Hati merupakan salah satu organ yang sangat penting peranannya dalam mengatur
metabolisme tubuh, yaitu dalam proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan yang penting untuk
kehidupan manusia seperti sintesis protein dan pembentukan glukosa ; sedangkan dalam proses
katabolisme dengan melakukan detoksikasi bahan-bahan seperti amonia, berbagai jenis hormon
dan obat-obatan. Di samping itu hati juga berperan sebagai gudang tempat penyimpanan bahanbahan seperti glikogen dan beberapa vitamin dan memelihara aliran normal darah splanknikus.
Oleh karena itu terjadi kerusakan sel-sel parenkhim hati akut maupun kronik yang berat, fungsifungsi tersebut akan mengalami gangguan atau kekacauan, sehingga dapat timbul kelainan
seperti ensefalopati hepatikum (Akil., 1998).
A. DEFINISI KOMA HEPATIKUM (ENSEFALOPATI HEPATIC)
Koma hepatic menggambarkan stadium ensefalopati hepatic yang lebih lanjut.
Berikut merupakan beberapa definisi menurut beberapa tokoh, diantaranya:
Ensefalopati Hepatik adalah suatu sindrom neuropsikiatri, mempunyai spektrum klinik yang luas,
dapat timbul akibat penyakit hati yang berat, baik akut maupun yang menahun ditandai adanya
gangguan tingkah laku, gejala neurologik, astriksis, berbagai derajat gangguan kesadaran sampai
koma, dan kelainan elektro ensefalografi (Blei., 1999).
Enselafalopati Hepatik (EH) merupakan sindrom neuropsikiatrik yang terjadi pada penyakit hati.
Definisi tersebut menyiratkn bahwa spektrum klinis (EH) sangat luas, karena di dalamnya juga
termauk pasien hepatitis fulminan serta pasien sirosis dalam stadium Ensefalopati Hepatik
Subklinis (EHS) (Budihusodo., 2001).
Ensefalopati hepatik adalah suatu kompleks suatu gangguan susunan saraf pusat yang dijumpai
yang mengidap gagal hati. Kelainan ini ditandai oleh gangguan memori dan perubahan
kepribadian (Corwin., 2001).
Ensefalopati hepatik (ensefalopati sistem portal, koma hepatikum) adalah suatu kelainan dimana
fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan
normal dibuang oleh hati (Stein 2001).
Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatrik pada penderita penyakit hati berat.
Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot dan flapping tremor yang dinamakan
asteriksis (Price et al., 1995).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi EH yang banyak dianut adalah :
1) Menurut cara terjadinya
a. EH tipe akut :
Timbul tiba-tiba dengan perjalanan penyakit yang pendek, sangat cepat memburuk jatuh
dalam koma, sering kurang dari 24 jam. Tipe ini antara lain hepatitis virus fulminan,
hepatitis karena obat dan racun, sindroma reye atau dapat pula pada sirosis hati.
b. EH tipe kronik :
Terjadi dalam periode yang lama, berbulan-bulan sampai dengan bertahun-tahun. Suatu
contoh klasik adalah EH yang terjadi pada sirosis hepar dengan kolateral sistem porta
yang ekstensif, dengan tanda-tanda gangguan mental, emosional atau kelainan
nueurologik yang berangsur-angsur makin berat.
2) Menurut faktor etiologinya
a. EH primer / Endogen
Terjadi tanpa adanya faktor pencetus, merupakan tahap akhir dari kerusakan sel-sel hati
yang difus nekrosis sel hati yang meluas. Pada hepatitis fulminan terjadi kerusakan sel
hati yang difus dan cepat, sehingga kesadaran terganggu, gelisah, timbul disorientasi,
berteriak-teriak, kemudian dengan cepat jatuh dalam keadaan koma, sedangkan pada
siridis hepar disebabkan fibrosi sel hati yang meluas dan biasanya sudah ada sistem
kolateral, ascites. Disini gangguan disebabkan adanya zat racun yang tidak dapat
dimetabolisir oleh hati. Melalui sistem portal / kolateral mempengaruhi susunan saraf
pusat.
b. EH Sekunder / Eksogen
Terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus pada pederita yang telah mempunyai
kelainan hati. Faktor-faktor antara lain adalah:
1. Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan PH darah :
o Dehidrasi / hipovolemia
o Parasintesis abdomen
o Diuresis berlebihan
2. Pendarahan gastrointestinal
3. Operasi besar
4. Infeksi berat
5. Intake protein berlebihan
6. Konstipasi lama yang berlarut-larut
7. Obat obat narkotik/ hipnotik
8. Pintas porta sistemik, baik secara alamiah maupun pembedahan
9. Azotemia
C. ETIOLOGI
Bahan-bahan yang diserap kedalam aliran darah dari usus,akan melewati hati,dimana
racun-racunnya dibuang pada ensefalopati hepatic,yang terjadi adalah:
a. Racun-racun ini tidak dibuang karena funsi hati terganggu.
b. Telah terbentuk hubungan antara system portal dan sirkulasi umum(sebagai
akibat dari penyakit hati),sehingga racun tadak melewati hati.
c. Pembedahan by pass untuk memperbaiki hipertensi portal(shunt system
portal)juga akan menyebabkan beberapa racun tidak melewati hati.apapun
penyebabnya ,akibatnya adalah sampainya racun di otak dan mempengaruhi
fungsi otak.
Bahan apa yang bersifat racun terhadap otak,secara pasti belum diketahui.tetapi tingginya
kadar hasil pemecahan protein dalam darah,misalnya ammonia,tampaknya memegag peranan
yang penting.
Pada penderita penyakit hati menahun,ensefalopati biasanya dipicu oleh:
a. Infeksi akut.
b. Pemakaian alcohol.
c. Terlalu banyak makan protein,yang akan meningkatkan kadar hasil pemecahan
protein dalam darah.
d. Perdarahan pada saluran pencernaan,misalnya pada varises esofageal,juga bias
menyebabkan
e.
bertumpuknya
hasil
pemecahan
obat
tidur,obat
protein,yang
pereda
nyeri
secara
dan
diuretic(azotemia,hipovolemia).
f. Obstipasi meningkatkan produksi, absopsi ammonia dan toksin nitrogen
lainnya.
C. PATOGENESIS
Belum ada patagonesis yang diterima untuk menjelaskan proses terjadinya EH. Beberapa
hipotesis yang paling sering dijadikan acuan penatalaksanaan EH adalah (1) Hipotesis ammonia,
(2) Hipotesis neurotoksi sinergis, (3) Hipotesis neurotransmitter palsu, (4) Hipotesis GABA /
benzodiazepine (Budihusodo., 2002).
secara perlahan-lahan, apabila disertai faktor pencetus terjadinya koma. Sebaliknya pada
EH/koma akibat FHF, karena proses begitu akut, maka faktor yang berperan adalah masuknya
bahan toksis ke dalam otak secara tiba-tiba, menghilangnya bahan pelindung, perubahan
permeablitas dan integrasi selular pembuluh darah otak serta edema serebral.
Beberapa bahan toksik yang diduga berperan :
1. Ammonia
Ammonia merupakan bahan yang paling banyak diselidiki. Zat ini berasal dari
penguraian nitrogen oleh bakteri dalam usus, di samping itu dihasilkan oleh ginjal, jaringan otot
perifer, otak dan lambung.
Secara teori ammonia mengganggu faal otak melalui.
Peneliti lain mendapatkan bahwa kadar ammonia yang tinggi tidak seiring dengan
beratnya kelainan rekaman EEG. Dilaporkan bahwa peran ammonia pada EH tidak berdiri
sendiri. Tetapi bersama-sama zat lain seperti merkaptan dan asam lemak rantai pendek. Diduga
kenaikan kadar ammonia pada EH hanya merupakan indikator non spesifik dari metabolisme
otak yang terganggu (Blake A., 2003).
2. Asam amino neurotoksik (triptofan, metionin, dan merkaptan)
Triptopan dan metabolitnya serotonin bersifat toksis terhadap SSP. Metionin dalam usus
mengalami metaolisme oleh bakteri menjadi merkaptan yang toksis terhadap SSP. Di samping itu
merkaptan dan asam lemak bebas akan bekerja sinergistik mengganggu detoksifikasi ammonia di
otak, dan bersama-sama ammonia menyebabkan timbulnya koma (Blake A., 2003).
hormon ini melepas Asam Amino Aromatis dari protein hati untuk mendorong terjadinya
glukoneogenesis. Kadar glukagon meningkat akibat hipersekresi atau hipometabolisme pada
penyakit hati terutama bila terdapat sirkulasi kolateral (Blake A., 2003).
7. Perubahan sawar darah otak
Pembuluh darah otak dalam keadaan normal tidak permiabel terhadap berbagai macam
substansi. Terdapat hubungan kuat antara endotel kapiler otak, ini merupakan sawar yang
mengatur pengeluaran bermacam-macam substansi dan menahan beberapa zat essensial seperti
neurotrasmitter asli. Pada koma hepatikum khususnya FHF ditemukan kerusakan kapiler,
rusaknya hubungan endotel, terjadi edema serebri sehingga bahan yang biasanya dikeluarkan
dari otak akan masuk dengan mudah seperi fenilalanin dalam jumlah besar, sehingga kadar asam
amino lainnnya meningkat di dalam otak (Gitlin., 1996).
D. MANIFESTASI KLINIK
Spektrum klinis EH sangat luas yang sama sekali asimtomatik hingga koma hepatik.
Simpton yang acap kali dijumpai pada EH klinis antara lain perubahan personalitas, iritabilitas,
apati, disfasia, dan rasa mengantuk disertai tanda klinis seperti asteriksis, iritabilitas, gelisah, dan
kehilangan kesadaran (koma). Manifestasi klinis EH biasanya didahului oleh dekompensasi hati
dan adanya faktor pencetus yang berupa keadaan amoniaagenik seperti makan protein berlebih,
perdarahan gastrointestinal atau program obat sedatif.
Manifestasi EH adalah gabungan dari ganguan mental dan neurologik. Gambaran klinik
EH sangat bervariasi, tergantung progresivitas penyakit ini, penyebab, dan ada tidaknya
berdasarkan status mental, adanya asteriksis,serta kelainan EEG, manifestasi neuropsikiatri pada
EH dapat dibagi atas stadium (Tabel.1). Di luar itu terdapat sekelompok pasien yang
asimtomatik, tetapi menunjukkan adanya kelainan pada pemeriksaan EEG dan / atau
psikometrik. Contoh uji piskometrik yang populer ialah NCT (Number Conection Test).
Kelompok inilah yang digolongkan sebagai ensefalopatia hepatik subklinis atau laten (EHS).
Para peneliti mendapatkan bahwa proporsi EHS jauh lebih besar daripada EH klinis (akut
maupun kronik), yaitu mencapai 70-80% dari seluruh kasus sirosis hati dengan hipertensi portal
(Budihusodo., 2001). Adapun stadium stadiumEnsefalopati hepatic menurut gejala klinis antara
lain :
STADIUM
1
(Prodormal)
2
(Koma yang
mengancam)
3
(Stupor)
4
(Koma)
Gejala Klinis
Asteriksis; peningkatan
reflex tendon yang dalam;
rigiditas pada ekstremitas.
Abnormalitas
EEG
tampak mencolok
E. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis riwayat penyakit pemeriksaan fisik dan laboratorium
(Gitlin., 1996).
1. Anamnesis
6-8 jam. Pilihan obat lain : fenobarbital, yang ekskresinya sebagian besar melalui
ginjal.
Vit K 10-20 mg/hari i.m atau peroral atau pipa nasogastrik.
Obat-obatan dalam taraf eksperimental :
Bromokriptin (dopamine reseptor antagonis) dalam dosis 15
mg/hari dapat memberi perbaikan klinis, psikometrik dan EEG.
Antagonis benzodiaepin reseptor (Flumazenil), memberi hasil
memuaskan, terutama untuk stadium I-II.
4. Pengobatan radikal
Exchange
tranfusio,
plasmaferesis,
dialysis,
charcoal
hemoperfusion,
pemantauan
jangka
panjang
untuk
penilaian
keadaan
mental
dan
neuromuskulernya.
f. Pembedahan elektif : colony by pasis, transplantasi hati, khususnya untuk EH kronik
stadium III-IV.
G. PROGNOSIS
Perbaikan atau kesembuhan sempurna dapat terjadi bila dilakukan pengeloaan yang cepat
dan tepat. Prognosis penderita EH tergantung dari :
a. Penyakit hati yang mendasarinya.
b. Faktor-faktor pencetus
c. Usia, keadaan gizi.
d. Derajat kerusakan parenkim hati.
e. Kemampuan regenerasi hati.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
Proses Keperawatan Penderita Sirosis Hepatik
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokus pada awitan gejala dan riwayat factor-faktor pencetus,
khususnya penyalahgunaan alkhohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan
makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani penderita. Pola penggunaan alcohol
yang sekarang pada masa lampau (durasi dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Yang juga harus
dicatat adalah riwayat kontak dengan zat-zat toksik ditempat kerja atau selama melakukan
aktivitas rekreasi. Pajanan dengan obat-obatan potensial bersifat hepatotoksik atau dengan
obat-obat anastesi umum dicatat dan dilaporkan.
Status mental dikaji melalui anamnesis dan interaksi lain dengan pasien; orientasi
terhadap orang, tempat dan waktu harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk
melaksanakan pekerjaan atau kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status
jasmani dan rohani. Disamping itu, hubungan pasien dengan keluarga, sahabat dan teman
sekerja dapat memberikan petunjuk tentang kehilangan kemampuan yang terjadi sekunder
akibat penggunaan alcohol dan sirosis. Distensi abdomen serta meteorismus (kembung),
perdarahan gastrointestinal, memar dan perubahan berat badan perlu diperhatikan.
Status nutrisi yang merupakan indicator penting pada sirosis dikaji melalui penimbangan
berat yang dilakukan setiap hari, pemeriksaan atropometrik dan pemantauan protein plasma,
transferin, serta kadar kreatinin.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada semua data hasil pengkajian, diagnose utama mencakup yang berikut:
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kemunduran keadaan umum,
pelisutan otot dan gangguan rasa nyaman.
Perubahan status nutrisi berhubungan dengan gastritis kronis, penurunan mortalitas
gastrointestinal dan anoreksia.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status imunologi, edema dan
nutrisi yang buruk.
Resiko untuk cidera berhubungan dengan perubahan mekanisme pembekuan dan
hipertensi portal.
3. Masalah Kolaborasi/Komplikasi Potensial
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, komplikasi potensial dapat mencakup:
Perdarahan dan hemoragia
Ensefalopati hepatik
4. Perencanaan dan Implementasi
Tujuan: tujuan yang harus dicapai oleh pasien dapat mencakup ketidaktergantungan pada
orang lain dalam melakukan aktivitas, perbaikan status nutrisi, pengurangan potensi untuk
mengalami cidera, perbaikan status mental dan keadaan tanpa komplikasi.
5. Intervensi Keperawatan
a. Istirahat
Penderita penyakit hati yang aktif memerlukan istirahat dan berbagai tindakan
pendukung lainnya yang memberikan kesempatan kepada hati untuk membangun kembali
kemampuan fungsionalnya. Jika pasien dirawat di rumah sakit, maka berat badan dan
asupan serta haluaran cairan harus diukur dan dicatat setiap hari. Posisi pasien ditempat
tidur harus diatur untuk mencapai status pernafasan yang efisien dan maksimal yang
sangat penting terutama bila gejala asites sangat nyata sehingga mengganggu gerakan
ekskursi toraks yang memadai. Terapi oksigen mungkin diperlukan pada gagal hati untuk
oksigen sel-sel yang rusak dan untuk mencegah destruksi sel lebih lanjut.
Istirahat akan mempengaruhi kebutuhan dalam hati dan meningkatnya suplai
darah hati. Karena pasien rentan terhadap bahaya imobilitas, berbagai upaya perlu
dilakukan untuk mencegah gangguan pernafasan, sirkulasi dan vaskuler. Semua tindakan
ini dapat membantu mencegah masalah seperti pneumonia, tromboflebitis dan dekubitus.
Apabila status nutrisi sudah diperbaiki dan kekuatan tubuh bertambah, kepada pasien
dapat dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap. Aktivitas dan olahraga
ringan disamping istirahat harus direncanakan.
b. Perbaikan status nutrisi
Penderita sirosis yang tidak mengalami asites atau edema dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda koma yang membakat harus mendapatkan diet yang bergizi
dan tinggi protein dengan penambahan vitamin B kompleks serta vitamin lainnya menurut
kebutuhan (termasuk vitamin A, C, K dan asam folat). Karena gizi yang baik sangat
penting, setiap upaya harus dilakukan untuk mendorong pasien agar mau makan. Tindakan
ini penting seperti halnya pengobatan. Makan sedikit tapi sering akan dapat ditolerir oleh
pasien dai pada makan tiga kali sehari dalam porsi yang besar karena adanya tekanan
abdominal yang ditimbulkan oleh asites.
Makanan kesukaan pasien perlu dipertimbangkan. Pasien dengan anoreksia yang
lama atau berat, atau pasien yang muntah atau tidak dapat makan karena alas an apapun
dapat memperoleh makanan melalui kateter lambung (NGT) atau nutrisi parenteral total
(TPN).
Pasien dengan feses yang berlemak (stestore) harus mendapat vitamin larut-lemak
A, D, dan E yang dapat larut dalam air (aquasel A,D dan I).Asam folat dan besi perlu
diresepkan untuk mencegah anemia.Jika pasien memperlihatkan tanda-tanda koma yang
berlanjut,diet rendah protin dapat diberikan untuk sementara waktu.Jika tidak terdapat
encephalopati hepatic, asupan protein yang modern dapat diberikan dengan makanan
sumber protein yang nilai biologisnya tinggi(misalny , telur,daging dan produk susu).
Asupan kalori yang tinggi harus dipertahankan,dan suplemen vitamin mineral
perlu diberikan(yaitu:preparat kalium oral jika kadar kalium dalam serum normal atau
rendah dan bila fungsi ginjal juga normal).Segera setelah kondisi pasien memungkinkan,
asupan protein harus dikembalikan kepada asupan normal.Terapi diet ditentukan secara
individual berdasarkan kebutuhan masing-masing pasien.
c. Perawatan kulit
Perawatan kulit yang teliti perlu dilakukan sehubungan dengan edema subcutan,
imobilitas pasien, ikterus dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi serta luka pada
kulit. Perubahan posisi diperlukan untuk mencegah dekubitus. Penggunaan sabun yang
iritatif dan plester harus dihindarkan untuk mencegah trauma kuli. Lotion dapat
mendinginkan kulit yang iritatif; tindakan ini diperlukan agar pasien tidak terus
menggaruk kulitnya.
d. Pengurangan resiko cidera
Penderita sirosis harus dilindungi terhadap kemungkinan terjatuh dan cidera
lainnya. Rel penghalang disamping tempat tidur harus dipasang pada tempatnya dan diberi
bantalan selimut yang lembut untuk mengurangi resiko bila pasien mengalami gelisah atau
berontak (agitasi). Pasien harus diberitahu agar memiliki orientasi terhadap tempat serta
waktu, dan semua prosedur perlu dijelaskan untuk mengurangi kemungkinan agitasi.
Kepada pasien diintruksikan untuk meminta bantuan saat akan turun dari tempat tidur.
Setiap cidera harus dievaluasi dengan cermat karena kemungkinan terjadinya perdarahan
internal.
Akibat resiko perdarahan yang disebabkan oleh pembekuan yang abnormal, kita
harus memberitahu dan membantu pasien untuk menggunakan alat cukur listrik dari pada
alat cukur biasa. Kemungkinan perdarahan gusi dapat diperkecil dengan menggunakan
sikat gigi yang bulunya lunak. Semua lokasi fungsi pada vena harus ditekankan untuk
meminimalkan perdarahan.
6. Pemantauan dan Penatalaksanaan Komplikasi Potensial
a. Pencegahan pendarahan
Perdarahan dan hemoragi dapat terjadi akibat penurunan produksi protrombin dan
penurunan kemampuan hati untuk mensitensis zat-zat yang diperlukan bagi pembekuan
darah.
b. Tindakan penjagaan
Tindakan penjagaan mencakup perlindungan pasien dengan memasang penghalang
samping tempat tidur yang di beri bantalan, menekan setiap lokasi penyuntikan, dan
menghindari cidera dari benda-benda tajam.Perawat harus mengamati kemungkinan
melena dan memeriksakan feses untuk mengetahui jika terdapat darah yang merupakan
tanda perdarahan internal.Tanda-tanda vital juga perlu dipantau secara teratur.Tindakan
penjagaan diperlukan untuk memperkecil kemungkinan rupture esophagus dengan
mengurangi peningkatan lebih lanjut pada tekanan portal.
Modifikasi diet dan penggunaan preparat pelunak feses yang tepat dapat membantu
pasien agar tidak mengejan pada saat BAB.Pasien harus dipantau dengan ketat untuk
mendektesi perdarahan gastroinstetinal;peralatan (Sengstaken-Blakemore tube), cairan
intravena dan obat-obatan yang diperlukan untuk mengatasi perdarahan dari varises
esophagusharus sudah tersedia akan dapat segera digunakan jika diperlukan.
c. Jika terjadi hemoragi
Perawat membantu dokter dalam melakukan tindakan untuk menghentikan
perdarahan, memberikan terapi cairan serta komponen darah dan obat-obatan.Pasien yang
mengalami hemoragi massive akibat perdarahan dari varises esophagus atau lambung
dapat dipindahkan ke un it perawatan intesif dan mungkin memerlukan tindakan bedah
emergency atau bentuk terapi lainnya.Penderita sirosis yang mengalami perdarahan
berserta keluarganya memerlukan penjelasan tentang kejadian yang dialami serta terapi
yang diperlukan.
Enselophati hepatic merupakan komplikasi neurologi yang mungkin terjadi dan
mencakup kemunduran status mental serta demensian dismping adanya tanda-tanda fisik
seperti gerakan volunteer dan involunter yang abnormal.Eselophati hepatic terutama
disebabkan oleh penumpukan amoniak dalam darah dan akibat yang ditimbulkannya pada
metabolisme otak.Banyak factor yang merupakan predisposisi terjadinya eselophati
hepatic
pada
pasien
ENCELOPHATIK
HEPATIK
hati;karena
itu
pasien
elektrolit dapat turut menimbulkan ensefalopati, kadar elektrolit serum harus dipantau
dengan cermat dan dikoreksi jika kadar tersebut abnormal. Oksigen diberikan jika terjadi
desturasi oksigen.
f. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah
Selama dirawat dirumah sakit, pasien harus sudah dipersiapkan untuk perawatan
di rumah oleh perawat dan petugas kesehatan lainnya melalui instruksi diet. Instruksi yang
paling penting adalah menghilangkan alcohol dari diet. Pasien mungkin harus dirujuk
kepada Perhimpunan Pengguna Alkohol (Alcoholic Anonymous), perawatan psikiatri atau
memperoleh dukungan dari penasehat spiritual yang dipercaya.
Pembatasan natrium diperlukan untuk waktu yang cukup lama jika tidak
diterapkan secara permanen. Apabila diet ini ingin dipatuhi dengan benar, pasien akan
memerlukan petunjuk tertulis, pengajaran, bimbingan dan dukungan dari petugas
kesehatan, selain dari anggota keluarganya sendiri.
Keberhasilan terapi tergantung pada upaya untuk meyakinkan pasien tentang
perlunya kepatuhan secara total pada rencana terapinya. Rencana terapi ini mencakup
istirahat; kemungkinan perubahan gaya hidup; diet yang memadai, baik dan seimbang;
dan pantang alcohol. Kepada pasien dan keluarganya juga harus diberitahu tentang gejala
ensefalopati yang membakat, kecenderungan perdarahan dan kerentanan pasien terhadap
infeksi.
Pemulihan tidak berlangsung dengan cepat atau mudah; kemunduran keadaan
umum pasien dan perbaikan yang tidak begitu nyata akan ditemukan. Banyak pasien
merasakan bahwa mereka sulit untuk melakukan pantang alcohol yang mereka konsumsi
untuk mendapatkan kenyamana atau melarikan diri dari kenyataan. Perawat yang
memahami keadaan ini dapat memainkan peranan yang bermakna dalam memberikan
dukungan dan dorongan kepada pasien.
Merujuk pasien kepada perawat kesehatan yang akan mengunjungi pasien
dirumah sesudah pulang dari rumah sakit dapat membantu pasien tersebut untuk
mengatasi proses transisi dari rumah sakit dapat membantu pasien tersebut untuk
mengatasi proses transisi dari rumah sakit kerumah dimana konsumsi alcohol mungkin
menjadi bagian penting dalam kehidupan social dan kehidupan normal pasien dirumahnya.
Perawat kesehatan masyarakat atau perawat kunjungan rumah dapat melakukan
pengkajian terhadap kemajuan pasien di rumah dan cara pasien beserta keluarganya dalam
mengatasi pantang alcohol serta pembatasan diet. Disamping itu, perawat tersebut harus
menguatkan kembali penyuluhan yang sudah diberikan dan menjawab pertanyaan yang
mungkin baru muncul setelah pasien pulang ke rumahnya serta mencoba membangun
kembali pola makan, minum dan gaya hidup yang baru.
7. Evaluasi Hasil yang Diharapkan
1) Memperlihatkan kemampuan untuk turut serta dalam aktivitas
a. Merencanakan aktivitas dan latihan serta periode istirahat secara bergantian.
b. Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien.
c. Memperlihatkan peningkatan berat badan tanpa pertambahan edema dan pembentukan
asites.
d. Turut serta dalam asuhan higienik.
2) Meningkatkan asupan nutrisi
a. Memperlihatkan asupan nutrient yang tepat dan pantang alcohol yang dicerminkan oleh
catatan diet.
b. Menaikkan berat badan tanpa pertambahan edema dan pembentukan asites.
c. Melaporkan peredaan gangguan gastrointestinal dan anoreksia.
d. Mengenali makanan dan cairan yang bergizi dan cairan yang bergizi yang
diperbolehkan atau harus dibatasi dalam diitnya.
e. Mengikuti terapi vitamin.
f. Menjelaskan dasar pemikiran mengapa pasien harus makan sedikit-sedikit tapi sering.
3) Memperlihatkan perbaikan integritas kulit
a. Memperlihatkan kulit yang utuh tanpa bukti adanya luka, infeksi atau trauma.
b. Menunjukkan tugor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh tanpa edema.
c. Mengubah posisi dengan sering dan menginspeksi prominensia (tonjolan) tulang setiap
hari.
d. Menggunakan lotion untuk meredakan pruritus.