Anda di halaman 1dari 20

1.

Furunkel Pada Hidung (4A)

b) Masalah Kesehatan
Furunkel adalah infeksi dari kelenjar sebasea atau folikel rambut

hidung

melibatkan jaringan subkutan. Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus


Penyakit ini memiliki insidensi yang rendah.
menunjukkan prevalensi furunkel.
anak-anak, remaja sampai
c)

Belum

terdapat

data

yang
aureus.

spesifik yang

Furunkel umumnya terjadi paling banyak pada

dewasa muda.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
1. Bisul di dalam hidung, disertai rasa nyeri dan perasaan tidak nyaman.
2. Kadang dapat disertai gejala rinitis.
Faktor Risiko
1. Sosio ekonomi rendah
2. Higiene personal yang buruk
3. Rinitis kronis, akibat iritasi dari sekret rongga hidung.
4. Kebiasaan mengorek bagian dalam hidung.
c)

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
Pada lubang hidung tampak furunkel. Paling sering terdapat pada lateral vestibulum
nasi yang mempunyai vibrissae (rambut hidung).
Pemeriksaan Penunjang:
Tidak diperlukan
d) Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding: Komplikasi
1. Penyebaran infeksi ke vena fasialis, vena oftalmika, lalu ke
kavernosus sehingga menyebabkan tromboflebitis sinus kavernosus.
2. Abses.
3. Vestibulitis.

sinus

e)

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
a. Kompres hangat
b. Insisi dilakukan jika telah timbul abses
2. Medikamentosa
a. Antibiotik topikal, seperti salep Bacitrasin dan Polimiksin B
b. Antibiotik oral selama 7-10 hari, yaitu Amoksisilin 3 x 500 mg/hari,
Sefaleksin 4 x 250 500 mg/hari, atau Eritromisin 4 x 250 500 mg/hari.
Konseling dan Edukasi
1. Menghindari kebiasaan mengorek-ngorek bagian dalam hidung.
2. Tidak memencet atau melakukan insisi padafurunkel.
3. Selalu menjaga kebersihan diri.
Kriteria Rujukan: Prognosis : Baik
f)

Peralatan dan Bahan Medis Habis Pakai


1. Lampu kepala
2. Spekulum hidung
3. Skalpel atau jarum suntik ukuran sedang (untuk insisi)
4. Kassa steril
5. Klem
6. Pinset Bayonet
7. Larutan Povidon Iodin 7,5%

2. Rhinitis Akut (4A)

a)

Masalah Kesehatan
Rinitis akut adalah peradangan pada mukosa hidung yang berlangsung

minggu). Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, ataupun iritan.
sering ditemukan karena manifestasi dari rinitis simpleks
penyakit eksantem (seperti morbili, variola, varisela,

(common

cold),

Radang
influenza,

pertusis), penyakit spesifik, serta

sekunder dari iritasi lokal atau trauma.


b) Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
1. Keluar ingus dari hidung (rinorea)
2. Hidung tersumbat
3. Dapat disertai rasa panas atau gatal pada hidung
4. Bersin-bersin
5. Dapat disertai batuk
Faktor Risiko
1. Penurunan daya tahan tubuh.
2. Paparan debu, asap, atau gas yang bersifat iritatif.
3. Paparan dengan penderita infeksi saluran napas.
c)

akut (<12

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
1. Suhu dapat meningkat
2. Rinoskopi anterior:
a. Tampak kavum nasi sempit, terdapat sekret serous atau
mukopurulen, mukosa konka udem dan hiperemis.
b. Pada rinitis difteri tampak sekret yang bercampur darah.
Membran keabuabuan tampak menutup konka inferior dan
kavum nasi bagian bawah, membrannya lengket dan bila diangkat
mudah berdarah.
Pemeriksaan Penunjang: Tidak diperlukan
d) Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Klasifikasi berdasarkan etiologi:


1. Rinitis Virus
a. Rinitis simplek (pilek, selesma, common cold, coryza). Rinitis simplek
disebabkan oleh virus. Infeksi biasanya terjadi melalui droplet di udara.
Beberapa jenis virus yang berperan antara lain, adenovirus,
picovirus, dan subgrupnya seperti rhinovirus, dancoxsackievirus.

Masa

inkubasinya 1-4 hari dan berakhir dalam 2-3 minggu.


b. Rinitis influenza
Virus influenza A, Batau C berperan dalam penyakit ini. Tanda dan
mirip dengan common cold. Komplikasi berhubungan dengan

gejalanya

infeksi bakteri

sering terjadi.
c. Rinitis eksantematous
Morbili,varisela,variola,danpertusis,sering berhubungan dengan rinitis,
dimana didahului dengan eksantema sekitar 2-3 hari. Infeksi sekunder dan
komplikasi lebih sering dijumpai dan lebih berat.
2. Rinitis Bakteri
a. Infeksi non spesifik

Rinitis bakteri primer. Infeksi ini tampak pada anak dan biasanya akibat
dari infeksi pneumococcus, streptococcus atau staphylococcus.
Membran putih keabu-abuan yang lengket dapat terbentuk di
hidung, dan apabila diangkat dapat menyebabkan

pendarahan

rongga
/

epistaksis.

Rinitis bakteri sekunder merupakan akibat dari infeksi bakteri pada rinitis viral
akut.
b. Rinitis Difteri
Disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, dapat berbentuk akut atau
kronik dan bersifat primer pada hidung atau sekunder pada tenggorokan.
Harus dipikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak
lengkap. Penyakit ini semakin jarang ditemukan karena cakupan program
imunisasi yang semakin meningkat.
3. Rinitis Iritan

Disebabkan oleh paparan debu, asap atau gas yang bersifat iritatif seperti
ammonia, formalin, gas asam dan lain-lain. Dapat juga disebabkan oleh trauma
yang mengenai mukosa hidung selama masa manipulasi intranasal, contohnya pada
pengangkatan corpus alienum. Pada rinitis iritan terdapat reaksi yang terjadi
segera yang disebut dengan immediate catarrhalreaction bersamaan dengan
bersin, rinore, dan hidung tersumbat. Gejalanya dapat sembuh cepat dengan
menghilangkan faktor penyebab atau dapat menetap selama beberapa hari jika epitel
hidung telah rusak. Pemulihan akan bergantung pada kerusakan epitel dan infeksi
yang terjadi.
e)

f)

Diagnosis Banding
1.

Rinitis alergi pada serangan akut,

2.

Rinitis vasomotor pada serangan akut

Komplikasi
1. Rinosinusitis
2. Otitis media akut.
3. Otitis media efusi
4. Infeksi traktus respiratorius bagian bawah seperti laringitis,
trakeobronkitis, pneumonia.

g) Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa
a. Istirahat yang cukup
b. Menjaga asupan yang bergizi dan sehat
2. Medikamentosa
a. Simtomatik: analgetik dan antipiretik (Paracetamol), dekongestan
topikal, dekongestan oral (Pseudoefedrin, Fenilpropanolamin, Fenilefrin).
b. Antibiotik: bila terdapat komplikasi seperti infeksi sekunder
bakteri, Amoksisilin, Eritromisin, Sefadroksil.
c. Untuk rinitis difteri: Penisilin sistemik dan anti-toksin difteri.
Rencana Tindak Lanjut

Jika terdapat kasus rinitis difteri dilakukan pelaporan ke dinas kesehatan setempat.
Konseling dan Edukasi
Memberitahu individu dan keluarga untuk:
1. Menjaga tubuh selalu dalam keadaan sehat.
2. Lebih sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh wajah.
3. Memperkecil kontak dengan orang-orang yang telah terinfeksi.
4. Menutup mulut ketika batuk dan bersin.
5. Mengikuti program imunisasi lengkap, sepertivaksinasi influenza, vaksinasi
MMR untuk mencegah terjadinya rinitis eksantematosa.
6. Menghindari pajanan alergen bila terdapat faktor alergi sebagai pemicu.
7. Melakukan bilas hidung secara rutin.
h) Peralatan
1. Lampu kepala
2. Spekulum hidung
3. Suction
i)

Prognosis

Baik

3. Rhinitis Vasomotor

a)

Masalah Kesehatan
Rinitis vasomotor adalah salah satu bentuk rinitis kronik yang tidak diketahui
penyebabnya (idiopatik), tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan
hormonal, dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin,
klorpromazin, dan obat topikal hidung dekongestan). Rinitis non alergi dan mixed
rhinitis lebih sering dijumpai pada orang dewasa dibandingkan anak -anak, lebih
sering dijumpai pada wanita dan cenderung bersifat menetap.

b) Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
1.

Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi tidur

pasien, memburuk pada pagi hari dan jika terpajan

lingkungan non-

spesifik seperti perubahan suhu atau kelembaban udara, asap rokok, bau
menyengat.
2. Rinore yang bersifat serosa atau mukus, kadang-kadang jumlahnya
agak banyak.
3. Bersin-bersin lebih jarang dibandingkan rinitis alergika.
4. Lebih sering terjadi pada wanita.
Faktor Predisposisi
1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis
antara lain: Ergotamin, Klorpromazine, obat anti hipertensi, dan obat
vasokonstriktor topikal.
2. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang
tinggi, serta bau yang menyengat (misalnya, parfum).
3. Faktor endokrin, seperti kehamilan, masa pubertas, pemakaian kontrasepsi oral,
dan hipotiroidisme.
4. Faktor psikis, seperti rasa cemas, tegang, dan stress.

c)

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

Rinoskopi anterior:
1. Tampak gambaran konka inferior membesar (edema atau hipertrofi),
berwarna merah gelap atau merah tua atau pucat.
Untuk membedakan edema dengan hipertrofi konka, dokter dapat memberikan
larutan Epinefrin 1/10.000 melalui tampon hidung. Pada edema, konka

akan

mengecil, sedangkan pada hipertrofi tidak mengecil.


2. Terlihat adanya sekret serosa dan biasanya jumlahnya tidak banyak. Akan tetapi
pada golongan rinore tampak sekret serosa yang jumlahnya sedikit lebih banyak
dengan konka licin atau berbenjol-benjol.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi.
Pemeriksaan dilakukan bila diperlukan dan fasilitas tersedia di layanan primer, yaitu:
1. Kadar eosinofil pada darah tepi atau sekret hidung
2. Tes cukit kulit (skin prick test)
3. Kadar IgE spesifik
d) Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan

penunjang bila diperlukan.


Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu:
1. Golongan bersin (sneezer): gejala biasanya memberikan respon baik
dengan terapi antihistamin dan glukokortikoid topikal.
2. Golongan rinore (runners): gejala rinore yang jumlahnya banyak.
3. Golongan tersumbat (blockers): gejala kongesti hidung dan
aliran udara pernafasan yang dominan dengan rinore yang minimal.
e)

Diagnosis Banding
1.

Rinitis alergi

2.

Rinitis medikamentosa

3.

Rinitis akut

Komplikasi
Anosmia, Rinosinusitis

hambatan

f)

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa
Kauterisasi konka yang hipertofi dapat menggunakan larutan

AgNO3 25%

atau trikloroasetat pekat.


2. Medikamentosa
a. Tatalaksana dengan terapi kortikosteroid topikal dapat diberikan,
misalnya Budesonide 1-2 x/hari dengan dosis 100-200 mcg/hari.

Dosis

dapat ditingkatkan sampai 400 mg/hari. Hasilnya akan terlihat setelah


pemakaian paling sedikit selama 2 minggu. Saat ini terdapat kortikosteroid
topikal baru dalam aqua seperti Fluticasone

Propionate dengan

pemakaian cukup 1 x/hari dengan dosis 200 mcg

selama 1-2 bulan.

b. Pada kasus dengan rinorea yang berat, dapat ditambahkan


antikolinergik topikal Ipratropium Bromide.
c. Tatalaksana dengan terapi oral dapat menggunakan preparat
simpatomimetik

golongan

agonis

alfa

(Pseudoefedrin,

Fenilpropanolamin, Fenilefrin) sebagai dekongestan hidung oral


atau tanpa kombinasi antihistamin.
Konseling dan Edukasi
Memberitahu individu dan keluarga untuk:
1. Mengidentifikasi dan menghindari faktor pencetus, yaitu iritasi
terhadap lingkungan non-spesifik.
2. Berhenti merokok.
Kriteria Rujukan
Jika diperlukan tindakan operatif
g) Prognosis

Baik

4. Rinitis Alergik (4A)


a)

Masalah Kesehatan

dengan

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh alergen yang sama serta
dilepaskan suatu mediator kimia, yang diperantai oleh Ig E, ketika terjadi paparan
ulangan dengan alergen spesifik tersebut.
Rinitis ditemukan di semua ras manusia, pada anak-anak lebih sering terjadi
terutama anak laki-laki.
b) Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang dengan keluhan keluarnya ingus encer dari hidung (rinorea), bersin,
hidung tersumbat dan rasa gatal pada hidung (trias alergi). Bersin merupakan
khas, biasanya terjadi berulang, terutama pada pagi hari. Bersin lebih dari
sudah dianggap patologik dan perlu dicurigai adanya rinitis alergi dan

gejala
lima kali
ini

menandakan reaksi alergi fase cepat. Gejala lain berupa mata gatal dan banyak air mata.
Faktor Risiko
1. Adanya riwayat atopi.
2. Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi merupakan faktor risiko untuk
untuk tumbuhnya jamur, sehingga dapat timbul gejala alergis.
3. Terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur,

suhu

yang tinggi.
c)

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
1. Perhatikan adanya allergic salute, yaitu gerakan pasien menggosok
hidung dengan tangannya karena gatal.
2. Wajah:
a. Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan
dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung.
b. Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang
melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung
keatas dengan tangan.
c. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi,
sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi (facies adenoid)

3.

Faring: dinding posterior faring tampak granuler dan edema


appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah

(cobblestone
tampak

seperti

gambaran peta (geographic tongue).


4. Rinoskopi anterior:
a. Mukosa edema, basah, berwarna pucat atau kebiruan (livide),
disertai adanya sekret encer, tipis dan banyak. Jika kental dan

purulen

biasanya berhubungan dengan sinusitis.


b. Pada rinitis alergi kronis atau penyakit granulomatous, dapat terlihat adanya
deviasi atau perforasi septum.
c. Pada rongga hidung dapat ditemukan massa seperti polip dan tumor,
atau dapat juga ditemukan pembesaran konka inferior yang dapat berupa
edema atau hipertropik. Dengan dekongestan topikal, polip dan hipertrofi
konka tidak akan menyusut, sedangkan edema konka akan menyusut.
5. Pada kulit kemungkinan terdapat tanda dermatitis atopi.
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan dan dapat dilakukan di layanan primer.
1. Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung.
2. Pemeriksaan Ig E total serum
d) Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang bila diperlukan.
Rekomendasi dari WHO Initiative

ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on

Asthma), 2001, rinitis alergi dibagi berdasarkan sifat berlangsungnya menjadi:


1. Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
2. Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
1. Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan
aktivitas harian,bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal
lain yang mengganggu.
2. Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di

atas.
Diagnosis Banding
1.

Rinitis vasomotor

2.

Rinitis akut

Komplikasi

e)

1.

Polip hidung

2.

Sinusitis paranasal

3.

Otitis media

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
1. Menghindari alergen spesifik
2.

Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui

berkhasiat dalam menurunkan gejala alergis


3. Terapi topikal dapat dengan dekongestan hidung topikal melalui semprot hidung.
Obat

yang

biasa

digunakan

adalah

oxymetazolin

atau

xylometazolin,

namun hanya bila hidung sangat tersumbat dan dipakai beberapa

hari (< 2

minggu) untuk menghindari rinitis medikamentosa.


4.

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat

respons fase lambat tidak dapat diatasi dengan obat lain. Obat yang
dipakai adalah kortikosteroid topikal: beklometason, budesonid,
flutikason, mometason furoat dan triamsinolon.
5. Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida yang
bermanfaat untuk mengatasi rinorea karena aktivitas inhibisi reseptor
kolinergik pada permukaan sel efektor.
6. Terapi oral sistemik
a. Antihistamin

Anti histamin generasi 1: difenhidramin, klorfeniramin, siproheptadin.

Anti histamin generasi 2: loratadin, cetirizine


b.

Preparat simpatomimetik golongan agonis alfa dapat dipakai

sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi


antihistamin. Dekongestan oral: pseudoefedrin, fenilpropanolamin,

sering
flunisolid,

fenilefrin.
7. Terapi lainnya dapat berupa operasi terutama bila terdapat
kelainan anatomi, selain itu dapat juga dengan imunoterapi
Konseling dan Edukasi
Memberitahu individu dan keluarga untuk:
1. Menyingkirkan faktor penyebab yang dicurigai (alergen).
2. Menghindari suhu ekstrim panas maupun ekstrim dingin.
3. Selalu menjaga kesehatan dan kebugaran jasmani. Hal ini
dapatmenurunkan gejala alergi.
Pemeriksaan penunjang lanjutan
Bila diperlukan, dilakukan:
1. Uji kulit atau Prick Test, digunakan untuk menentukan alergen penyebab rinitis
alergi pada pasien.
2. Pemeriksaan radiologi dengan foto sinus paranasal.
Kriteria Rujukan
1. Bila perlu dilakukan Prick Test untuk mengetahui jenis alergen.
2. Bila perlu dilakukan tindakan operatif.
f)

Peralatan
1. Lampu kepala / senter
2. Spekulum hidung
3. Spatula lidah

g) Prognosis

Baik

5. Trauma pada auricular (3A)


a)

Masalah Kesehatan

Trauma telinga adalah kompleks, sebagai agen berbahaya yang berbeda dapat
mempengaruhi berbagai bagian telinga. Para agen penyebab trauma telinga termasuk
faktor mekanik dan termal, cedera kimia, dan perubahan tekanan. Tergantung pada
jenis trauma, baik eksternal, tengah, dan / atau telinga bagian dalam bisa terluka.
b) Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Biasanya pasien mengeluh adanya nyeri, apalagi jika daun telinga disentuh. Didalam
telinga

terasa

penuh

karena

adanya

penumpukan

serumen

atau

disertai

pembengkakan. Terjadi gangguan pendengaran dan kadang-kadang disertai demam.


Telinga juga terasa gatal. Pasien juga mengatakan sering mengorek telinganya
dengan benda

asing sehingga menyebabkan lesi.

Pada trauma telinga luar


a.

Laserasi
Adanya laserasi pada dinding kanalis dapat menyebabkan perdarahan

b.

sementara.
Frostbitea
Sengatan pada suhu yang dingin pada aurikula timbuldengan cepat pada lingkungan
bersuhu rendah dengan angin dingin yang kuat. Sehingga mengalami
Vasokontriksi hebat pembuluh darah telinga bagian luar yang di ikuti priode

dilatasi yang berlangsung lebih lama.


c. Hematoma
Jika terjadi penimbunan darah di daerah yang cedera tersebut, maka akan terjadi
perubahan bentuk telinga luar dan tampak massa berwarna ungu
kemerahan. Darah yang tertimbun ini (hematoma) bisa menyebabkan
terputusnya a l i r a n d a r a h k e k a r t i l a g o s e h i n g g a t e r j a d i p e r u b a h a n
b e n t u k t e l i n g a . Kelainan bentuk ini disebut telinga bunga kol, yang sering
ditemukan pada pegulat dan petinju.
Trauma Telinga Tengah
Trauma pada telinga tengah biasanya disertai dengan sakit telinga dan
kadang juga disertai dengan pendarahan dari telinga, gangguan pendengaran,
kelemahan wajah ipsilateral.
d) Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

kadangdan

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi keadaan umum telinga, pembengkakan pada MAE (meatusauditorius eksterna)
perhatikan adanya cairan atau bau, warna kulit telinga,penumpukan serumen, tonjolan
yang nyeri dan berbentuk halus, serta adanya peradangan.
Ada tanda-tanda akibat trauma, seperti laserasi, perubahan warna (ex : hematom),
nyeri tekan dan tanda-tanda peradangan lainnya
Pemeriksaan Penunjang:
Tidak diperlukan
e)

Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding:
Otitis Eksterna Sirkumskripta
Komplikasi
cauliflower ear

f)

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
1.

Pasien diistirahatkan duduk atau berbaring

2.

Atasi keadaan kritis ( tranfusi, oksigen, dan sebagainya )

3.

Bersihkan luka dari kotoran dan dilakukan debridement,lalu hentikan perdarahan

4.

Pasang tampon steril yang dibasahi antiseptik atau salep antibiotik.

5.

Periksa tanda-tanda vital,

6.

Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan penerangan yang baik, bila mungkin
dengan bantuan mikroskop bedah atau loup untuk mengetahui lokasi lesi.

7.

Pemeriksaan radiology bila ada tanda fraktur tulang temporal. Bila mungkin
langsung dengan pemeriksaan CT scan.

Konseling dan Edukasi


1. Berikan kompres hangat pada daerah nyeri
2. Berikan kompres hangat pada daerah nyeri
3. Hindari cedera berulang pada telinga
Kriteria Rujukan : jika ada tanda fraktur tulang temporal

g) Prognosis

Baik

6. Abses Peritonsilar
a)

Masalah Kesehatan
Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi

akut yang diikuti dengan

terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antara m.konstriktor faring dengan tonsil
pada fosa tonsil. Infeksi ini menembus kapsul tonsil (biasanya pada kutub atas).

Abses peritonsil merupakan infeksi pada tenggorok yang seringkali merupakan


komplikasi dari tonsilitis akut
b) Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Gejala klasik dimulai 3-5 hari waktu dari onset gejala sampai terjadinya
abses sekitar 2-8 hari. Penderita biasanya mengalami keluhan odinofagia (nyeri
menelan) yang hebat sehingga sulit dilakukan pemeriksaan karena sulit membuka mulut
dan juga bias terjadi dehidrasi, muntah (regurgitasi), mulut berbau (foeter ex ore), hot
potato voice banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau (rinolalia) dan sukar membuka
mulut (trismus), sakit kepala, rasa lemah, demam, serta pembengkakan kelenjar
submandibula dengan nyeri tekan. Pasien juga mungkin mengalami nyeri pada saat
menggerakkan lehernya.
Adanya riwayat pasien mengalami nyeri pada kerongkongan adalah salah satu
yang mendukung terjadinya abses peritonsilar. Riwayat adanya faringitis akut yang
disertai tonsilitis dan rasa kurang nyaman pada pharingeal unilateral.
Pada kasus yang agak berat biasanya terdapat disfagia yang nyata, nyeri telinga
(otalgia) pada daerah yang terkena, salivasi yang meningkat dan khususnya trismus.
Palatum molle membengkak dan menonjol ke depan dan dapat teraba fluktuasi. Uvula
membengkak dan terdorong kesisi kontra lateral, dan dijumpai tonsil membengkak dan
hiperemis. Umumnya pergerakan kepala ke lateral menimbulkan nyeri akibat adanya
infiltrasi ke jaringan leher dan region tonsil. Nyeri biasanya bertambah sesuai dengan
perluasan timbunan pus. Sekret kental menumpuk ditenggorokan dan pasien sulit
untuk membuangnya. Oleh karena lidah dilapisi selaput tebal maka dapat terjadi nafas
yang berbau. Pernafasan terganggu biasanya akibat pembengkakan mukosa dan
submukosa faring. Sesak akibat perluasan edema ke jaringan laring jarang terjadi. Bila
kedua tonsil terinfeksi maka gejala sesak nafas lebih berat dan lebih menakutkan
e) Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan secara klinis seringkali sukar dilakukan karena adanya trismus.
Palatum mole tampak menonjol ke depan,dapat teraba fluktuasi.Tonsil bengkak,
hiperemis, mungkin banyak detritus, terdorong ke arah tengah, depan dan bawah.

Uvula terdorong kearah kontra lateral. Mulut berbau (foetor ex

ore), dan dari

hasil palpasi ditemukan adanya pembesaran KGB regional, nyeri tekan,kadang


tortikolis.
Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, elektrolit, dan kultur darah. Yang
merupakan gold standar untuk mendiagnosa abses peritonsilar adalah dengan
mengumpulkan pus dari abses menggunakan aspirasi jarum. Pemeriksaan
laboratorium darah berupa faal hemostasis, terutama adanya leukositosis sangat
membantu diagnosis. Pemeriksaan radiologi berupa foto
rontgen polos, ultrasonografi dan tomografi komputer.
f)

Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding:
1. Abses retrofaring
2. Abses parafaring
3. Abses submandibula
4. Angina ludovici
Komplikasi
Perluasan infeksi ke parafaring, mediastinitis, dehidrasi, pneumonia,
infeksi ke intrakranial berupa thrombosis sinus kavernosus,

hingga

meningitis,abses

otak dan obstruksi jalan nafas


g) Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1.

Bila masih infiltrat terapi seperti pada tonsilitis akut

2.

Bila abses (terbentuk pus) insisi (tanpa anastesi)

3.

Dapat diberikan antibiotik ienis-jenis antibiotika yang umum digunakan seperti


penisilin, metronidazol, sefalosporin dan klindamisin (bakteri penghasil beta
laktamase). Dosis untuk penisilin pada dewasa adalah 600mg IV tiap 6 jam selama
12-24

jam, dan anak 12.500-25.000 U/Kg tiap 6 jam. Metronidazole dosis awal

untuk

dewasa 15mg/kg dan dosis penjagaan 6 jam setelah dosis awal dengan

infus 7,5mg/kg selama 1 jam diberikan selama 6-8 jam dan tidak boleh lebih dari 4
gr/hari
4.

Analgesik, antipiretik

5.

Karena abses ini cenderung kambuh, 4-6 minggu setelah sembuh tonsilektomi

Konseling dan Edukasi


1. Tidak merokok selama pengobatan
2. Menjaga pola makan dan kurangi makan gorengan atau makanan yang
berminyak
Kriteria Rujukan: Prognosis

Abses peritonsoler hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi, maka
ditunda sampai 6 minggu berikutnya. Pada saat tersebut peradangan telah mereda,
biasanya terdapat jeringan fibrosa dan granulasi pada saat oprasi.

7. Rhinitis Kronis (3A)


a)

Masalah Kesehatan
Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang

disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
b) Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
1.

Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari


(umumnya bersin lebih dari 6 kali).

2.

Hidung tersumbat.

3.

Cairan yang keluar dari hidung yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer,
tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh
berkembang menjadi infeksi hidung atau

4.

atau kekuning-kuningan jika


infeksi sinus.

Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan

tenggorok.
5.
c)

Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi anterior:
konka edema dan pucat, secret seromucinou
Pemeriksaan Penunjang:
Tidak diperlukan
d) Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding: Komplikasi .
e)

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
Terapi simptomatik dengan pemberian analgesik dan antibiotik untuk memberikan rasa
nyaman
Kriteria Rujukan: +
Prognosis : Baik

Anda mungkin juga menyukai