinan komplikasi non supurativa seperti nefritis dan jantung rematik.
Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan, terutama apakah cairan dapat
berkontak dengan dinding faring, karena dalam beberapa hal cairan ini tidak
mengenai lebih dari tonsila palatina.

Akan tetapi pengalaman klinis

menunjukkan bahwa dengan berkumur yang dilakukan secara rutin menambah


rasa nyaman pada penderita dan mungkin mempengaruhi beberapa tingkat
perjalanan penyakit.
http://www.entusa.com/oral_photographs/acute_tonsillitis_labeled.jpg
2.2. Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua
penyakit tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis
kronik adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan,
hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisk dan pengobatan
tonslitis akut yang tidak adekuat. Radang pada tonsil dapat disebabkan kuman

Grup A Streptococcus beta hemolitikus, Pneumococcus, Streptococcus


viridans dan Streptococcus piogenes. Gambaran klinis bervariasi dan diagnosa
sebagian besar tergantung pada infeksi.
2.2.1 Gambaran Klinis
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, rasa
mengganjal pada tenggorokan, tenggorokan terasa kering, nyeri pada waktu
menelan, bau mulut , demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa
nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga ( otalgia).
Rasa nyeri di telinga ini dikarenakan nyeri alih ( referred pain) melalui n.
Glossopharingeus (n.IX).

Gambaran klinis pada tonsilitis kronis bervariasi, dan diagnosis pada umunya
bergantung pada inspeksi.

Pada umumnya terdapat dua gambaran yang

termasuk dalam kategori tonsilitis kronis, yaitu:


1. Tonsilitis kronis hipertrofikans,
yaitu ditandai pembesaran tonsil dengan hipertrofi dan pembentukan jaringan
parut. Kripta mengalami stenosis, dapat disertai dengan eksudat, seringnya
purulen keluar dari kripta tersebut.
2. Tonsilitis kronis atrofikans,
Yaitu ditandai dengan tonsil yang kecil (atrofi), di sekelilingnya hiperemis dan
pada kriptanya dapat keluar sejumlah kecil sekret purulen yang tipis.
Dari hasil biakan tonsil, pada tonsilitis kronis didapatkan bakteri dengan
virulensi rendah dan jarang ditemukan Streptococcus beta hemolitikus.

Gambar. Tonsilitis Kronis Hipertrofikans


2.2.2. Pengelolaan
Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung
desinfektan. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien
merasa sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil
(tonsilektomi).
2.2.3. Komplikasi

Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya


berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis,
pruritus, urtikaria dan furunkulosis.
Tonsilitis Akut

Tonsilitis Kronis

Tonsilitis Kronis

Hiperemis dan edema

Eksaserbasi akut
Hiperemis dan edema

Memebesar/ mengecil tapi

Kripte tak melebar


Detritus (+ / -)
Perlengketan (-)
Antibiotika,

Kripte melebar
Detritus (+)
Perlengketan (+)
Sembuhkan radangnya, Jika perlu

tidak hiperemis
Kripte melebar
Detritus (+)
Perlengketan (+)
Bila mengganggu lakukan

analgetika,

lakukan tonsilektomi 2 6 minggu

Tonsilektomi

obat kumur

setelah peradangan tenang

FARINGITIS
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan
oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. 2
Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi
inflamasi local.Infeksi bakteri grup A Streptokokus

hemolitikus dapat

menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan


toksin ekstraselular yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan
katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus terganggu
akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang
anak usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3
tahun. Penularan infeksi melalui secret hidung dan ludah (droplet infection). 2
ETIOLOGI
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat
infeksi maupun non infeksi.Banyak microorganism yang dapat menyebabkan

faringitis, virus (40-60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan


penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus
(20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga ada Influenzavirus,
Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie
virus A,cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV
juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis.Faringitis yang disebabkan oleh
bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15% penyebab faringitis
pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis
yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada
anak berusia <3tahun.
Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria
gonorrhoeae,Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia
eneterolitica dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. Faringitis
dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita
faringitis.Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya
daya tahan tubuh, konsumsimakanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang
berlebihan.3

Pada Faringitis kronik,faktor-faktor yang berpengaruh 7:


1. Infeksi persisten di sekitar faring. Pada rhinitis dan sinusitis kronik,
mucus purulent secara konstan jatuh ke faring dan menjadi sumber infeksi
yang konstan. Tonsillitis kronik dan sepsis dental juga bertanggung jawab
dalam menyebabkan faringitis kronik dan odinofagia yang rekuren.
2. Bernapas melalui mulut. Bernapas melalui mulut akan mengekspos faring ke
udara yang tidak difiltrasi, dilembabkan dan disesuaikan dengan suhu
tubuh sehingga menyebabkan lebih mudah terinfeksi. Bernapas melalui
mulut biasa disebabkan oleh :
a. Obstruksi hidung
b. Obstruksi nasofaring
c. Gigi yang menonjol
d. Kebiasaan
3. Iritan kronik. Merokok yang berlebihan, mengunyah tembakau, peminum
minuman keras, makanan yang sangat pedas semuanya dapat menyebabkan
faringitis kronik.
4. Polusi lingkungan. Asap atau lingkungan yang berdebu atau uap industry
juga menyebabkan faringitis kronik.
5. Faulty voice production. Penggunaan suara yang berlebihan atau faulty
voice production juga adalah salah satu penyebab faringitis kronik.
PATOGENESIS
Bakteri S. Pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet
udara yang berasal dari pasien faringitis.Droplet ini dikeluarkan melalui batuk
dan bersin. Jika bakteri ini hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan
bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin ini menyebabkan kerusakan
pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil. Kerusakan jaringan ini
ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring. 5Periode inkubasi
faringitis hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 72 jam. 6

Beberapa strain dari S. Pyogenes menghasilkan eksotoksin eritrogenik yang


menyebabkan bercak kemerahan pada kulit pada leher, dada, dan lengan.
Bercak tersebut terjadi sebagai akibat dari kumpulan darah pada pembuluh
darah yang rusak akibat pengaruh toksin.5

Faktor risiko dari faringitis yaitu:

Cuaca dingin dan musim flu

Kontak dengan pasien penderita faringitis karena penyakit ini dapat


menular melalui udara

Merokok, atau terpajan oleh asap rokok

Infeksi sinus yang berulang

Alergi

FARINGITIS AKUT
Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis.2
Gejala dan tanda faringitis viral adalah demam disertai rinorea, mual,
nyeri tenggorokan, sulit menelan.2
Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis.Virus influenza,
coxsachievirus

dan

cytomegalovirus

tidak

menghasilkan

eksudat.

Coxachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit


berupa mauclopapular rash.2
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala
konjungtivitis terutama pada anak.2

Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi


eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di
seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. 2
Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok,
nyeri menelan, mual, dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,
terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah. 2
Terapinya adalah istirahat dan minum yang cukup.Kumur dengan air hangat.
Analgetika jika perlu dan tablet isap.2
Antivirus metisoprinol (Isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes
simpleks dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari
pada orang dewasa dan pada anak <5 tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi
dalam 4-6 kali pemberian/hari.2

Faringitis bakterial
Infeksi grup A Streptokokus

hemolitikus merupakan penyebab

faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). 2

Gejala dan tandanya adalah nyeri kepala yang hebat, muntah kadangkadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. 2
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis
dan terdapat eksudat di permukaannya.Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar,
kenyal, dan nyeri pada penekanan.2
Terapi:
a. Antibiotik. Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini
grup A Streptokokus

hemolitikus. Penicillin G Banzatin 50.000

U/kgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3


kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hariatau
eritromisin 4 x 500 mg/hari
b. Kortikosteroid: deksametason 8-16 mg, IM, 1 kali. Pada anak 0.08-0.3
mg/kgBB, IM, 1 kali.
c. Analgetika
d. Kumur dengan air hangat atau antiseptic.

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan


dengan menggunakan Centor criteria8, yaitu :

Riwayat demam (+1)

Anterior Cervical lymphadenopathy (+1)

Tonsillar exudates (+1)

Tidak ada batuk (+1)

Pada modified Centor criteria ditambah kriteria umur:


-

3-14 tahun (+1)

15-44 tahun (0)

45 tahun keatas (-1)

Penilaian skornya:
-

0: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 1%-2.5%. Tidak perlu


pemeriksaan lebih lanjut dan antibiotic.

1: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 5%-10%. Tidak perlu


pemeriksaan lebih lanjut dan antibiotic.

2: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 11%-17%. Kultur bakteri


faring dan antibiotic hanya bila hasil kultur positif

3: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 28%-35%. Kultur bakteri


faring dan antibiotic hanya bila hasil kultur positif

4-5: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 51%-53%. Terapi


empiris dengan antibiotic dan atau kultur bakteri faring

Faringitis Fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring.Keluhan nyeri
tenggorok dan nyeri menelan.Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring
dan mukosa faring lainnya hiperemis.Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar
Saburoud dextrose.
Terapi dengan Nystatin 100.000-400.000 2 kali/hari dan analgetika. 2

Faringitis Gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital. Terapi
dengan sefalosporin generasi ke-3, ceftriaxone 250 mg, IM. 2

FARINGITIS KRONIK
Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis
kronik atrofi. Factor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah
rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap
yang merangsang mukosa faring dan debu. Factor lain penyebab terjadinya
faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena
hidungnya tersumbat.2

a.Faringitis kronik hiperplastik


Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding
posterior faring.Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral
band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak
rata, bergranular.2

Gejalanya pasien sering mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan


akhirnya batuk yang bereak.2
Terapi local dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia
larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan
simptomatis diberikan obat kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat
diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit di hidung dan sinus
paranasal harus diobati.2

b.Faringitis kronik atrofi


Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi.
Pada

rhinitis

atrofi,

udara

pernapasan

tidak

diatur

suhu

serta

kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. 2


Gejalanya pasien sering mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut
berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering2
Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik
atrofi ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut. 2

FARINGITIS SPESIFIK
a.Faringitis luetika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi didaerah faring seperti
juga penyakit lues di organ lain. Gambaran kliniknya tergantung pada stadium
penyakit primer, sekunder atau tertier.
Stadium primer
Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil,
dan dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan.Bila infeksi terus
berlangsung maka timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia

yaitu tidak nyeri.Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibular yang tidak


nyeri tekan.
Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan.Terdapat eritema pada dinding faring yang
menjalar kearah laring.
Stadium tertier
Pada

stadium

ini

terdapat

guma.Predileksinya

pada

tonsil

dan

palatum.Jarang pada dinding posterior faring.Guma pada dinding posterior


faring dapat meluas ke vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan
kematian. Guma yang terdapat di palatum mole, bila sembuh akan terbentuk
jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara
permanen.2
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan serologic. Terapi penisilin dalam
dosis tinggi merupakan obat pilihan utama. 2

b.Faringitis tuberculosis
Faringitis tuberculosis merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru.
Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberculosis faring
primer.Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang mengandung
kuman atau inhalasi kuman melalui udara.Cara infeksi endogen yaitu
penyebaran melalui darah pada tuberculosis miliaris.Bila

infeksi timbul

secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi dan lesi sering
ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding
lateral hipofaring, palatum mole, dan palatum durum. Kelenjar regional leher
membengkak. Saat ini juga penyebaran secara limfogen. 2
Gejalanya yaitu keadaan umum pasien buruk karena anoreksia dan
odinofagia. Pasien mengeluh nyeri yang gebat di tenggorok, nyeri di telinga
atau otalgia serta pembesaran kelenjar limfa servikal. 2

Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sputum basil tahan


asam, foto toraks untuk melihat adanya tuberculosis paru dan biopsy jaringan
yang terinfeksi untuk menyingkirkan proses keganasan serta mencari kuman
basil tahan asam di jaringan.2
KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis,
mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu
juga

dapat

terjadi

glomerulonefritis,

komplikasi

demam

lain berupa

rematik

akut.

septikemia,
Hal

ini

meningitis,
terjadi

secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.3

Sumber :
1. Rusmarjono dan Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi
Adenoid. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala &
Leher. Edisi Keenam. Cetakan ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 2010;
h.217-9
2. Mansjoer, A (ed). 2005. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok :
Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI.Jakarta; h.118
3. Dhingra PL. Diseases of Ear, Nose, Throat. India: Reed Elsevier; 2000; h
236-7

10. Treatment
11. What the complications of patient?
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke
daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari
tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut
(Soepardi, 2001) :

Komplikasi sekitar tonsila


a. Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan
abses.
b. Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi
berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus
kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
c. Abses Parafaringeal ,Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi
melalui aliran getah bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari
daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal,
os mastoid dan os petrosus.
d. Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada
anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi
kelenjar limfe.
e. Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa
dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan
berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
f. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil
yang membentuk bahan keras seperti kapur.
Komplikasi Organ jauh
a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik
b. Glomerulonefritis
c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
d. Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

e. Artritis dan fibrositis.


12. What is additional examinations to support diagnose
13. Clinical pathway for diagnose

Anda mungkin juga menyukai