Anda di halaman 1dari 135

Cinta Sepucuk Pinang

Sebuah Antologi Puisi


Penyair Kampus Seribu Jendela
Jilid I

Yoseph Yapi Taum


(Editor)

Iksana Murib, Eunike Zabrina AL, Yulani Wonge, Yulita Maizia,


Rizki Valensi, A. Ria Puji Utami, Bayang Kalbu, Brigitha Dina
Anggraeni, Elizabeth Ratnasari, Lidia Nathalia Trysnawati Rido,
Ludgerdius Beldi, Mikail Septian A.V., Paskaria Tri Astanti,
Paulina Vianty Eka Permata, Wendy Nugroho
2013

CINTA SEPUCUK PINANG,


REPRESENTASI CINTA PARA PENYAIR KAMPUS
Antologi puisi Cinta Sepucuk Pinang ini memuat puisi-puisi dari 15 orang
penyair Kampus Seribu Jendela -- julukan untuk menyebut Kampus Universitas
Sanata Dharma. Pada mulanya puisi-puisi ini merupakan hasil latihan dalam mata
kuliah Penulisan Puisi, salah satu mata kuliah yang tergolong di dalam kelompok
mata kuliah creative writing. Mata kuliah ini dirancang untuk memberikan ruang
dan panggung bagi mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Angkatan 2011
untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan sikapnya dalam bentuk puisi.
Pengalaman menulis puisi merupakan sebuah pengalaman yang sangat
personal sifatnya. Dengan alat yang sangat sederhana, yaitu kemampuan dan
ketrampilan berbahasa, seseorang dapat menghasilkan sebuah karya seni dalam
bentuk puisi maupun prosa. Ibarat seorang pematung, penyair juga menakik-nakik
bahasa untuk membentuk sebuah sketsa kehidupan yang dapat dirasakan
geloranya, semangatnya, rohnya, jiwanya. Sebagai ekspresi personal, setiap
ungkapan puitis muncul dari moment-moment estetis yang juga berada pada ranah
privat. Siapa pun tidak dapat mengatur irama puitis itu datang dan pergi.
Yang dapat dilakukan dalam kuliah creative writing adalah menciptakan
suasana dan menunjukkan sarana-sarana puitik yang bisa dan biasa digunakan para
penyair untuk menghasilkan puisi-puisinya. Dengan situasi dan proses yang sama,
para penyair memberikan hasil yang berbeda-beda, baik kuantitas maupun
kualitasnya. Ada penyair yang hanya menghasilkan lima buah puisi, tetapi ada
pula yang menghasilkan dua kali lipat daripada temannya. Keberanian beberapa
penyair mengeksplorasi bentuk dan isi puisi-puisinya kadang mengagumkan,
sekalipun banyak pula yang berpuisi dengan mengikuti pakem sastra yang sudah
lazim. Hasil itu dapat dinikmati para pembaca dalam sajian antologi puisi ini:
puisi-puisi yang diafan maupun yang prismatis tersaji di sini.
Antologi ini diberi judul Cinta Sepucuk Pinang. Judul ini diambil dari judul
salah satu puisi karya A. Ria Puji Utami. Puisi ini dijadikan semacam maskot bagi
antologi ini karena dua alasan. Pertama, judul puisi Ria Puji Utami ini merupakan
sebuah judul yang puitis, alegoris, dan analogis. Kedua, membaca puisi-puisi
dalam antologi Cinta Sepucuk Pinang, kita seperti membaca semangat hidup.
Selalu ada harapan, semangat, kerinduan, cahaya keilahian yang lembut dalam
situasi batas tergelap sekalipun. Semangat hidup itu adalah cinta. Cinta dalam
ekspresinya yang paling sederhana, cinta saat berempati terhadap nasib orangorang yang terpinggirkan, yang didera ketidakadilan, cinta kepada kampung
halaman, ibu atau kekasih. Yang terakhir ini tak dapat dielakkan karena rata-rata
usia mereka adalah usia remaja yang sedang menikmati indahnya cinta romantis.

Seperti terlihat pada puisinya, bagaimana pun, puisi Cinta Sepucuk Pinang
merupakan sebuah puisi yang sangat berhasil. Puisi ini mengungkapkan rasa rindu
dan kecintaan penyair pada negeri Melayu tanah kelahirannya di Muara Bulian,
Batanghari, Jambi, bekas kerajaan Sriwijaya. Tema rindu akan kampung halaman
merupakan sebuah tema yang banyak digarap para penyair Indonesia. Kerinduan
itu kemudian menjadi representasi berbagai ekspresi kerinduan lainnya, seperti
telah disebutkan di atas. Berikut ini disajikan puisi maskot itu.
Cinta Sepucuk Pinang
Oleh A. Ria Puji Utami
Negeriku indah
Negeri penuh cinta
Negeriku kurindu
Negeri buah pinang masak
Mengukir sejarah negeri Melayu
Kerajaan Sriwijaya bertahtah
Di bantaran sungai Batanghari
Meninggalkan cerita lama
Kini kujauh darimu
Negeriku kurindu
Ingin kukembali
Bermain sampan
di huluan sungai
Pinang masak tlah membenam di ufuk senja
Memejamkan mataku di akhir cerita
Membawa rinduku ke dalam mimpi
Mimpi tentang cinta sepucuk pinang

Penerbitan antologi ini merupakan penerbitan perdana dari serial Penyair


kampus Seribu Jendela. Diharapkan agar setiap akhir mata kuliah Penulis Puisi,
akan lahir antologi-antologi serupa yang diurutkan serial atau jilid-nya. Pentingnya
menerbitkan antologi ini, antara lain, agar para calon penyair mempelajari
kekuatan dan kelemahan puisi-puisi yang ada agar mereka dapat menghasilkan
puisi-puisi yang lebih baik dan lebih bermutu di kemudian hari.
Dalam mempersiapkan penerbitan antologi perdana ini, saya dibantu oleh
Wendy Nugroho. Saya mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Semoga
terbitan ini bermanfaat.
Yoseph Yapi Taum
Editor

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
01 Iksana Murib
(1) Sebasibisubisa
(2) A dan A
(3) Penampung
(4) Terbalik
(5) Sempit
(6) Catatan Gelap
(7) Liar
(8) Matahari Bungkam
(9) Tenggelam
(10) Lenyap

02 Eunike Zabrina AL
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

Kembali Pulang
Cinta itu Sederhana
Sajak Cahaya
Sajak Lelaki Pecundang
Sepiku Satu
Sajak Kerinduan
Mimpi

03 Yulani Wonge
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Kejahatan
Burung-burung Kecil
Untuk Kekasihku
Takdir
Anugerah

04 Yulita Maizia
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Sajak Alam
Langit
Gadisku yang Malang
Sang Dewa Pencemburu
Di Sisa Jawaban
Alam pun Hidup
Menyerah

05 Rizki Valensi
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Jam Tua
Aku Kamu
Bangkai
Doa Untuk Pahlawan
Doa di Ambang Petang
Bintang yang Hilang

06 Ria Puji Utami


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)

Senyum Mentari Ibu


Ketika Senja
Elegi Hujan
Sajak Pelangi
Sepenggal Duka
Sayap Amarah
Aku Orang Kecil
Cinta Sepucuk Pinang
Sang Penguasa
Puing-puing Kekejaman
Sayap yang Patah
Keindahan Cinta

07 Bayang Kalbu
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Kutukku
Pohon Apel
Seorang Putri
Dia
Sajak Puzzle

08 Brigitha Dina Anggraeni


(1) Selamat Pagi Cinta
(2) Wahai Kekasih
(3) Hentikan Kekerasan di Muka Bumi
(4) Kekecewaan
(5) Banjir Darah Ayah
(6) Aku Pelacurmu, Bung!
(7) Aku Perempuan
(8) :R
(9) Tragedi
(10) Dilema
(11) Losmen
(12) Aku Menunggumu R

09 Elizabeth Ratnasari
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Kekasihku
Berikan Hidupku
Sajak Adikku Malang
Merapiku
Perpisahan

10 Lidia Nathalia Trysnawati Rido


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Hilangmu, Dukaku
Denting Rindu
Kemiskinan
Jika Kau adalah Aku
Sanggupkah

11 Ludgerdius Beldi
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Segitiga Pekat
Ballada Badu dan Budi
Cuap-cuap Bro-Bra
Anjing!
Bee
Suaka Kuasa

12 Mikail Septian A.V.


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

Penguasa
Bocah Berbisa
Pantai
Koral Cinta
Kopi Secangkir
Ada-ada Sajak
Kuning
Tua Renta

13 Paskaria Tri Astanti


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Kaca Kerinduan
Sajak Tengkorak
(Bukan) Pendosa
Sajak Seonggok Mayat
Ujung
Pada Malam
Pintu

14 Paulina Vianty Eka Permata


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Sajak Kerinduanku
Ajari Aku
Tikus Negara
Kejamnya Dunia
Penyesalan Tak Berujung
Untukmu Ibu
Goresan-goresan Rindu

15 Wendy Nugroho
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

11002722013
23.19/16413
02034/18.09
1744 04032013
0613 04032013
22032013/2041
808.080513 k20
2105.070513

01 Iksana Murib
Iksana Murib, lahir 1 Agustus 1992 di Wamena, Papua. Tamat SD dan
SMP (2007) di Timika, SMA Masehi II PSAK (2011) di Semarang , Jawa
Tengah. Masuk Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas
Sanata Dharma (USD) Yogyakarta angkatan 2011. Sekarang sedang
menempuh kuliah di USD.

Sebasibisubisa
: Sutardji Calzoum Bachri
Sebisabisu luka sebisubisa memori
Sebasibisa hangan sebasibisu bayangan
Sebisabisu sakit sebisubisa mati
Sebisabasi hitam sebisubasi gelap
Sebisubisa sebasibisu
Sebisabisunya sebasibisa biasa
Sebisubisa sebasibisu
Sebisa bias menahan mati
Sebisubisa sebasibisu
Sebisabisu sebisubasi
Sebisubasi sebasibisa
Selesai bisanya menghantam usia

10

A dan A
Dari A harus ke Z
Dari Z tidak ke A
Aku tidak harus
Harus tidak aku
Dari 1 harus ke 100
Dari 100 tidak ke 1
Kau tidak harus
Harus tidak kau
Dari lalu harus ke depan
Dari depan tidak ke lalu
Hidup tidak mati
Mati tidak hidup

11

Penampung

Berdiri tegak di dalam tenang


Geser bergerak
Buka hidup
Nikmati berkurang
Keluar habis
Sampai kosong saat itu
Setelah itu ada lagi
Masih ada
Akan ada
Ada seterusnya
Sangat membutuhkan pelindung dan isi
Mungkin pelindung akan habis
Isi akan abadi
Sampai mata tak melihat
Tangan tak memegang
Mulut dan lidah tak merasakan
Nafas hilang
Selamanya akan ada

12

Terbalik
Tahun yang tua menjadi muda
Lama menjadi baru
Tahun yang muda menjadi tua
Baru menjadi lama
Dulu negeri ini negeri perjuangan
Dulu negeri ini disanjung tinggi
Darah menjadi bayarannya
Kematian menjadi keharusan
Namun, kini negeri ini menjadi lemah
Dipermalukan dan dibodohkan
Korupsi menjadi budaya
Manipulasi menjadi motivasi
Dan kita hanya bisa menjerit
di dalam lubangnya.

13

Sempit
Wajah memucat
Mulut gementar
Hati gelisa
Keringat membasahi baju
Ayah tergeletak di atas darah
Rumah hitam
Matahari dan bunga tak lagi bicara
Ayah, diam tanpa kata
Beku semuanya
Angin tak lagi menari
Rumah asam diikat
Kanan buntut
Kiri buntut
Pintu-pintu tak mau konfomi
Kunci tanpa bunyi
Jendela patung
Dan hanya bisa bergetar

14

Catatan Gelap
Tersimpan
Lalu memori
Memori kemudian simpan
Hati dan pikiran
Bumi
Matahari
Diam
Kau menyapa diriku
Cukup hanya aku
Andaikan bibir tak kaku
Cukup untuk aku
Andaikan hati bertindak

15

Liar
Dendam membara
Cemburu pemburu
Dan kau puas menjadi serigala
Rasamu mati
Otak hilang
Kejar darah sampai puas
Manusia menjadi makanan
Dimana nilainya?
Tidak kah kau puas
Serigala

16

Matahari Bungkam

Jauh tak terlihat


Semakin mendekat tak nampak
Dekat tak jelas
Semakin depan mala hilang
Tetapi tangan tak sampai
Penasaran dengan rasa
Akan kudapat
Dalam waktu yang sama
Dan tangan ini akan sampai
Dengan dirimu
Harum bunga
Mengantarkanmu mewakili aku

17

Tenggelam
Rasa terpendam
Bayangan gelap
Tak begitu nampak
Dan rasa ini mulai tak tentu
Kau akan ada dalam bungkusan hati
Yang selalu diam
Di pikirkan
Kau mengalir dalam pikiranku
Bunga sakura berguguran
Aku di bawa
Rasa akan terungkap
Di sini

18

Lenyap

Bagaikan semu rupamu


Tak terpikir hingga nampak
Akhirnya wajahmu hanyut
Dalam bayang bayangan-bayangan
Sebagai otak aku tak mampu
Menampung wajamu yang semu
Tetapi sepertinya aku paham
Bahwa kau selamanya akan semu
Seperti memori yang dicut

19

02 Eunike Zabrina AL
Eunike Zabrina AL, lahir di Semarang, 3 Juli 1993. Tinggal
di Jl. Soka No. 36 Baciro, Yogyakarta. No.telp/e-mail
081804107375/ninalolo71@gmail.com. Beragama Katolik.
Hobiku nonton TV, baca novel, baca majalah, tidur. Cita-cita
menjadi penulis, editor. Moto
Jangan
pernah
menutup bolpoin sebelum ujian selesai! Kini menjadi
mahasiswi USD dan belum menikah.
Pendidikan (1)
SD Tarakanita 1, Jakarta; (2) SMP
Tarakanita 5, Jakarta dan SMP Kalam Kudus Jayapura,
Papua; (3) SMA Stella Duce 1, Yogyakarta; dan kini (4)
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

20

Kembali Pulang
Jika kau datang lagi
Dengan tulus hati
Aku masih setia
Kau yang dulu tlah bermetamorfosis
menjadi seorang yang kukagumi
Bagai ulat yang menjadi kupu-kupu
tataplah wajahku
Jika kau datang lagi
Hanya untukku
cintamu kauberi
Dengan kaca pun
aku tak mau berbagi

21

Cinta itu Sederhana


Saat itu adalah hari yang sangat berarti
hanya ada kau dan aku
di sebuah taman kecil yang indah
dihiasi bunga-bunga berwarna-warni
Burung-burung beterbangan
menghiasi langit biru cerah
Bunga-bunga bermekaran
menandakan cintaku kepadamu
Cinta itu cinta kita
yang semakin indah
Aku terhanyut dalam suasana romantis itu
hanya ada kau dan aku
di sebuah taman kecil yang indah
dihiasi oleh bunga-bunga yang berwarna-warni
Aku menggenggam tanganmu erat-erat
Dan tak akan kulepaskan
Sayang, kau tampak begitu mempesona
Senyummu
Tawanmu
Candamu
Semua yang ada pada dirimu
Kau tampak indah dan menawan di mataku
Kau tampak sempurna di mataku
Seperti bunga-bunga yang bermekaran
Di bawah langit biru cerah
Aku sangat mencintaimu lebih dari yang kau tahu
Kadang, aku merasa kesal
sikapmu kekanak-kanakan
Tapi aku sadar
rasa kesal itu berubah menjadi cinta
yang tak menuntut kesempurnaan
Cinta yang penuh kesederhanaan
Cinta itu, hanya kau dan aku
Cinta itu sederhana

22

Sajak Cahaya
Aku berdiri seorang diri
Diantara ribuan laki-laki pembunuh
Aku berteriak sekencang-kencangnya
Tapi tak seorang pun mendengar
Malam begitu dingin dan mencekam
Aku melihat ayahku sudah tak berdaya
Ku goyang-goyangkan badannya
Tapi tak ada reaksi
Aku berteriak lagi sekencang-kencangnya
Dan tak seorang pun mendengar
Kali ini bintang pun tak mau menampakkan dirinya
Aku takut!
Aku mencoba melarikan diri
Tapi selalu gagal
Mereka bagaikan tameng yang sulit dihancurkan
Sekali lagi aku berteriak
Kali ini aku sadar
Ada seseorang yang mendengarku
Aku melihat ke langit
Ada setitik cahaya yang muncul
Aku tahu aku akan terbebas
Dari kerumunan pembunuh ayahku
Semakin kencang aku berteriak
Semakin banyak cahaya yang timbul
Ah,
Aku sadar akan satu hal
Aku melihat wajah ayahku
Dalam cahaya itu

23

Sajak Lelaki Pecundang


Tubuh mungilnya tergeletak di lantai
Hei, tunggu!
Apa aku salah lihat?!
Mana tangannya? Mana kakinya?
Aku tahu kau sangat membenci adikku
Tapikau apakan tubuhnya??
Tubuhnya bak kertas yang di sobek-sobek
Yang tak dapat disatukan kembali
Kau laki-laki biadab!
Kau tega memotong-motong tubuh adikku
Tubuh mungilnya yang dulu selalu ia rawat
Sekarang kau hancurkan begitu saja
Kau sungguh laki-laki pecundang!
Tak punya hati apalagi perasaan!
Kau rela membuang potongan tubuhnya ke jalanan
Seperti sampah yang di urak-arik oleh anjing jalanan
Kau dan perempuan itu adalah manusia paling hina!
Manusia yang tak ber-Tuhan!

24

Sepiku Satu
Malam seperti membisikkan
sesuatu padaku
Tetapi yang kudengar
hanya gumaman sendu
Kulihat bintang
Tetapi bintang menundukkan kepalanya
Seakan malu melihatku
Kulihat bulan
Bulan pun membalikkan badannya
Agar tidak melihatku
Malamku terasa pahit
Berteman pada bulan
dan bintang pun tak mungkin
Aku mencium bau melati di sekitarku
Ah! untuk apa aku hidup

25

Sajak Kerinduan
Setiap detik kutengok layar ponselku
Waktu berjalan sangat lamban
Jantungku berdebar tak karuan
Menunggu kabar darimu
Jam dinding seakan menertawakanku
Aku tak peduli !
Tawanya semakin keras
Aku makin tak peduli !

Dadaku sesak ditikam oleh 1000 pisau


Mataku seperti mengeluarkan nanah bening
Tubuhku seperti hilang nyawa
Karena menunggu ketidakpastian darimu
Ku tengok lagi layar ponselku
Senyumku sinis pada jam dinding
Tubuhku sudah bernyawa lagi
Pisau-pisau tak lagi menembus dadaku
Kabar yang kutunggu
akhirnya datang darimu
Jam dinding pun menyembunyikan mukanya
Karena tak mampu melihatku
Yang sedang berbunga-bunga

26

Wajahnya merah bak udang rebus


Seikat mawar merah darimu
Mampu membuat tubuhnya terpaku
Air mata menetes dari pelupuk mata
Air mata bahagia
Air mata masa depan
Orang itu seperti cupid
Yang mampu menaklukan hatinya
Hati yang dulu seperti batu
Kini lembut bagai kapas putih

27

Mimpi
Mimpiku pada bulan
Mimpiku pada malam
Larut dalam cahaya lilin yang meredup

Harapan tergantung pada bulan


Cita-cita menjadi yang utama seperti malam
Waktu seperti berlari mengejar
Atau kita yang mengejar waktu ?
Bulan tak selalu terang
Malam tak selalu gelap
Dengan keyakinan yang kuat
Berlandas mimpi, harapan, cita-cita

28

03 Yulani Wonge
Yulani Wonge lahir di Jara-jara, Halmahera Timur, Propinsi Maluku
Utara, tanggal 16 Oktober 1993.
Pendidikan:
SD: Sekolah Dasar Negri , Kec. Maba. Kab, Halmahera Timur,
Prov. Maluku Utara (1999-2004)
SMP: Sekolah Menengah Pertama Negri Kec. Maba. Kab,
Halmahera Timur, Prov. Maluku Utara (2005-2007)
SMEA: Sekolah Menengah Ekonomi Atas, Tobelo Halmahera
Utara, Prov. Maluku Utara (2008-2011),
Kuliah pada tahun 2011 di Universitas Sanata DharmaYogyakarta, jurusan Sastra, prodi Sastra Indonesia hingga saat ini.

Catatan; sejak SD sampai SMP saya bercita-cita menjadi


seorang polwan (polisi wanita) tapi cita-cita saya tidak terwujud
karena ketika saya duduk dikelas tiga SMP saya mengalami rabun jauh
yang menyebabkan saya harus memakai kacamata sampai sekarang,
sehingga cita-cita saya tidak terwujud, saya lalu melanjutkan pendidikan saya di SMEA Tobelo
Halmahera Utara.
Pada tahun 2010 saya pernah mendapat juara 1 umum di SMEA Tobelo Halmahera
Utara, dan mendapat juara 1 kelas sampai menamatkan pendidikan saya, dan saat SMA saya
bercita-cita menjadi perawat, tapi karena saya mengira kalau lulusan SMEA tidak diterima di
sekolah perawat akhirnya saya bercita-cita lagi menjadi seorang wartawan, dan sampai saat ini
saya memilih kuliah di Sanata Dharma dan mengambil jurusan Sastra Indonesia. Awalnya saya
merasa bingung karena saya belum sama sekali mengenal dunia kesastraan, dari kecil saya tidak
perna diajari dunia sastra tapi ketika saya mendapatrkan mata kuliah puisi, saya mulai tahu sosok
saya sebenarnya. Ternyata saya juga punya bakat dalam menciptakan puisi dan karya-karya
lainya. Semoga dengan mata kuliah penulisan puisi, yang sudah saya dapatkan, bisa menambah
pengetahuan dan ketrampilan yang lebih baik lagi dalam berpuisi.

29
Kejahatan
Ketika jiwa-jiwaku terus menari-nari dan tenggelam
Membawa diri ku hanyut dalam keheningan
Tanpa terasa waktu terus bergulir menggrogoti duniaku
Menelan perlahan-lahan semua impianku
Satu per satu jiwa berguguran meninggalkan nama
Meneteskan air mata yang mengalir deras ke bumi
Menancapkan batu nisan yang termakan oleh kejahatan
Datangnya kegelapan dan kehampaan
Menyelimuti hati dan melenyapkan cahayaku
Menggemparkan Bumi yang hangus dengan gelora kekejaman
Yang terus berjalan membuntuti raksasa-raksasa dunia
Sang mentari dan rembulan tak harmonis lagi
Ketika kelembutan cinta terenggut keganasan nafsu
Ketika kehangatan kasih sayang tercabik oleh kebencian
Membutakan kebenaran dan berkuasanya kejahatan
Raksasa-raksa telah menelan jiwa-jiwa kebenaran
Mengikuti alur kehidupan yang mengarah pada kehancuran
Menghembuskan suasana kehinaan yang merambat ke jiwa
dan menusuk jiwa dengan kesedihan dan kepahitan hidup

30

Burung-burung Kecil
Burung kecil yang selalu hinggap
di ranting pohon dalam taman kampus
entah dari jenis dan kelompok mana
riang berkicau menatap hari pagi
selalu memberi salam pada matahari
burung-burung kecil terbang di sore hari
menuju arah selatan bersama-sama
adakah sesuatu yang menarik di sana
sepertinya tidak ada yang ingin mengetahui
bukankah alam terbentang semesta
semata semua adalah milik-Nya

31

Sajak untuk Kekasihku


Semoga hari ini.
Hatimu secerah hari ini.
Secerah matahari bersinar.
Langkah yang kau tapak
selalu membawa kebahagiaan.
Biarkan musim berganti.
Tinggalkan kesan yang mendalam.
tak mudah dilupakan
dari mata jernihmu yang berkaca.
Lihat aku..
Yang selau bisa membaca pikiranmu.
Mengisi jiwamu
menyapamu menghias hari-harimu.
Lihat senyumku...
Dengarkan suaraku...
Akan teduhkan jiwamu.
Karena aku mencintamu
dengan kesungguhanku.

32

Takdir
Telah kutuliskan bahwa air itu dingin
bahwa api itu panas dan keduanya
selalu berlawanan.
Telah kutuliskan bahwa siang pasti terang
bahwa malam selalu gelap
dan keduanya saling berganti peran.
Telah kutuliskan bahwa bumi seperti ibu
dan matahari sebagai ayah dan keduanya
meniupkan nafas kehidupan.
Telah kutuliskan bahwa kepalsuan dan pengkhianatan
adalah milik manusia, orang yang terpercaya,
yang menyimpan rencana dan perhitungan.
Telah kutuliskan bahwa sejarah akan berulang tanpa disadari,
tanpa dimengerti, dia datang tanpa ada kemampuan
dan tanpa mungkin dipahami
Karena takdir merupakan suatu kejadian
suatu peristiwa yang sejak lama telah kutuliskan.

33

Anugerah
Tuhan melihatku lapar
Dia hamparkan sawah seluas pandanganku
Tuhan melihatku dahaga
Dia sediakan laut lepas yang tidak terjangkau
Tuhan melihatku dalam kegelapan
Dia ciptakan matahari dan bulan
Tuhan melihatku penuh persoalan
Dia mengajariku arti kesabaran

34

04 YULITA MAIZIA
Yulita Maizia, lahir di Singkawang, Kalimantan Barat, pada
tanggal 19 Mei 1993. Mulai tahun 2011 ia menjalani pendidikan di
Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.
Hobinya mendengarkan musik, bernyanyi, nonton film, browsing,
dan isengin orang. Cita-citanya ingin menjadi seorang yang
terkenal. Motto hidupnya adalah Kebahagiaan yang kamu
dapatkan akan jauh lebih bermakna jika diawali dengan kejujuran.

35
Sajak Alam
Riuh rendah suara ombak
Terasa tenang bila kumenikmatinya
Burung camar pun ikut bersua menyambutnya
Sambil menerobos langit yang terkoyak
Sayup-sayup sasando berkumandang
Sambil diliputi serbuan angin lembut yang datang
Memaksaku untuk menyimaknya dengan seksama
Suara yang begitu indah dan menyejukkan di dada
Nyiur melambai-lambai bagaikan penari hula-hula
Mengajakku untuk bergoyang dan berdendang
Tak habis kupikir mereka mengajakku dengan penuh gembira
Saling berpandangan dan melenggang
Namun saat ini tak lagi kutemukan mereka
Mereka yang begitu ramah padaku
Kini hanya padang pasir yang fana
Panas mencekik membuat hatiku menggerutu

36

Langit
Langit siang yang indah
Kau menari-nari di sana bersama raja siang
Kagum kumelihatmu begitu kau mempesona
Kuingin kau menghampiriku
mengajakku berdansa bersama kalian
Namun ada penyihir jahat
mengubah langit menjadi gelap
Tampaknya ia iri padamu kawan
Kau menangis dan basahlah bumi
Hingga sungai-sungai
memuntahkan isi perutnya
Bunga-bunga bersorak riang
dan menari-nari menyambut tangisanmu
Katak bernyanyi menikmati tangisanmu
Bagi manusia tangisanmu membawa pilu
Takut akan muntahan sungai
Memporak-porandakan gubuk mereka
Langit terus berkobar-kobar
Ia terus menghajarmu, ia iri padamu
Karena kau indah dan menyejukkan hati
Hatimulah yang membuat langit gelap
menjadi langit berwarna

37

Gadis Kecilku yang Malang

Ribuan senjata
Menghadangku, menakutiku
Menenggelamkanku
Seakan membuatku jatuh
Terperosok ke jurang kematian
Hentakkan jantung ini
Tak jua tenang
Aku berteriak
Aku menangis
Nafasku tersenggal-senggal
Tak ada yang menggendongku
Ataupun mempedulikanku
Jari-jari kecil ini
Hanya sanggup terkulum di mulutku
Menyaksikan orang terkasihku
Disentuh oleh bambu besi
Perasaanku terguncang
Ketika kau mengacungkan senjata itu
Dan melepaskan biji besi itu ke kepalanya
Lidahku kelu menghadang
Apa yang membuatku tertahan
Betapa hinakah ia
Jahatkah ia hingga kalian menghentikan hidupnya
Tangisku seketika terhenti
Melihat orang terkasihku
Bermandikan tinta merah
Dan ia hilang
Tinggalkan aku sendiri

38

Sang Dewa Pencemburu


Taman ini terlihat sepi
Hanya dihuni makhluk berakar tua
Awan putih itu sungguh ramai
Bergerombol bagaikan kawanan domba
Matahari terlalu semangat berolahraga
Cucuran keringatnya jatuh ke tubuhku
Aku haus
Aku gerah
Dan kau pun begitu
Setangkai es krim
Membuat matahari ngiler
Menjatuhkan panas sinis
Melihat aku dan kamu
Di bawah pohon beringin
Yang rindang ini
Menikmati panas
Yang tak kita suka
Biar saja sang dewa
Cemburu pada kita
Yang terpenting aku dan kamu
Tak terganggu

39
Di Sisa Jawaban
Ini apa...
Itu apa...
Aku tak lagi mengenalnya
Dulu yang kuanggap bongkahan emas
Kini telah menjelma sekat menjulang
Lapangan luas dilahap gedung-gedung pencakar langit
Jalan kampung tergilas aspal keras
Aku menebarkan kehidupan
kau merubahnya menjadi rumah mewah
Apa yang kupunya kawan
Hanya kaki tak terawat
Wajah penuh lukisan kepiluan
Kain pembungkus luka yang menggangga
Kunikmati keterisakan tangis di wajahku
Kurasakan sayatan batin
yang tlah mendarah daging di batinku
Tak ada kenyamanan
Tak ada keindahan
Bagaimana dengan nasibku
Nasib yang tak pernah diperjuangkan

Aku bagaikan tulang-belulang


yang tak berguna
Tunggang-langgang ke sana kemari
Mencari asa yang tertunda
Manusia lebih kejam dari dunia ini
Yang bisa melakukan banyak hal
Melebihi mahkluk lainnya
Apa yang kudapatkan kawan
Hinaan
Cacian
Kesengsaraan
Kemunafikan
Keserakahan
Tragis...

40

Alam pun Hidup


Di ujung senja sana
Kulihat bongkahan batu yang kokoh
Sungguh pemandangan penuh panorama
Menjamu langit yang memerah
Berjuta bintang melukis langit
Indah dan tak bercelah
Semakin membuatmu terpesona genit
Memanjakan dirimu yang mulai marah
Langit di ujung sana mendadak gelap
Mendung disertai hujan dan petir menampar
Tak mampu mulut ini untuk berucap
Hanya tangis dan jantung yang mengempar
Batu kokoh tak juga lagi kulihat
Hanya butiran debu yang tak bernilai
Bersenyawa dengan air laut menggeliat
Menambah haru biru dunia ini

41

Menyerah
Tak pernah aku tahu
kapan semuanya akan berakhir
Itu bukan hal yang tabu
walau terasa hambar
Gambaran tentangku di matamu
sulit kutemukan sulit kulukiskan
Hanyalah bayangan semu
yang tak pernah terungkapkan
Terasa begitu miris tersaji tak beralasan
genggaman khayalan yang tak bertuan
Hempasan makna pedih menyakitkan
melengkapi suasana di ruang pesakitan
Apa yang kuinginkan
Apa yang kuwujudkan
Remang-remang lampu ini
mengikuti alur hatiku
Aku merasa semakin sepi
keadaan yang benar-benar meracuniku
Ingin aku berontak
tapi aku bisa berbuat apa
Keadaan sungguh menguasaiku dengan membentak
hilang tersaji di pelupuk mata
Apa yang kupunya
Apa yang kurasa
Indah
Bahagia
Damai
Tidak...!!!
Semakin terpuruk

42

05 Rizki Valensi
Rizki Valensi lahir di Lubuklinggau, Palembang, 15 Juni
1991, beragama Islam, suku Palembang. Alamat Jl. Cendana Blok
G No 116 Perumnas Lubuk Tanjung Lubuklinggau Sumatera
Selatan
085378326665 dan E-mail: rizkivalensi@yahoo.co.id
FB : valenpeter@ymail.com;

twitter

@valend_olive
Orang tuanya: Adi Sumaryanto dan Rayu Sumarti; Rizki anak kedua dari tiga bersaudara
Pendidikan:SD Negri NO 47 Perumnas; Lubuktanjung Lubuklinggau Sumsel; SMP Xaverius
Lubuklinggau Sumsel; SMA Xaverius Lubuklinggau Sumsel; dan sekarang mahasiswa di
Jurusan Sastra Indonesia 2011Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

43

Jam Tua
TIK. . . tok. . . tik. . . tok
Jam tua berbunyI
Dalam kegelapan malam
Menusuk setiap jiwa
Seolah memberi petanda
TIK. . . tok. . . tik. . . tok
Lagi jam itu berbunyi
Dalam terik matahari
Menerobos masuk kedalam raga
Petanda sebagai semangat
Rumput-rumput berbau surga
Lantai berbau neraka
Siang kita di taman
Malam kita di kamar
Kau dan aku dalam dekapan
Membangun kekokohan cinta
Dan jam tua menjadi saksi

44

Aku Kamu
Cinta adalah setia
Izinkan aku untuk mencintaimu
Berharap cinta yang tulus
Seperti air yang menemani hujan
Hatiku adalah kamu
Di hatiku ada namamu
Berharap jodohku adalah kamu
Seperti lebah dan madu
Bumi adalah tempatku berpijak
Ada hujan ada matahari
Begitu pula dengan cinta
Aku ada karna kau telah tercipta

45

Bangkai
Bunga tumbuh karna adanya air
Jika tak ada air maka ia akan kering
Begitu juga Kau
Kau tumbuh subur dan makmur
Hanya harta yang kau cari
Bumi hanya menerimamu sesaat
Uang hanya lewat sebentar saja
Daun beterbangan dibawa angin
Kau hanya duduk manis
Bersama teman-temanmu yang kejam
Kau berada di tingkatan tinggi
Sedangkan kami berada di bawah
Kau dan kami bagaikan langit dan bumi
Kau tak ada apa - apanya tanpa kami
Kau jadikan kami korban
Matahari menatapmu dengan sinis
Ia tahu kaulah penyebabnya
Banyak orang kelaparan
Banyak juga orang mati
Terciumlah bangkai dimana-mana
Kau penghancur bumi
Kau tikus rakus, kau juga siluman
Kau tak henti-hentinya menggerogoti
Hingga kami semua musnah
Hancurlah tanah airku

46

Doa Untuk Pahlawan


Suara hujan terdengar diluar sana
Riuh riuh angin menerbangkan atap atap rumah
Kubungkam mulutku dengan tanggan
Agar ayah tak mendengar tangisku
Mereka terus menyakiti ayahku
Seperti burung yang sedang menyantap bangkai
Darah segar mengalir deras
Seperti derasnya hujan di luar
Ayah terus merintih
Aku tak kuat melihat ini
Pemandangan buruk dan sangat menyedihkan
Aku melihat sendiri pintu kematian
Detik detik dimana aku akan kehilangannya
Aku benci mereka! Mereka adalah musang liar
Andai bisa kuhentikan waktu
Hendak kubawa lari ayah jauh jauh
Sejauh kakiku berlari
Meninggalkan bumi yang kejam ini
Asal aku tetap bersama ayah
Aku memohon dengan suara lirih
Tuan . . . jangan bunuh ayahku
Bunuhlah aku saja
Aku ingin ayah hidup
Hidup selama lamanya
Aku hanyalah gadis kecil
Tak banyak yang bisa aku perbuat selain berdoa
Ya Allah . . .
Hanya satu pintaku: lindungi ayahku
Selamatkan pahlawan keluargaku

47

Doa di Ambang Petang


Dari terbit
Hingga tenggelamnya matahari
Dari terang
Hingga gelapnya langit
Kau tak kunjung pulang
Aku, bapak dan ibu
Mencari kau kemana-kemana
Di bantu juga warga dan pak polisi
Kau tetap tak kami temui
Tiga hari berlalu
Satu minggu berlalu
Satu bulan pun berlalu
Kau masih tak pulang
Saat kota ini diramaikan
Saat potongan mayat ditemukan
Bau amis berlalu lalang di hidung
Membuat goa mulut ingin memuntahkan
Aku, bapak dan ibu
Segera datang ke sana
Melihat apakah itu kau
Kau yang slama ini kami cari
Kaki terasa lemas
Jantung berhenti
Mata hendak meloncat
Dan nadi tak mampu berdenyut
Ternyata itu kau!
Kau adikku sayang
Kau seperti binatang jalang
Terlihat tiada artinya
Keparat . . .
Sampah keluar dari mulutku
Siapa yang kejam melakukan ini
Apa salah adiku ?
Kami kaum miskin
Kami kaum kumuh

48
Dan kami pula kaum menderita
Apa kami punya salah ?
Mengapa adikku menjadi korban
Gadis yang tak tahu apa apa
Dunia ini membuatku semakin muak
Muak akan perlakuan manusia
Manusia yang serupa dengan setan!!
Adik . . .
Aku berjanji
Selalu berdoa untukmu
Dengan hati yang pilu
Dengan badan berserah diri

49

Bintang yang Hilang


Bintang ke manakah engkau
kutunggu setiap malam
aku memandang angkasa luas
berharap dapat temukan sinarmu
Mungkin kau sedang terluka
Bersembunyi mencari obat
Jika sembuh keluarlah
Temui aku melalui sinarmu
Aku merenung seorang diri
sepertinya aku tahu
apa penyebabmu menghilang
Dunia dan isinya ini
diciptakan dengan indah
tapi manusia merubahnya
Hingga kau tak mau menampakkan diri lagi

50

Syair Hembusan Rindu


Kamu di sana
Kamu jauh di sana
Sedangkan aku
Aku hanya di sini
Kesadaranku hilang
Hilang entah kemana
Mungkin aku diterpa angin
Mungkin aku dibawa bintang malam
Diam adalah aku
Aku diam menantimu
Berharap kita bertemu
Seperti kemarin
Sejuknya udara pagi
ku hirup dalam-dalam
Kurasakan tiap hembusan
Berharap beraromakan engkau
Hanya foto yang dapat kupandangi
Hanya bayangmu hadir bersamaku
Hanya ketulusan yang membuatku bertahan
Bertahan atas nama cinta

51

06 A Ria Puji Utami


A Ria Puji Utami, Saya lahir di Bulian Baru, 08 agustus 1993 sebagai
anak bungsu dari pasangan suami istri Gregorius Leo Sunarya dan
Theresia Sri Susila Wati.
Kakak saya bernama Yohana Danik Setia Wati dan Christina Wiwin
Andriana. Saya berasal dari Provinsi Jambi. Saya beragama Khatolik
Roma.
Saya orangnya cerewet dan humoris, saya suka menggambar untuk
menghilangkan kejenuhan, membuat puisi sekarang menjadi hobi saya.
Saya Alumni SMAN 1 Batang Hari dan diterima di Sanata Dharma,
Jurusan Sastra Indonesia, angkatan 2011.
Dari kecil saya bercita-cita ingin menjadi pelukis.
Namun hobi membaca dan mengoleksi komik menjadikan saya ingin
memiliki perpustakaan dan penerbitan buku sendiri agar dapat
menerbitkan buku-buku yang bisa mencerdaskan kehidupan anak
bangsa. Itulah sebabnya saya memilih Jurusan Sastra Indonesia.
Walaupun sebenarnya saya menginginkan Jurusan Seni Lukis tetapi Jurusan Sastra sebagai
pilihan pertama saya jalani dengan serius hingga sekarang saya sudah menjalani studi sampai
semester empat.
Di Prodi Sastra Indonesia saya suka belajar tentang sastra: drama, sastra lisan, bahasa serta
belajar membuat puisi walaupun saya tidak ahli dalam membuat puisi, belajar membuat surat,
banyak hal yang saya pelajari semoga ini menjadi bekal masa depan saya.
Harapan saya adalah dapat menyelesaikan studi empat tahun. Dan saya berharap setelah lulus
nanti saya bisa bekerja sesuai dengan bidang yang saya ambil yaitu Sastra Indonesia.

52

Senyum Mentari Ibu


Terik mentari terasa amat menusuk
Deru kendaraan memecah siang
Butiran debu berpadu dengan asap
Menjadikan siang kian abu-abu
Terasa penat di dada
Namun senyum manismu
Menyejukkan keringnya jiwa ini
Rimbun atas hutan cinta
Mengukir ketulusan di setiap sisi kehidupan
Bunda, dirimu telah mengajarkan cinta
Bagai keagungan bumi
Yang membernafas tanpa batas
Tanpa akhir dan tanpa ujung
Mengajarkan cinta
dengan harapan dan mmpi-mimpi
Kedamaian yang diberkati
Seperti titik-titik air di atas tunas
mengalir menghidupi
Bunda, kasihmu bagaikan waktu
yang berdetak begitu pelan
dan akan selalu berdetak..
Tanpa senyum hidup terasa sepi
Bunda dirimu adalah kata-kata
Dirimu adalah lirik-lirik doa
Drimu adalah cerita-cerita cinta
Bunda, jiwamu adalah kupu-kupu
Dengan seribu sayap kebebasan
Arenamu seluas langit
Tamanmu cahaya-cahaya pelanggi

53

Ketika Senja
Ketika senja menghias langit
Terselip cerita antara aku dan mama
Ketika kita duduk bersama di bawah semilir bayu senja
Mama memandangku dengan tatapan tajam kebencian
Di sudut kedua bola matamu terlihat
Seperti ada bayangan luka masa lalu
Entah apa yang mama rasakan
Namun jantungku berdetak kencang.
Darahku mengalir menghujam seluruh tubuhku
Melebihi dentingnya jarum jaman
Pandangan mama yang semakin kuat
Tapi di sudut matamu mama,
kutemukan arti cinta yang tak pernah mama tunjukkan
Aku juga menemukan arti indahnya bersamamu
Indah matamu,
bagaikan pelangi di langit senja.

54

Elegi Hujan
Air mata duka
Menangisi kebiadaban dunia
Kematian seorang manusia
Menusuk hati yang terdalam
Tak banyak yang kuperbuat
Selain menangis tak beraturan
Nada gila menyeruak
Menghancurkan hidup ayahku
Hujan berhiaskan petir
Ikut memberontak
Ikut merasakan
Pedihnya jantung
yang perlahan berhenti berdetak
Aku hanya bisa menyaksikan
Tubuh tak bernyawa tergeletak
Meninggalkan aku sendiri
Dalam dunia
yang penuh dengan kegelapan

55

Sajak Pelangi

Mengapa perbedaan sering dipermasalahkan?


Bukankah perbedaan itu indah
seperti pelangi yang menghiasi langit
sehabis hujan dengan berbagai warnanya yang berbeda.
Karena dengan perbedaan itu dunia menjadi berwarna
Yang akan menghiasi jejak-jejak sejarah.
Mengapa perbedaan sering kali
menjadi jurang pemisah di antara dua dunia?
Bukankah kita dilahirkan memang untuk berbeda?
Jikalau perbedaan menjadi masalah,
tidak akan ada seorang pun yang mau berbeda
Dia, aku, ataupun kau pasti tak mau berbeda
Tapi mengapa perbedaan menjadi musuh yang harus dilawan?
Bukankah kita hidup untuk mengasihi?
Mengapa perbedaan seakan-akan
menjadi seperti layang-layang hias
yang berlomba-lomba menari indah di langit
Tapi tak terlihat saat terbang tinggi
seperti layaknya kehidupan ini.
Mengapa kita tak seperti layang-layang itu
yang indah tapi dengan sendirinya
terbang tinggi tak terlihat
Bahkan tau mau melihat?
Akankah negara kita akan terus seperti ini
yang tinggi akan semakin tinggi
yang rendah akan semakin rendah
tidakkah bisa kita menjadi pelanggi
yang indah dengan perbedaan warnanya?

56

Sepengal Duka
Adikku kecil
Adikku sayang
Adikku malang
Meninggalkan sepengal duka
Diam membisu dengan lumuran darah
Terbungkus plastik yang terpoles oleh lumpur
Di antara kertas-kertas terserak
Tak satupun memandang dirimu
Darah mengalir dalam bara jalanan
Dan daging adalah tumpukan batu
Yang tergeletak sampai akhir
Baru kutemukan dirimu
Diperbatasan hitam dan putih
Antara dosa dan amarah
Tangan setan mencabik-cabik tubuhmu
Memotong di setiap sudut kehidupanmu
Begitu banyak penthil-penthil setan
Yang meniup dosa melenyapkan benih cintamu
Ketika matahari menyingsing
Mencuci darah dalam bungkusan

57

Sayap Amarah
Ijinkan aku sesaat meluapkan kemarahanku
Yang terpedam didalam dada ini
Mengalir dan membanjiri semua aliran darah dalam tubuh
Untuk sebuah duka tak bertahta
Bagai lautan lepas
Mengombakkan suara gemuruh
Mengunyah dosa terkutuk
Mengeliat di sekujur tubuh
Kaukau bagai binatang jalang
Berlumur darah yang mematikan jiwa
Terlepas terkelupas dari jasad
Tergeletak tak bernyawa
Kau hancurkan tulang belulangku
Lantas kau bakar luka di atas deritaku
Kobaran amarah teramat sulit kuungkapkan
Ibarat binatang kau paling terhina
Kau cabik-cabik tubuh itu
Tak peduli jeritan bergema di telingamu
Kau kepakan sayap kemenangan mu
Ketika fajar menyingsing

58

Sajak Orang Kecil

Tak seorang pun mau memandangku


Tubuh kurus kering keronta
Dengan pakaian lusuh
Aku berjalan menyusuri trotoar
Keeping demi keping ku cari
Senyum getir mengais harapan
Demi sebutir nasi untuk bertahan
Ku terus melangkah
Di antara mobil-mobil mewah
Dan gedung-gedung tinggi
Menuju sisi kota
Ya.. perkampungan kumuh
Itulah tempat tinggal ku
Dimana aq Lahir dan dibesarkan
Mungkin sampai matahari terbit dari barat

59

Cinta Sepucuk Pinang

Negeriku indah
Negeri penuh cinta
Negeriku kurindu
Negeri buah pinang masak
Mengukir sejarah negeri Melayu
Kerajaan Sriwijaya bertahtah
Di bantaran sungai Batanghari
Meninggalkan cerita lama
Kini kujauh darimu
Negeriku kurindu
Ingin kukembali
Bermain sampan
di huluan sungai
Pinang masak tlah membenam di ufuk senja
Memejamkan mataku di akhir cerita
Membawa rinduku ke dalam mimpi
Mimpi tentang cinta sepucuk pinang

60
Sang Penguasa
Dua sudut mata
Mengalir kan tatapan tajam
Menatap setiap sisi kehidupan
Berlutut, menanti sang penguasa
Dia
Mengunyah untaian sumpah
Mengancingkan benang keadilan
Mengikiskan iman hingga tuhan terasingkan
Dalam tahta kekuasaan
Duduk menjarah sisi pengharapan
Bertingkah menyeduh keringat sudut kota
Mengingkari amanah
Sembari berlutut
Mencoba melihat sebatang lilin
Membakar dirinya hingga secercah
Meleleh setiap sudut segitiga
Di sisi gelap malam
Satu bintang bersinar
Menemani sang rembulan
Cukup melukiskan sepenggal untaian janji

61
Puing-puing

Kekejaman

Waktu mengukir jejak kaki


Suka dan duka menghias sejarah
Semua akan bermakna dan indah
Seperti pelangi sehabis hujan
Pandanglah ke depan
Karena hidup ini akan terus berjalan
Bagai nelayan mendayung perahunya
Sampai ke ujung lautan
Tapi buatku hidup itu ibarat bunga,
yang menyeruak di tengah lebatnya semak
Tumbuh di tengah reruntuhan
Bermain-main dengan puing-puing kepedihan
Berkejaran dengan debu dan panas matahari
Membakar aura kebencian
Seperti tungku-tungku yang memanaskan
Menghujam kejamnya hidup

62
Sayap yang Patah
: Kahlil Gibran
Aku lelah menanti
Aku lelah menunggu
jawaban yang tak pasti
yang kutahu tak pernah
keluar dari mulutmu
Apa yang kaumau..
Kau mempermainkan perasaanku
Kau bunuh aku dengan semua sikapmu
Kau menganggapku seakan-akan aku tak ada
Apa yang kau mau..
Deritaku kah
Atau air mataku
Percuma kau kusayang
Jika nyatanya aku tak di hatimu
Lebih baik aku menghilang
menghancur impianku tuk bersamamu
Apakah kau tahu
Remuk hatiku
Dengan gumpalan luka yang kauberi
Aku muak dengan semua lakumu
Ku tak ingin lagi menuai luka
membuat aku jera tuk mencinta.

63

Keindahan Cinta

Aku dipertemukan pada cinta yang terpilih


Sosok yang hadir untuk memenangkan hatiku
Cintamu bagaikan semilir angin yang berhembus di kala terik
Sejuk, tenang dan selasa kurindukan
Kau bisikkan cinta senada nyanyian alam
Membingkai hatiku bagai taman bunga
Kelembutan hatimu membuatku terpana
Melihat keindahan rembulan
Seperti melihat keindahan di wajahmu
Cinta,..
Di sela hatiku
Kudengar suara hatimu
Menggema lembut dalam kalbuku

64

07 Bayang Kalbu
Bayang Kalbu (dipanggil Bay) lahir di Blitar, 22
Juli 1991.
Saya mulai masuk sekolah di SDN OO1
Kecamatan Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara
(PPU), Kalimantan Timur tahun 1998. Kemudian
lulus tahun 2004 dengan nilai yang cukup
memuaskan.
Saya lanjutkan sekolah ke jenjang
berikutnya di SMP N 4 PPU di tahun yang sama.
Sekolah yang satu ini berada tepat di depan rumah saya. Bahkan sekolah ini berada di ruang
lingkup rumah saya (atau justru sebaliknya rumah saya yang berada di lingkup sekolah)

Tahun 2006 saya kembali lulus sekolah dengan nilai yang cukup memuaskan, dan di
tahun itu juga saya langsung melanjutkan sekolah saya di SMA Katholik W.R. Soepratman 020
Samarinda. Sekolah ini membimbing saya hingga lulus di tahun 2009, dengan nilai baik.
Ibunda saya, yang seorang guru di sekolah menengah pertama di tempat saya dahulu
bersekolah, yang sangat disegani, serta Ayah saya yang seorang petani dan pemburu bersahaja
tidak mampu membendung niat saya yang kuat untuk menjadi seorang pengangguran. Maka,
pengangguranlah saya selama dua tahun.
Setelah dua tahun yang melelahkan menjadi pengangguran, saya melanjutkan sekolah
saya keperguruan tinggi Universitas Sanata Sharma tahun 2011. Dan tanpa ragu saya memilih
Sastra Indonesia (yang kelak akan membuat saya ragu).

65

Kutukku

Hei Keparat !
Jangan tertipu matamu
aku bukan ayam
belenggu tak membunuh
hidup mati tak berarti
Dengar!
Sungai kepedihanmu takkan bermuara
lembah kesepian akan mengungkungmu
Istri meninggalkanmu saat puncak cinta
anak dan cucumu membuangmu
merayap dalam kubang lintah
menghisap habis darah
hanya itu, hanya itu kawanmu
kamu mati!

66

Pohon Apel

ia adalah pohon apel


sumber cinta dan hidup yang menyempurnakan

mengakar kuat sumber teguh tegar


tubuh batangnya indah penuh hasrat
daun-daun mahkotanya
dan buahnya ranum menggoda
memanggil yang hidup padanya

ia adalah pohon apel


sumber cinta dan hidup yang menyempurnakan

ia adalah sumber hidup


ia adalah mahakarya penyempurna
ia adalah yang tercinta

67

Seorang Putri
Aku bingung harus berkata apa
jika ini bisa terucap,
jantungku sakit
nafasku sesak
otakku selalu merekam dengan seksama
seperti bulan bagi yang tersesat
bintang bagi pelaut
seorang putri
memakukan pandangku
memakukan pikirku
ya, aku melihat seorang putri
anggun
jelita
sempurna
hanya dia yang mampu mengguncangkan duniaku
dan
putri itu
kamu

68

Dia

Kemanakah kita seharusnya


ketika Tuhan pergi meninggalkan kita
jatuh tersungkur
bangkit lagi
terpelanting lagi
jatuh
merangkak
bangkit
berlari terseok, menyeret langkah
mengejar Tuhan
yang entah pergi kemana

69

Sajak Puzzle
Potong
dipotong
dipotong potong adikku
wahai semesta raya
dimana rasamu
dunia semakin kanibal
manusia semakin tak bermoral
menjadikan manusia potongan
sesama manusia menjadikan kerabatnya potongan
seperti puzzle
puzzle manusia
langit hujan darah

70

08 Brigitha Dina Anggraeni


Nama lengkap saya Brigitha Dina Anggraeni, saya lahir di Ternate.
Pada tanggal 12 Oktober 1993 dari pasangan Bapak Ignatius Edi
Purwanto dan Ibu Mariana Frederika Matanubun. Saya berkebangsaan
Indonesia dan beragama Katholik. Saya tinggal di Beneran RT 02 RW
023 Purwobinangun Pakem Sleman Yogyakarta.
Adapun riwayat pendidikan saya, yaitu pada tahun 2004 lulus
dari SD Negeri Karanganyar Donokerto Turi Sleman Yogyakarta.
Kemudian melanjutkan di SMP Dominicus Savio Larat (Maluku
Tenggara Barat) dan lulus pada tahun 2007. pada tahun 2011 lulus
dari SMK Sanjaya Pakem dan melanjutkan ke perguruan tinggi di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Fakultas Sastra Program Studi
Sastra Indonesia.
Pada tahun 2010 saya ditugaskan sebagai sekretaris Orang
Muda Katholik di Paroki Pakem. Untuk meningkatkan pengetahuan
dan wawasan saya mengenai berorganisasi, saya selalu mengikuti
kegiatan-kegiatan yang diadakan kampus maupun kegiatan-kegiatan
di luar kampus.
Pada tahun 2011 saya diberi kepercayaan dari wilayah paroki untuk menjadi pendamping
PIA (Pendamping Iman Anak). Dan pada tahun 2011 juga, saya bergabung dengan komunitas
sendra tari Aburing Kupu-Kupu Kuning yang bertempat di Jalan Kaliurang Km. 17
Yogyakarta.
Selain itu, saya juga aktiv dalam membuat puisi. Puisi-puisi saya antara lain: Selamat
Pagi Cinta, Wahai Kekasihku, Hentikan Kekerasan di Muka Bumi, Kekecewaan, Banjir
Darah Ayah, Aku Pelacurmu Bung! Aku Perempuan, R, Tragedi, Dilema,
Losmen, dan Aku Menunggumu R.

71

Selamat Pagi Cinta

Semoga hari ini


Hatimu secerah pagi ini
Secerah matahari bersinar
Langkah yang kau tapak
selalu bawa kebahagiaan
Biarkan musim berganti
Tinggalkan kesan yang mendalam
Tak mudah dilupakan
dari mata jernihmu yang berkaca
Lihat aku..
Yang selalu bisa baca pikiranmu
Mengisi jiwamu
Menyapamu menghiasi hari-harimu
Lihat senyumku
Dengarkan suaraku
Akan teduhkan jiwamu
Karena aku mencintaimu
dengan kesungguhan

72

Wahai Kekasihku
Wahai malam
Jangan kau redupkan sinar di hatinya
tuk slalu menjadi cahaya cinta di hatiku
Ungkap segala gundah dan resah dalam jiwa
Mekarkan bunga-bunga kerinduan dalam asmara
Wahai sepi
Jangan kau sembunyikan cintanya dariku
Karena yang kuharap sayangnya kepadaku
Bangunkan rindu yang resah dalam kalbu
Usik lamunan di gelap asa yang tak mengaku
Wahai dingin
Jangan kau bekukan kerinduan di antara kami
Karena dia selalu hadir dalm mimpi-mimpi
Getarkan dawai-dawai cinta dalam hati
Nyanyikan desir angin di tiap sudut sepi
Wahai kekasih
Berikan aku setangkai kelembutan jiwa
tuk ungkapkan tirai-tirai asa tersisa
Sampaikan ungkapan jiwa
dalam relung-relung rindu kepadamu

73

Hentikan Kekerasan di Muka Bumi


Jangan teruskan, hentikan !
Aku muak dengan kekerasan dan tawuran
Emosi dan ambisi menghujam setiap sudut negeri
Pemaksaan dan kebengisan terus terjadi
Beda pendapat bagai timah panah liar tak terkendali
Keringat darah membasahi raga..

Tolong, anggaplah kami sebagai manusia


Jika kami bertanya tolong jawab dengan cinta
Di jalanan, kami sandarkan cita-cita
Karena hidup kami adalah di jalanan
Apakah pantas mereka memikul semuanya?
Korban nyawa terus berjatuhan
Mari segera hentikan, jangan terlalu banyak bicara
Nyawa terus melayang
Mari kita rangkul mereka dengan cinta dan kasih sayang
Anak Indonesia harus diselamatkan dari tawuran
Karena mereka adalah generasi muda bangsa.

74

Kekecewaan

Pendidikan tak ubahnya pembentukan


Pembentukan pribadi-pribadi yang baik
Tetapi di antara yang baik ada bibit yang tidak baik
Merekalah yang akan jadi penyakit
Di tengah kemerdekaan yang nestapa
Masih adakah secerca cahaya disama?
Cahaya bagai jelata yang tak tahu apa-apa
Cahaya tuk si kecil yang terlantar di sana
Apakah kebebasan ini benar-benar nyata?
Ataukah hanya ancaman?
Kami butuh cahaya yang sebenarnya
Cahaya kemerdekaan yang nyata
Bukan hanya cahaya yang menyilaukan mata
Tetapi cahaya yang memberikan kami kepastian

75

Banjir Darah Ayah

Musim dingin paling keras dalam kehidupan


Darah berceceran
Menjelma hujan darah selangit
Bara api membakar langit
Hangus jadi sehamparan tanah hitam
Di mana demi tahta aturan ngawur diberlakukan
Banjir darah Ayah adalah tarikh paling hitam
dan pedih ketika kuasa beralih
Kejam sekali,
Siapa pun yang dianggap lawan dan bersalah
Dengan sadis ditumpasnya habis

Banjir darah Ayah


Kemanusiaan meremah musnah
Sesak sekali dada ini
Bila angan bayangkan tragedi itu

76

Aku Pelacurmu, Bung !


Aku pelacur yang mencintaimu, Bung!
Saat mataku menutup dan hidungku menghirup bau hewan
Keluar dari keringat tubuhmu hingga membanjiri malam
Yang setiap tetesnya mengalirkan lembaran-lembaran uang
Aku pelacur yang mencintaimu, Bung!
Memijat seluruh badanmu yang lelah karena pekerjaamu
Dan membuat jariku melepuh dan kesakitan
Tajamnya mengiris habis daging kebenaran hingga limit
Licinnya menjebak perempuan melacurkan cinta serendah tumit
Membelai tubuhmu hingga lumat
Sembari kau tulis berlembar-lembar
undang-undang perzinahan dan pelacuran
Sementara mulutmu mendesih nikmat
Aku pelacur yang mencintaimu, Bung!
Setelah kau tanam benih rasa di rahim kusam ini
Dan ketika lahir kau panggil anak haram
Aku pelacur yang tubuhnya hendak kau pasung
dengan undang-undang yang kau buat.
Aku adalah pelacur yang mencintaimu, Bung!

77

Aku Perempuan

Aku bisa membunuhmu, tapi bukan dengan tusukan belati


Aku membunuhmu dengan setetes cinta,
yang akan meracuni tubuhmu
Berhati-hatilah, Bung, aku ini perempuan
Aku perempuan yang mampu mengangkat kamu setinggi langit
Dan aku juga sanggup menjatuhkan martabatmu serendah telapak kaki
Berhati-hatilah bung, dalam elok tubuhku
sesekali tersimpan desis ular yang siap membelit
Terasa menyenangkan ketika kau letakkan
tubuhku bersama derit di kasur itu
Tapi jangan pernah kau jatuhkan harga diriku
Karena jika semuanya itu terjadi,
maka akan membuatmu mati dengan telanjang
Aku bukan wanita, aku perempuan!

78
: R

Ingatkah kau tentang kejadian dulu kala itu?


Kita memojok untuk memadu cinta
Mulut kitapun mulai berpagutan
Setan lewat cuatkan hasrat
Tubuhku dan tubuhmu pun mulai merapat
Mengerang, mengejang
Benih kasih pun tertanam
Beberapa bulan kemudian
Terdengan isak tangis bayi dari dalam rumah
Ada yang terdengar di selokan
Di tempat sampah
Di jalanan
Dan di kebun

79
Tragedi

Tragedi lagi-lagi tragedi


Terdengar jelas suara tembakan itu dan
Terdengar jelas pula suara ledakan itu
Pem-Boman, penembakan, banjir, tanah longsor, mutilasi,
Pembunuhan, gusur-menggusur kian menjamur
Pongah merambah bawah
Ruahkan susah ruahkan amarah
Kucucurkan air mata
Bahkan maburkan nyawa
Tragedi lagi-lagi tragedi
Mengundang kebencian suarakan makian
Rakyat miskin terdera hidupnya dan teraniaya
Penipuan, pemelaratan, pemerasan semakin tambah jelas
Tragedi lagi-lagi tragedi
Pilukan kalbu

80

Dilema

Seharusnya senang,
Ada nafsu yang terjadi
Semalam tadi.
Seharusnya happy,
Seorang pria melata
Sedekat tanah
Mestinya puas,
Gelapnya malam
Mempermudahkanku
untuk melakukan
Ternyata masih ada,
Perempuan meratapi sempat kekasih
Yang hilang tergesa
Tanpa pesan

81

Losmen

Bibir kita saling bersentuhan


Mata kita redup
Seperti keasyikan menyeruput susu coklat panas
Dari cangkir tanpa ditiup
Ini malam kita berdua, bukan malammu saja
Tanganmu mulai rakus menjarah
Tubuh ringkih gerayangi sarangmu
Aku binal karena amarah
Kalau saja,
Kutemukan cara bersih untuk keluar dari belenggu korupsi ini
Dengan tak melayani nafsu-nafsu bejat pejabat negara
Tentu saja akan mudah
Melepaskan bibir-bibir yang melekat ini

82

Aku Menunggumu R
Aku menunggumu R
Diantara langkah-langkah yang bergegas
Sebuah kendaraan yang kutunggu tak kunjung datang juga
Detik berganti detik berlalu
Berguguran sepi dan galau
Aku masih saja setia pada apa yang tak bisa ku katakan
Waktu telah menunjukkan kesedihan
Terkikis kelengangan yang menghempas
Seolah isyarat waktu yang tak terungkap

Daun-daun berguguran
Namun ada yang tetap terjaga
Menunggu datangnya dirimu suatu ketika

83

09 Elizabeth Ratnasari
Elizabeth Ratnasari, lahir di Klaten , 23 Januari 1993. Beralamat di Ngepeh, Pasung,
Wedi, Klaten. Pendidikan: TK Pertiwi Pasung, SDN Pasung 1, SMP N 1 Wedi, SMA N 1
Jogonalan. Orang tua: Ig.Suratno & Th.Sri Wulandari

84

Kekasihku
Kekasihku ....
Sudahkah kau dengar
suara angin yg membawa rinduku?
Lihatlah nanti
hujan mengalirkan air rinduku
hingga ke tempatmu
Oh kekasihku ...
Sesungguhnya kita tak pernah jauh
Kita masih menatap langit yang sama
Dan merasakan terik matahari yang sama
Kekasihku ...
Pergilah, namun kelak
jangan kau salah berjalan pulang

85

Berikan Hidupku
Lihatlah kami di sini
Langit menangis melihat duka anak-anak negeri
Tidak malukah kau makan hak kami?
Kami yang seharusnya
menikmati damainya hidup di khatulistiwa
Tapi kau belenggu kami
dengan jerat duri
Kau persulit kami
menghirup oksigen di negeri sendiri
Setelah ini apalagi?
Mau kau gadaikan
gunung dan pulau di negeri ini?

86

Sajak Adikku Malang


Hari itu, aku tak dapat lagi melihatmu
Aku tak pernah tahu
Kenapa kau pergi secepat itu ?
Tubuhmu begitu suci
Tubuhmu yang begitu mungil
Dicacah tanpa belas kasihan
Darahmu bercucuran
Mengalir, mengampiri kematian
Kini aku tak dapat memelukmu
Hatiku terluka,
kau diperlakukan kejam
Mereka telah mengambilmu dari aku
Selamat jalan adikku
Tertawalah engkau di Surga
Bersama Tuhan kita

87

Merapiku
Sejukmu ...
Suaramu ...
Pesonamu ...
Menyita seluruh rinduku
Namun murkamu membawa pilu
Ada air mata di sana
Ada pula dukaku di situ
Jangan kau marah lagi
Kembalilah pada damaimu
Kembalilah pada indahmu
Agar kami tenang di sisimu

88

Perpisahan
Perpisahan
Ada perpisahan
Antara masa lalu dengan masa depan
Ada percakapan
Antara pagi dengan malam
Ada perjanjian
Antara lonceng doa angelus dan siang hari
Ada pertemuan
Saat kau melihat dan bertanya
Siapakah yang duduk di altar gereja itu ?
Tertunduk dan mengepal tangannya
Melafalkan doa yang begitu indah
Dan dia larut dalam percakapnnya bersama Tuhan
Hening

89

10 Lidia Nathalia Trysnawati Rido


Nama: Lidia Nathalia Trysnawati Rido.
TTL: Waikabubak-Sumba Barat (NTT), 14 Desember 1991.
Asal: Sabu (NTT).
Tamat pendidikan:
TK: Kemala Bayangkari (1997)
SD: Sekolah Dasar Masehi -Waikabubak (2003-2004)
SMP: Sekolah Menengah Pertama Kristen- Waikabubak (20062007)
SMA: Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Waikabubak (20072008), selanjutnya saya menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1Kupang (2010).
Kuliah pada tahun 2011 di Universitas Sanata DharmaYogyakarta, jurusan Sastra, prodi Sastra Indonesia hingga saat ini.
Aktivitas Sastra:
- Sejak TK, saya sering mengikuti lomba baca puisi. Tetapi saya bergaul dengan puisi
sudah sejak kelas 3 SD. Walaupun, pada saat itu saya belum bisa menghasilkan sebuah
karya, tetapi saya sangat senang ketika guru-guru selalu melibatkan saya dalam berbagai
kegiatan maupun perlombaan puisi. Tak sedikit piala, piagam dan sertifikat yang saya
peroleh.
- Tidak hanya di sekolah pada tahun 1997, saya mendapat juara pertama deklamasi puisi
antar GBI (Gereja Bethel Indonesia) se-kabupaten Sumba Barat. Walaupun saya bukan
pemeluk agama ini, tapi saya selalu dipakai untuk mengikuti perlombaan.
- Di SMP, saya sempat menulis sebuah cerpen dengan judul Ayah, Mengapa Aku, tetapi
cerpen ini tidak sempat diterbitkan oleh Pos Kupang. Selanjutkan, saya menulis puisi
dengan judul Akar Pahit, Bak Anak Tiri dan Kasih Sayang, dan puisi-puisi ini
juga tidak sempat diterbitkan. Masa-masa SMP inilah prestasi-prestasi sastra saya
semakin membludak. Saya semakin terkenal dan bisa mengharumkan nama keluarga
saya.
- Selanjutnya saya mulai serius menekuni dunia sastra pada saat SMA. Di SMA saya
mengambil jurusan Bahasa, jadi saya bisa bergaul karib dengan puisi-puisi. Saya sempat
menulis sebuah novel yang berjudul Kisahku, Kisahmu tetapi novel ini belum selesai
saya tulis karena berbagai halangan yang saya hadapi.
Harapan: setelah saya mengikuti matakuliah penulisan puisi, maka saya akan tetap
berkarya bahkan keinginan saya harus tercapai untuk menghasikan kumpulan antologi
sendiri. Sekian dan terima kasih.

90

Hilangmu, Dukaku

Di keheningan malam ini,


Datang secercah harapan
Untuk menyambut jiwamu datang kembali

Sudah dua tahun aku merasa hidup tanpamu


Namun, ini harus kujalani
Walaupun ragaku tak sanggup

Di beranda rumah
Kududuk merenung
Mengingat canda tawamu
Sebelum kau pupus ditelan
Senjata bejat-bejat itu
Ayah.
Ingin rasanya kuberjumpa denganmu
Walau hanya dalam mimpiku
Walau hanya memandang wajahmu
Di bingkai usang ini.

O.Tuhan, jaga dia selalu di sana


Bahagiakan dia di sisimu
Karena dia, sang pejuang.

91

Denting Rindu

Kabut malam terasa menyesakkan


Bergemuruh badai malam, menggetarkan
Diantara ribuan debu dan kabut
Saat bertemu, tak bertemu terasa sesat

Kupandangi ransel kusamku


Ingin kuisi bekal rinduku
Dan kubawa berlari
Arungi gelap jalanan cintaku
Gontai jalanku iringi rinduku

92

Kemiskinan
Negaraku kaya
Tapi banyak orang miskin berserakan
Atau kemiskinan ini
Milik negaraku?
Ataukah kaum miskin yang tak mau berubah
Atau negaraku kumpulan orang miskin!
Tidak, kulihat banyak orang berpangkat
Hidup mewah dan hampir memeluk dunia
O kemiskinan..
Pergilah kau dari negeriku Indonesia
Pergilah kau para insan yang membuat kemiskinan
Siumanlah kau
Para pembuat kemiskinan!
Buka mata hatimu
Wahai orang-orang yang membuat negara ini miskin
Indonesia bukan milik kau saja
Anak cucu juga ingin
Menikmati kekayaan negaraku
Negara Indonesia

93
Jika Kau Adalah Aku

Jika kau adalah aku..


Akan banyak puing terajut
Jika kau adalah aku.
Aku tersadar begitu banyak cinta
terselip dalam doa sepanjang nafas
Jika kau adalah aku
takkan pernah bertanya
kapan janji akan terpenuhi
aku kan selalu ada untukmu
hingga tak terlewati
dalam tiap langkah semampaimu.
Tapi
Aku harus menunggu sekian zaman
Agar kau menganggap aku ada untukmu
jika kau adalah aku!

94

Sanggupkah
Terdiam merenung sendu
bersenandung lagu rindu
Terbayang perjalanan waktu
Sebuah kenangan masa lalu
Tiada lagi nyanyian yang ku lantunkan
Tiada lagi penghibur laraku
Tiada lagi ketenangan dalam jiwa
Yang ada hanya bintang berduka
Yang ada hanya langit tergores luka
Seakan ku hendak berkata
Inilah nadi kehidupanku
Senyuman pun hendak membeku
Dalam dinginnya pekat malam
Tangisan kian melarut pilu
Dalam harunya lautan malam
Sanggupkah kulalui badai pasir rindu
Sanggupkah kulupakan indahnya ribuan pesona mimpi
Sanggupkah kulangkahkan kaki melewati panas bumi
Sanggupkah kubenamkan diriku dalam lautan kelam
Sanggupkah kubertahan dinginnya hembusan angin salju
Hanya ada satu jawaban hati
akan kulalui dan kujalani
dengan kasih murni setulus hatiku.

95

11 Ludgerdius Beldi
Ludgerdius Beldi lahir di Pontianak, 26
Maret 1992. Alamat asal Jalan Gajahmada,
Gg. Gajahmada X, No 6, Pontianak,
Kalimantan Barat
Nomor Telepon
: 0896 7625 020
Alamat email
:
tuanlood@gmail.com
Alamat web: https://soundcloud.com/mrlood/mrlood
Deskripsi diri: Young, Wild and Free.

96
Segitiga Pekat
Waktu itu di Ujung Darat pagi belum bisa melihat api dari dekat
Namun tameng kami tiba-tiba hancur diseruduk banteng sesat
Terkilat tangan kasar legam ramai meledakkan mataku sesaat
Terlukis dari dekat Raja kami layu dihantam laknat
Lima watt yang berada dekat, berkedip cepat melawan gerakan padat
Aku terjaga hangat dibalut bunda beradu vibra pelan menyudut ke bale-bale gelap
Sambil mencuri tatap, kepungan serta hantaman memeriahkan raut Raja kami di bawah 5 watt
Serentak aku memuntahkan tanya, "Apa salah Raja kami tuan-tuan Ujung Darat?"
Kalap, aku yang masih belum bisa melihat siang hampir kalap
Tersungkur Rajaku kutatap terlelap padat di bawah pusat 5 watt
Tangis air mata tak bisa lewat untuk menyusup keluar melihat
Hanya sontakkan membelalak mengiring hayat Raja kami terlelap
Ohh Penguasa kolong dan atap
Terlalu banyak cara menyadap diriMu yang hebat!
Terlalu banyak suara telat saat tak tau siapa yang didaulat!
Bahkan terlalu banyak yang bersyahdat menciptakan satu yang tetap!
Sekarang bisa kau lihat ! Rajaku menatap merana tanpa gerakan yang terlihat
Knights Templar yang dulu kuat, kini hina terikant diantara orang-orang Ujung Darat!
Knights Templar yang dulu kuat, kini rapat menutup kisah Trilogo para penjilat!
Dan, Knights Templar yang dulu memberiku belaian hangat, kini hanya dingin yang mengikat
Jawablah aku wahai Baphomet sang penerima surat!
Apa kau masih pekat sewaktu kami selalu bersyahdat?
Bicaralah ! Apa kau takut disalib dan dikatakan sudah bertobat ?
Sesungguhnya, ketika kau rapat seperti mayat. Trilogimu sudah tamat !

97

Ballada Badu dan Budi


Ini kisah tentang hari ini
Badu dan Budi Putra Indonesia asli
Pagi tadi Badu pergi bersekolah
Dengan sepeda bagus tapi tak sebagus katanya
Sesampai di Sekolah Badu kena marah kepala sekolah
Itu karena Badu belum bayar uang sekolah
Sesampai di rumah, belum sempat makan Badu disuruh kerja
Sama mak Ratih, Ibu tiri istri kedua ayahnya
Badu bekerja menjadi pengais sampah
Dari siang sampai sore Badu baru pulang ke rumah
Pagi tadi Budi pergi ke sekolah
Naik kijang istimewa beraroma mewah
Sesampai di sekolah Budi bertemu temannya
Badu namanya, teman sekelasnya
Ketika bertem, Budi menutup hidungnya
Karen Badu badannya beraroma sampah
Badu bingung, lalu ia bertanya :
"Budi temanku, apa aku terlihat berbeda ?"
Budi menjawab marah :
"Ia! Badanmu itu, bau sampah!"
"Gara-gara kamu, aku jadi malas sekolah!"
"Pergi kamu, dasar Tukang sampah!"

Ohhh... Indonesia
Inilah potret wajahmu dari dekat
Ohhh... Indonesia
Hitam jiwamu masih pekat
Ohhh... Indonesia
Sudikah kau menyimak suara dari dekat ?

98
Cuap-cuap Bro-Bra
Kata Bro itu :
Segitiga, banyak setannya
Garis bentuk jendela, kafir orangnya
Lengkungan bentuk bulan, teroris orangnya
Kata Bra itu :
Cewek, sopan... Kadang membuka
Cewek, "KAMI SEKARANG DI ATAS!"
Cewek, penjaga... Susah dijaga
Cewek, ada uang... Ada barang

99
Anjing !
Anjing ! Aku menghasut makananmu
Banyak maksud peluru untukmu
Ini bukan logika untuk memaksa
Gendong-menggendong tulang ? Arhgg, tersiksa Njing !
Anjing ! Kau memang penggonggong
Biji sesawi celoteh, kau lahap juga
Bukan pedang untuk memotong
Tapi kau melolong kosong arti
Anjing ! Keluar kandang lagi Njing ?
Buka suara memesan suara sama Njing ?
Kupukul kau besok merah, Njing !
Biar betina tua mu tak pusing lagi, Njing !
Anjing ! ga suka kau Njing ?
Petantang kencing invasi wilayah
Ngentot otak kau Njing! Goblok !
Jantan tuamu, tak seperti Anjing !

100

Bee
Ada kalanya waktu itu kita berbincang penuh
Mungkin hasilnya tak seperti ini
Engkau terbang dari bungaku
Dan sekarang hinggap di bunga lain, lalu pergi
Ada kalanya juga waktu itu kita becermin,
di aliran sungai yang jernih
Mungkin sayap kita bisa segar,
kemudian bersama terbang menghisap sari
Aku memang kecewa ...
Lukisan yang kau kirimkan
Mengingatkan tingkah saat kita bercerita
Dimana canda, tawa membuat iri ekor mereka
Tapi setelah itu kau menitipkan goresan sukar
Masih fasih aku merekam pidatomu itu
: tak bisa, tak bisa. Kita beda boo

101

Suaka Kuasa
Ini aku, Bung !
Tak perlu mancung, tuk garang
Banyak cakap seragam pakaian
Penyeleksi guna hailee sellasie dan machiavelli
Semoga hari ini atau esok kalian masih menganggap aku ini sebagaimana tadi kalian mengenal
dan sempat mengorek isi telingaku ini dengan suara. Jangan anggap ini sebagai suatu kabut yang
tak bisa kalian hapus dengan sekali hembusan.
Anggap ini hanya serangkaian pemeriksaan sebelum terbaptis kenyataan.
Datanglah kemari sekarang, datangi aku dengan pertanyaan yang selalu kalian siapkan setiap
melihat aku bersilat dihadapan kalian. Analisa aku dengan berbagai teori yang sudah kalian
pelajari untuk mengungkap siapa aku ini. Perangi aku dan lawan aku dengan mental '98 yang
kalian banggakan, sumpal aku dengan kebenaran hasil pedagogis kepercayaan kalian.

Ohh, para Bigot, hantarkan aku dengan des sein ala machiavelli. Manjakan telingaku dengan
kidung hikayat keagungan para penganut Haile Selassie dan bangunkan aku dengan derajat
wewangian pemahaman kalian.
Jangan cari aku, ketika kalian belum bisa menemukan rasa hambar di taik kucing !

102

12 Mikail Septian A. V.
Nama : Mikail Septian A.V.
Lahir : Balikpapan, Kalimantan Timur 8 September 1993
Riwayat pendidikan :
TK Ignatius Slamet Riyadi
SD Ignatius Slamet Riyadi I
SMP Ignatius Slamet Riyadi
SMA Sedes Sapientiae Bedono
Masa SMA merupakan masa yang menyenangkan. Saya
mengenal puisi lebih lanjut ya pada masa SMA ini. Sempat membuat puisi yang kemudian
dijadikan lagu oleh teman saya. Alhasil puisi saya terkenal seisi sekolah. Dari situ saya dikenal
cukup mahir membuat puisi. Atas dorongan itulah yang membuat saya terus mencoba menulis
puisi ketika ilham menghampiri otak saya. Dalam menulis puisi saya lebih condong kearah puisi
yang memiliki kata-kata puitis cinta dan sejenisnya. Namun saya juga ingin suatu waktu bisa
menulis puisi dengan tema yang berbeda. Selain senang menulis puisi saya juga senang bermain
game. Tiada hari tanpa game. Game bagi saya adalah pelipur lara bagi para kaum jomblo. Game
mengerti saya begitu pula saya mengerti game. Terima kasih.

103

Penguasa

Penguasa terbang jauh di langit biru


Mencari harta duniawi
Penguasa bermigrasi ke segala penjuru
Menikmati harta sendiri

Di tanah hanya rakyat melata


Mengais sisa-sisa asa
Di tanah hanya rakyat berduka
Mengucap doa sebisanya

Penguasa merajai segala bumi


Rakyat menanggung segala duri

104

Bocah Berbisa
Hei kamu! Iya kamu yang menembus tubuh ayahku
Dengan pisau terdorong kebenaranmu!
Hei bapak suci! Sadarkah dirimu atas tindakan itu?
Memutuskan kebahagiaanku dan ayah yang kini tiada
Tinggal seorang diri menjalani hidup
Lalu lalang mencari-cari kebebasan
Yang hanya ada dalam cerita pengantar tidur
Nyatanya aku hidup dalam bayang kegelisahan
Entah salah apa ayahku! Ayah salah?
Lalu kalian benar? Buktikan!
Karna kepercayaan ayah berbeda dengan kebanyakan kaliankah?
Justru aku berharap semua tiada beda,

105

Pantai

Kala pasir putih memangku manja


Ayunan ombak menyentuh hangat
Dibuatnya terlena dalam damai

Kala semilir angin laut bersenandung


Burung-burung ikut bersua juga
Dibuainya teduh dalam mewangi

Di sinilah tempat terkenang


Kala di pantai

106

Koral Cinta
Hamparan koral itu
Embun beraroma, sejukkan batin
Hamparan koral itu
Kamu ada, cinta terjalin
Seakan menyentuh dasar
Koral laut menjejalkan kaki tegas
Seakan menyentuh dasar
Hadirmu di sini beri bias
Senyum terlintas
Tawa mengisi
Koral hanya alas
Namun tegar berdiri

107

Kopi Secangkir

Secangkir kopi duduk bertiga


Merapat hal dalam satu meja
Bicara luas namun bermakna
Sejumput kemajuan meraih asa

Kopi menari di atas lidah


Membasuh kering kerinduan
Sejenak pikiran kembali terarah
Merangkum cara kemajuan

108

Ada-ada Sajak

Terangkai sepasang kata


Terurai dari sejuta ada
Tercipta untuk semua
Tersampaikan lewat nada irama

Mungkin ini bual belaka


Bagi dia yang tak peduli
Tapi ini pesan bermakna
Bagi dia yang mencari arti

Ini hidup harus mengayuh


Ditemani kata pendorong jiwa
Ada-ada sajak dimana kita berada
Setiap dari mereka punya arti
Ada-ada sajak yang mewarnai masa
Akan terus hidup menjulang tinggi

Hingga pada ujungnya


Sajak akan menyapa kita
Hingga akhir langkahnya
Sajak slalu memberi asa

109

Kuning

Tiada lagi elegi


Saat kurasa hadirmu
Semua begitu tepat
Indah pada dirimu

Kuning di kala matahari terik


Kuning di kala langit sore
Membuatnya padu waktu itu
Menjadikan sempurna menutup hari

Kau dan aku tenggelam


Dalam naungan kuning di atas
Kau dan aku bercerita
Saat kuning masih setia meneduhkan

110

Tua Renta

Kepada para petani


Terik mencabik-cabik punggung renta itu
Melemahkan raga senja
Tirai langit tak cukup membantu
Meneduhkan niat baja

Namun tekad tiada hilang berlari


Mencari rejeki pangan
Tenaga terkuras mengurai kulit bumi
Menanam benih penghidupan

Semua orang menikmati hasilnya


Tanpa tahu upayanya
Berjuanglah pahlawan tak terkenal
Berjuanglah untuk kelangsungan manusia

111

13 Paskaria Tri Astanti


Paskaria Tri Astanti lahir di Mempawah, 8 April 1993,
Kalimantan Barat, beragama Katolik, asal Kalimantan Barat.
Riwayat pendidikan: SD 05 Mempawah Hilir, SMPN 01
Mempawah Hilir, SMAN 01 Mempawah Hilir, sekarang
menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, program studi Sastra Indonesia
Hobby: membaca, bernyanyi, menulis, makan dan tidur,
melihat pemandangan
Cita-cita : (dulu ingin menjadi politisi) sekarang, jurnalis
perempuan, editor, dosen sastra Indonesia, penulis.
Penyair Favorit : Chairil Anwar, Sapardi djoko Damono
Novel Favorit : Merahnya Merah (Iwan Simatupang)
Sastrawan idola : Seno Gumira Ajidarma

112

Kaca Kerinduan
Angin mendesah-desah sumbang
pada helai butiran kerinduan
Termangu-mangu di posisi penuh adaptasi
dan dulu kita sempat beradu penuh sensasi
karena cinta yang kita sebut murni
Malam semakin ingin memakan
Teradakan cahaya gelap
dan hembusan nafas semakin ke kanan
kutatap kabut pada cermin
kemudian menyiratkan ketika ada luruh perasaan
Menatap penasaran pada sebuah wajah
mengeluarkan angka-angka yang penuh gairah
mengatakan rindu membara,
kemudian bulan mengaca

113

Sajak Tengkorak
Tanah itu bau darah
Menggendong bau-bau anyir pecah
Udara pun terasing tak mau kenal
Tak mau satu, bau darah ingin menyatu
Pegi duduk pada siang
Siang duduk merangkul paksa malam
Tak ada waktu, tak melihat itu
Waktu kering dimakan manusia perang
Benci sudah menjadi tirai
menggerogoti yang hidup jadi brutal
Teruslah begini hai makhluk !
Dunia sebentar lagi
Museum tengkorak

114

(Bukan) Pendosa
Bangku kosong menempati muka gelisah
Mendekat di pintu, mataku jadi pucat resah
Kubisa lihat
Mata sejuknya tertanam lebam
Wajah damainya ternganga darah
Kubisa lihat
Bicaranya tersendat menahan tangis
Lututnya bergegar tersandung tendangan
Kubisa lihat
Lebih dari 20 kali kepalan mendarat tanpa permisi
Tak terhitung cacian mencabik-cabik
Tak tercatat ludahan tercecer-cecer
Ku bisa lihat
Tuhan diam
Sanubari berteriak, dosa inikah yang dikecam
dan kulihat, tapi Dia diam.

115

Sajak Seonggok Mayat


Adikku kecil, Adikku mungil
Jadi seonggok mayat
kemudian terpotong-potong
Seonggok mayat itu terhantam tajam
Sekarang kecil terpencar-pencar
mungilku tidak haram
kecilku bukan cacar
Siapa gerangan saksi
Ketika maut tak mampu berbunyi
sabit itu bungkam meredam,
memilah tubuh suci
Entah apa itu manusia,
jadi binatang teruji
Darah hilang terhisap jalan
seonggok mayat menunggu hidup dari mati suri
itu bukan mayat kan ?
Sudah pasti
yang disebutkan terseok-seok berteriak pada bulan
Kecil memeluk raganya yang lepas pangkuan
tanpa daya. Sang sabit dan parang hilang waras
Mungil kecil jadi mata saksi,
kebinatangan berkuasa di bumi keras

116

Ujung
Pada hari terujung ,
aku masih tidak tahu
Kusinggahi rumah,
kubiarkan jejak menginjak
bekas perjalananku
Berjalanku pada aspal kalian,
membeberkan jejak lelah kakiku
Berhenti bilamana waktu,
pada persimpangan
beberapa sandiwara tragedi
Mencari diam atau beraksi,
bahkan cuma jadi saksi
belahan peristiwa kini
Ingatanku tanpa batas,
sampai aku lenyap habis terbabat
Aku tidur, masih mencium
amis kelakuan-kelakuan lalu
Aku bangun, masih mencakar
pilar-pilar masa laluku
Aku mimpi, serasa mereka menghisap habis
sukma tubuhku
nikmati jam mati,
waktumu mungkin menunggu

117

Pada Malam
Malam larut berlari kembali pada semesta
Pada dingin gelap tanpa cahaya
Lihat kiri, kanan, samping, atas, lalu tengadah
bulu lengkung kemudian menari seketika
Apa yang salah pada sebuah kaca
melihat sendiri termangu sepintas cahaya
Ketika tiap sudut mengoceh nada-nada
Telungkupku dalam selimut domba
sedangkan anjing melolong
entah gembira entah gila

118

Pintu
Pintu menatap,
menoleh sekejap
Ukiran yang sebenarnya
jadi kunci
tak teradaptasi
Terayun ganggang,
membuka dimensi
Tak terkejap,
pintu menatap
Berbicara pada kegaduhan
Ramai, keabadian mungkin hilang
Rupanya sekali lagi terlihat
Pintu masih menatapku

119

14 Paulina Vianty Eka Permata


Paulina Vianty Eka Permata lahir di Desa Sindang Jaya, 07 Juni 1993
beragama Katolik. Suku asal: Sumatera.
Riwayat Pendidikan:
SD: Sekolah Dasar Negeri 31 Sindang Jaya
SMP: Sekolah Menengah Pertama Negeri 02 Sindang Kelingi
SMA: Sekolah Menengah Atas Xaverius Curup
Sekarang sedang menempuh pendidikan Sastra Indonesia di
Universitas Sanata Dharma
Pengalaman:
Dari kecil saya mempunyai cita-cita menjadi seorang guru
olahraga. Jujur hingga saat ini cita-cita itu masih ada di dalam diri saya.
Saya mempunyai cita-cita tersebut karena saya menyenangi semua
bidang olahraga. Pengalaman pertama saya ketika saya masuk Sastra
Indonesia ini pertama memang saya merasa kalau saya salah jurusan.
Terlalu susah bagi saat pertama saya mengikuti semua mata kuliah yang ada. Tetapi setelah saya
bertahan hingga mendapatkan beberapa semester saya sudah mulai nyaman dan yakin atas apa
yang telah pilih. Di samping dosen-dosen yang sangat memperdulikan saya, teman-teman juga
selalu memberi semangat sehingga saya dapat bertahan hingga saat ini.

120
Sajak Kerinduanku
Malam semakin larut
Tiada bintang dalam malam kegelapan
Hanya ada rindu yang semakin membara
Dapatkah kau menyampaikannya
Dalam keheningan malam
Hati ini bergemuruh bak tsunami
yang datang menerjang
Hingga mataku sayap dan fikiranku melayang
Hingga tetesan airmata ini jatuh
untuk kau yang selalu kurindukan
Semusim kini telah terlewati
Setumpuk rindu kini telah membukit
Alunan rinduku, untaian rinduku
Tak henti menjerat alam pikiranku
Harap dilema rindu kan terlepas
Walau hanya sesaat saja

121
Ajari Aku
Ajari aku untuk membencimu
Seperti ketika kau mengajari aku
untuk membencimu
Ajari aku tuk melupakanmu
Seperti ketika kau ajari aku
untuk mengingatmu
Aku tahu kau tak bisa memberikan
utuh cintamu padaku
Karena sudah ada penghias hatimu
Tapi haruskah aku menanggung rasa ini
Kau lukai hati ini
Dengan rasa cintamu

122

Tikus Negara
Sungguh malang nasib negeri kita
Memiliki para koruptor yang telah merajalela
Bukankah kebanyakan dari mereka para pendiri banasa?
Atau malah, pembawa derita untuk kita?
Uang seolah remot negara kita
Suap, sudah menjadi tradisi negeri kita
Jabatan dan keadilan sungguh membohongi kita
Mau jadi apa negeri kita?
Polisi tak lagi menggayomi
Jabatan tinggi hanya pamor masa kini
Rakyat pun tak ditangani
Hanya berpikir untuk diri sendiri
Agar istana tetap kokoh berdiri
Kini tikus pun tegap berdiri
Sembari tertawa dan berkata
Akulah penguasa negeri ini

123

Kejamnya Dunia
Derai deritamu
Derai air mataku
Kau lemah tak berdaya
Kejamnya dunia bagimu
Kejamnya hidup untukmu
Saat kau jamah nyawa tanpa dosa
Dia yang lemah dan tak berdaya
Senyuman indah itu
telah menjadi derai air mata
Nyawa manusia tiada arti baginya
Kau kejam
Kau sungguh kejam
Kau bukanlah manusia
Kau tak lebih dari binatang
Yang tak pantas hidup di dunia

124

Penyesalan Tak Berujung


Saat senja datang
Menyambut indahnya rembulan
Ku berjalan dalam kegelapan malam
Meratapi hidup penuh keluh kesah dan amarah
Saat senja datang
Berharap rembulan
Relungkan kelembutan tangannya
Bagi diriku manusia terhina
Kehancuran ini memenjarakanku
Bayangan kalbu selalu menghantuiku
Memperbudak aku hingga tak berdaya
Pantaskah aku bersujud di kaki-Mu
Memohon belas kasih-Mu
Atas segala dosa-dosaku

125

Untukmu Ibu
Ibu, mengenangmu, adalah telaga yang sejuk
Dalam kerinduan ini kukirim alunan puisi untukmu
Ibu, walau orang mencibirmu
Tapi kau bagai cahaya surgaku
Hinaan, cemoohan selalu kau dapatkan
Tapi bagiku engkau wangi bak melati
Ibu, rasakanlah kerinduan hati ini
Aku ingin, kita bercerita tentang hidup
di bawah temaram sinar rembulan
Aku rindu nasehatmu tentang kerasnya hidup
Ibu, ingin aku tidur dalam dekapanmu yang hangat
Yang selalu memberikan semangat hidup bagiku.

126
Goresan-goresan Rindu
Kabut hitam terkatup membisu
Menawan rembulan yang pucat pasi
Sementara sepi menghimpit kesunyian
Lahirkan guratan-guratan perih di hati
Aku semakin tak berdaya
Terpinggirkan oleh ribuan rasa sepi
Dan jiwaku menggigil
Tenggelam dalam putaran tanpa akhir
Batinku menghamba
Pada bayang- bayang tanpa makna
Pada lentera yang mulai redup
Dan rindu yang tak berujung
Langit malam menemaniku
Melukis indah rona wajahmu
Menghiasi asaku dalam penantian
Penantianku akan datangnya hadirmu
Kini aku kembali disini
Di pelabuhan terakhir saat kau pergi

127

15 Wendy Nugroho
Wendy Nugroho lahir di Temanggung pada
28 Mei 1993. Playgroup, TK, SD, SMP Masehi
Temanggung, SMAN 1 Temanggung. SMA masuk
ke jurusan bahasa dan jatuh cinta pada sastra. 2011
Kuliah di USD Sastra Indonesia. Pernah menjadi
aktor teater Bengkal Sastra pada semester 2. Selama
berkarya di bidang sastra tidak ada karyanya yang
diberi judul.

128

Dudukku atasi batu


Memandangi selebur putih kapur
Tak kutebang cemara buat selembar saja
Biarlah tegak berdiri
Hempas bayu teruskan hembus kataku
Lumut-lumut menyelimut batu,
Menggelitikku, pantatku,
Menghantu daku jujurkan kalbu
11002722013
Pringgodani
Sleman, Yogyakarta

129

mengapa mulutnya berbusa?


liurnya meranggas bagai pohon ketika gugur
tuan tahu mengapa mulutnya berbisa?
busa atau bisa?
bisa
iya seingatku busa, atau bisa?
busa berkerumun memenuhi lubang selokan itu
busa dari mana?
busa dari mulutnya
bisa bisa busa berbisa
tapi bisa bisa tidak berbisa
atau busanya yang berbisa?
yang jelas busanya mengerumuni lubang selokan itu
sampai-sampai tahi-tahi sulit keluar
memang banyak yang mengeluh sakit
memang busanya berbisa
tahi-tahi protes karena jalannya dihalang-halangi busa
ada yang bawa clurit, ada yang bawa gada,
ada yang hanya berteriak-riak, ada yang membawa nyali belaka
mereka meminta busa itu segera disingkirkan
tapi mulutnya tetap berbusa dan mereka tetap terbisa dari busa
Mengapa mulutnya tetap berbusa?
Mereka bilang kalau tidak berbusa, rusa-rusa tidak terkena bisa,
maka lapar sudah mereka
Jadi busa buat bunuh rusa
lalu busa yang ini?
W/114114002
23.19/16413

130

Tuan lihat?
jalanan ini bergumaman
bising sekali ketika klakson ricuh
menyemangati tekanan darah mereka yang membatu di kepala
Tuan lihat?
jalanan ini bergumaman
banyak yang nyawanya melayang
orang bilang wis ngati-ati ning wong liya ra ngati-ati yo podho wae
Tuan lihat?
jalanan ini bergumaman
katanya kita banyak hutang tapi jalan itu bergumaman
sampai-sampai orang berjalan seperti diincim
sampai-sampai tidak ada orang berjalan yang terlihat di jalanan
mungkin mereka takut
takut oleh rasa malu
takut oleh mata orang lain
Tuan lihat?
bau bensin mengatmosfer
kini kita telah berevolusi
tak lagi air yang membasahi kerongkongan, tapi bensin yang mengeringkan kerongkongan
kini kita lumpuh, tak lagi otot yang menopang kaki, tapi roda yang bergulir ke mana kita akan
pergi
Tuan bisa apa?
w/002
02034/18.09

131

Keparat itu menghantam pengada daku,


Ya keparat, hanya kubisik saja
Lalu ditusuknya dada kirinya, rerenggut nyawa busukkan pengada daku
Meyatukan dirinya pada tanah yang memperbusuk pengada daku
Aturan tetap aturan
Air asin memang tercecap,
Air asin tetap air asin
Selaku air asin di samudera yang dihardik sinar terik lalu menguapkan diri
Menjadi uap lalu...
Gelap sudah, mendung sangat
Ia bukan lagi menangis, ia mengencingiku dengan jarum-jarum
Yang menusuk siapapun yang dijatuhi, tapi hanya aku dan pengada daku
Sekali lagi keparat itu belum puas
Ya keparat, cukup kubisikkan saja
Jadi jangan sekali-kali kau bilangkan
Atau habislah daku
Di luar salju basah bukan oleh air
Oleh cairan amis pekat yang tercurah
Ketika puluhan mata pisau berkarat menjadi saksi mata
Jurang terlihat pada tubuh pengada daku
Kulihat sungai di dalam jurang, sungai yang dialiri cairan amis pekat
Cukup kulihat saja
1744 04032013
Pringgodani, Sleman, Yogyakarta

132

Dugadugadugadug tiang rimbun gugur jadilah bangku


Dugadugadugadug tiang-tiang rimbun gugur jadilah tusuk gigi
Dugadugadugadug rebah sudah jadi rumah
Grokogrokogrokogrok tiap helai daun rontok karena gorok
Grokogrokogrokogrok tiap buah talok busuk karena kepala suku ambruk
Grokogrokogrokogrok sudah, cukup
Grukugrukugrugugrug makin dalam sudah bukit gunung
Grukugrukugrugugrug makin melambung sudah gedung
Grukugrukugrugugrug bunyinya menelusur orang awam
Tingkah mereka tetap saja lucu padahal sudah bukan bocah
Harusnya jam 4 sore tapi lihat Langit terlalu gelap
Karena asap mereka yang sedang membakar harapan tetangga

0613 04032013
Pringgodani, Sleman,Yogyakarta

133

Lepas bajumu sebelum bicara akan ini


Sebelum tumpah darah anyir kami
Sebelum kujur membangkai lalu terhembus angin
Sebelum serpihan busuk merasuk nafas
Sebelum paru digaruk akar murka
Sebelum para nelayan salah penjuru, berlayar lalu terdampar dan lapar
Sebelum para petinggi melambung diri melepas lenyap di langit
Sebelum para anak berseragam seragam saudara
Sebelum para raja turun tahta hanya karna bajumu belum tanggal
Sebelum bedug mendengkur bersama domba-domba berjenggot
Sebelum kaubabtis Chupacabra ini dengan darah manis semanis pahit
Lepas bajumu cepat!

w/114114002
22032013/2041
Pringgodani/Mrican

134

Kisah gunduk pasir dan pak mandor menaungi hati


Kami warga gunduk pasir, kami bergunduk-gunduk
Kami terpencar kecil-kecil, kami yang mati
Pak mandor memerintahkan anak buahnya
Sambil menunjuk kami, mukanya keras darah
Para kuli mengangguk sambil matanya gemerincing receh
Pak mandor membawa sekop, lalu melemparkan kepada salah satu kuli
Para kuli menyiapkan sekop-sekopnya dan saringan
Segera lekas mereka bergerak
"Jangan takut" berubah jadi "ayo takut"
Kami telah mati, takperlu kau cabik lagi
Satu mata sekop menghantam guncukan kecil di sana
Sebelum giliranku, kulihat si kecil ditusuk sekop
Ujung kepala jadi tambun, lalu potongannya dilempar
Ke saringan, jadi keping-keping memori
Tiba giliranku

808.080513 k20

135

kumpulan bocah-bocah di seberang jalan sedang beradu asap


mulutnya menjadi knalpot kecemasan
dan kerakusannya akan diri atas bumi
mereka telah berevolusi
lihat saja kakinya yang selidi tak pernah mendaki hidup
lihat saja kakinya, berukir pola-pola bergerigi,
sedikit hitam mencuat dan di pinggirnya berlogo merk
kaki yang bergulir bukan berlangkahan
kaki yang menggilas kemalasan dan mencandu diri,
mengatapi diri dari udara siap hirup
mereka telah berevolusi
lihat saja mulut yang menghamburkan asap bumi,
mulut yang mengenalpoti diri,
mulut yang kadang juga minum bumi
mulut yang menyucup setiap tetes,
bahkan yang harusnya cucupanku
bukan lagi air dalam botol minum tapi cair dalam tangki
maklum udah modern, manfaatkan sekitar
yang memang benar modern ya
mereka telah berevolusi
lihat saja kepalanya yang berlembar-lembar, bersampul
kepalanya dicoret-coret sesuka-sukanya
katanya biar ingat tapi tak seagenda ada di kepala,
maksudku..tetap ada di kepalanya yang sekarang
tapi ketika kepalanya terlalu besar untuk lewat lorong,
dia seperti amnesia
seesoknya setelah pasang kepala lagi baru kelabakan

114114002
2105.070513
Pringgodani Sleman DIY

Anda mungkin juga menyukai