Anda di halaman 1dari 11

PER.MEN.KES. RI Nomor : 220/Men.

Kes/Per/IX/76
Tentang PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA & ALKES
BAB I Mengenai Ketentuan Umum, Pasal 1 Menyangkut pengertian :
1. Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan,
dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan dalam,
dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk
membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak
termasuk golongan obat.
3. Memproduksi adalah membuat, mengolah, mengubah bentuk, membungkus
kembali untuk diedarkan.
4. Mengedarkan adalah menjual menyajikan di tempat penjualan, menyerahkan,
memiliki atau mempunyai persediaan di tempat penjualan kecuali jika kosmetika.
5. Hygiene adalah usaha untuk melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat
kesehatan.
6. Standar mutu adalah ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri mengenai nama,
batasan, bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, komposisi, ukuran dasar
hygiene, timbangan dan ukuran, wadah, pembungkus, penandaan, cara
pengambilan contoh dan analisa, serta ketentuan lain untuk pengujian tiap macam
kosmetika.
7. Wadah adalah barang yang dipakai untuk mewadahi atau membungkus
kosmetika yang berhubungan langsung dengan isi.
8. Pembungkus adalah wadah atau selubung di dalam mana kosmetika tersebut
berada untuk digunakan pada waktu peragaan atau penyerahan kepada pembeli
eceran.
9. Penandaan adalah etiket, brosur atau bentuk pernyataan lainnya yang ditulis,
dicetak atau digambar, yang disertakan pada atau berhubungan dengan kosmetika.
10. Etiket adalah tanda yang berupa tulisan, dengan atau tanpa gambar yang
diletakkan, dicetak, diukir, dicantumkan dengan jalan apapun pada wadah atau
pembungkus.
11. Iklan adalah usaha dengan cara apapun untuk meningkatkan penjualan secara
langsung atau tidak langsung.
12. Laboratorium Penguji adalah lab. Pemerintah yang diberi kuasa oleh Menteri
untuk melaksanakan pengujian.
13. Petugas adalah pelaksana yang diberi kuasa oleh Dir.Jen POM untuk
melaksanakan pengawasan.
14. Pengujian adalah pemeriksaan dan analisa yang dilakukan terhadap contoh
kosmetika dengan maksud memeriksa kebenarannya sesuai standar mutu atau
persyaratannya yang ditetapkan oleh Menteri.

1.
2.
3.

1.

2.

BAB II Mengenai Syarat2 Umum Produksi & Peredaran


Pasal 2
Produksi kosmetika harus mendapat ijin dari Menteri
Kosmetika yang diproduksi dan diedarkan harus memenuhi syarat keselamatan
dan kesehatan, standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan Menteri.
Kosmetika sebelum diedarkan harus didaftarkan pada Dep.Kes. RI.
Pasal 3
Dilarang memproduksi dan mengedarkan kosmetika yang :
1. Tidak mendapat ijin produksi dari Menteri
2. Kotor, tercemar, rusak, mengandung atau padanya terdapat bahan
beracun, jasad renik berbahaya melampaui batas yang ditetapkan
Menteri dan dapat mengganggu kesehatan.
3. Tidak memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan
4. Tidak diberi wadah, pembungkus dan penandaan menurut peraturan yang
ditetapkan
5. Tidak didaftar di Dep.Kes. RI.
Pasal 4
Dilarang mengimpor kosmetika yang
1. disebut pada Pasal 3 huruf a, b, c, d dan e.
2. di Negara asalnya dilarang diedarkan
BAB III Mengenai Produksi Bagian Pertama : Umum
Pasal 5
Menteri menetapkan peraturan tentang persyaratan lokasi, bangunan, alat
produksi, bahan produksi, cara produksi, produk akhir, laboratorium pemeriksaan
mutu, karyawan dll. yang dipandang perlu.
Bagian Kedua Pasal 6
Lokasi unit produksi kosmetika harus dipilih sehingga dapat dicegah pengotoran
dan pencemaran terhadap produk.
Pasal 7
Produksi kosmetika yang disebut dalam Pasal 6 dilarang mengakibatkan
pencemaran lingkungan.
Bagian Ketiga : Bangunan Pasal 8
Bangunan untuk produksi kosmetika harus dibuat berdasarkan perencanaan yang
memenuhi persyaratan teknik dan hygiene, sesuai dengan jenis produksi yang
dibuat.
Bangunan dalam ayat (1) Pasal ini harus mempunyai fasilitas sanitasi yang cukup
dan terpelihara.
Pasal 9

Bagian bangunan atau ruangan untuk produksi kosmetika dilarang digunakan


untuk keperluan lain, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri.
Bagian Keempat : Alat Produksi Pasal 10
Kualitas alat produksi kosmetika harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 11
Alat produksi kosmetika harus disesuaikan dengan jenis produksi dan selalu dalam
keadaan terpelihara.
Pasal 12
Dalam Pasal 11 dilarang digunakan selain untuk tujuan produksi kosmetika,
kecuali bila ditetapkan lain oleh Menteri.
Bagian Kelima : Bahan Produksi
Pasal 13
Bahan untuk produksi kosmetika harus memenuhi standar mutu atau persyaratan
yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 14
1. Menteri menetapkan jenis dan kadar bahan tertentu yang diijinkan dalam
produksi kosmetika.
2. Pembubuhan zat radioaktif pada kosmetika tidak diijinkan.
Bagian Keenam : Cara Produksi Pasal 15
Produksi kosmetika harus dilakukan :
1. Di tempat dan lingkungan yang memenuhi syarat hygiene dan sanitasi.
2. Menurut cara produksi yang ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Ketujuh : Pemeriksaan Mutu Pasal 16
Perusahaan produksi jenis kosmetika yang ditetapkan oleh Menteri diwajibkan
memiliki laboratorium untuk melakukan analisa dan pemeriksaan terhadap bahan
produksi yang digunakan dan produk akhir.
Pasal 17
Perusahaan produksi kosmetika wajib mempunyai seorang tenaga ahli sebagai
penanggung jawab mutu, yang kualifikasinya ditetapkan oleh Menteri sesuai
dengan jenis produksi.
Pasal 18
Terhadap produk akhir jenis kosmetika yang ditetapkan oleh Menteri harus
dilakukan pengujian sebelum diedarkan.
Bagian Kedelapan : Karyawan
Pasal 19
Karyawan yang berhubungan langsung dengan produksi kosmetika harus dalam
keadaan sehat dan bersih.
Pasal 20
Dilarang mempekerjakan karyawan yang menderita penyakit menular atau
penyakit tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

BAB IV Mengenai Peredaran


Bagian Pertama : Wadah, Pembungkus, Penandaan dan Periklanan Pasal
21
Menteri menetapkan peraturan tentang wadah, pembungkus, penandaan dan
periklanan kosmetika.
Pasal 22
Dilarang mencantumkan pada penandaan atau menggunakan dalam periklanan
segala sesuatu yang tidak benar, berlebih-lebihan, menyesatkan atau yang dapat
ditafsirkan salah perihal asal, sifat, nilai, kuantitas, komposisi, kegunaan dan
keamanan kosmetika.
Bagian Kedua : Pengangkutan dan Peredaran Pasal 23
Menteri menetapkan peraturan tentang persyaratan teknik atau hygienen
pengangkutan peredaran
BAB V Mengenai Pengawasan, Wewenang Pengawasan
Pasal 24
Dir.Jen. POM atau pejabat yang ditunjuk olehnya, diberi wewenang untuk
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan ini.
Pasal 25
Petugas yang menjalankan pengawasan terhadap Peraturan ini harus selalu
membawa perintah tertulis dari Dir.Jen. POM atau pejabat yang ditunjuk olehnya.
Pasal 26
Pelaksanaan pengawasan didaerah-daerah terhadap Peraturan ini diatur oleh
Dir.Jen. POM.
BAB VI Mengenai Penindakan
Pasal 27
Pelanggaran pada Pasal 2, 3, 4, 6 sampai dengan Pasal 15, 17 sampai dengan Pasal
20, 22 Peraturan ini sehingga membahayakan bagi jiwa atau kesehatan seseorang
dipidanakan berdasarkan Pasal 204 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 28
Pelanggaran terhadap Pasal 2, 3, 4, 6 sampai dengan Pasal 15, 17 sampai dengan
Pasal 20 dan 22 Peraturan ini dapat dikenakan denda administratif berupa
pencabutan nomor pendaftaran dan pencabutan ijin produksi pada DepKes RI.
Pasal 29
Dir.Jen. POM berwenang memerintahkan kepada produsen dan importer untuk
menarik dari peredaran kosmetik yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan
ini.
BAB VII Mengenai Aturan Peralihan

Pasal 30

Dir.Jen. POM diberi wewenang mengatur dan atau menetapkan ketentuan


mengenai kosmetika yang sudah beredar di pasaran pada saat berlakunya
Peraturan Menteri ini.
Pasal 31
Ketentuan tentang kosmetika yang ada pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini
tetap berlaku selama ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan
yang ditetapkan dalam Peraturan ini.
BAB VIII Mengenai Penutup Pasal 32
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini, diatur lebih lanjut oleh
Dir.Jen. POM.
Pasal 33
Peraturan Menteri ini mulai berlaku terhitung dari sejak tanggal ditetapkan. Agar
supaya setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengudangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam BeritaNegara RI.
PER.MEN.KES. RI Nomor : 236/Men.Kes/Per/X/1977
Tentang PERIJINAN PRODUKSI KOSMETIKA & ALKES
BAB I Mengenai Ketentuan Umum
Pasal 1 Menyangkut Pengertian :
1. Ijin produksi adalah ijin yang diberikan oleh Menteri kepada perusahaan
untuk memproduksi kosmetika;
2. Perusahaan adalah badan hukum atau perorangan yang memproduksi
kosmetika;
3. Kosmetika, memproduksi, mengedarkan dan Menteri adalah
sebagaimana yang ditetapkan dalam Ketentuan Umum Per.Men.Kes. RI.
No. 220/Men.Kes/Per/IX/76 tanggal 6 September 1976 tentang Produksi
dan Peredaran Kosmetika.
BAB II Mengenai Perijinan Produksi Pasal 2
1. Perusahaan yang memproduksi kosmetika harus mendapat ijin dari
Menteri.
2. Ketentuan dalam ayat (1) berlaku juga bagi cabang perusahaan yang
bersangkutan
Pasal 3
Ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 2 tidak berlaku bagi :
1. Apotik yang meracik atau membuat di tempatnya dan menjual langsung
kepada pemakainya;
2. Salon kecantikan, dokter, rumah sakit, poliklinik atau instalasi kesehatan
untuk keperluan sendiri;

3. Badan pemerintah dan atau swasta untuk keperluan ilmu pengetahuan


(riset), pendidikan atau analisa kimia.
Pasal 4
Ijin produksi hanya berlaku untuk jenis atau bentuk kosmetika yang tercantum
dalam ijin.
BAB III Mengenai Klasifikasi Perijinan Pasal 5
1. Ijin produksi diklasifikasikan menjadi 3 golongan : golngan A, B dan C.
2. Syarat yang harus dipenuhi untuk golongan seperti dalam ayat (1) diatur
oleh Dir.Jen. POM.
BAB IV Mengenai Tata Cara Perijinan Pasal 6
Untuk mendapatkan ijin produksi, pemohon harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Menteri (c.q. Dir.Jen. POM) melalui Kepala Kantor Wilayah
Dep.Kes. di propinsi yang bersangkutan.
Pasal 7
1. Permohonan dalam Pasal 6 harus disertai formulir permohonan yang
disediakan oleh Dir.Jen. POM.
2. Formulir permohonan harus dilengkapi dengan :
1. Peta lokasi;
2. Denah bangunan;
3. Salinan akte pendirian perusahaan yang disahkan oleh notaries;
4. Salinan ijin dari instansi/departemen lain;
5. Salinan surat perjanjian kerja sama yang disahkan oleh notaries
bagi pemohon yang memproduksi kosmetika berdasarkan
lisensi;
6. Keterangan lain yang diperlukan.
BAB V Mengenai Masa Berlaku Ijin Pasal 8
Ijin produksi berlaku selama 4 tahun terhitung sejak tanggal dikeluarkan
BAB VI Mengenai Pembaharuan Ijin
Pasal 9
8. Pemohon dalam melanjutkan usahanya harus mengajukan permohonan
pembaharuan ijin 3 bulan sebelum berakhir masa berlakunya ijin
produksi.
9. Tatacara pembaharuan ijin berlaku ketentuan dalam Pasal 6 dan Pasal 7.
Pasal 10
Dalam hal terjadi :
1. Pembaharuan jenis atau bentuk produksi;
2. Perubahan nama dan alamat perusahaan;
3. Penggantian tenaga ahli;
4. Penggantian pemilik perusahaan;

Harus diajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui Kepala Kantor


Wilayah Dep.Kes. di propinsi yang bersangkutan.

BAB VII Mengenai Pencabutan Ijin Pasal 11


Ijin produksi dapat dicabut :
1. Atas permintaan tertulis dari pemohon atau pemegang ijin;
2. Apabila pemohon memberikan data atau keterangan yang tidak benar
pada waktu permohonan ijin;
3. Apabila perusahaan melanggar ketentuan tentang produksi dan perturan
perundangan lainnya;
4. Apabila pemegang ijin memalsu hasil produksi perusahaan lain.
BAB VIII Mengenai Pelaporan Pasal 12
Perusahaan harus melaporkan hasil produksinya setiap 3 bulan kepada Dir.Jen.
POM.
BAB IX Mengenai Ketentuan Penindakan Pasal 13
Pelanggaran ketentuan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 9 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 10
Ayat (1), Pasal 12 dan Pasal 14 dikenakan sanksi menurut Pasal 27, Pasal 28 dan
Pasal 29 Per.Men.Kes. RI.
No. 220/Men.Kes/Per/IX/76 tanggal 6 September 1976.
BAB X Mengenai Ketentuan Peralihan Pasal 14
Perusahaan yang telah memproduksi kosmetika pada saat berlakunya peraturan
ini, harus mengajukan ijin selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 1977.
BAB XI Mengenai Ketentuan Penutup Pasal 15
1. Hal-hal yang bersifat teknis yang belum cukup diatur dalam Per.Men.Kes.
ini diatur lebih lanjut oleh Dir.Jen. POM.
2. Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
PER.MEN.KES. RI Nomor : 140/MENKES/PER/III/1991
Tentang WAJIB DAFTAR KOSMETIKA, ALKES DAN PERBEKALAN KRT
BAB I Mengenai Ketentuan Umum
Pasal 1 Menyangkut pengertian :
2. Kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk
digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan
organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan,
menambah daya tarik, mengubah penampakan melindungi supaya tetap
dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan
untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.

4.

Penandaan adalah etiket, brosur atau bentuk pernyataan lainnya yang ditulis,
dicetak, atau digambar, berisi informasi yang cukup disertakan pada atau
berhubungan dengan kosmetika.

BAB II Mengenai Persyaratan & Kriteria


Pasal 2
Kosmetika yang diedarkan di Indonesia, harus didaftarkan pada Dep.Kes. cq.
Dir.Jen. POM.
Pasal 3
2. Pendaftaran kosmetika produksi dalam negeri dilakukan oleh :
a. produsen kosmetika dalam negeri yang telah mendapat izin.
b. perusahaan yang bertanggung jawab atas pemasaran, dengan menunjuk produsen
kosmetika dalam negeri yang telah mendapat izin.
4. Pendaftaran kosmetika impor dilakukan oleh penyalur yang ditunjuk atau diberi
kuasa oleh produsen atau perusahaannya di luar negeri.
Pasal 4
Kosmetika yang terdaftar harus memenuhi kriteria sbb :
a. Khasiat dan keamanan
Untuk kosmetika yakni keamanan yang cukup, yaitu tidak menggunakan bahan
yang dilarang, tidak melebihi batas kadar yang ditetapkan untuk bahan, zat
pengawet dan tabir surya yang diizinkan dengan pembatasan; menggunakan zat
warna yang diizinkan sesuai dengan daerah penggunaaanya.
b. Mutu yakni mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari cara produksi yang baik
dan hanya menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk kosmetika.
c. Penandaan yakni penandaan yang berisi informasi yang cukup, yang dapat
mencegah terjadinya salah pengertian atau salah penggunaan.
BAB III Mengenai Tata Cara Pendaftaran
Pasal 5
1. Permohonan pendaftaran kosmetika diajukan kepada Dir.Jen.
2. Permohonan pendaftaran dilakukan dengan mengisi formulir pendaftaran
dan melampirkan dokumen yang diperlukan yang akan ditetapkan oleh
Dir.Jen.
Pasal 6
1. Terhadap kosmetika yang permohonannya telah memenuhi ketentuan
dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan evaluasi mengenai keamanan, mutu dan
penandaannya.

2. Untuk kosmetika impor yang beredar di Negara asalnya yang system


pengawasannya telah dikenal baik, evaluasi cukup terhadap keamanan
dan penandaannya.
Pasal 7
1. Dalam hal diperlukan penambahan data untuk penilaian, Dir.Jen.
memberitahukan secara tertulis.
2. Pendaftar wajib menyerahkan tambahan data dalam ayat (1) selambatlambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan.
3. Dalam hal pendaftaran tidak dapat memenuhi ketentuan dalam ayat (2),
Dir.Jen. menerbitkan suratpenolakan pendaftaran.
4. Pendaftaran yang ditolak seperti dalam ayat (3), dapat diajukan kembali
sebagai pendaftaran baru apabila kelengkapan dalam Pasal 5 ayat (2)
dan/atau tambahan data dalam ayat (2) dilengkapi.
Pasal 8
1. Dalam waktu selambat-lambatnya 2 bulan sejak menerima pendaftaran
lengkap, Dir.Jen. harus memberikan keputusan persetujuan atau
penolakan pendaftaran.
2. Keputusan pendaftaran kosmetika sebagaimana ayat (1) berlaku untuk
seterusnya.
3. Pendaftaran yang ditolak seperti yang dalam ayat (1) dapat diajukan
kembali sebagai pendaftaran baru apabila terdapat data baru yang
menunjang persetujuannya.
Pasal 9
Terhadap pendaftaran kosmetika tidak dipungut biaya.
BAB IV Mengenai Pembatalan Persetujuan Pendaftaran
Pasal 10
1. Dir.Jen. dapat membatalkan persetujuan pendaftaran apabila berdasarkan
penelitian atau pemantauan dalam penggunaannya setelah terdaftar tidak
memenuhi criteria yang dalam Pasal 4, atau menimbulkan akibat yang
membahayakan bagi kesehatan.
2. Pembatalan persetujuan dimaksud ayat (1) dilakukan dengan keputusan
pembatalan.
BAB V Mengenai Laporan
Pasal 11
1. Perusahaan yang melakukan pendaftaran kosmetika wajib menyampaikan
laporan berkala setiap 1 tahun terhadap jenis dan akibat samping yang
telah diproduksinya.
BAB VI Mengenai Ketentuan Penutup
Pasal 12

Dengan dikeluarkannya Per.Men.Kes. RI. Nomor 326/MenKes/Per/XII/1976 tentang


wajib daftar kosmetika dan alkes dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 13
Hal-hal teknis yang belum diatur dalam Per.Men.Kes ini ditetapkan lebih lanjut
oleh Dir.Jen.
Pasal 14
Per.Men.Kes ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
PER.MEN.KES. RI Nomor : 96/Men.Kes/Per/V/1977
Tentang WADAH, PEMBUNGKUS, PENANDAAN SERTA PERIKLANAN
KOSMETIKA DAN ALKES
BAB I Mengenai Ketentuan Umum
Pasal 1 Menyangkut pengertian :
1. Bahan adalah zat atau campuran zat, baik berasal dari alam maupun
sintetik, yang digunakan untuk memproduksi kosmetika.
2. Pewangi adalah zat atau campuran zat, baik berasal dari alam maupun
sintetik, yang digunakan semata-mata untuk memberikan bau wangi pada
kosmetika.
3. Penyedap adalah zat atau campuran zat, baik berasal dari alam maupun
sintetik, yang digunakan semata-mata untuk memberikan rasa pada
kosmetika.
4. Mengimpor adalah memasukkan ke wilayah Indonesia.
5. Bagian utama tiket adalah bagian dari etiket yang paling layak
diperagakan, disajikan atau diperlihatkan pada penjualan eceran.
6. Nomor pendaftaran adalah nomor pendaftaran pada Dep.Kes. RI.
7. Kode produksi adalah tanda yang diberikan oleh produsen berupa angka
dan atau huruf atau tanda lainnya yang menunjukkan riwayat produksi
kosmetika.
Pasal 2
Pengertian mengenai kosmetika, standar mutu, memproduksi, mengedarkan,
wadah, pembungkus, penandaan, etiket, iklan, Menteri, mengikuti pengertian yang
ditetapkan dalam Pasal 1 Per.Men.Kes. RI. No. 220/Men.Kes/Per/IX/76 tanggal 6
September 1976 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika dan Alkes
BAB II Mengenai Wadah & Pembungkus
Bagian Pertama : Wadah Pasal 3
1. Wadah harus :
a. Dibuat dari bahan yang tidak mengeluarkan zat yang beracun atau sesuatu yang
dapat mengganggu kesehatan dan tidak berpengaruh terhadap mutu.

b. Cukup baik melindungi isi terhadap pengaruh dari luar.


c. Ditutup rapat sedemikian rupa, sehingga menjamin keutuhan dan keaslian
isinya.
d. Dibuat dengan mempertimbangkan keamanan pemakai.
2. Tutup wadah harus memenuhi persyaratan pada ayat (1) huruf a, b, dan d.
Bagian Kedua : Pembungkus Pasal 4
1. Pembungkus harus :
a. Diberi etiket seperti wadah;
b. Dibuat dbahan yang cukup melindungi wadah selama peredaran.
2. Pembungkus sebagai wadah harus memenuhi persyaratan wadah.
BAB III Mengenai Penandaan
Bagian Pertama : Umum Pasal 5
Penandaan harus :
1. sesuai dengan kenyataan, tidak palsu dan tidak menyesatkan;
2. sesuai dengan isian formulir permohonan pendaftaran yang
telah disetujui.
Pasal 6
1. Tulisan, pernyataan atau keterangan dalam penandaan harus :
a. Jelas dan mudah dibaca dengan ketentuan menggunakan huruf ukurannya
sepadan dengan luas etiket, menggunakan warna kontras terhadap latar belakang,
tidak dikaburkan oleh lukisan atau gambar dan tidak berdesak-desakan dengan
tulisan lain, cetakan atau ukiran;
b. Dibuat demikian rupa, sehingga tidak mudah rusak karena air, gesekan, pengaruh
udara atau sinar matahari.
2. Apabila penandaan ditulis dalam bahasa asing, maka harus disertai keterangan
mengenai kegunaan, cara penggunaan dan keterangan lain dalam bahasa
Indonesia dengan huruf lain.

http://aaanzie.blogspot.co.id/2011/07/permenkes-ri-nomor-220menkesperix76.html

Anda mungkin juga menyukai