asi
stem
BAB III
STOIKIOMETRI
n Teori
tik dan
m
m
m Bohr
m
ombang
ntum
l Atom
u
n Pauli
dan
uh
iner
eev
k
em
Daftar Isi
Setelah membahas masalah struktur atom, tabel periodik dan ikatan kimia, maka
timbul permasalahan tentang reaksi antar atom dengan suatu persamaan yakni
pernyataan ringkas tentang perubahan suatu materi menjadi materi lain. Kajian reaksi
kimia secara kuantitatif dapat memberi informasi yang lebih jelas tentang perubahan
kimia yang terjadi dan perubahan ini mengikuti hukum-hukum dasar ilmu kimia.
Bidang kimia yang membicarakan hubungan-hubungan kuantitatif antara pereaksi
dan hasil reaksi dikenal sebagai stoikiometri, yang berasal dari bahasa Yunani,
stoicheion (unsur) dan metron (pengukuran).
Pada pokok pembahasan ini akan dibicarakan masalah yang berhubungan dengan (a).
Hukum-hukum dasar ilmu kimia, (b). Massa atom relatif dan massa rumus relatif, (c).
Konsep mol (d). Bilangan oksidasi. (e). Cara menyatakan konsentrasi (f). Persamaan
dan tipe reaksi.
1 Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia.
1
Hukum Kekekalan Massa.
Penelaahan reaksi kimia secara kuantitatif dapat memberi informasi tentang
perubahan kimia yang mungkin terjadi. Pada kondisi normal, suhu 25 oC, tekanan 1
atm perubahan kimia juga disertai dengan perubahan massa yang berubah menjadi
energi. Tetapi karena perubahan massa ini kecil sekali, perubahan dapat diabaikan.
Pada umumnya dikatakan bahwa pada kondisi itu perubahan kimia tidak
menyebabkan perubahan massa, dengan demikian dalam perubahan kimia, jumlah
massa zat yang dihasilkan oleh perubahan itu sama dengan jumlah massa zat sebelum
terjadi perubahan. Peristiwa ini sesuai dengan hukum kekekalam massa, yaitu massa
zat sebelum dan sesudah reaksi sama. Pernyataan ini dikemukakan oleh Antoine
Lavoisier (1774) dari hasil percobaan-percobaan yang dilakukannya, dengan jalan
vitas
Waals
katan
alensi
ekul
ekul
ng
lektron
al
r Ilmu
alan
ndingan
ndingan
ndingan
dro
dan
elatif
gadro
ol
Mol Gas
Reaksi
aksi
menimbang massa zat sebelum dan sesudah suatu reaksi kimia terjadi.
Contoh:
Larutan A terdiri dari 3,40 gram perak nitrat dan 25 gram air ditambahkan ke dalam
larutan B yang terdiri dari 3,92 gram kalium kromat dan 25 gram air. Pada
pencampuran ini terjadi reaksi dan menghasilkan endapan coklat. Setelah reaksi
selesai dan ditimbang ternyata berat campuran larutan A dan B itu tetap, yaitu 57,32
gram.
Gambaran di atas dapat diringkaskan seperti reaksi berikut:
2 AgNO3 + K2CrO4
Ag2CrO4 + 2 KNO3
Berdasarkan hukum kekekalan massa nampak disini bahwa jumlah atom tiap unsur
(bersenyawa atau bebas) yang ada disebelah kiri tanda panah persis sama dengan
jumlah atom tiap unsur yang ada disebelah kanan tanda panah. Hukum kekekalan
massa itu tidak berlaku untuk reaksi inti/transformasi inti, karena pada proses inti
terjadi perubahan massa dan energi. Untuk reaksi inti/transformasi inti lebih tepat
apabila digunakan hukum kekekalan massa-energi, dengan demikian hukum
kekekalan massa berlaku untuk semua reaksi kimia, kecuali reaksi inti/transformasi
inti.
Kembali ke Daftar
1 Hukum Perbandingan tetap
Setelah diketahui adanya hubungan antara massa zat sebelum dan sesudah reaksi
kimia, dengan munculnya hukum kekekalan massa, maka pada tahun 1799 Josep
Louis Proust melakukan penelitian tentang hubungan massa unsur-unsur yang
membentuk suatu senyawa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa senyawa yang
sama selalu mengandung unsur-unsur penyusunnya dalam perbandingan yang sama.
Susunan unsur-unsur dalam suatu senyawa dapat ditentukan dengan cara analisis
kimia, berdasarkan data hasil analisis itu dapat ditentukan rumus kimia dari senyawa
yang bersangkutan. Sebagai contoh senyawa besi sulfida, dimana perbandingan massa
besi dan belerang tetap yaitu 7:4. Contoh lain misalnya air yang perbandingan massa
hidrogen dan oksigen juga tetap yaitu 1:8.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Proust mengusulkan suatu hukum yang
kemudian dikenal dengan istilah hukum Proust (hukum perbandingan tetap).
Kembali ke Daftar
2 Hukum Perbandingan Ganda.
Percobaan-percobaan yang dikembangkan setelah adanya hukum kekekalan massa
dan perbandingan tetap ini menunjukkan bahwa ada beberapa pasangan unsur-unsur
yang membentuk suatu senyawa dengan lebih dari satu macam perbandingan massa
yang tetap. John Dalton adalah orang yang pertama kali meneliti kasus tersebut dalam
tahun 1804. Sebagai gambaran atas temuan John Dalton itu, misalnya senyawa CO
nennya
an
an Uap
idih dan
ik Beku
an
el koloid
foresis
dan CO2. Pada senyawa CO dan CO2 perbandingan massa karbon dan oksigen adalah
3:4, sedangkan pada senyawa CO 2 perbandingan massa antara karbon dan oksigen
adalah 3:8. Data ini menunjukkan bahwa perbandingan massa oksigen dalam senyawa
CO dan CO2 dengan massa karbon yang sama adalah 4:8 atau 1:2. Senyawa-senyawa
lain yang kasusnya seperti karbon oleh John Dalton terlihat seperti dalam tabel
berikut ini.
Tabel 1. Senyawa antara nitrogen dan oksigen
massa (gram)
Jumlah massa
Senyawa
Nitrogen Oksigen ekivalen oksigen
Nitrogen monoksida
Nitrogen dioksida
Dinitrogen trioksida
Dinitrogen tetraoksida
Dinitrogen pentaoksida
14
14
14
14
14
8
16
24
32
40
1
2
3
4
5
(1
(2
(3
(4
(5
x 8)
x 8)
x 8)
x 8)
x 8)
oloid
Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa setiap empat belas gram nitrogen
bersenyawa dengan 1, 2, 3, 4 atau 5 massa ekivalen oksigen untuk menghasilkan lima
jenis oksida nitrogen yang berbeda.
Ungkapan hasil percobaan ini oleh John Dalton dirangkum dalam hukum yang
disebut: Hukum Perbandingan Ganda, yaitu bila dua macam unsur dapat membentuk
dua senyawa atau lebih, sedang massa salah satu unsur sama banyaknya maka
massa unsur lainnya dalam senyawa-senyawa itu akan berbanding sebagai bilangan
bulat positif dan sederhana.
Kimia
gan
onstanta
ara Kc
aksi
gan
Suatu
rasi
angan
rutan
n Ksp
ntrasi
Kembali ke Daftar
3 Hukum Perbandingan Volume
Hubungan antara volume-volume dari gas-gas dalam reaksi kimia telah diselidiki oleh
Joseph Louis Gay-Lussac dalam tahun 1905. Pada penelitian itu ditemukan bahwa
pada suhu dan tekanan tetap, setiap satu volume gas oksigen akan bereaksi dengan
dua volume gas hidrogen menghasilkan dua volume uap air, dengan demikian
perbandingan antara volume hidrogen, volume oksigen dan volume uap air berurut
adalah 2:1:2. Contoh lain : satu volume gas hidrogen akan bereaksi dengan satu
volume gas klor menghasilkan dua volume gas hidrogen klorida; perbandingan
volume hidrogen, volume klor dan volume hidrogen klorida berurut adalah 1:1:2.
Pada reaksi antara gas nitrogen dan gas hidrogen membentuk gas amonik, maka
perbandingan volume dari ketiga gas itu berturut adalah 1:3:2 (N2 : H2 : NH3).
Konsep hubungan antara volume gas-gas yang bereaksi dengan volume gas-gas yang
dihasilkan dari reaksi tersebut sangat berguna untuk menjelaskan tentang proses
reaksi kimia yang terjadi.
e dan
eratur
alis
Asam
Lowry
dalam
n Air
n Basa
r
dalam
dalam
an
dalam air
n Asam
sa
Air
ngan
ah
gan
h dalam
Menurut John Dalton bagan reaksi di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
oo oo
+
hidrogen
Oo + oOo
air
air
OO
oksigen
er atau
Asam
H-H + H-H
2 molekul
hidrogen
O-O
1 molekul
oksigen
H-O-H + H-O-H
2 molekul
air
Basa
uffer
am
g
i Asam
asa Kuat
g
Asam
Basa
g
i Asam
asa
2H2O
g
i Asam
Basa
gan
ngan
erja
ahan
pi
Entalpi
ar
dan
a
pi
gan
a
i Bebas
Reaksi
ksi
g
Laku
dianggap paling tepat untuk menetapkan bilangan Avogadro adalah pengukuran sinar
X pada kisi kristal suatu garam. Metode inilah yang memberikan nilai bilangan
Avogadro sebesar 6,023 x 1023, dengan demikian apabila jumlah molekul dalam satu
mol zat telah diketahui, maka massa satu molekul sembarang zat itu dapat dihitung.
Standar
Standar
aan
an
itatif
s
Atom
n Inti
klida
nti
aktif
n
an
Netron
n
lambat
n
Tetapan
nti
n Fusi
mia Inti
nsur
ai
gi
ai
ai
asi
Kembali ke Daftar
Massa Satu Mol.
Berdasarkan hukum kekekalan massa, atom tidak mengalami perubahan bila atomatom itu bergabung (bereaksi) membentuk senyawa. Massa satu molekul suatu
senyawa ditentukan oleh jumlah massa semua atom penyusun molekul itu, massa ini
kemudian dikenal sebagai massa rumus relatif (M r). Misalnya massa rumus air, H2O =
(2 x 1) + (1 x 16) = 18.
Dalam perhitugan kimia, yang diperlukan adalah suatu satuan jumlah zat yang
menyatakan berapa gram zat yang harus ditimbang agar zat tersebut mengandung
partikel yang sama. Satuan yang digunakan adalah mol. Seperti telah dijelaskan
sebelumnnya bahwa satuan patokan bakunya juga menggunakan isotop karbon-12.
Dengan demikian satu mol isotop karbon-12 mempunyai massa 12 gram yang sesuai
dengan bilangan Avogadro, N yaitu 6,023 x 1023 atom. Satu mol gas oksigen (O2)
mengandung N molekul O2 atau mengandung 2N atom oksigen (O). Jikalau massa
atom relatif oksigen adalah 16, maka massa rumus relatif molekul oksigen adalah 2 x
16 = 32. Massa satu mol gas oksigen = 32 gram/mol.
Kembali ke Daftar
3.3.3. Volume Satu Mol Gas.
Hukum Avogadro menyatakan tiap-tiap gas ideal atau gas yang dianggap sebagai gas
ideal pada suhu dan tekanan tetap, volumenya sama dan mengandung jumlah partikel
yang sama pula. Reaksi-reaksi kimia sering melibatkan senyawa atau molekul dalam
fasa gas, dengan demikian hukum Avogadro dapat diterapkan pada reaksi-reaksi
kimia yang melibatkan senyawa-senyawa yang berfasa gas, dengan catatan bahwa
gas-gas itu merupakan gas ideal atau dianggap gas ideal dan berlaku persamaan PV =
nRT.
Jikalau pada kondisi baku yaitu suhu 0 oC tekanan 76 cm Hg (atau 1 atm), maka
volume 1 mol gas itu adalah:
V = 22,41 dm3
Oleh karena hukum Avogadro berlaku dalam gas, maka volume setiap satu mol gas
ideal atau yang dianggap gas ideal pada kondisi baku adalah sama (22,41 dm3).
Cara lain untuk menentukan volume gas itu adalah dengan menggunakan definisi
densitas (berat jenis),
Jikalau pada kondisi baku, densitas gas oksigen = 1,429 gram/dm 3, maka volume 1
on
n
sp3 dan
etana
sp2 dan
len
Dengan cara yang sama, setiap gas pada kondisi yang sama volumenya juga sama dan
pada keadaan baku setiap satu mol sembarang gas ideal atau dianggap ideal
volumenya sama yaitu 22,41 dm3.
dan
etilen
awa
enyawa
l dan
lkana
si
Alkana
wa
kana
na
ana
esis
na
kena
esis)
na
da
aat
on
Kembali ke Daftar
4 BILANGAN OKSIDASI.
Sebelum konsep ikatan kimia didasarkan atas susunan elektron dalam atom setiap
unsur, pendekatan masalah ikatan kimia itu didasarkan atas konsep valensi. Konsep
valensi itu digunakan untuk menyatakan daya ikat antar atom dalam pembentukan
senyawa.
Valensi suatu atom adalah angka yang menunjukkan jumlah atau banyaknya atom
tertentu yang diikat oleh atom tersebut. Pada umumnya yang diambil sebagai atom
baku atau atom tertentu itu adalah hidrogen, dengan demikian jika suatu atom yang
hanya mengikat n atom hidrogen dikatakan bervalensi n. Jadi valensi dinyatakan
dengan bilangan bulat 1, 2, 3, 4, n (tanpa tanda + atau -). Oksigen bervalensi dua
karena atom oksigen mengikat dua atom hidrogen seperti dalam molekul H2O.
Penentuan valensi suatu atom yang tidak membentuk ikatan dengan hidrogen dapat
dilaksanakan secara tidak langsung, yaitu dengan memanfaatkan senyawa tersebut
dengan atom lain yang telah diketahui valensinya, misalnya valensi vanadium (V)
dapat diperoleh dari vanadium pentaoksida (V2O5), karena valensi oksigen telah
diketahui besarnya yaitu 2, maka pada kasus ini vanadium bervalensi 5 sebab 1
oksigen dapat mengikat 2 hidrogen, jadi 2 vanadium dianggap mengikat 5 x 2
hidrogen, dengan demikian 2 V mengikat 10 hidrogen, jadi 1 V mengikat 5 hidrogen,
sehingga V bervalensi 5.
Pada pembentukan senyawa natrium klorida terjadi ikatan antara natrium dan klor
karena satu elektron dari atom natrium pindah ke atom klorida dan menghasilkan ion
natrium dan ion klorida yang kemudian saling tarik menarik dengan gaya
elektrostatis. Perubahan susunan elektron seperti yang dialami oleh atom natrium
dengan melepaskan elektron itu disebut proses oksidasi sedangkan proses atom klor
yang menerima elektron disebut proses reduksi. Proses oksidasi selalu disertai proses
reduksi dan reaksi antar keduanya disebut reaksi oksidasi-reduksi atau biasa disingkat
dengan istilah reaksi redoks.
san dan
on
Na
Cl
klo
Na
stabilan
on
e
e
Cl
Na+
Cl-
(oksidasi)
(reduksi)
Spesies (senyawa, unsur, ion) yang mengalami oksidasi disebut reduktor sedangkan
spesies yang mengalami reduksi disebut oksidator. Dalam reaksi redoks di atas
natrium bertindak sebagai reduktor sedangkan klor bertindak sebagai oksidator. Pada
reaksi redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor dan jumlah elektron
yang diterima oleh oksidator harus sama, namun demikian jumlah atom reduktor
belum tentu sama dengan jumlah atom oksidator.
ri
awa
si pada
Muatan yang dimiliki oleh Na (+1) dan Cl (-1) pada contoh di atas disebut bilangan
oksidasi atau tingkat oksidasi. Oleh karena bilangan oksidasi juga merupakan daya
ikat suatu atom maka pada kejadian khusus apa yang semula disebut valensi tidak lain
adalah bilangan oksidasi, namun demikian valensi tidak selalu sama dengan bilangan
oksidasi, terutama karena valensi ditetapkan berdasarkan daya ikat atom terhadap
hidrogen (langsung, atau tidak langsung berdasarkan perbandingan dengan atom lain).
Berapapun besarnya valensi suatu atom X yang membentuk molekul dengan
mengikat atom sejenisnya, akan mempunyai bilangan oksidasi nol, seperti terlihat
dalam O2, meskipun valensi atom oksigen adalah dua dan tetap bervalensi dua dalam
molekul O2.
si
k pada
an
l dalam
Organik
da
a
ar
ular
b
c
d
e
Bilangan oksidasi suatu unsur dapat diketahui bila susunan elektron dari molekul
yang mengandung unsur tersebut dilukiskan, akan tetapi cara ini akan menyita banyak
waktu, maka dalam penentuan bilangan oksidasi suatu unsur dapat dilakukan dengan
berpedoman kepada aturan berikut:
Atom yang tidak berikatan atau atom bebas atau atom dalam molekulnya mempunyai
bilangan oksidasi nol. Misalnya atom natrium dalam Na atau atom kalsium dalam Ca,
atom Oksigen dalam O2, atom klor dalam Cl2, atom fosfor dalam molekul P4 dan atom
belerang dalam molekul S8.
Karena molekul bersifat netral, jumlah bilangan oksidasi semua atom dalam molekul
tersebut adalah nol.
Bilangan oksidasi ion beratom tunggal adalah sama dengan muatan ion tersebut.
Jumlah bilangan oksidasi semua atom yang membentuk ion poliatom sama dengan
muatan pada ion tersebut.
Bilangan oksidasi fluor, unsur yang paling elektronegatif adalah 1 dalam semua
senyawa fluor.
Dalam bagian terbesar senyawa yang mengandung oksigen, bilangan oksidasi oksigen
2, ada beberapa perkecualian dalam senyawa peroksida, tiap oksigen mempunyai
bilangan oksidasi 1. Misalnya dua atom oksigen dalam O 2= adalah setara dan tiap
atom diberikan bilangan oksidasi 1 sehingga jumlah bilangan oksidasi sama dengan
muatan ionnya. Dalam super oksidasi, O2 tiap atom oksigen mempunyai bilangan
oksidasi 1/2. Dalam senyawa F2O oksigen mempunyai bilangan oksidasi +2.
Bilangan oksidasi hidrogen +1 dalam semua senyawa kecuali hidrida logam (seperti
LiH, CaH2 dan NaH) dimana hidrogen mempunyai bilangan oksidasi 1.
Dengan menggunakan aturan tersebut di atas, bilangan oksidasi unsur dalam suatu
senyawa dapat ditentukan. Bilangan oksidasi atom-atom dalam H3PO4 bila
dijumlahkan haruslah sama dengan nol. Jika tiap atom hidrogen diberi tanda +1
(seluruhnya, +3) dan tiap oksigen diberi tanda 2 (jumlah, -8) fosfor harus
mempunyai bilangan oksidasi +5. Kesimpulan yang sama diperoleh dengan
memeriksa ion yang diturunkan dari asam fosfat, ion fosfat PO43-. Dalam hal ini
jumlah bilangan oksidasi 3, tiap oksigen diberi tanda -2(jumlah 8), sehingga
Massa Ekivalen
Massa ekivalen adalah massa dalam satuan gram suatu zat/senyawa/unsur yang
diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol proton (H +), sedangkan
pada reaksi redoks yang dimaksud dengan massa ekivalen adalah massa dalam satuan
gram suatu zat/unsur/senyawa yang diperlukan untuk memberikan atau menerima
satu mol elektron. Hubungan antara massa molekul dengan massa ekivalen
dinyatakan dengan persamaan,
BE
Mr
n
besar daripada setengah berat (volume) zat pelarutnya dan maksimum sama dengan
zat pelarutnya. Jikalau berat (volume) zat terlarut lebih besar daripada zat pelarut,
maka kriterianya dibalik yaitu zat terlarut berubah fungsinya menjadi pelarut begitu
juga sebaliknya (ingat definisi larutan dan kriteria pelarut dan zat terlarut).
Jikalau zat terlarut berlebihan (lebih besar daripada nilai kelarutan bakunya)
ditambahkan ke dalam pelarutnya dengan volume tertentu maka keseimbangan antara
zat terlarut murni dengan zat terlarut dalam larutan terjadi.
Zat terlarut (murni)
Pada keadaan keseimbangan ini laju larutnya zat terlarut murni yang dapat larut setara
dengan laju keluarnya zat terlarut yang telah larut dari larutan homogen. Dalam
keadaan demikian ini konsentrasi zat terlarut yang telah larut adalah tetap, sehingga
disebut larutan jenuh, di mana larutannya dikatakan sebagai larutan jenuh pada suhu
dan tekanan tertentu. Larutan tak jenuh adalah larutan yang konsentrasinya masih
lebih kecil dari nilai batas kelarutan zat terlarut dalam pelarut tertentu.
Setelah masalah jenis larutan dan kriterianya dibahas timbul permasalahan bagaimana
cara menyatakan konsentrasi larutan itu. Untuk menyatakan perbandingan antara zat
terlarut dan pelarut dalam larutan homogen, ada beberapa cara yaitu dinyatakan
dalam: (1). persen (%), (2). normalitas (N), (3). molaritas (M), (4). molalitas (m), (5).
fraksi mol (X), (6). ppm dan (7). formalitas (F). Masalah tersebut akan dibahas seara
rinci berikut ini.
Persentase
Ada beberapa krirteria untuk menyatakan jumlah zat terlarut dalam satuan persen
yaitu: % b/b, % b/v, % v/b atau % v/v. Jadi baik zat terlarut maupun pelarut dapat
diukur volume maupun massanya bergantung pada wujud maupun kepraktisan
mengukurnya, oleh sebab itu dalam menyatakan % larutan itu hendaknya
dicantumkan sistemnya yaitu b/b, b/v, v/b atau v/v
Contoh:
Larutan natrium klorida 5% (b/v), ini berarti 5 gram NaCl padat dilarutkan dan
larutannya dijadikan 100mL. Demikian juga alkohol 5% (v/v). Tetapi untuk
pemakaian yang lebih eksak sebaiknya dipakai persen (b/b). Per definisi yang
dimaksud dengan % b/b di sini adalah:
Molaritas (M).
Molaritas atau molar disingkat dengan M didefinisikan sebagai jumlah mol zat
terlarut setiap volume tertentu (1 dm3) larutan. Secara sederhana molar dinyatakan
sbb:
berat
zat terlarut
massa molekul
volume larutan
massa molekul
Larutan dikatakan 1 molar jikalau dalam 1 dm3 larutan terdapat 1 mol zat terlarut.
1M
Contoh:
Kemolaran suatu larutan yang mengandung 10,00 gram NaOH (BM=40,00gram/mL)
dalam 500 mL larutan adalah:
M
10,00 gram
40,00 gram/mL x 0,5 L
0,500 mol/L
0,5M
Biasanya di Laboratorium kita mendapatkan zat yang berupa larutan dalam botol
yang dinyatakan hanya rumus kimia, Mr , % dan berat jenisnya. Maka untuk
menghitung molaritasnya kita dapat menggunakan rumus berikut:
Contoh:
Hitung molaritas larutan HCl pekat yang mempunyai M r = 36,5 ; % = 36,5% dan
= 1,18 g/cm3
x % x 1000
M
Mr
Dengan menggunakan rumus di atas diperoleh molaritas = 11,8 M
Molalitas (m)
Molalitas atau molal didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut setiap kilogram
pelarut. Secara sederhana molal (m) dapat dinyatakan sbb:
Molal
molalitas
Molal
molalitas
oleh karena
BE
N n x
atau
Mr
n , maka
N n x M
Persamaan di atas menyatakan hubungan antara normal dan molar dan n merupakan
jumlah proton yang dapat diterima atau dilepaskan oleh zat terlarut. Larutan
dikatakan konsentrasinya 1 normal jikalau dalam 1 dm3 larutan itu terdapat 1 gram
massa ekivalen zat terlarut.
Contoh:
- Berapa normalitas H2SO4 1M
Normalitas H2SO4 = n x M = 2 x 1 = 2N
- Hitung normalitas larutan HCl pekat (11,8 M)
Dengan rumus di atas normalitas HCl tersebut dapat diperoleh yaitu normalitas
N = n x M = 1 x 11,8 N = 11,8 N.
Selain normalitas kadang juga digunakan titer dalam kimia analitik. Satuan titer
adalah berat per volume, tetapi berat digunakan untuk pereaksi yang bereaksi dengan
larutan dan bukan untuk zat yang terlarut. Contohnya: 1 mL HCl tepat menetralkan
4,00 mg NaOH, maka konsentrasi larutan HCl dapat dinyatakan sebagai titer NaOH
4,00 mg/mL = 4,00 gram/L. Titer ini dengan mudah diubah menjadi normalitas
sebagai berikut:
T = mg/mL.
mg
N
BE x mL
Sedang
maka
T = N x BE
mol A
jumlah mol semua komponen
mol A
mol A mol B
Fraksi mol B X B
mol B
mol A mol B
mol A
mol B
XA XB
mol A mol B
1
mol A mol B
ppm
W
x 10 6
W Wo
W
Wo
x 106
mg zat terlar ut
1.000.000 mgram larutan
mg zat terlar ut
larutan x 1000.000 cm3
Formalitas
Formalitas ini kadang nilainya sama dengan molaritas, kecuali dalam hal tertentu
yang mana zat terlarut biasanya mempunyai suatu bentuk dalam larutan yang berbeda
dengan molekulnya, mungkin karena pengaruh ikatan hidrogen atau lainnya.
Misalnya larutan asam asetat dalam larutan air biasanya berbentuk dimer (2 molekul
bergabung menjadi 1 bentuk) demikian juga asam benzoat dll.
Formalitas didefinisikan sebagai banyaknya bentuk yang terjadi yang sama dengan
bilangan Avogadro dalam 1 dm3 larutan. Dengan demikian untuk larutan asam asetat
(CH3COOH), 1M = F karena 1 molar berarti ada sebanyak bil. Avogadro molekul
dalam 1 dm3 larutan maka bila zat ini membentuk dimer (CH3COOH)2 dalam larutan
berarti ada sebanyak bil. Avogadro bentuk yang terjadi dalam 1 dm 3 larutan
sehingga formalitasnya = F.
Kembali ke Daftar
6 PERSAMAAN DAN TIPE REAKSI
3.6.1. Persamaan Reaksi
Reaksi kimia terjadi bila satu atau lebih zat berubah menjadi satu atau lebih zat baru
dengan sifat-sifat yang berbeda dari sifat-sifat zat semula. Dalam suatu reaksi kimia
zat yang dihasilkan mempunyai susunan tertentu walaupun zat-zat yang bereaksi
dicampur dalam berbagai perbandingan.
Reaksi kimia biasanya dinyatakan dengan persamaan kimia, zat-zat yang bereaksi dan
hasil reaksi yang dinyatakan dengan tanda atom atau rumus molekul/ion, sedangkan
arah perubahan reaksi ditunjukkan oleh tanda anak panah (
). Cara penulisannya
berdasarkan hukum kekekalan massa yaitu jumlah atom tiap unsur (bersenyawa atau
bebas) yang ditunjukkan di sebelah kiri persamaan reaksi sama dengan yang di
sebelah kanan.
Selain tanda anak panah yang dijelaskan di atas dikenal pula tanda lain yang
menggunakan dua anak panah yang disusun satu di atas yang lain dengan arah yang
berlawanan (
).
Reaksi yang menggunakan anak panah tunggal adalah reaksi yang berjalan hanya
dalam satu arah seperti yang ditunjuk oleh arah anak panah, sedangkan reaksi yang
menggunakan tanda panah bersusun dengan arah berkebalikan menunjukkan jenis
reaksi yang berjalan dalam dua arah dan disebut pula reaksi bolak-balik atau reaksi
keseimbangan.
Dalam reaksi dengan dua arah ini mula-mula pereaksi awal (di sebelah kiri anak
panah) bereaksi dan membentuk hasil reaksi (di sebelah kanan anak panah). Setelah
hasil reaksi terbentuk dalam jumlah tertentu, hasil reaksi tadi akan bereaksi kembali
dan membentuk pereaksi awal yang ditunjukkan oleh anak panah kedua. Dengan
demikian pada kondisi tertentu terjadi kesetimbangan antara perubahan dari kiri ke
kanan dengan perubahan dari kanan ke kiri (bolak-balik). Kesetimbangan ini dapat
dialihkan ke arah yang dikehendaki dengan berbagai cara bergantung pada sifat tiap
zat yang bereaksi, kondisi reaksi dll.
Tanda atom atau rumus molekul dalam suatu persamaan reaksi menunjukkan jumlah
minimum zat-zat yang bereaksi dan zat-zat yang dihasilkan oleh perubahan kimia.
Perbandingan jumlah terkecil dari masing-masing zat seperti yang ditunjukkan oleh
persamaan reaksi dinamakan stoikiometri dari reaksi tersebut. Bilangan yang
menunjukkan jumlah masing-masing atom, molekul atau ion dalam suatu persamaan
reaksi disebut koefisien persamaan reaksi.
Persamaan reaksi dapat dituliskan sebagai persamaan reaksi molekul atau ion. Dalam
persamaan reaksi, zat-zat yang bereaksi dan hasil reaksi ditulis dalam bentuk
molekulnya.
Misalnya:
2H2 + O2
2NaOH + H2SO4
2H2O
Na2SO4 + 2H2O
Dalam kenyataannya zat-zat tertentu dalam larutan bereaksi dalam keadaan ion.
Dalam persamaan reaksi ion hanya molekul, atom atau ion yang terlibat dalam reaksi
kimia ditulis dalam persamaan reaksi ion. Zat-zat yang dalam larutannya berada
dalam bentuk ion adalah:
1. Asam kuat dan basa kuat
2. Senyawa garam
Contoh:
Reaksi larutan AlCl3 dengan larutan NaOH
Reaksi molekulnya:
AlCl3 + 3NaOH
Al(OH)3 + 3NaCl
Endapan
Dalam persamaan ini yang terlibat dalam reaksi adalah ion aluminium, Al 3+ dan ion
hidroksida, OH- yang bereaksi membentuk molekul aluminium hidroksida, Al(OH) 3.
Dengan demikian reaksi ionnya dituliskan sbb:
Al3+ + 3Cl- + 3Na+ + 3OH-
Al3+ + 3OH-
Al(OH)3
Sering keadaan fisik setiap zat perlu dinyatakan dalam persamaan reaksi. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan keterangan tambahan dibelakang setiap simbol
pada rumus persamaan reaksi seperti: (g) untuk gas, (c atau l) untuk cairan, (p atau
s) untuk padatan dan (aq) untuk larutan air.
Contoh:
AlCl3 (aq) + 3NaOH (aq)
Penulisan persamaan reaksi ion lebih mendekati kenyataan dari pada persamaan
reaksi molekul, khususnya untuk reaksi zat-zat anorganik yang larut dalam air.
Penulisan persamaan reaksi ion lebih menonjol kegunaannya dalam reaksi redoks.
Kembali ke Daftar
3.6.2. Tipe reaksi
Untuk menyatakan terjadinya suatu peristiwa kimia digunakan persamaan kimia,
dengan persamaan kimia dapat diperoleh informasi kimia yaitu apa yang terjadi jika
dua macam atau lebih zat dicampur pada kondisi tertentu dan berapa banyaknya
setiap zat itu bereaksi dan berapa banyak terbentuk senyawa baru.
Persamaan reaksi kimia dapat dikelompokkan dalam 4 tipe reaksi,
1 Reaksi sintetis yaitu reaksi pembentukan molekul dari unsur-unsurnya.
Contoh:
Fe + S
FeS
Fe3+ + 6SCN-
2
Fe(SCN)63-
Reaksi penguraian berganda yaitu pembentukan molekul akibat adanya pertukaran pasangan
Contoh:
AlCl3 + 3NaOH
Al(OH)3 + 3NaCl
3 Reaksi netralisasi yaitu reaksi antara ion hidronium dengan ion hidroksida atau antara
suatu asam dengan basa yang biasanya menghasilkan air
Contoh:
H3O+ + OHHOH + HOH
4
Reaksi redoks yaitu reaksi yang terjadi dengan adanya transfer elektron
Contoh:
MnO2 + 4H+ + 2Br
Br2 + Mn2+ + 2H2O
Penulisan persamaan reaksi kimia harus sesuai dengan hukum kekekalan massa yaitu
jumlah atom tiap-tiap unsur harus sama di sebelahkiri dan kanan tanda panah.
1
2
1
2
3
Al(OH)3 + (NH4)2SO4
Oksidasi:
Reduksi:
K+ + e
1/2Br2 + e
1/2Br-
Redoks:
K + 1/2Br2
K+ + 1/2Br2-
Untuk dapat menyusun reaksi redoks, pertama-tama hasil reaksi perlu diketahui.
Dalam hal ini sudah cukup bila diketahui oksidator dengan hasilnya, demikian pula
dengan reduktor. Dengan demikian hasil reaksinya dapat diketahui bila kedua jenis
pereaksi tersebut.
Beberapa oksidator dan reduktor dengan hasil reaksinya
Oksidator
Suasana
Larutan
MnO4
asam
2Cr2O7
asam
Ce4+
asam
XO3
asam
(X=Cl, Br, I)
asam
NO3asam
MnO2
asam
Fe3+
asam
H2O2
asam
Fe2+
asam
SO2
asam
C2O42asam
Iasam
netral
H2S
asam
S2O3
asam
netral
H3AsO3
asam
netral
Sn2+
asam
HNO2
asam
Zn(p)
asam
atau
Hasil
Reaksi
Mn2+
Cr3+
Ce3+
XXNO
Mn2+
Fe2+
H2O
Fe3+
SO42CO2
I2
atau
S (s)
S4O6=
atau
H3AsO4
Sn4+
NO3Zn2+
Ada dua cara untuk menyetarakan reaksi redoks yaitu cara reaksi setengah dan cara
perubahan bilangan oksidasi.
a. Cara reaksi setengah
1 Setiap persamaan reaksi redoks merupakan penjumlahan dua reaksi
setengah
2 Dalam persamaan reaksi redoks yang sudah setara, jumlah elektron
yang dilepaskan pada proses oksidasi sama dengan jumlah elektron
yang diterima pada proses reduksi
3 Ada tiga tahap penyetaraan reaksi yakni
NO + SO42-
NO (reduksi)
Tahap 2: Penyeimbangan setiap reaksi setengah
a) Penambahan H2O untuk mengimbangkan O
H2SO3 + H2O
SO42+
HNO2
NO + H2O
+
b) Penambahan H untuk mengimbangkan H
H2SO3 + H2O
SO42- + 4 H+
HNO2 + H+
NO + H2O
c) Penambahan elektron untuk mengimbangkan muatan
H2SO3 + H2O
SO42- + 4 H+ + 2 e+
HNO2 + H + e
NO + H2O
d) Penyamaan jumlah elektron yang dilepaskan dan diterima
H2SO3 + H2O
SO42- + 4 H+ + 2 e2 HNO2 + 2 H+ + 2 e-
2 NO + 2 H2O
Tahap 3: Penjumlahan kedua reaksi setengah
H2SO3 + H2O
SO42- + 4 H+ + 2 e2 HNO2 + 2 H+ + 2 e-
2 NO + 2 H2O
2H2SO3 2 HNO2
SO4 + 2 NO + 2 H+ + H2O
Fe3+ +
Mn2+
Fe3+ + Mn2+
+3
+2
Kembali ke Daftar
7 SOAL LATIHAN
A. Hukum hukum Dasar Kimia
1 Massa zat sebelum dan sesudah reaksi kimia sama, dikemukakan oleh:
a Antonio Laurent Lavoisier (1785)
b Josep Louis Proust (1800)
c John Dalton (1804)
d Joseph Louis Gay-Lussac dalam tahun 1905
e Amadeo Avogadro (1911)
2 Perbandingan massa unsur-unsur yang membentuk suatu senyawa adalah tetap,
dikemukakan oleh:
a Antonio Laurent Lavoisier (1785)
b Josep Louis Proust (1800)
c John Dalton (1804)
d Joseph Louis Gay-Lussac dalam tahun 1905
e Amadeo Avogadro (1911)
3 Bila dua macam unsur dapat membentuk dua senyawa atau lebih, untuk massa salah satu
unsur yang sama banyaknya, massa unsur berikutnya dalam senyawa-senyawa itu akan
berbanding sebagai bilangan bulat positif dan sederhana, dikemukakan oleh:
a Antonio Laurent Lavoisier (1785)
b Josep Louis Proust (1800)
c John Dalton (1804)
d Joseph Louis Gay-Lussac dalam tahun 1905
e Amadeo Avogadro (1911)
4 Volume-volume gas yang bereaksi dan gas hasil reaksi, bila diukur pada suhu dan tekanan
tetap akan berbanding sebagai bilangan yang bulat dan sederhana, pernyataan ini
dikemukakan oleh:
a Antonio Laurent Lavoisier (1785)
b Josep Louis Proust (1800)
c John Dalton (1804)
d Joseph Louis Gay-Lussac dalam tahun 1905
e Amadeo Avogadro (1911)
5 Pada suhu dan tekanan tetap, semua gas yang volumenya sama akan mengandung molekul
yang sama cacahnya, pernyataan ini dikemukakan oleh:
a Antonio Laurent Lavoisier (1785)
b Josep Louis Proust (1800)
c John Dalton (1804)
d Joseph Louis Gay-Lussac dalam tahun 1905
e Amadeo Avogadro (1911)
B. Ar dan Mr
a
b
c
d
e
C. Konsep mol
1 Bilangan Avogadro menyatakan:
a Banyaknya molekul dalam satu gram suatu molekul
b Banyaknya atom dalam satu gram atom
c Banyaknya atom C dalam 1/12 gram karbon
d Banyaknya molekul air dalam satu liter air
e Banyaknya zat (atom, molekul, elektron) dalam satu mol zat tersebut
2 Jika Pada kondisi baku (temperatur 0oC dan tekanan 1 atmosfir) massa jenis gas ideal X 2 =
1,429 gram/dm3, maka Ar atom X adalah:
a 32
b 16
c 64
d 23
e 22,4
3 Pada kondisi baku banyaknya mol gas hidrogen (Mr=2) dan oksigen (Mr=32) sama, maka:
a volume dan massanya sama
b volumenya sama
c massanya sama
d
e
1
D. Bil Oksidasi
Pada molekul O2
a Valensi O=0 dan Bilangan oksidasi O=2
b Valensi O=0 dan Bilangan oksidasi O=-2
c Valensi O=-2 dan Bilangan oksidasi O=0
d Valensi O=2 dan Bilangan oksidasi O=0
e Valensi O=-2 dan Bilangan oksidasi O=-2
Molekul Fe(CN)63- maka bilangan oksidasi atom atomnya sama dengan:
a a. Fe=+3, C=+4, N=-3
b b. Fe=+6, C=+4, N=+3
c c. Fe=3,
C=4,
N=3
d d. Fe=+3, C=+4, N=-5
e e. Fe=+3, C=-4,
N=+5
Pada pembentukan NaCl dari atom-atomnya maka pernyataan yang tidak benar adalah:
a Na mengalami oksidasi, Cl adalah oksidator
b Na adalah reduktor, Cl mengalami reduksi
c Cl melepaskan elektron sedang Na menerima elektron
d Pembentukan NaCl ini adalah reaksi redoks
e Na adalah reduktor sedang Cl adalah oksidator
Pada Reaksi di bawah, atom yang tereduksi adalah:
aKMnO4 + bFeSO4 + cH2SO4(encer) dFe2(SO4)3 + eMnSO4 + fK2SO4 + gH2O
a S
b Mn
c Fe
d O
e H
Bilangan oksidasi atom-atom pada molekul F2O dan CaH2 adalah:
a F=+1 dan O=-2
b F=+1 dan H=-1
c F=-1 dan O=-2
d Ca=+2 dan H=+1
e Ca=-2 dan H=+1
Fungsi asam sulfat pada reaksi di atas (4) adalah:
Oksidator
a
b Reduktor
c Teroksidas
Tereduksi
d
Pengatur suasana
e
Reaksi: aKMnO4 + bFeSO4+cH2SO4(encer) dFe2(SO4)3 + eMnSO4 + fK2SO4 + gH2O, maka
nilai yang benar pada stoikhiometrinya adalah:
a a=2,
b=10,
c=8, d=5, e=2, f=1, g=8
b a=1,
b=5,
c=4, d=2,5, e=1, f=0,5, g=4
c a=4,
b=20,
c=16, d=10, e=4, f=2, g=16
10
11
d a=1,
b=10,
c=8, d=5, e=2, f=1, g=8
e a=2,
b=5, c=8, d=5, e=2, f=1, g=8
Pada reaksi: 2Na2S2O3 + I2 Na2S4O6 + 2NaI, maka perubahan bilangan oksidasi setiap
atom sulfur adalah:
a +0,5
b 0,5
c +4
d +2,5
e +4,5
Reaksi: 2KClO3 2KCl + 3O2, proses reaksi ini disebut:
a Ionisasi
b Metatesis
c Dissosiasi
d Eliminasi
e Oksidasi
Reaksi pembakaran: FeS + O2 FeSO4, maka yang teroksidasi adalah:
a FeS
b S
c Fe
d O
e FeSO4
Rumus molekul kalium aluminium sulfat adalah:
a KAlSO4
b KAl(SO4)2
c K2SO4 + Al2(SO4)3
d KAl(SO4)3
e K2Al2(SO4)4
11 Untuk membuat larutan Cu 1000 ppm sebanyak 100 mL larutan maka diperlukan
CuSO4.5H2O (Ar Cu=63,5 S=32 O=16 H=1)
a 0,6350 gram
b 0,3929 gram
c 0,1000 gram
d 0,2495 gram
e 0,2545 gram
12 Bila asam asetat 12% (Mr=60) berat jenisnya=1,0 maka konsentrasi dalam formal adalah:
a 1,0 F
b 0,5 F
c 0,1 F
d 2,0 F
e 0,2 F
1
e 6,19 mL
6 Berapa gram Na2S2O3.5H2O (Ar Na=23, S=32, O=16) diperlukan membuat larutan 0,2 M
sebanyak 500 mL.
a 6,20 gram
b 12,40 gram
c 15,8 gram
d 24,80 gram
49,60 gram
Kembali ke Daftar
[Struktur Atom] [Ikatan Kimia] [Stoikiometri] [Larutan] [Kesetimbangan Kimia]
[Kesetimbangan Asam Basa]
[Termodinamika Kimia] [Kinetika Kimia]
[Elektrokimia] [Kimia Inti] [Hidrokarbon]
[Gugus Fungsional dalam Senyawa Organik]
[Asam Basa Organik] [Dasar-dasar Biomolekular]