Anda di halaman 1dari 4

ARTIKEL MENGENAL ALLAH SWT

Dalam kitab dikatakan, awaluddin makrifatullah (awal-awal agama ialah mengenal ALLAH).
Apabila seseorang itu tidak mengenal ALLAH, segala amal baktinya tidak akan sampai kepada ALLAH
SWT. Sedangkan, segala perintah suruh yang kita buat, baik yang berbentuk fardhu maupun sunat, dan
segala perintah larang yang kita jauhi, baik yang berbentuk haram maupun makruh, merupakan
persembahan yang hendak kita berikan kepada ALLAH SWT.
Kalau kita tidak kenal ALLAH SWT, maka segala persembahan itu tidak akan sampai kepada-Nya. Ini
berarti, sia-sialah segala amalan yang kita perbuat.
Bila seseorang itu sudah kenal ALLAH, barulah apabila dia berpuasa,
puasanya sampai kepada ALLAH. Apabila dia sholat, sholatnya sampai kepada
ALLAH. Apabila dia berzakat, zakatnya sampai kepada ALLAH. Apabila dia
menunaikan haji, hajinya sampai kepada ALLAH SWT. Apabila dia berjuang,
berjihad, bersedekah dan berkorban, serta membuat segala amal bakti, semuanya
akan sampai kepada ALLAH SWT.
Kerana itulah, makrifatullah (mengenal ALLAH) ini amat penting bagi kita. Jika
kita tidak kenal ALLAH, kita bimbang segala amal ibadah kita tidak akan sampai
kepada-Nya, ia menjadi sia-sia belaka. Boleh jadi kita malah hanya akan tertipu oleh
syaitan saja. Kita mengira amalan yang kita perbuat sudah kita persembahkan pada
ALLAH, padahal itu adalah jebakan syaitan. Ini karena kita tidak mengenal ALLAH,
sehingga kita tidak mampu membedakan ilah (tuhan) yang kita ikuti, apakah itu
ALLAH, atau syaitan yang menipu daya.
Sebab itulah mengenal ALLAH itu hukumnya fardhu ain bagi tiap-tiap mukmin.
Mengenal ALLAH dapat kita lakukan dengan cara memahami sifat-sifat-Nya.
Kita tidak dapat mengenal ALLAH melalui zat-Nya, karena membayangkan zat
ALLAH itu adalah suatu perkara yang sudah di luar batas kesanggupan akal kita
sebagai makhluk ALLAH. Kita hanya dapat mengenal ALLAH melalui sifat-sifat-Nya.
Untuk memahami sifat-sifat ALLAH itu, kita memerlukan dalil aqli dan dalil
naqli.
Dalil aqli adalah dalil yang bersumber dari akal (aqli dalam bahasa Arab = akal).
Dalil naqli adalah dalil yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Melalui dalil aqli dan dalil naqli ini sajalah kita dapat mengenal ALLAH. Tanpa dalildalil itu, kita tidak dapat mengetahui sifat-sifat ALLAH, dan kalau kita tidak
mengetahui sifat-sifat ALLAH, berarti kita pun tidak mengenal ALLAH.

Mengenal Allah Lebih Dekat Pada Diri Kita. Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan
kapada mereka, siapakah yang menjadi langit dan bumi dan menundukkan matahari dan
bulan? tentu mereka akan menjawab. Allah. Maka betapakah mereka dapat di palingkan dari
jalan yang benar (QS AlAnkabut: 61)
Dalam Islam. Orang-orang yang berani melanggar ketentuan Allah, apakah itu sholat,
puasa, atau zakat, dalam beberapa kasus hal ini disebabkan karena meraka belum marifat
(kenal) kepada Allah dalam arti yang sesungguhnya.

Ini mirip dengan kisah orang-orang kafir quraisy pada masa Rasulullah SAW. Yang
apabila ditanyakan kepada mereka siapa yang menurunkan hujan dari langit dan yang
menumbuhkan pepohonan dari bumi, mereka akan menjawab Allah.
Tapi ketika diperintahkan untuk meng-Esakan Allah dan menjauhi penyembahan berhala,
mereka akan mengatakan bahwa penyembahan yang mereka lakukan adalah warisan budaya
leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan dengan segenap jiwa raga.
Dalam Islam, mengenal Allah (marifatullah) adalah persoalan penting dan wajib. Karena
hal ini menyangkut aqidah.
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Illah melainkan Allah dan mohonlah
ampunan bagi dosamu dan bagi dosa orang- orang mukmin laki-Iaki dan perempuan. Dan Allah
mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tempat tinggalmu (QS Muhammad : 19)
Kenal bukan hanya sekedar tahu. Imam Ghazali menyatakan bahwa marifat adalah
sebuah tingkatan kecerdasan, yaitu mengumpulkan dua atau lebih informasi untuk menghasilkan
sebuah kesimpulan.
Dan dari kesimpulan itulah muncul tindakan atau sikap. Bukan marifat namanya bila apa
yang diketahuinya tidak menghasilkan tindakan.
Seseorang yang mengaku mengenal Allah, tetapi tidak menghasilkan ketundukkan,
ketaatan, loyalitas, dan penghambaan kepada Allah, apalagi masih melakukan hal-hal yang
terang-terang Allah SWT membencinya atau bahkan melarangnya, ketika seperti itu adanya
sesungguhnya dia belum marifat kepada Allah.
Mari kita resapi sebuah kisah teladan tentang marifatullah seoarang anak manusia. Suatu
ketika saat menuruni sebuah lembah. Umar bin Khaththab.ra yang ditemani salah seorang
sahabatnya bertemu dengan seoarang anak yang tengah mengembalakan ratusan ekor kambing
milik tuannya,dan Umar ingin munguji marifatullah anak tersebut dengan mendesaknya agar
mau menjual kepada beliau seekor kambing saja dari kambing gembalanya. Juallah kepadaku
salah seekor kambing yang engkau gembalakan itu, pinta Umar.
Aku tidak berhak menjualnya, karena kambing-kambing itu milik tuanku, jawab si pengembala.
katakan saja pada tuanmu bahwa salah seekor kambing hilang di terkam srigala. Uji Umar.
Dengan tegas si pengembala berkata, Aku bisa saja mengatakan salah seekor kambing
milik tuanku hilang diterkam srigala. Mungkin ia akan mempercanyai alasanku, tapi bagaimana
dengan Allah? Bukankah Allah maha melihat dan Maha mengetahui? mendengar jawaban
seperti itu, Umar menangis terharu. Lalu beliau membebaskan penggembala itu dengan cara
menebusnya.

Perhatikanlah
Orang yang marifat kepada Allah menyakini bahwa sertiap gerak langkahnya,
ucapannya, dan getaran hatinya selalu diawasi oleh Allah, karena Allah maha melihat dan Maha
Mengawasi.
Semut hitam yang berjalan di atas batu hitam di malam kelam tak luput dari
pengawasanNya. Sebutir debu yang diterbangkan angin ditengah padang pasir yang luas ada
dalam kuasaNya. Deburan ombak di tengah samudera ada dalam genggamanNya.
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian Dia bersemanyam di
atas arsy. Dia mengetahui apa yang masuk di dalam bumi dan segala apa yang keluar
daripadanya. Dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia
bersamamu dimana saja kamu berada. Dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan (QS
AI-Hadid:4).
Dengan kenyakinan seperti ini, seharusnya kita tidak berani melanggar perintah dan
larangan Allah sedikitpun. kita tidak berani memakan harta yang bukan milik kita seberapapun
jumlahnya, kita tidak berani berdusta, dan kita tidak berani melangkah di luar garis yang telah
ditetapkan Allah.
Setiap pelanggaran akan mendapatkan dosa, dan setiap dosa akan berujung pada siksaan
api neraka yang sangat dahsyat panasnya. Marifat kepada Allah akan melahirkan rasa takut pada
siksa Allah,akan melahirkan juga keyakinan yang tinggi terhadap surganya Allah sebagai balasan
bagi orang yang selalu menjalankan perintah-Nya dan senantiasa menjauhi segala laranganNya.
Renungkanlah!
Orang yang mengenal Allah dengan pengenalan yang mendalam, yakin bahwa Allah
maha Pengasih dan penyayang. Betapa banyak nikmat yang telah Allah berikan kepada manusia,
tetapi sering tidak disadari oleh manusia, tidak kita syukuri, malah terkadang kita kufur terhadap
nikmatnya.
Apa yang akan kita rasakan seandainya Allah me-nonfungsi-kan mata kita? sehingga kita tidak
bisa melihat keindahan dunia yang Allah ciptakan?
Bagaimana sekiranya Allah mencabut pendengaran kita? Dan apa yang kita rasakan bila Allah
menghilangkan daya kecap lidah kita? sehingga kenikmatan mekanan di dunia ini tidak bisa kita
rasakan.

Semua itu mudah bagi Allah. Dan kita dapat menanyakan hal itu kepada orang-orang
yang telah kehilangan nikmat-nikmat tersebut, pasti mereka akan menyesal tidak
mempergunakan nikmat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan yang Allah perintahkan.
Marifatullah semestinya melahirkan rasa cinta dan ketergantungan kepada Allah.
Marifatullah seharusnya memunculkan berbagai macam harapan, kiranya Allah
mempertahankan dan menambah semua nikmat dan karunia yang telah Ia berikan.
Marifah kepada Allah dapat kita lakukan dengan cara memikirkan dan menganalisis
ciptaan Allah di jagat raya yang luas ini.
Rasulullah bersabada, pikirkanlah ciptaan-ciptaannya Allah, dan jangan pikirkan tentang Dzat
Allah. Al-quran banyak mendorong kita untuk mendayagunakan potensi akal kita untuk
mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.
Sementara itu, kebodohan, kesombongan, penyimpangan, dan kezaliman adalah penyakit
yang dapat menghambat seseorang untuk marifat kepada Allah. Jauhi sifat-sifat tersebut.
Semoga Allah menjernihkan hati dan pikiran kita dan menjauhkan diri kita dari penyakitpenyakit yang menghambat proses marifatullah kita kepada Allah dan semoga Allah berikan
pada kita semua kekuatan untuk istiqomah dalam menjalankan kebaikan yang telah
dituntunkannya meski apapun yang terjadi, sehingga kita selalu menjadi hamba-Nya yang
beruntung.

Anda mungkin juga menyukai