Anda di halaman 1dari 8

Dengan Risha, Kini Membangun Rumah Sehat tak Perlu Mahal

Salah satu permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah


persoalan penyediaan perumahan bagi rakyatnya. Sampai saat ini masih
banyak rakyat Indonesia yang belum memiliki rumah yang layak huni.
Kementerian Bappenas mencatat bahwa kebutuhan rumah di Indonesia
naik setiap tahunnya berkisar 3.5%. Sementara itu, menurut data
Kementerian PUPR saat ini backlog atau kekurangan rumah di Indonesia
mencapai 13,5 juta unit, sedangkan kebutuhan rumah baru setiap
tahunnya sekitar 800.000 unit. Pertumbuhan penduduk yang semakin
tinggi tanpa dibarengi dengan kemampuan daya beli masyarakat untuk
memiliki rumah layak huni ditengarai menjadi penyebab munculnya
masalah pemukiman kumuh di berbagai kota di Indonesia. Di satu sisi,
teknologi pembangunan rumah yang masih konvensional, boros konsumsi
bahan bangunan serta minat pengembang perumahan yang lebih tertarik
untuk menyediakan rumah bagi golongan menengah keatas menjadi salah
satu faktor penyebab timbulnya permasalahan ini. Pada sisi lain, masih
banyak penduduk golongan ekonomi rendah yang kesulitan untuk
membeli/membangun rumah layak huni di saat harga bahan bangunan
semakin melambung. Kondisi ini juga membawa efek domino lainnya,
antara lain sulitnya akses mendapatkan air bersih maupun masalah
penyediaan sanitasi sehat. Permasalahan diatas mengemuka dalam acara
Kompasiana Nangkring bareng Puslitbang Permukiman Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (kementerian PUPR). Acara
kompasiana nangkring ini merupakan rangkaian dari acara Kolokium Pusat
Litbang Permukiman Kementerian PUPR 2015 dengan tema "Mengupas
Penerapan Teknologi Hasil Litbang Bidang Permukiman". Acara yang
diselenggarakan pada hari Kamis, tanggal 7 Mei 2015 bertempat di Graha
Wiksa Praniti Bandung ini menghadirkan tiga narasumber dari Pusat
Penelitian

dan

Pengembangan

Permukiman

(Puslitbangkim),

Iwan

Suprijanto, ST, MT, selaku Kepala Bidang Program dan Kerjasama;


Sarbidi,ST, MT selaku peneliti bidang Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan Permukiman; dan Budiono Sundaru selaku perekayasa bidang

Perumahan dan Lingkungan. Setelah diskusi dengan ketiga pembicara


tersebut, acara dilanjutkan dengan peninjauan lapangan ke lokasi
penerapan

hasil

Penelitian

Puslitbang

Permukiman

di

wilayah

Cimanggung, Sumedang. Di lokasi ini kompasianers didampingi oleh M.


Edi Nur, ST, MT selaku Peneliti bidang Perumahan Lingkungan dan Atang
Sarbini, ST, perekayasa bidang Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
Permukiman. Dalam rangka mengatasi permasalahan diatas, Kementerian
PUPR membuat program 100-0-100 yang merupakan target pembangunan
jangka menengah 2015-2019. Target ini meliputi 100% akses air minum,
0% luas kawasan kumuh perkotaan dan 100% akses sanitasi sehat bagi
semua penduduk Indonesia. Untuk mendukung program yang ambisius ini
tentu diperlukan dukungan inovasi teknologi yang mumpuni dalam bidang
pemukiman, baik itu teknologi pembangunan rumah, akses air minum
maupun sanitasi lingkungan. Salah satu inovasi yang menjadi fokus
pembahasan dalam acara nangkring kompasiana kali ini adalah Risha.
Risha merupakan inovasi puslitbangkim dalam teknologi pembangunan
rumah. Risha sendiri merupakan singkatan akronim dari rumah instan
sederhana sehat, yang dilaunching pertama kali pada tahun 2004.
Menurut Budiono, Risha dikembangkan berdasarkan prinsip BMW. Biaya
murah, Mutu terjamin dan Waktu pembuatan cepat. Awalnya, penulis
sedikit ragu memangnya bisa membangun rumah dengan prinsip seperti
itu? Terdengar seperti muluk-muluk. Namun, setelah dijelaskan lebih lanjut
serta melihat sendiri contoh rumah Risha yang ada di kompleks Graha
Wiksa Praniti dan di lokasi workshop daerah Cimanggung sedikit demi
sedikit keraguan tersebut semakin terhapus.
14314705211925882095
Rumah Contoh Risha di Kompleks Graha Wiksa Praniti Bandung Risha
dikembangkan dengan sistem modular dengan teknologi konstruksi
sistem pracetak yang dapat dibongkar pasang (knock down) dengan
menggunakan sistem sambungan kering. Ide inovasi Risha ini sendiri
memang didasarkan pada permainan anak-anak lego yang bisa dibongkar
pasang sesuka hati. Konsep knock down ini sangat cocok untuk digunakan
bagi rumah tumbuh. Jika rumah ingin dirubah, panel-panel ini bisa

dibongkar dan disusun ulang, demikian pula jika ada kerusakan, tinggal
mengganti panel yang rusak tersebut saja. Praktis. Rumah dengan Konsep
Risha bisa dibangun sampai 2 tingkat. Dengan Sistem knock dowin ini
akan

mempercepat

waktu

pembangunan

rumah.

Puslitbangkim

mengklaim untuk membangun struktur rumah type 36 hanya dibutuhkan


waktu selama sehari. Pak Budiono menyebutnya sebagai prinsip pagi
pesan sore jadi. Inilah yang membuat inovasi ini disebut rumah instan,
karena kita tinggal menyusunnya saja seperti kepingan lego.
14314720691117786495
Aplikasi Risha Untuk Rumah 2 Lantai (sumber: Puskim.pu.go.id)
Dalam

hal

biaya

pembangunan,

Risha

dapat

menghemat

harga

pembangunan rumah. Sebagai ilustrasi perbandingan luas bangunan


dengan harga rumah dengan konsep Risha sekitar 1 berbanding 1,5.
Untuk membangun rumah type 36 dengan konsep Risha diperlukan biaya
sekitar 50 juta rupiah (diluar harga tanah). Bandingkan dengan harga
rumah konvensional? Apa yang menyebabkan biaya pembangunan
konsep Risha ini lebih murah? Ada dua hal yang bisa menjadi jawabannya.
Pertama, konsep sambungan-sambungan panel ini dapat menghemat
waktu

pembangunan

struktur

bangunan.

Panel-panel

Risha

bisa

digunakan sebagai pondasi, sloof, kolom, balok dan kuda-kuda. Tentu saja
pembangun rumah tidak memerlukan banyak bahan bangunan lain,
sehingga

lebih

hemat

bahan.

Risha

diklaim

mampu

menghemat

penggunaan material bangunan sekitar 60% dibandingkan dengan


pembangunan

rumah

dengan

teknologi

konvensional.

Kedua,

cara

pasangnya yang tinggal menyambungkan antar panel dengan mur dan


baut membuat pengerjaan struktur bangunan menjadi lebih mudah.
Menurut

Pak

Budiono,

untuk

membangun

rumah

type

36

saja,

pembangunan struktur bangunan cukup memerlukan pekerja sebanyak 3


orang saja. Ini jelas akan menghemat biaya untuk ongkos pekerja.
Struktur Risha dibangun berdasarkan susunan tiga jenis panel dengan
ukuran tertentu yang berbeda-beda. Panel-panel ini dibuat dari beton
bertulang (precast concrete) yang sangat kuat dan tahan gempa. Konsep
Risha ini telah mendapatkan sertifikat SNI, sehingga soal mutunya sudah

terjamin. Selain itu, teknologi Risha dijamin telah memenuhi spesifikasi


rumah sehat sesuai ketentuan pemerintah. Dengan jaminan tersebut,
Risha bisa digunakan bukan hanya untuk bangunan rumah saja, akan
tetapi juga digunakan untuk sekolah, gedung kantor, bahkan fasilitas
sosial. Setidaknya penulis menemukan contoh bagaimana aplikasi Risha
untuk fasilitas MCK terpadu yang keren saat kunjungan lapangan ke
wilayah Cimanggung. 14314711042092077089
Aplikasi Risha Pada Fasilitas MCK Terpadu di Cimanggung Sumedang
Hebatnya lagi, untuk memproduksi panel-panel Risha ini, Puslitbangkim
memilih mengembangkannya melalui skema UKM dengan mengutamakan
pemberdayaan masyarakat. Hal ini terlihat di wilayah Cimanggung,
bagaimana TLG (The Little Giant) Construction selaku aplikator Risha
memproduksi

panel-panel

Risha

yang

akan

didistribusikan

kepada

konsumen. Tanah yang digunakan untuk workshop mereka merupakan


tanah desa, sedangkan tenaga kerjanya melibatkan 8 orang pekerja dari
desa setempat. Bahkan pada saat musim banjir orderan, workshop bisa
merekrut lebih banyak warga untuk terlibat dalam produksi panel-panel
ini. Workshop ini juga menjadi tempat pelatihan bagi para investor yang
berminat menjadi aplikator Risha. Keberadaan aplikator TLG Construction
ini tentu saja membuka peluang lapangan kerja bagi warga sekitar, dan
pastinya sebagian keutungannya pun bisa digunakan untuk pembangunan
desa. 14314716581179367066
Kunjungan ke Lokasi Workshop Risha di Cimanggung Sumedang Sampai
saat ini Risha telah diaplikasikan di beberapa wilayah di Indonesia. Sejak
dilaunching tahun 2004 konsep Risha telah diaplikasikan sebanyak lebih
dari 12.000 unit. Asal tahu saja, rumah deret Petogogan Jakarta yang
dibangun di era Gubernur Jokowi juga mengaplikasikan teknologi Rsha ini.
Saat ini jumlah aplikator (produsen panel) Risha pun semakin bertambah.
Menurut informasi, kini aplikator Risha telah mencapai lebih dari 60
aplikator di seluruh Indonesia. Dengan melihat berbagai keunggulan dari
Risha tersebut diatas, seharusnya inovasi teknologi pembangunan rumah
Risha ini bisa menjadi solusi bagi masalah penyediaan perumahan di
Indonesia.

Sayangnya,

sampai

saat

ini

pengembangannya

masih

terkendala beberapa hal. Salah satunya dalam aspek pembiayaan.


Rupanya konsep Risha yang mengadopsi knock down belum mampu
meyakinkan perbankan di Indonesia untuk mengucurkan dananya dalam
pemberian modal pembangunan perumahan dengan konsep Risha.
Akibatnya ini akan menyulitkan akses penduduk untuk memiliki rumah ini
dengan skema kredit rumah. Bukan apa-apa, sangat sedikit orang yang
memiliki uang cash untuk membangun rumah mereka, sehingga model
kredit rumah merupakan pilihan paling logis bagi mereka. Inilah mungkin
tantangan yang dihadapi puslitbangkim dalam implementasi aplikasi
Risha di Indonesia. Tantangan ini tentu membutuhkan pendekatan yang
efektif dari pihak puslitbangkim untuk meyakinkan perbankan Indonesia
dalam membiayai proyek pembangunan perumahan dengan konsep Risha
ini. Jelas, dibutuhkan juga dukungan kebijakan pemerintah untuk memberi
ruang bagi pembiayaan rumah Risha ini, setidaknya ada sedikit insentif
maupun kebijakan lainnya yang bisa memudahkan akses pembiayaan
rumah

risha

ini.

Sambil

menunggu

realisasinya,

solusi

paling

memungkinkan dalam rangka percepatan penyediaan rumah dengan


konsep risha ini adalah dengan mengintensifkan kerjasama dengan
berbagai instansi, baik itu pemda, lembaga donor dunia, LSM maupun
instansi lainnya dalam proyek pembangunan perumahan rakyat. Selain
proyek Kampung Deret Petogogan, sebelumnya beberapa instansi seperti
unicef pernah membangun 250 unit sekolah di beberapa daerah dengan
konsep Risha ini. Demikian pula saat terjadinya gempa di Aceh,
Pangandaran dan Yogyakarta, rehabilitasi perumahan penduduk pun telah
mengimplementasikan konsep Risha ini. Peluang untuk pengembangan
Risha tersebut sangat terbuka lebar, mengingat kini banyak pemerintah
daerah yang sedang getol-getolnya membangun proyek penyediaan
rumah bagi masyarakat. Jika saja proyek-proyek tersebut mengaplikasikan
model Risha, tentu akan lebih banyak rumah yang bisa terbangun
dibandingkan jika menggunakan teknologi konvensional, sehingga target
program

100-0-100

Selengkapnya

akan

lebih

cepat

tercapai.

Semoga!

http://www.kompasiana.com/ujangkosim/dengan-risha-

kini-membangun-rumah-sehat-tak-perlumahal_55530bca6523bd2b0b16ff19

Harianjogja.com, SLEMANRumah Instan Sederhana Sehat (Risha) bisa


menjadi solusi pembangunan rumah murah. Selain itu, Risha dibangun
dengan konstruksi tahan gempa.
Penggerak

Usaha

Mikro

Kecil

(UMK)

Tangguh

Jaya

Dwi

Wantoro

mengungkapkan, teknologi tersebut dikembangkan oleh Pusat Penelitian


dan

Pengembangan

Permukiman

(Puslitbang

Perkim)

Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Risha menjadi rumah berbasis


mitigasi bencana longsor yang dipicu oleh gempa.

Wilayah DIY merupakan wilayah yang rawan gempa dan tanah longsor.
Misalnya di Bantul, ada tiga kecamatan yang rawan sehingga perlu
relokasi ke tempat yang aman, ujar dia kepada Harianjogja.com, Jogja di
Wisma PU, Sleman, Senin (21/9/2015).
Pada 2014, ada seminar terbatas di Puslitbang Perkim di Bandung
mengenai Risha. Dalam acara tersebut disosialisasikan bagaimana
membangun rumah murah, sehat, dan berbasis mitigasi bencana. Risha
merupakan rumah sehat karena idealnya, setiap orang memerlukan ruang
dengan ukuran kurang lebih sembilan meter persegi.
Untuk membangun satu modul (tiga kali tiga meter) Risha, diperlukan 24
panel struktural Risha P1, delapan panel struktural Risha P2, dan delapan
panel penyambung P3 (simpul). P1 memiliki ukuran tebal 2,5 cm, lebar 30
cm, tinggi 120 cm yang dikelilingi frame ukuran 6 x 10 cm. P2 memiliki
tebal 2,5 cm, lebar 20 cm, tinggi 120 cm yang dikelilingi frame ukuran 6 x
10 cm. P3 (simpul) memiliki ukuran tebal 2,5 cm, lebar 30 cm, tinggi 30
cm, dan dikelilingi frame ukuran 6 x 10 cm.
Ia menjelaskan, Risha sudah melalui tahap uji laboratorium. Risha teruji
tahan gempa hingga kekuatan delapan skala richter (SR) dan delapan
Mercalli Modify Intensity (MMI). Hal itu disebabkan modul berbentuk kubus
dengan ukuran tiga kali tiga meter, sehingga memiliki kekuatan yang
sama. Jika terjadi gempa, kubus tersebut akan bergerak bersama dan
kekuatannya

dibagi

rata

sehingga

tidak

akan

runtuh.

Sementara,

sambungan antara P1 ke P1 lainnya teruji bisa menahan beban hingga 30


ton. Beton yang dibuat memiliki daya tahan hingga 100 tahun, tahan
rayap, tahan air, dan tahan cuaca.
Selain bisa menjadi solusi rumah tahan gempa, Risha juga bisa menjadi
solusi kebutuhan rumah di DIY dengan harga terjangkau, ujar pria yang
menjalankan program ini bersama empat rekannya.
Harga yang ditawarkan di luar harga tanah. Dwi mengaku, ia dan kawankawannya

hanya

menyediakan

konstruksi

bangunan.

Ukuran

yang

disediakan mulai dari sembilan meter persegi hingga 90 meter persegi.


Harga yang dibanderol mulai dari Rp19,8 juta hingga Rp198 juta. Dengan
harga tersebut, pembeli sudah mendapatkan Risha yang sudah jadi
dengan lantai keramik, dinding asbes, dan rangka atap kayu. Namun,
pemilik bisa meminta jenis lantai, atap, maupun dinding seusia keinginan
dan ada penyesuaian biaya.
Keunggulannya, Risha ini bisa dibongkar pasang lagi, ujar Kasi
Rehabilitasi dan Kosntruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Bantul itu.
Untuk mendirikan satu modul, bisa dikerjakan oleh dua orang dalam
waktu satu hari (untuk konstruksinya saja). Untuk rumah tipe 36, kira-kira
dibutuhkan

waktu

1,5

bulan

sampai

siap

ditinggali.

Lama

waktu

pengerjaan tergantung dari jumlah pekerja yang dilibatkan. Untuk


mendirikan rumah ini, tidak diperlukan alat berat.
Kendala
Ia mengakui, kendala yang dihadapi saat ini kurangnya promosi ke
masyarakat. Tak banyak warga yang tahu adanya Risha. Selama ini,
peminat masih didominasi pemerintahan. Untuk perumahan, baru ada
satu perumahan yang dibangun dengan Risha di Guwosari, Pajangan,
Bantul sebanyak 12 unit tipe 45.
Kurangnya promosi, membuat peminat Risha di DIY sangat minim. Dari
keberadaannya 2014, baru ada 16 unit Risha di DIY yakni 12 unit di
Guwosari, dua unit di Wisma PU, satu unit di Jl Parangtritis, dan satu unit
di Kentungan. Untuk tahun 2015, ia mengaku mendapatkan pesanan
membangunkan lima unit rumah dengan berbagai ukuran di wilayah
Potorono, Bantul. Saat ini masih tahap negosiasi. Semoga jadi, ujar dia.

Anda mungkin juga menyukai