Fahruddin Faiz
Abad ketiga hijriyah merupakan abad yang paling monumental
dalam sejarah teologi dan tasawuf. Lantaran, pada abad itu
cahaya Sufi benar-benar bersinar terang. Di masa inilah muncul
Para Sufi seperti Siri as-Saqathy, Al-Harits al-Muhasiby, Ma’ruf
al-Karkhy, Abul Qasim al-Junaid al-Baghdady, Sahl bin Abdullah
at-Tustary, Ibrahim al-Khawwash, Al-Husain bin Manshur al-
Hallaj, Abu Bakr asy-Syibly dan ratusan Sufi lainya.
TUDUHAN TERHADAP AL-HALLAJ
“AKULAH KEBENARAN”
HAQQ & AL-HAQQ
“Al-haqq adalah tempat kembali
Bagi Haqq, dan tidak yang lain
Haqq Itu sendiri”
• Al-haqq adalah titik dalam ruang dan waktu pada mana Haqq dengan caranya
sendiri dan mengikuti rutenya sendiri akan kembali.
• Al-haqq menjadi Kebenaran hanya ketika ia dikunjungi oleh Haqq.
• Dan dalam ketiadaaan Haqq, al-haqq kehilangan identitasnya; al-haqq berhenti
mewujud.
• Eksistensi al-haqq bergantung pada kontaknya dengan Haqq.
• Lingkungan apa pun yang tidak dikunjungi oleh Haqq adalah lingkungan yang
mungkar dan fana dimana ego manusia dihancurkan oleh keberingasan naluriah
(Instinctive anarchy).
• Ana al-Haq: konsep realitas yang dibangun Hallaj dari negasi segala yang selain-
Nya serta afirmasi Tuhan sebagai satu-satunya kebenaran. Inilah la ilaha illa Allah
(tiada tuhan selain Allah) sepenuhnya dan seutuhnya.
• Allah adalah realitas absolut yang melahirkan realitas relatif, yaitu semesta dan
segala isinya. Proses kelahiran realitas relatif melalui tingkat-tingkat realitas
sehingga sampai pada satu titik ujung Nur Muhammad. Karena itu Nabi
Muhammad saw adalah inti realitas semesta dengan citra Tuhan, yang disebut
Ibnu Arabi sebagai al-mir'ah al-muhammadiyyah (cermin berupa Muhammad).
Sebagai realitas relatif, semesta yang berasal dari Allah mengemban citra (shurah)
Allah dalam dirinya sehingga ia berfungsi sebagai tanda (ayat) Allah.
• Dalam diri manusia, Allah meletakkan citranya. Karena itu Ia akan selalu hadir dan
"menampakkan diri" (tajalli) ketika manusia mengusahakannya.
• Al-Hallaj--dalam perjalanan spiritualnya telah sampai pada tingkat merasakan
kehadiran Tuhan dalam dirinya. "Bila kau tak mengenali-Nya, kenalilah ayat-ayat-
Nya. Dan Akulah tanda penampakan-Nya (tajalli). Ana al-Haq, Akulah Kebenaran!
Ini karena tak henti-hentinya aku merealisasikan Kebenaran itu."
DUKUNGAN NAQLI
Simbol keteguhan tauhid yang tidak tertandingi. Lebih baik dimurkai &
menerima siksaan Tuhan daripada menodai nilai ketauhidan.
Iblis: Tidak mau bersujud kepada Adam meskipun itu perintah Tuhan.
Kisah Iblis adalah “skenario’ Allah untuk kepentingan manusia. Bahkan bagi
Iblis termasuk keberadaannya di neraka nanti. Toh masuk neraka itu adalah
kembali ke asal jati dirinya, dari api kembali ke api. Jadi masuk neraka bagi
iblis adalah “penyucian” bukan “penyiksaan”.
Al-Hallaj menceritakan saat-saat ketika dia mau digantung, iblis
datang menemui dia dan bertanya, "Nasibmu sebetulnya sama
dengan aku, engkau berkata, ANA Al-HAQ. Engkau berkata ‘aku’.
Aku juga dulu berkata ‘aku’. Aku dan kau sama-sama
meng’aku’kan diri masing-masing. Tetapi kenapa yang kau terima
adalah anugerah dan ampunan Tuhan, tapi yang aku terima adalah
laknat dan kutukan, sehingga aku dikutuk Tuhan selama-
lamanya?" Al-Hallaj berkata, "Engkau berkata ‘aku’dan engkau
melihat dirimu, sementara ketika aku berkata ‘aku’, aku tidak lagi
melihat diriku."
Meski gurunya Syeikh al Junaed memberi nasehat, dia tak surut, tak bergeming. Dia
dengan lugas mengatakan :
Hanya Engkaulah Pemilik segala Puji atas apa yang Engkau lakukan.
Hanya Engkaulah pemilik segala puji atas apa yang Engkau kehendaki”
MEMBACA AL-HALLAJ SECARA “POLITIS”
• Persia sebagai wilayah taklukan Islam
• Rivalitas Arab-Non Arab
• Kelompok Mawali yang terpinggirkan
• Mawali: Kelompok Muallaf non-Arab (Persia/Turki/Kurdi)
• Ikut mengabdi kepada seorang patron dari kelompok Arab
• Membayar pajak seperti ahlu kitab (kafir dzimmy)
• Tidak boleh menduduki jabatan sipil/militer sampai akhir era Umayyah
• Perebutan “power ketuhanan” atas masyarakat dengan memanfaatkan
“kedekatan dengan Tuhan”
MEMBACA AL-HALLAJ SECARA “POLITIS”
• HULUL: Manusia mampu berhubungan “langsung” dengan Allah, mereka lah para sufi. Di jaman itu
sebagian besar sufi adalah “Persian”___berarti “Persian” memang lebih unggul dibandingkan
“Arab”.
• Jika Tuhan dan Manusia saja adalah satu kesamaan, lantas mengapa harus dibedakan antara pemerintah dan
rakyat, mayoritas dan minoritas?
• NUR MUHAMMAD: Basis epistemologis bahwa kewalian dan kesufian berada dalam wilayah khusus
yang hanya bisa dipahami oleh yang khusus (memiliki saham Nur Muhammad yang sama)
• WAHDAT AL-ADYAN : Meminimalisir Praktek diskriminatif berdasarkan agama. Bangsa Persia yang
tidak muslim harus diberi hak yang sama. Menarik upeti atas dasar beda agama harus dihentikan.
• IBLIS & FIR’AUN: Dukungan terhadap murji’ah, melawan mutakallimin. Ternyata keimanan dan
kemurnian tauhid Iblis tidak mampu membuatnya selamat dari neraka, dari siksa Allah. Pandangan
ini selanjutnya dalam konteks mendukung para Mawali agar tidak ‘dipinggirkan’ hanya karena
dianggap kurang memahami Islam secara benar, bahkan dalam sejarahnya derajatnya dianggap
sama dengan ahlu dzimmah__Jika iblis dan fir’aun saja kesalahannya bisa diterima, apalagi para
Mawali.