Anda di halaman 1dari 25

Al-Hallaj

Fahruddin Faiz
Abad ketiga hijriyah merupakan abad yang paling monumental
dalam sejarah teologi dan tasawuf. Lantaran, pada abad itu
cahaya Sufi benar-benar bersinar terang. Di masa inilah muncul
Para Sufi seperti Siri as-Saqathy, Al-Harits al-Muhasiby, Ma’ruf
al-Karkhy, Abul Qasim al-Junaid al-Baghdady, Sahl bin Abdullah
at-Tustary, Ibrahim al-Khawwash, Al-Husain bin Manshur al-
Hallaj, Abu Bakr asy-Syibly dan ratusan Sufi lainya.
TUDUHAN TERHADAP AL-HALLAJ

 Pertama, korespondensi secara rahasia dengan Qarâmithah. Tuduhan


ini sebagai upaya pembuktian bahwa dia penganut Syî‘ah Qarâmithah,
padahal al-Hallâj dengan tegas menyatakan dirinya adalah Sunni.
 Kedua, pikiran berlebihan para pengikutnya yang menganggap dirinya
memiliki sifat ketuhanan. Padahal, kecenderungan ekstrem para
pengikut al-Hallâj baru muncul jauh setelah dia dipancung dan itu pun
terbatas pada pengikutnya yang tinggal di daerah Nisyâpur saja.
 Ketiga, klaim bersatu dengan Allah (hulûl) dengan munculnya
theophanic statements seperti Anâ al-Haqq, dan semacamnya.
Terhadap tuduhan ketiga ini, pendapat elit ulama dan sufi sangat
beragam, bahkan bertentangan.
“Thasin ......
Kebenaran adalah bentuk cahaya
yang memancar dari Yang Gaib,
Ia terlihat dan memancar
kembali kepada Yang Gaib,

dan kebenaran itu


Melampaui segala cahaya,
dan menjadi cahaya di atas cahaya,

dan benderangnya memancar


ke seluruh purnama.

Titiknya yang paling terang


menjulang
Ke Angkasa yang diselimuti oleh rahasia.”
HULUL
• “Awam”: Untuk bertemu Allah harus “melalui wahyu Nabi”
• Sufi (dipelopori Al-Hallaj): Manusia yang mampu mengendalikan ego dan
nafsunya akan mencapai derajat al-muqarrabin yag bisa berhubungan
langsung dengan Allah, saat ia mampu menyingkirkan sifat-sifat
kemanusiaannya, ia akan mendapat jiwa Allah. Seluruh perbuatannya
adalah perbuatan Allah. Jika ia berjalan....dst.
• Dalam hulul, manusia akan memiliki pendengaran, penglihatan, perasaan,
dan lain sebagainya sebagai Allah, walaupun dirinya bukan Allah itu sendiri.
• Bukan wahdatul wujud, karena dalam wahdatul wujud, manusia=Tuhan,
dalam hulul, manusia dan Tuhan adalah dua entitas yang berbeda yang
bersatu.
JENIS HULUL
• Al-Hulul Al-Sayarani yakni bentuk hulul yang menyatu
antara dua esensi sehingga tampak hanya satu esensi,
seperti zat cair yang ada dan mengalir dalam
tumbuhan.
• Hulul Al-Jawari yakni dua keadaan dimana esensi yang
satu dapat mengambil tempat pada yang lain (tanpa
ada penyatuan) sebagaimana halnya terlihat air
bertempat dalam tempayan.
ASUMSI HULUL: NASUT & LAHUT
• NASUT: Kemanusiaan, LAHUT: Ketuhanan
• Dalam Manusia dan Tuhan ada aspek NASUT & LAHUT
• NASUT TUHAN adalah LAHUTNYA MANUSIA
• Dalam hulul, manusia menyisihkan dimensi NASUT nya, dan
hanya menyisakan LAHUTnya saja, sehingga ia mempu
takhallaq bi akhlaqillah.
PROSES HULUL: RIYADAH
DINIYYAH)
WA KHALAQA ‘ADAMA ALA SURATIHI
Manusia pun berasal dari unsur immaterial. Unsur material yang melekat kepada
manusia telah membuatnya terpisah dari Asalnya sehingga dia menjadi gelisah.
Untuk mengatasi keterpisahan dari Asal ini harus dilakukan riyâdlah diniyya untuk
meneguhkan ketaatan dan ketakwaan, menahan diri dari hasrat-hasrat jasmaniyah
agar tidak larut dalam setiap yang bernuansa material.
Dengan kesungguhan mengikuti tahapan perjalanan tasawuf (maqâmât), seorang
sufi akan sampai pada maqâm terakhir, hulûl, yakni kejadian bahwa nâsût Tuhan
turun menyatu dengan lâhût manusia, sehingga tidak ada lagi dimensi yang bisa
menjelaskan kedekatan, bahkan kesatuan, dengan-Nya. Tidak ada lagi kebahagiaan
selain dengan-Nya.
HULUL
‫ فقلت من أنت قال أنت‬  ‫رأيت ربى بعين قلبى‬
‫ وليس أين بحيث انت‬  ‫فليس لالين منك أين‬

Aku melihat Tuhanku dengan mata hatiku


Aku bertanya; Siapa Engkau. Dia katakan : Kamu
Engkau tidak ada di manapun
Karena tak ada di mana bagimu
HULUL
‫ نحن روحان حللنا بدنا‬    ‫انا من اهوى ومن اهوى انا‬
‫ فإذا أبصرته ابصرتنا‬   ‫فإذا ابصرتنى ابصرته‬

Aku orang yang mencintai


dan yang dicintai adalah Aku
Kami dua ruh yang melebur
dalam satu tubuh
Bila kau memandangku,
kau memandang-Nya
Bila kau memandang-Nya,
kau memandang Kami.
HULUL

‫ بالماء الزالل‬ ‫ تمزج الخمرة‬   ‫مزجت روحك فى روحى كما‬


‫فإذا انت انا فى كل حال‬   ‫فإذا مسك شيئ مسنى‬
• Ruh-Mu menyerap dalam ruhku
Bagai anggur larut pada air bening
Bila sesuatu menyentuh-Mu, ia menyentuhku
Engkau adalah aku di semua kondisiku
ANA AL-HAQQ

“AKULAH KEBENARAN”
HAQQ & AL-HAQQ
“Al-haqq adalah tempat kembali
Bagi Haqq, dan tidak yang lain
Haqq Itu sendiri”

• Al-haqq adalah titik dalam ruang dan waktu pada mana Haqq dengan caranya
sendiri dan mengikuti rutenya sendiri akan kembali.
• Al-haqq menjadi Kebenaran hanya ketika ia dikunjungi oleh Haqq.
• Dan dalam ketiadaaan Haqq, al-haqq kehilangan identitasnya; al-haqq berhenti
mewujud.
• Eksistensi al-haqq bergantung pada kontaknya dengan Haqq.
• Lingkungan apa pun yang tidak dikunjungi oleh Haqq adalah lingkungan yang
mungkar dan fana dimana ego manusia dihancurkan oleh keberingasan naluriah
(Instinctive anarchy).
• Ana al-Haq: konsep realitas yang dibangun Hallaj dari negasi segala yang selain-
Nya serta afirmasi Tuhan sebagai satu-satunya kebenaran. Inilah la ilaha illa Allah
(tiada tuhan selain Allah) sepenuhnya dan seutuhnya.
• Allah adalah realitas absolut yang melahirkan realitas relatif, yaitu semesta dan
segala isinya. Proses kelahiran realitas relatif melalui tingkat-tingkat realitas
sehingga sampai pada satu titik ujung Nur Muhammad. Karena itu Nabi
Muhammad saw adalah inti realitas semesta dengan citra Tuhan, yang disebut
Ibnu Arabi sebagai al-mir'ah al-muhammadiyyah (cermin berupa Muhammad).
Sebagai realitas relatif, semesta yang berasal dari Allah mengemban citra (shurah)
Allah dalam dirinya sehingga ia berfungsi sebagai tanda (ayat) Allah.
• Dalam diri manusia, Allah meletakkan citranya. Karena itu Ia akan selalu hadir dan
"menampakkan diri" (tajalli) ketika manusia mengusahakannya.
• Al-Hallaj--dalam perjalanan spiritualnya telah sampai pada tingkat merasakan
kehadiran Tuhan dalam dirinya. "Bila kau tak mengenali-Nya, kenalilah ayat-ayat-
Nya. Dan Akulah tanda penampakan-Nya (tajalli). Ana al-Haq, Akulah Kebenaran!
Ini karena tak henti-hentinya aku merealisasikan Kebenaran itu."
DUKUNGAN NAQLI

• Innani Ana Allah Laailaha Illa Ana Fa'budni (Thaha: 14);


• Innahu bikulli syaiin muhith (Fushilat:54);
• Nahnu akrabu ilaihi min hablil warid (Qaaf: 16 );
• Falam taqtuluuhum walakin 'l allaha qatalahum wama ramaita idz
ramaita walakin 'l allaha rama (Al-Anfaal : 17 ).
• Imam Al Gazali ketika ditanyai bagaimana pendapatnya tentang perkataan
"ANAL HAQQ". Beliau menjawab," Perkataan demikian yang keluar dari
mulutnya adalah karena sangat cintanya kepada Allah. Apabila cinta sudah
demikian mendalamnya, tidak ada lagi rasa berpisah antara diri seseorang
dengan seseorang yang dicintainya".
• Fariduddin Attar, (dalam Tadzkirah al-Awliya): "Saya heran bahwa kita bisa
menerima semak belukar terbakar (yakni, mengacu pada percakapan Allah
dengan nabi Musa as) yang menyatakan Aku adalah Allah, serta meyakini
bahwa kata-kata itu adalah kata-kata Allah, tapi kita tidak bisa menerima
ucapan al-Hallaj, 'Akulah Kebenaran', padahal itu kata-kata Allah sendiri!".
• Syekh Ahmad Sirhindi --- Ana al-haqq tidak hendak mengabsahkan makna
“Akulah Kebenaran”, tetapi, “Aku tiada, hanya Dia-lah Yang ada satu-satu-
Nya”. Tanpa penyangkalan diri, maka pengukuhann akan Kebenaran Tuhan
masih belum terselesaikan.
NUR MUHAMMADIYAH

 Makhluk pertama yang diciptakan Allah, yaitu “Muhammad Spiritual”, sumber


semua ma’rifat, mencahayai semua wujud.
 Memperoleh Nur Muhammadiyah berarti siap menerima tajalli Allah dalam
dirinya,
 Penjelmaan Nur Muhammadiyah paling ideal: Nabi Isa, karena:
 Rela mengorbankan diri demi cinta
 Hidup dalam nilai-nilai kesufian total
 Orang yang memperoleh Nur Muhammadiyah selain para Nabi adalah para wali.
Oleh karena itu kenabian dan kewalian itu memiliki level ontologis yang
sama__tidak mengherankan apabila kemudian beberapa sufi menganggap mereka
memiliki otoritas untuk memahami syari’at secara berbeda.
PLURALISME AGAMA / WAHDAT AL-
ADYAN
 Pikiran dan pengalaman Hulul, Ittihad atau Wahdah al Wujud tak pelak
melahirkan gagasan Pluralisme agama-agama. Itu keniscayaan.
Baginya semua agama adalah sama. Para pemeluk agama tak pernah
berhenti mencari Sang Realitas, melalui beragam jalan, berbagai nama.
 Bagi Al-Hallaj Tuhanlah yang memeta-metakan hambanya pada agama
tertentu. Agama adalah kehendak Allah, bukan pilihan manusia.
Mencaci agama lain sama dengan menganggap dirinya “bebas”
memeluk agama sesuai keinginannya.
‫ فألفيتها اصال له شعبا جما‬    ‫تفكرت فى االديان جد تحقق‬
‫ يصد عن االصل الوثيق وانما‬    ‫فال تطلبن للمرء دينا فإنه‬
‫ جميع المعالى والمعانى فيفهما‬    ‫يطالبه اصل يعبر عنده‬

Sungguh, aku tlah merenung agama-agama


Aku temukan satu akar dengan begitu banyak cabang
Jangan kau paksa orang memeluk satu agama
Karena akan memalingkannya
dari akarnya yang menghunjam tanah

biarlah dia mencari akarnya


Akar itu akan menyingkap seluruh keanggunan
dan sejuta makna
Lalu dia akan memahaminya
TAFSIR IBLIS & FIR’AUN
Maka, iblis dan Fir’aun adalah sahabat dan guruku
Dan dengan mereka aku temukan jalanku

Simbol keteguhan tauhid yang tidak tertandingi. Lebih baik dimurkai &
menerima siksaan Tuhan daripada menodai nilai ketauhidan.
Iblis: Tidak mau bersujud kepada Adam meskipun itu perintah Tuhan.
Kisah Iblis adalah “skenario’ Allah untuk kepentingan manusia. Bahkan bagi
Iblis termasuk keberadaannya di neraka nanti. Toh masuk neraka itu adalah
kembali ke asal jati dirinya, dari api kembali ke api. Jadi masuk neraka bagi
iblis adalah “penyucian” bukan “penyiksaan”.
Al-Hallaj menceritakan saat-saat ketika dia mau digantung, iblis
datang menemui dia dan bertanya, "Nasibmu sebetulnya sama
dengan aku, engkau berkata, ANA Al-HAQ. Engkau berkata ‘aku’.
Aku juga dulu berkata ‘aku’. Aku dan kau sama-sama
meng’aku’kan diri masing-masing. Tetapi kenapa yang kau terima
adalah anugerah dan ampunan Tuhan, tapi yang aku terima adalah
laknat dan kutukan, sehingga aku dikutuk Tuhan selama-
lamanya?" Al-Hallaj berkata, "Engkau berkata ‘aku’dan engkau
melihat dirimu, sementara ketika aku berkata ‘aku’, aku tidak lagi
melihat diriku."
Meski gurunya Syeikh al Junaed memberi nasehat, dia tak surut, tak bergeming. Dia
dengan lugas mengatakan :

‫وان قتلت او صلبت او قطعت يداى ورجالى لما رجعت عن دعواى‬


“Biar pun aku dibunuh atau disalib atau dua tangan dan kakiku dipenggal, aku tak
surut untuk mendakwahkan kebenaranku”.
“Oh Tuhan, lihatlah, hamba-hamba-Mu telah berkumpul.
Mereka menginginkan kematianku demi membela-Mu
dan untuk lebih dekat dengan-Mu.
O. Tuhan, ampuni dan kasihi mereka.

Andai saja Engkau menyingkapkan tirai wajah-Mu kepada mereka


sebagaimana Engkau singkapkan kepadaku,
niscaya mereka tak akan melakukan ini kepadaku.

Andai saja Engkau turunkan tirai wajah-Mu dariku,


sebagaimana Engkau menurunkannya dari mereka,
niscaya aku tak akan diuji seperti ini.

Hanya Engkaulah Pemilik segala Puji atas apa yang Engkau lakukan.
Hanya Engkaulah pemilik segala puji atas apa yang Engkau kehendaki”
MEMBACA AL-HALLAJ SECARA “POLITIS”
• Persia sebagai wilayah taklukan Islam
• Rivalitas Arab-Non Arab
• Kelompok Mawali yang terpinggirkan
• Mawali: Kelompok Muallaf non-Arab (Persia/Turki/Kurdi)
• Ikut mengabdi kepada seorang patron dari kelompok Arab
• Membayar pajak seperti ahlu kitab (kafir dzimmy)
• Tidak boleh menduduki jabatan sipil/militer sampai akhir era Umayyah
• Perebutan “power ketuhanan” atas masyarakat dengan memanfaatkan
“kedekatan dengan Tuhan”
MEMBACA AL-HALLAJ SECARA “POLITIS”
• HULUL: Manusia mampu berhubungan “langsung” dengan Allah, mereka lah para sufi. Di jaman itu
sebagian besar sufi adalah “Persian”___berarti “Persian” memang lebih unggul dibandingkan
“Arab”.
• Jika Tuhan dan Manusia saja adalah satu kesamaan, lantas mengapa harus dibedakan antara pemerintah dan
rakyat, mayoritas dan minoritas?
• NUR MUHAMMAD: Basis epistemologis bahwa kewalian dan kesufian berada dalam wilayah khusus
yang hanya bisa dipahami oleh yang khusus (memiliki saham Nur Muhammad yang sama)
• WAHDAT AL-ADYAN : Meminimalisir Praktek diskriminatif berdasarkan agama. Bangsa Persia yang
tidak muslim harus diberi hak yang sama. Menarik upeti atas dasar beda agama harus dihentikan.
• IBLIS & FIR’AUN: Dukungan terhadap murji’ah, melawan mutakallimin. Ternyata keimanan dan
kemurnian tauhid Iblis tidak mampu membuatnya selamat dari neraka, dari siksa Allah. Pandangan
ini selanjutnya dalam konteks mendukung para Mawali agar tidak ‘dipinggirkan’ hanya karena
dianggap kurang memahami Islam secara benar, bahkan dalam sejarahnya derajatnya dianggap
sama dengan ahlu dzimmah__Jika iblis dan fir’aun saja kesalahannya bisa diterima, apalagi para
Mawali.

Anda mungkin juga menyukai