Anda di halaman 1dari 48

Teknik Pengolahan dan Pengawetan bahan nabati dan

hewani

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengawetan makanan/minuman dapat dilakukan dengan berbagai macam cara :


pendinginan/pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman, pemanasan (pasteurisasi,
sterilisasi) dan penambahan bahan pengawet kimia. Semua cara tersebut mempunyai tujuan yang
sama, yaitu untuk menhancurkan atau mengahmbat pertumbuhan mikroba pembusuk. Dalam hal
makanan kaleng atau minuman dalam karton, maka cara pengawetan yang dilakukan adalah
dengan proses pemanasan (sterilisasi).
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat
dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan
karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik.
Proses pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan

tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan paling
tahan terhadap pemanasan.

Rumusan Masalah
1.

Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan nabati dan hewani yang ideal bagi
masyarakat?

2.

Bagaimana cara penyajian produk bahan hewani dan nabati?

3.

Bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan hewani dan nabati?

Tujuan
1.

Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan pengawetan bahan nabati
dan

hewani yang ideal pada masyarakat

2. Untuk mengetahui bagaimana cara penyajian produk bahan hewani dan nabati
3. Untuk mengetahui bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan hewani dan

nabati

BAB II
PEMBAHASAN

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin
tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai
akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria
yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi,
secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan
budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi

dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan
parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang
dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan
dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.
A.Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan
1.Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2
sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan
adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C.
Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan
biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada
macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk
beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan
adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga
jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali
(thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan
pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifatsifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.

2.Pengeringan
pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari
suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi
panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme
tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet
dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan

transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak
bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the,
dan biji-bijian. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat
berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap
air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran
udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
3.Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk
pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi
pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic
mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis teknologi
baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril.
Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen
peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori yang disebut
Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang lubang . Plastik ini sangat penting
penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu.
Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam proses
pembuatan ketupat dan sejenisnya.
4.Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan
sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat
tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah
sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses
pengalengan selesai.

Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak
secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu
wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen
(penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan
dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan
cita rasa.
5.Penggunaan bahan kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan
dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna.
Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package
desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan
sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam
pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur
sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin telah
ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca
panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott
dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan pembusukan buah leci
dapat dikurangi bila buah buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%,
520C ) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan
ketebalan 0,001 mm.

6.Pemanasan
penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh
pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging,
sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya,
komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa

banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan
semakin banyak mikroba yang mati.
Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang
mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan
dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian
besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup
terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain
misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu:
pasteurisasi, pemanasan pada 1000C dan pemanasan di atas 1000 C.
7.Teknik fermentasi
.

fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga

berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada
bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan
menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup
sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat
delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk
menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun,
selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat
juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang
berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh
manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet
identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril
reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian,
rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.
8.Teknik Iradiasi

Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan.
Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi
radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah
teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.
digunakan (Sofyan, 1984; Winarnoradiasi pengion adalah radiasi partikel

Contoh

radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyak,Jenis iradiasi pangan yang dapat
digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang
menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan
eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh dan
gelombang elektromagnetik et al.,1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah :
sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan
berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion
ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam
bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap jenis
pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi
yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai.
Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima
konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum
menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang membahayakan bagi konsumen
bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi
senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.

B.PROSES PENGALENGAN BAHAN PANGAN NABATI


Pada dasarnya, proses pengalengan bahan pangan nabati meliputi tahapan-tahapan
sebagai berikut; sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan, blanching, pengisian, exhausting,
penutupan, processing (sterilisasi), pendinginan dan penyimpanan.

a Proses sortasi dan pencucian


Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikaleng-kan yang
bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang. Buah yang kelewat
matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buah-nya akan semakin lunak, sehingga
menyebabkan tekstur yang hancur setelah pemanasan dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi,
bahan kemudian dicuci atau dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Hal ini dilakukan
untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan sehingga diharapkan akan menurunkan
populasi mikroba, menghilangkan sisa-sisa insektisida, mengurangi atau menghilangkan bahanbahan sejenis malam yang melapisi kulit buah-buahan.

Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan


Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/ dikonsumsi,
yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak berguna, seperti
kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan. Bagian daging buah yang akan dimakan
kemudian dilakukan proses pemotongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran
kaleng. Pemotongan atau pengecilan ukuran dilakukan dengan untuk mempermudah pengisian
bahan ke dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang akan dimasukan. Selain itu,
pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi panas. Jika pemotongan
dilakukan dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan diskolorisasi, yaitu timbulnya warna
yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan warna.

b. Proses blansir
Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba
patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam
air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir
bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan.
Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk
makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Proses blansir ini berguna untuk ;

a.

membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal

b.

meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan

c.

membuang udara yang masih ada di dalam jaringan

d.

menginaktivasi enzim

e.

menghilangkan rasa mentah

f.

mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing, dan lain-lain)

g.

mempermudah pengupasan

h.

memberikan warna yang dikehendaki

i.

mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.


Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak
dikehendaki pada bahan pangan, seperti pencokelatan enzimatis, perubahan flavor, dan
terjadinya pembusukan. Blansir akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis,
serta menurunkan jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses blanching buah dan sayuran,
terdapat dua jenis enzim yang tahan panas yaitu enzim katalase dan peroksidase, kedua enzim ini
memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim
lain. Apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran
yang telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan
baik. Lamanya proses blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran bahan, suhu, serta
medium blansir.
Pencegahan kontaminasi mikroba juga dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan
pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam
lemari pendingin. Proses pemasakan juga dapat membunuh mikroba yang bersifat patogen.
Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan buah dalam air
mendidih selama 510 menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah
yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut :

a.

Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang telah ditetapkan

b.

Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin

c.

Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan; dan

d.

Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diijinkan.

Proses pengisian

a.

Pembuatan medium
Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium larutan
gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau. Medium yang dipergunakan untuk
untuk

sop

sayur

adalah

kuah

sop

yang

telah

dimasak

dengan

rempah-rempah.

Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk yang
akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan
mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
b.

Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng


Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam kaleng. Penyusunan
buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu
disisakan suatu ruangan yang disebut dengan head space.

c.

Proses pengisian medium


Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya dengan
pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan hanya
diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada
saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.

Proses exhausting
Kaleng

yang

telah

diisi

dengan

buah

(dan

sirop)

kemudian

dilakukan

proses exhausting. Tujuanexhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gasgas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng. Exhausting penting
dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga
(i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng
yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat pengembangan
produk, dan
(ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi
oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu.

Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena
blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain dengan cara:
(i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam kondisi
panas,
(ii) memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau
(iii) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 90 oC dan proses berlangsung selama 8-10 menit. Suhu
produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 - 70C. Pada setiap selang waktu tertentu
dilakukan pengecekan suhu produk yang keluar dari exhauster, apakah suhu produk yang
diinginkan tercapai atau tidak.

c. Proses penutupan kaleng


Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-metis pada suhu
yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula
tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan
hal yang sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada
kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan
produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya
kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan. Penutupan kaleng yang dilakukan sedemikian
rupa, diharapkan baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat masuk (menembus) ke
dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.

d. Proses sterilisasi
Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam keranjang
yang dipersiapkan untuk proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan dalam autoclave, untuk
koktail buah dan cincau digunakan suhu 100C dengan tekanan 0,8 bar selama 30 menit
sedangkan untuk sayuran digunakan suhu 115-121C dengan tekanan 1,05 bar selama 45-60
menit.

Sterilisasi merupakan proses untuk mematikan mikroba. Pada perinsipnya ada dua jenis
sterilisasi yaitu sterilisasi total dan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial yang ditetapkan di
industri pangan merupakan proses thermal. Karena digunakan uap air panas atau air digunakan
sebagai media pengantar panas, sterilisasi ini termasuk kedalam sterilisasi basah.sterilisasi
komersial harus disertai dengan kondisi tertentu yang mungkin mikroba masih hidup dan dapat
berkembang didalamnya.
Sterilisasi total adalah sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme
sehingga mikroba tidak lagi dapat berkembangbiak didalam suatu wadah/bahan pangan. Pada
sterilisasi total ini jika dilaksanakan maka tidak akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang
berbahaya terutama pada Clostidium botilinum (Winarno, 1994). Selain bertujuan untuk
mematikan semua mikroba penyebab kerusakan, proses sterilisasi ini juga bertujuan untuk
memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, rasa dan kenampakan yang diinginkan.
Bahan dengan keasaman tinggi (acid food) tidak memerlukan suhu sterilisasi yang terlalu tinggi,
untuk itulah pada pengalengan koktail buah dan cincau suhu sterilisasi yang dipergunakan adalah
100oC dengan tekanan 0,8 bar, pada kondisi asam tersebut, mikroorganisme pembusuk dapat
dimatikan. Berbeda halnya dengan sayuran yang mempunyai pH > 4,5 atau bahan makanan
dengan keasaman rendah (low acid food) yang dimana sterilisasi pada suhu 100C tidak akan
efektif mematikan semua mikroba. Oleh karena itu digunakan suhu 121C dengan tekanan 1,05
bar. Pada suhu dan tekanan tersebut maka semua mikroorganisme patogen dan pembusuk akan
mati. Kondisi proses sterilisasi sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :
a.

kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dan lainlain)

b.

jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.

c.

karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng).

d.

Medium pemanas.

e.

Kondisi penyimpanan setelah sterilisasi

e.Proses pendinginan

Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin. Pendinginan
pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat
menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan
bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar,
proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup
uap dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka
tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kalengkaleng yang menggelembung dan rusak. Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses
sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama bakteri termofilik.
Pendinginan dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup keran - keran lainnya.
Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian atas
retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan
tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah karena dapat
menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian pinggirnya disebabkan kaleng
tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut. Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar
secara bertahap dapat meng-kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada
saat retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendinginan
berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus untuk mencegah
terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada kaleng disebabkan tekanan yang
terlalu tinggi. Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah men-capai
38-42C. Aliran air pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan
keranjang diangkat dari retort.

f. Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan, untuk
mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan dan pembersihan
kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah
menempel pada kaleng yang basah.

g. Penyimpanan
Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan efektifitas
sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan pada suhu 40-50oC.
Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang menggembung, maka proses sterilisasi tidak
berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar produk masih dalam
keadaan baik setelah disimpan selama 1 minggu. Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa
dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik karena
berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses pengalengan.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara lain:

Pengkaratan tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena pelepasan hidrogen.

Reaksi kiamia, misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan timah oleh nitrat dan
sebagainya.

Penggelembungan karena adanya CO2.

Operasi autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.

Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih akan membawa akibat berlebihnya tekanan
selama pemanasan.

Pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang kurang
sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah sebagai hasil lipatan
kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang.

Fluktuasi tekanan atmosfer.

Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan
tumbuhnyaClostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan bakteri termofilik (tahan
panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen).

C.Proses Pengawetan Bahan Pangan Hewani (ikan Sardens)

Olahan ikan yang satu ini memang kerap kali dijadikan solusi bagi sebagian orang yang
malas memasak ikan segar. Selain, rasanya yang enak dan gurih kemudahan pengolahan yang
ditawarkan membuat sarden semakin akrab saja di kalangan masyarakat. Pengalengan ikan
adalah salah satu teknik pengolahan dengan cara memanaskan ikan dalam wadah kaleng yang
ditutup rapat untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, dan mengubah ikan
dalam bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan tetapi memiliki kandungan nilai gizi
yang sedikit menurun karena proses denaturasi protein akibat proses pemanasan bila
dibandingkan dengan ikan segar, namun lebih tinggi bila dibandingkan sumber protein nabati
seperti tahu dan tempe.
Metode pengawetan dengan cara pengalengan ditemukan oleh Nicholas Appert, seorang
ilmuwan Prancis. Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan bahan
makanan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis
dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air,
kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Di dalam pengalengan makanan, bahan
pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas, atau
alumunium.

Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan prinsip
mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme pembusuk,
mengurangi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak disukai
oleh mikroorganisme dengan cara pemanasan dan radiasi. Pemusnahan mikroorganisme dengan
pemanasan pada pengalengan ikan pada prinsipnya menyebabkan denaturasi protein, serta
menonaktifkan enzim yang membantu proses metabolisme. Penerpan panas dapat bermacammacam tergantung dari jenis mikroorganismenya, fase mikroorganisme, dan kondisi lingkungan
spora bakteri. Semakin rendah suhu yang diberikan semakin banyak waktu yang diperlukan
untuk pemanasan. Pada pengalengan, yang perlu diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti
Closteridium botullinum yang tahan terhadap suhu tinggi.

D.TAHAPAN PENGALENGAN IKAN


Pengadaaan Bahan Baku Ikan Segar. Ikan yang akan dijadikan sarden bisanya didapat
dari nelayan ikan, ikan-ikan dijual langsung oleh pemilik perahu atau dikumpulkan terlebih
dahulu oleh pengepul. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku umumnya tergolong ikan pelagis
ukuran kecil yang hidup bergerombol seperti ikan Lemuru, ikan Sardin, ikan Tamban, ikan Balo,
dan ikan Layang.

Pengguntingan (cutting). Bahan baku ikan segar yang sudah dibeli pabrik akan
langsung diproses. Tahapan pertama disebut dengan pengguntingan (cutting) alat yang digunakan
adalah gunting besi. Ikan digunting pada bagian pre dorsal (dekat dengan kepala) kebawah
kemudian sedikit ditarik untuk mengeluarkan isi perut. Ikan balo diberikan sedikit perlakuan
khusus yaitu sebelum digunting sisik-sisik yang terdapat diseluruh badannya dihilangkan terlebih
dahulu dengan menggunakan pisau. Dalam tahapan pengguntingan juga dilakukan sortasi. Bahan
baku ikan disortasi dari campuran ikan yang lain dan dari sampah serta serpihan karang yang
ikut terbawa saat proses penangkapan ikan. Ikan yang sudah digunting ditempatkan dalam
keranjang plastik kecil. Setelah keranjang penuh, ikan dimasukkan dalam mesin rotary untuk
dilakukan proses pencucian.

Pengisian (Filling). Ikan yang keluar dari mesin rotary ditampung dalam keranjang
plastik, lalu dibawa ke meja pengisian untuk diisikan kedalam kaleng. Diatas meja pengisian
terdapat pipa air yang digunakan untuk melakukan pencucian ulang sebelum ikan diisikan
kedalam kaleng. Posisi ikan didalam kaleng diatur, misalnya untuk membuat produk kaleng kecil
setelah penghitungan rendemen ditentukan bahwa jumlah ikan yang diisikan kedalam kaleng
adalah 4 ekor ikan. Ikan-ikan tersebut diisikan dalam kaleng dengan posisi 2 buah pangkal ekor

menghadap kebawah dan 2 ekor lagi menghadap keatas. Kaleng yang sudah diisi ikan diletakkan
diatas conveyor yang terus berjalan disamping meja pengisian untuk masuk tahapan berikutnya.

Pemasakan Awal (Pree Cooking). Dengan bantuan conveyor kaleng yang sudah terisi
ikan masuk kedalam exhaust box yang panjangnya +12 m, di dalam exhaust box ikan dimasak
dengan menggunakan uap panas yang dihasilkan oleh boiler. Suhu yang digunakan + 800C,
proses pree cooking ini berlangsung selama + 10 menit. Setelah proses pemasakan selesai produk
keluar dari exhaust box dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yaitu penirisan (decanting).

Penghampaan (Exhausting). Penghampaan dilakukan dengan menambahkan medium


pengalengan berupa saos cabai atau saos tomat dan minyak sayur (vegetable oil). Suhu saos dan
minyak sayur yang digunakan adalah +80 0C. Pengisian saos dilakukan secara mekanis dengan
menggunakan filler. Pada prinsipnya proses penghampaan ini dapat dilakukan melalui 2 macam
cara, biasanya pabrik berskala kecil exhausting dilakukan dengan cara melakukan pemanasan
pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan kedalam kaleng dalam
keadaan panas dan wadah ditutup, juga dalam keadaan masih panas. Cara kerjanya adalah
menarik oksigen dan gas-gas lain dari dalam kaleng dan kemudian segera dilakukan penutupan
wadah.

Penutupan Wadah Kaleng (Seaming). Penutupan wadah kaleng dilakukan dengan


menggunakan double seamer machine. Seorang karyawan bertugas mengoprasikan double
seamer machine dan mengisi tutup kaleng kedalam mesin. Kecepatan yang digunakan bervariasi.
Double seamer untuk kemasan kaleng kotak dioprasikan dengan kecepatan penutupan 84 kaleng
permenit (kecepatan maximum 200 kaleng permenit), double seamer untuk kaleng kecil
dioperasikan dengan kecepatan penutupan 375 kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng
permenit) sedangkan untuk double seamer kaleng besar dioperasikan dengan kecepatan 200

kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit). Tutup kaleng yang dipakai adalah
tutup kaleng yang sudah terlebih dahulu diberi kode tanggal kedaluwarsa diruang jet print.

Sterilisasi (Processing). Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan retort. Dalam satu


kali proses sterilisasi dapat mensterilkan 4 keranjang besi produk ikan kalengan atau setara
dengan +6.800 kaleng kecil atau 3.400 kaleng besar. Suhu yang digunakan antara 115 117 0C
dengan tekanan 0,8 atm, selama 85 menit jika yang disterilisasi adalah kaleng kecil dan 105
menit untuk kaleng besar. Sterilisasi dilakukan dengan memasukkan keranjang besi kedalam
menggunakan bantuan rel. Sterilisasi dilakukan tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan
mikroba pembusuk dan pathogen, tetapi berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak,
yaitu dilihat dari penampilan, tekstur dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan.

Pendinginan dan Pengepakan. Ikan kalengan yang sudah disterilisasi dikeluarkan dari
dalam retort, kemudian diangkat dengan katrol untuk didinginkan dalam bak pendinginan
bervolume 16.5 m3 yang diisi dengan air yang mengalir. Pendinginan dilakukan selama 15
menit. Produk setelah didinginkan diistirahatkan terlebih dahulu ditempat pengistirahatan(Rested
area) untuk menunggu giliran pengepakan (packing). Packing diawali dengan aktivitas
pengelapan untuk membersihkan sisa air proses pendinginan, setelah itu produk dimasukkan
kedalam karton. Produk yang kemasannya sudah diberi label (label cat) bisa langsung di
packing, sementara produk yang kemasannya kosong terlebih dahulu diberi label kertas sesuai
dengan keinginan produsen.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di
dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air
suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas
biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang menggunakan
teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat
kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahahn laju
pertumbuham mikroorganisme pada makananm
jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 5 :
1. pendinginan
2. pengeringan
3. pengalengan
4. pengemasan
5. penggunaan bahan kimia
6.

Teknik Pengolahan dan Pengawetan bahan nabati dan


hewani

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengawetan makanan/minuman dapat dilakukan dengan berbagai macam cara :
pendinginan/pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman, pemanasan (pasteurisasi,
sterilisasi) dan penambahan bahan pengawet kimia. Semua cara tersebut mempunyai tujuan yang
sama, yaitu untuk menhancurkan atau mengahmbat pertumbuhan mikroba pembusuk. Dalam hal
makanan kaleng atau minuman dalam karton, maka cara pengawetan yang dilakukan adalah
dengan proses pemanasan (sterilisasi).
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat
dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan
karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik.
Proses pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan
tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan paling
tahan terhadap pemanasan.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan nabati dan hewani yang ideal bagi
masyarakat?
2. Bagaimana cara penyajian produk bahan hewani dan nabati?
3. Bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan hewani dan nabati?
Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan pengawetan bahan nabati
dan
hewani yang ideal pada masyarakat
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penyajian produk bahan hewani dan nabati
3. Untuk mengetahui bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan hewani dan nabati

BAB II
PEMBAHASAN

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin
tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai
akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria
yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi,
secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan
budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi
dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan
parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang
dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan
dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.
A.Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan
1.Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2
sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan
adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C.
Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan
biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada
macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk
beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan
adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga
jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali
(thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan
pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifatsifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
2.Pengeringan
pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari
suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi
panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme
tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet
dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan

transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak
bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the,
dan biji-bijian. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat
berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap
air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran
udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
3.Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk
pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi
pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic
mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis teknologi
baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril.
Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen
peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori yang disebut
Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang lubang . Plastik ini sangat penting
penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu.
Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam proses
pembuatan ketupat dan sejenisnya.
4.Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan
sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat
tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah
sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses
pengalengan selesai.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak
secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu
wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen
(penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan
dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan
cita rasa.
5.Penggunaan bahan kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan
dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna.

Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package
desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan
sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam
pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur
sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin telah
ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca
panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott
dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan pembusukan buah leci
dapat dikurangi bila buah buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%,
520C ) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan
ketebalan 0,001 mm.

6.Pemanasan
penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh
pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging,
sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya,
komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa
banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan
semakin banyak mikroba yang mati.
Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang
mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan
dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian
besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup
terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain
misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu:
pasteurisasi, pemanasan pada 1000C dan pemanasan di atas 1000 C.
7.Teknik fermentasi
.
fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga
berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada
bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan
menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.

Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup
sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat
delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk
menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun,
selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat
juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang
berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh
manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet
identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril
reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian,
rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.
8.Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan.
Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi
radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah
teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.
digunakan (Sofyan, 1984; Winarnoradiasi pengion adalah radiasi partikel Contoh
radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyak,Jenis iradiasi pangan yang dapat
digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang
menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan
eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh dan
gelombang elektromagnetik et al.,1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah :
sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan
berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion
ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam
bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap jenis
pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi
yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai.
Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima
konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum
menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang membahayakan bagi konsumen

bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi
senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.

B.PROSES PENGALENGAN BAHAN PANGAN NABATI


Pada dasarnya, proses pengalengan bahan pangan nabati meliputi tahapan-tahapan
sebagai berikut; sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan, blanching, pengisian, exhausting,
penutupan, processing (sterilisasi), pendinginan dan penyimpanan.
a Proses sortasi dan pencucian
Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikaleng-kan yang
bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang. Buah yang kelewat
matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buah-nya akan semakin lunak, sehingga
menyebabkan tekstur yang hancur setelah pemanasan dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi,
bahan kemudian dicuci atau dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Hal ini dilakukan
untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan sehingga diharapkan akan menurunkan
populasi mikroba, menghilangkan sisa-sisa insektisida, mengurangi atau menghilangkan bahanbahan sejenis malam yang melapisi kulit buah-buahan.

Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan


Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/ dikonsumsi,
yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak berguna, seperti
kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan. Bagian daging buah yang akan dimakan
kemudian dilakukan proses pemotongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran
kaleng. Pemotongan atau pengecilan ukuran dilakukan dengan untuk mempermudah pengisian
bahan ke dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang akan dimasukan. Selain itu,
pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi panas. Jika pemotongan
dilakukan dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan diskolorisasi, yaitu timbulnya warna
yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan warna.

b. Proses blansir
Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba
patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam
air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir
bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan.
Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk
makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Proses blansir ini berguna untuk ;
a.
membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal
b. meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan
c.
membuang udara yang masih ada di dalam jaringan

d.
e.
f.
g.
h.
i.

a.
b.
c.
d.

a.

b.

menginaktivasi enzim
menghilangkan rasa mentah
mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing, dan lain-lain)
mempermudah pengupasan
memberikan warna yang dikehendaki
mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.
Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak
dikehendaki pada bahan pangan, seperti pencokelatan enzimatis, perubahan flavor, dan
terjadinya pembusukan. Blansir akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis,
serta menurunkan jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses blanching buah dan sayuran,
terdapat dua jenis enzim yang tahan panas yaitu enzim katalase dan peroksidase, kedua enzim ini
memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim
lain. Apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran
yang telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan
baik. Lamanya proses blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran bahan, suhu, serta
medium blansir.
Pencegahan kontaminasi mikroba juga dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan
pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam
lemari pendingin. Proses pemasakan juga dapat membunuh mikroba yang bersifat patogen.
Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan buah dalam air
mendidih selama 510 menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah
yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut :
Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang telah ditetapkan
Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin
Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan; dan
Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diijinkan.
Proses pengisian
Pembuatan medium
Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium larutan
gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau. Medium yang dipergunakan untuk
untuk sop sayur adalah kuah sop yang telah dimasak dengan rempah-rempah.
Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk yang
akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan
mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng

Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam kaleng. Penyusunan
buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu
disisakan suatu ruangan yang disebut dengan head space.
c.
Proses pengisian medium
Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya dengan
pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan hanya
diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada
saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.

Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan
proses exhausting. Tujuanexhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gasgas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng. Exhausting penting
dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga
(i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng
yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat pengembangan
produk, dan
(ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi
oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu.
Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena
blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain dengan cara:
(i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam kondisi
panas,
(ii) memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau
(iii) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 90 oC dan proses berlangsung selama 8-10 menit. Suhu
produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 - 70C. Pada setiap selang waktu tertentu
dilakukan pengecekan suhu produk yang keluar dari exhauster, apakah suhu produk yang
diinginkan tercapai atau tidak.

c. Proses penutupan kaleng


Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-metis pada suhu
yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula
tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan
hal yang sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada
kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan
produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya

a.
b.
c.
d.
e.

kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan. Penutupan kaleng yang dilakukan sedemikian
rupa, diharapkan baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat masuk (menembus) ke
dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.
d. Proses sterilisasi
Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam keranjang
yang dipersiapkan untuk proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan dalam autoclave, untuk
koktail buah dan cincau digunakan suhu 100C dengan tekanan 0,8 bar selama 30 menit
sedangkan untuk sayuran digunakan suhu 115-121C dengan tekanan 1,05 bar selama 45-60
menit.
Sterilisasi merupakan proses untuk mematikan mikroba. Pada perinsipnya ada dua jenis
sterilisasi yaitu sterilisasi total dan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial yang ditetapkan di
industri pangan merupakan proses thermal. Karena digunakan uap air panas atau air digunakan
sebagai media pengantar panas, sterilisasi ini termasuk kedalam sterilisasi basah.sterilisasi
komersial harus disertai dengan kondisi tertentu yang mungkin mikroba masih hidup dan dapat
berkembang didalamnya.
Sterilisasi total adalah sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme
sehingga mikroba tidak lagi dapat berkembangbiak didalam suatu wadah/bahan pangan. Pada
sterilisasi total ini jika dilaksanakan maka tidak akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang
berbahaya terutama pada Clostidium botilinum (Winarno, 1994). Selain bertujuan untuk
mematikan semua mikroba penyebab kerusakan, proses sterilisasi ini juga bertujuan untuk
memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, rasa dan kenampakan yang diinginkan.
Bahan dengan keasaman tinggi (acid food) tidak memerlukan suhu sterilisasi yang terlalu tinggi,
untuk itulah pada pengalengan koktail buah dan cincau suhu sterilisasi yang dipergunakan adalah
100oC dengan tekanan 0,8 bar, pada kondisi asam tersebut, mikroorganisme pembusuk dapat
dimatikan. Berbeda halnya dengan sayuran yang mempunyai pH > 4,5 atau bahan makanan
dengan keasaman rendah (low acid food) yang dimana sterilisasi pada suhu 100C tidak akan
efektif mematikan semua mikroba. Oleh karena itu digunakan suhu 121C dengan tekanan 1,05
bar. Pada suhu dan tekanan tersebut maka semua mikroorganisme patogen dan pembusuk akan
mati. Kondisi proses sterilisasi sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :
kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dan lainlain)
jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng).
Medium pemanas.
Kondisi penyimpanan setelah sterilisasi
e.Proses pendinginan

Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin. Pendinginan
pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat
menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan
bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar,
proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup
uap dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka
tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kalengkaleng yang menggelembung dan rusak. Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses
sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama bakteri termofilik.
Pendinginan dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup keran - keran lainnya.
Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian atas
retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan
tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah karena dapat
menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian pinggirnya disebabkan kaleng
tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut. Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar
secara bertahap dapat meng-kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada
saat retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendinginan
berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus untuk mencegah
terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada kaleng disebabkan tekanan yang
terlalu tinggi. Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah men-capai
38-42C. Aliran air pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan
keranjang diangkat dari retort.
f. Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan, untuk
mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan dan pembersihan
kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah
menempel pada kaleng yang basah.

g. Penyimpanan
Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan efektifitas
sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan pada suhu 40-50oC.
Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang menggembung, maka proses sterilisasi tidak
berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar produk masih dalam
keadaan baik setelah disimpan selama 1 minggu. Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa

dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik karena
berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses pengalengan.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara lain:
Pengkaratan tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena pelepasan hidrogen.
Reaksi kiamia, misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan timah oleh nitrat dan
sebagainya.
Penggelembungan karena adanya CO2.
Operasi autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.
Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih akan membawa akibat berlebihnya tekanan
selama pemanasan.
Pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang kurang
sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah sebagai hasil lipatan
kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang.
Fluktuasi tekanan atmosfer.
Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan
tumbuhnyaClostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan bakteri termofilik (tahan
panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen).
C.Proses Pengawetan Bahan Pangan Hewani (ikan Sardens)
Olahan ikan yang satu ini memang kerap kali dijadikan solusi bagi sebagian orang yang
malas memasak ikan segar. Selain, rasanya yang enak dan gurih kemudahan pengolahan yang
ditawarkan membuat sarden semakin akrab saja di kalangan masyarakat. Pengalengan ikan
adalah salah satu teknik pengolahan dengan cara memanaskan ikan dalam wadah kaleng yang
ditutup rapat untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, dan mengubah ikan
dalam bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan tetapi memiliki kandungan nilai gizi
yang sedikit menurun karena proses denaturasi protein akibat proses pemanasan bila
dibandingkan dengan ikan segar, namun lebih tinggi bila dibandingkan sumber protein nabati
seperti tahu dan tempe.
Metode pengawetan dengan cara pengalengan ditemukan oleh Nicholas Appert, seorang
ilmuwan Prancis. Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan bahan
makanan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis
dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air,
kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Di dalam pengalengan makanan, bahan
pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas, atau
alumunium.

Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan prinsip
mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme pembusuk,
mengurangi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak disukai
oleh mikroorganisme dengan cara pemanasan dan radiasi. Pemusnahan mikroorganisme dengan
pemanasan pada pengalengan ikan pada prinsipnya menyebabkan denaturasi protein, serta
menonaktifkan enzim yang membantu proses metabolisme. Penerpan panas dapat bermacammacam tergantung dari jenis mikroorganismenya, fase mikroorganisme, dan kondisi lingkungan
spora bakteri. Semakin rendah suhu yang diberikan semakin banyak waktu yang diperlukan
untuk pemanasan. Pada pengalengan, yang perlu diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti
Closteridium botullinum yang tahan terhadap suhu tinggi.
D.TAHAPAN PENGALENGAN IKAN
Pengadaaan Bahan Baku Ikan Segar. Ikan yang akan dijadikan sarden bisanya didapat
dari nelayan ikan, ikan-ikan dijual langsung oleh pemilik perahu atau dikumpulkan terlebih
dahulu oleh pengepul. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku umumnya tergolong ikan pelagis
ukuran kecil yang hidup bergerombol seperti ikan Lemuru, ikan Sardin, ikan Tamban, ikan Balo,
dan ikan Layang.

Pengguntingan (cutting). Bahan baku ikan segar yang sudah dibeli pabrik akan
langsung diproses. Tahapan pertama disebut dengan pengguntingan (cutting) alat yang digunakan
adalah gunting besi. Ikan digunting pada bagian pre dorsal (dekat dengan kepala) kebawah
kemudian sedikit ditarik untuk mengeluarkan isi perut. Ikan balo diberikan sedikit perlakuan
khusus yaitu sebelum digunting sisik-sisik yang terdapat diseluruh badannya dihilangkan terlebih
dahulu dengan menggunakan pisau. Dalam tahapan pengguntingan juga dilakukan sortasi. Bahan
baku ikan disortasi dari campuran ikan yang lain dan dari sampah serta serpihan karang yang
ikut terbawa saat proses penangkapan ikan. Ikan yang sudah digunting ditempatkan dalam
keranjang plastik kecil. Setelah keranjang penuh, ikan dimasukkan dalam mesin rotary untuk
dilakukan proses pencucian.

Pengisian (Filling). Ikan yang keluar dari mesin rotary ditampung dalam keranjang
plastik, lalu dibawa ke meja pengisian untuk diisikan kedalam kaleng. Diatas meja pengisian
terdapat pipa air yang digunakan untuk melakukan pencucian ulang sebelum ikan diisikan
kedalam kaleng. Posisi ikan didalam kaleng diatur, misalnya untuk membuat produk kaleng kecil
setelah penghitungan rendemen ditentukan bahwa jumlah ikan yang diisikan kedalam kaleng
adalah 4 ekor ikan. Ikan-ikan tersebut diisikan dalam kaleng dengan posisi 2 buah pangkal ekor
menghadap kebawah dan 2 ekor lagi menghadap keatas. Kaleng yang sudah diisi ikan diletakkan
diatas conveyor yang terus berjalan disamping meja pengisian untuk masuk tahapan berikutnya.
Pemasakan Awal (Pree Cooking). Dengan bantuan conveyor kaleng yang sudah terisi
ikan masuk kedalam exhaust box yang panjangnya +12 m, di dalam exhaust box ikan dimasak
dengan menggunakan uap panas yang dihasilkan oleh boiler. Suhu yang digunakan + 800C,
proses pree cooking ini berlangsung selama + 10 menit. Setelah proses pemasakan selesai produk
keluar dari exhaust box dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yaitu penirisan (decanting).
Penghampaan (Exhausting). Penghampaan dilakukan dengan menambahkan medium
pengalengan berupa saos cabai atau saos tomat dan minyak sayur (vegetable oil). Suhu saos dan
minyak sayur yang digunakan adalah +80 0C. Pengisian saos dilakukan secara mekanis dengan
menggunakan filler. Pada prinsipnya proses penghampaan ini dapat dilakukan melalui 2 macam
cara, biasanya pabrik berskala kecil exhausting dilakukan dengan cara melakukan pemanasan
pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan kedalam kaleng dalam
keadaan panas dan wadah ditutup, juga dalam keadaan masih panas. Cara kerjanya adalah
menarik oksigen dan gas-gas lain dari dalam kaleng dan kemudian segera dilakukan penutupan
wadah.

Penutupan Wadah Kaleng (Seaming). Penutupan wadah kaleng dilakukan dengan


menggunakan double seamer machine. Seorang karyawan bertugas mengoprasikan double
seamer machine dan mengisi tutup kaleng kedalam mesin. Kecepatan yang digunakan bervariasi.
Double seamer untuk kemasan kaleng kotak dioprasikan dengan kecepatan penutupan 84 kaleng
permenit (kecepatan maximum 200 kaleng permenit), double seamer untuk kaleng kecil
dioperasikan dengan kecepatan penutupan 375 kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng
permenit) sedangkan untuk double seamer kaleng besar dioperasikan dengan kecepatan 200
kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit). Tutup kaleng yang dipakai adalah
tutup kaleng yang sudah terlebih dahulu diberi kode tanggal kedaluwarsa diruang jet print.

Sterilisasi (Processing). Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan retort. Dalam satu


kali proses sterilisasi dapat mensterilkan 4 keranjang besi produk ikan kalengan atau setara
dengan +6.800 kaleng kecil atau 3.400 kaleng besar. Suhu yang digunakan antara 115 117 0C
dengan tekanan 0,8 atm, selama 85 menit jika yang disterilisasi adalah kaleng kecil dan 105
menit untuk kaleng besar. Sterilisasi dilakukan dengan memasukkan keranjang besi kedalam
menggunakan bantuan rel. Sterilisasi dilakukan tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan
mikroba pembusuk dan pathogen, tetapi berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak,
yaitu dilihat dari penampilan, tekstur dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan.

Pendinginan dan Pengepakan. Ikan kalengan yang sudah disterilisasi dikeluarkan dari
dalam retort, kemudian diangkat dengan katrol untuk didinginkan dalam bak pendinginan
bervolume 16.5 m3 yang diisi dengan air yang mengalir. Pendinginan dilakukan selama 15
menit. Produk setelah didinginkan diistirahatkan terlebih dahulu ditempat pengistirahatan(Rested
area) untuk menunggu giliran pengepakan (packing). Packing diawali dengan aktivitas
pengelapan untuk membersihkan sisa air proses pendinginan, setelah itu produk dimasukkan
kedalam karton. Produk yang kemasannya sudah diberi label (label cat) bisa langsung di
packing, sementara produk yang kemasannya kosong terlebih dahulu diberi label kertas sesuai
dengan keinginan produsen.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di
dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air
suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas
biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang menggunakan
teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat
kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahahn laju
pertumbuham mikroorganisme pada makananm
jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 5 :
1. pendinginan

2.
3.
4.
5.
6.

pengeringan
pengalengan
pengemasan
penggunaan bahan kimia

Teknik Pengolahan dan Pengawetan bahan nabati dan


hewani

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengawetan makanan/minuman dapat dilakukan dengan berbagai macam cara :
pendinginan/pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman, pemanasan (pasteurisasi,
sterilisasi) dan penambahan bahan pengawet kimia. Semua cara tersebut mempunyai tujuan yang
sama, yaitu untuk menhancurkan atau mengahmbat pertumbuhan mikroba pembusuk. Dalam hal
makanan kaleng atau minuman dalam karton, maka cara pengawetan yang dilakukan adalah
dengan proses pemanasan (sterilisasi).
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat
dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan
karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik.

Proses pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan
tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan paling
tahan terhadap pemanasan.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan nabati dan hewani yang ideal bagi
masyarakat?
2. Bagaimana cara penyajian produk bahan hewani dan nabati?
3. Bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan hewani dan nabati?
Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan pengawetan bahan nabati
dan
hewani yang ideal pada masyarakat
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penyajian produk bahan hewani dan nabati
3. Untuk mengetahui bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan hewani dan nabati

BAB II
PEMBAHASAN
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin
tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai
akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria
yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi,
secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan
budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi
dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan
parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang
dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan
dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.
A.Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan
1.Pendinginan

Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2
sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan
adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C.
Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan
biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada
macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk
beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan
adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga
jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali
(thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan
pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifatsifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
2.Pengeringan
pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari
suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi
panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme
tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet
dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan
transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak
bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the,
dan biji-bijian. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat
berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap
air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran
udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
3.Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk
pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi
pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic
mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis teknologi
baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril.

Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen
peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori yang disebut
Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang lubang . Plastik ini sangat penting
penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu.
Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam proses
pembuatan ketupat dan sejenisnya.
4.Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan
sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat
tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah
sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses
pengalengan selesai.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak
secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu
wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen
(penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan
dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan
cita rasa.
5.Penggunaan bahan kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan
dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna.
Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package
desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan
sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam
pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur
sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin telah
ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca
panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott
dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan pembusukan buah leci
dapat dikurangi bila buah buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%,
520C ) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan
ketebalan 0,001 mm.

6.Pemanasan
penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh
pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging,
sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya,
komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa
banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan
semakin banyak mikroba yang mati.
Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang
mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan
dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian
besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup
terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain
misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu:
pasteurisasi, pemanasan pada 1000C dan pemanasan di atas 1000 C.
7.Teknik fermentasi
.
fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga
berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada
bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan
menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup
sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat
delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk
menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun,
selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat
juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang
berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh
manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet
identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril
reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian,
rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.
8.Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan.
Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi

radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah
teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.
digunakan (Sofyan, 1984; Winarnoradiasi pengion adalah radiasi partikel Contoh
radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyak,Jenis iradiasi pangan yang dapat
digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang
menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan
eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh dan
gelombang elektromagnetik et al.,1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah :
sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan
berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion
ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam
bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap jenis
pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi
yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai.
Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima
konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum
menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang membahayakan bagi konsumen
bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi
senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.

B.PROSES PENGALENGAN BAHAN PANGAN NABATI


Pada dasarnya, proses pengalengan bahan pangan nabati meliputi tahapan-tahapan
sebagai berikut; sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan, blanching, pengisian, exhausting,
penutupan, processing (sterilisasi), pendinginan dan penyimpanan.
a Proses sortasi dan pencucian
Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikaleng-kan yang
bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang. Buah yang kelewat
matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buah-nya akan semakin lunak, sehingga
menyebabkan tekstur yang hancur setelah pemanasan dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi,
bahan kemudian dicuci atau dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Hal ini dilakukan
untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan sehingga diharapkan akan menurunkan
populasi mikroba, menghilangkan sisa-sisa insektisida, mengurangi atau menghilangkan bahanbahan sejenis malam yang melapisi kulit buah-buahan.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan


Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/ dikonsumsi,
yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak berguna, seperti
kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan. Bagian daging buah yang akan dimakan
kemudian dilakukan proses pemotongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran
kaleng. Pemotongan atau pengecilan ukuran dilakukan dengan untuk mempermudah pengisian
bahan ke dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang akan dimasukan. Selain itu,
pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi panas. Jika pemotongan
dilakukan dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan diskolorisasi, yaitu timbulnya warna
yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan warna.
b. Proses blansir
Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba
patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam
air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir
bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan.
Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk
makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Proses blansir ini berguna untuk ;
membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal
meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan
membuang udara yang masih ada di dalam jaringan
menginaktivasi enzim
menghilangkan rasa mentah
mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing, dan lain-lain)
mempermudah pengupasan
memberikan warna yang dikehendaki
mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.
Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak
dikehendaki pada bahan pangan, seperti pencokelatan enzimatis, perubahan flavor, dan
terjadinya pembusukan. Blansir akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis,
serta menurunkan jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses blanching buah dan sayuran,
terdapat dua jenis enzim yang tahan panas yaitu enzim katalase dan peroksidase, kedua enzim ini
memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim
lain. Apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran
yang telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan
baik. Lamanya proses blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran bahan, suhu, serta
medium blansir.

a.
b.
c.
d.

a.

b.

c.

Pencegahan kontaminasi mikroba juga dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan


pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam
lemari pendingin. Proses pemasakan juga dapat membunuh mikroba yang bersifat patogen.
Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan buah dalam air
mendidih selama 510 menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah
yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut :
Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang telah ditetapkan
Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin
Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan; dan
Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diijinkan.
Proses pengisian
Pembuatan medium
Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium larutan
gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau. Medium yang dipergunakan untuk
untuk sop sayur adalah kuah sop yang telah dimasak dengan rempah-rempah.
Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk yang
akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan
mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng
Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam kaleng. Penyusunan
buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu
disisakan suatu ruangan yang disebut dengan head space.
Proses pengisian medium
Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya dengan
pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan hanya
diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada
saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.
Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan
proses exhausting. Tujuanexhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gasgas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng. Exhausting penting
dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga
(i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng
yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat pengembangan
produk, dan

(ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi


oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu.
Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena
blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain dengan cara:
(i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam kondisi
panas,
(ii) memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau
(iii) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 90 oC dan proses berlangsung selama 8-10 menit. Suhu
produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 - 70C. Pada setiap selang waktu tertentu
dilakukan pengecekan suhu produk yang keluar dari exhauster, apakah suhu produk yang
diinginkan tercapai atau tidak.
c. Proses penutupan kaleng
Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-metis pada suhu
yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula
tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan
hal yang sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada
kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan
produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya
kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan. Penutupan kaleng yang dilakukan sedemikian
rupa, diharapkan baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat masuk (menembus) ke
dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.
d. Proses sterilisasi
Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam keranjang
yang dipersiapkan untuk proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan dalam autoclave, untuk
koktail buah dan cincau digunakan suhu 100C dengan tekanan 0,8 bar selama 30 menit
sedangkan untuk sayuran digunakan suhu 115-121C dengan tekanan 1,05 bar selama 45-60
menit.
Sterilisasi merupakan proses untuk mematikan mikroba. Pada perinsipnya ada dua jenis
sterilisasi yaitu sterilisasi total dan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial yang ditetapkan di
industri pangan merupakan proses thermal. Karena digunakan uap air panas atau air digunakan
sebagai media pengantar panas, sterilisasi ini termasuk kedalam sterilisasi basah.sterilisasi
komersial harus disertai dengan kondisi tertentu yang mungkin mikroba masih hidup dan dapat
berkembang didalamnya.

a.
b.
c.
d.
e.

Sterilisasi total adalah sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme


sehingga mikroba tidak lagi dapat berkembangbiak didalam suatu wadah/bahan pangan. Pada
sterilisasi total ini jika dilaksanakan maka tidak akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang
berbahaya terutama pada Clostidium botilinum (Winarno, 1994). Selain bertujuan untuk
mematikan semua mikroba penyebab kerusakan, proses sterilisasi ini juga bertujuan untuk
memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, rasa dan kenampakan yang diinginkan.
Bahan dengan keasaman tinggi (acid food) tidak memerlukan suhu sterilisasi yang terlalu tinggi,
untuk itulah pada pengalengan koktail buah dan cincau suhu sterilisasi yang dipergunakan adalah
100oC dengan tekanan 0,8 bar, pada kondisi asam tersebut, mikroorganisme pembusuk dapat
dimatikan. Berbeda halnya dengan sayuran yang mempunyai pH > 4,5 atau bahan makanan
dengan keasaman rendah (low acid food) yang dimana sterilisasi pada suhu 100C tidak akan
efektif mematikan semua mikroba. Oleh karena itu digunakan suhu 121C dengan tekanan 1,05
bar. Pada suhu dan tekanan tersebut maka semua mikroorganisme patogen dan pembusuk akan
mati. Kondisi proses sterilisasi sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :
kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dan lainlain)
jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng).
Medium pemanas.
Kondisi penyimpanan setelah sterilisasi
e.Proses pendinginan
Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin. Pendinginan
pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat
menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan
bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar,
proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup
uap dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka
tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kalengkaleng yang menggelembung dan rusak. Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses
sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama bakteri termofilik.
Pendinginan dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup keran - keran lainnya.
Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian atas
retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan
tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah karena dapat
menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian pinggirnya disebabkan kaleng
tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut. Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar

secara bertahap dapat meng-kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada
saat retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendinginan
berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus untuk mencegah
terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada kaleng disebabkan tekanan yang
terlalu tinggi. Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah men-capai
38-42C. Aliran air pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan
keranjang diangkat dari retort.
f. Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan, untuk
mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan dan pembersihan
kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah
menempel pada kaleng yang basah.

g. Penyimpanan
Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan efektifitas
sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan pada suhu 40-50oC.
Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang menggembung, maka proses sterilisasi tidak
berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar produk masih dalam
keadaan baik setelah disimpan selama 1 minggu. Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa
dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik karena
berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses pengalengan.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara lain:
Pengkaratan tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena pelepasan hidrogen.
Reaksi kiamia, misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan timah oleh nitrat dan
sebagainya.
Penggelembungan karena adanya CO2.
Operasi autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.
Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih akan membawa akibat berlebihnya tekanan
selama pemanasan.
Pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang kurang
sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah sebagai hasil lipatan
kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang.
Fluktuasi tekanan atmosfer.

Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan
tumbuhnyaClostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan bakteri termofilik (tahan
panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen).
C.Proses Pengawetan Bahan Pangan Hewani (ikan Sardens)
Olahan ikan yang satu ini memang kerap kali dijadikan solusi bagi sebagian orang yang
malas memasak ikan segar. Selain, rasanya yang enak dan gurih kemudahan pengolahan yang
ditawarkan membuat sarden semakin akrab saja di kalangan masyarakat. Pengalengan ikan
adalah salah satu teknik pengolahan dengan cara memanaskan ikan dalam wadah kaleng yang
ditutup rapat untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, dan mengubah ikan
dalam bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan tetapi memiliki kandungan nilai gizi
yang sedikit menurun karena proses denaturasi protein akibat proses pemanasan bila
dibandingkan dengan ikan segar, namun lebih tinggi bila dibandingkan sumber protein nabati
seperti tahu dan tempe.
Metode pengawetan dengan cara pengalengan ditemukan oleh Nicholas Appert, seorang
ilmuwan Prancis. Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan bahan
makanan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis
dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air,
kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Di dalam pengalengan makanan, bahan
pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas, atau
alumunium.

Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan prinsip
mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme pembusuk,
mengurangi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak disukai
oleh mikroorganisme dengan cara pemanasan dan radiasi. Pemusnahan mikroorganisme dengan
pemanasan pada pengalengan ikan pada prinsipnya menyebabkan denaturasi protein, serta
menonaktifkan enzim yang membantu proses metabolisme. Penerpan panas dapat bermacammacam tergantung dari jenis mikroorganismenya, fase mikroorganisme, dan kondisi lingkungan
spora bakteri. Semakin rendah suhu yang diberikan semakin banyak waktu yang diperlukan
untuk pemanasan. Pada pengalengan, yang perlu diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti
Closteridium botullinum yang tahan terhadap suhu tinggi.

D.TAHAPAN PENGALENGAN IKAN


Pengadaaan Bahan Baku Ikan Segar. Ikan yang akan dijadikan sarden bisanya didapat
dari nelayan ikan, ikan-ikan dijual langsung oleh pemilik perahu atau dikumpulkan terlebih
dahulu oleh pengepul. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku umumnya tergolong ikan pelagis
ukuran kecil yang hidup bergerombol seperti ikan Lemuru, ikan Sardin, ikan Tamban, ikan Balo,
dan ikan Layang.

Pengguntingan (cutting). Bahan baku ikan segar yang sudah dibeli pabrik akan
langsung diproses. Tahapan pertama disebut dengan pengguntingan (cutting) alat yang digunakan
adalah gunting besi. Ikan digunting pada bagian pre dorsal (dekat dengan kepala) kebawah
kemudian sedikit ditarik untuk mengeluarkan isi perut. Ikan balo diberikan sedikit perlakuan
khusus yaitu sebelum digunting sisik-sisik yang terdapat diseluruh badannya dihilangkan terlebih
dahulu dengan menggunakan pisau. Dalam tahapan pengguntingan juga dilakukan sortasi. Bahan
baku ikan disortasi dari campuran ikan yang lain dan dari sampah serta serpihan karang yang
ikut terbawa saat proses penangkapan ikan. Ikan yang sudah digunting ditempatkan dalam
keranjang plastik kecil. Setelah keranjang penuh, ikan dimasukkan dalam mesin rotary untuk
dilakukan proses pencucian.
Pengisian (Filling). Ikan yang keluar dari mesin rotary ditampung dalam keranjang
plastik, lalu dibawa ke meja pengisian untuk diisikan kedalam kaleng. Diatas meja pengisian
terdapat pipa air yang digunakan untuk melakukan pencucian ulang sebelum ikan diisikan
kedalam kaleng. Posisi ikan didalam kaleng diatur, misalnya untuk membuat produk kaleng kecil
setelah penghitungan rendemen ditentukan bahwa jumlah ikan yang diisikan kedalam kaleng
adalah 4 ekor ikan. Ikan-ikan tersebut diisikan dalam kaleng dengan posisi 2 buah pangkal ekor
menghadap kebawah dan 2 ekor lagi menghadap keatas. Kaleng yang sudah diisi ikan diletakkan
diatas conveyor yang terus berjalan disamping meja pengisian untuk masuk tahapan berikutnya.
Pemasakan Awal (Pree Cooking). Dengan bantuan conveyor kaleng yang sudah terisi
ikan masuk kedalam exhaust box yang panjangnya +12 m, di dalam exhaust box ikan dimasak
dengan menggunakan uap panas yang dihasilkan oleh boiler. Suhu yang digunakan + 800C,

proses pree cooking ini berlangsung selama + 10 menit. Setelah proses pemasakan selesai produk
keluar dari exhaust box dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yaitu penirisan (decanting).
Penghampaan (Exhausting). Penghampaan dilakukan dengan menambahkan medium
pengalengan berupa saos cabai atau saos tomat dan minyak sayur (vegetable oil). Suhu saos dan
minyak sayur yang digunakan adalah +80 0C. Pengisian saos dilakukan secara mekanis dengan
menggunakan filler. Pada prinsipnya proses penghampaan ini dapat dilakukan melalui 2 macam
cara, biasanya pabrik berskala kecil exhausting dilakukan dengan cara melakukan pemanasan
pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan kedalam kaleng dalam
keadaan panas dan wadah ditutup, juga dalam keadaan masih panas. Cara kerjanya adalah
menarik oksigen dan gas-gas lain dari dalam kaleng dan kemudian segera dilakukan penutupan
wadah.

Penutupan Wadah Kaleng (Seaming). Penutupan wadah kaleng dilakukan dengan


menggunakan double seamer machine. Seorang karyawan bertugas mengoprasikan double
seamer machine dan mengisi tutup kaleng kedalam mesin. Kecepatan yang digunakan bervariasi.
Double seamer untuk kemasan kaleng kotak dioprasikan dengan kecepatan penutupan 84 kaleng
permenit (kecepatan maximum 200 kaleng permenit), double seamer untuk kaleng kecil
dioperasikan dengan kecepatan penutupan 375 kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng
permenit) sedangkan untuk double seamer kaleng besar dioperasikan dengan kecepatan 200
kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit). Tutup kaleng yang dipakai adalah
tutup kaleng yang sudah terlebih dahulu diberi kode tanggal kedaluwarsa diruang jet print.
Sterilisasi (Processing). Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan retort. Dalam satu
kali proses sterilisasi dapat mensterilkan 4 keranjang besi produk ikan kalengan atau setara
dengan +6.800 kaleng kecil atau 3.400 kaleng besar. Suhu yang digunakan antara 115 117 0C
dengan tekanan 0,8 atm, selama 85 menit jika yang disterilisasi adalah kaleng kecil dan 105
menit untuk kaleng besar. Sterilisasi dilakukan dengan memasukkan keranjang besi kedalam
menggunakan bantuan rel. Sterilisasi dilakukan tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan
mikroba pembusuk dan pathogen, tetapi berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak,
yaitu dilihat dari penampilan, tekstur dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan.

Pendinginan dan Pengepakan. Ikan kalengan yang sudah disterilisasi dikeluarkan dari
dalam retort, kemudian diangkat dengan katrol untuk didinginkan dalam bak pendinginan

bervolume 16.5 m3 yang diisi dengan air yang mengalir. Pendinginan dilakukan selama 15
menit. Produk setelah didinginkan diistirahatkan terlebih dahulu ditempat pengistirahatan(Rested
area) untuk menunggu giliran pengepakan (packing). Packing diawali dengan aktivitas
pengelapan untuk membersihkan sisa air proses pendinginan, setelah itu produk dimasukkan
kedalam karton. Produk yang kemasannya sudah diberi label (label cat) bisa langsung di
packing, sementara produk yang kemasannya kosong terlebih dahulu diberi label kertas sesuai
dengan keinginan produsen.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di
dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air
suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas
biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang menggunakan
teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat
kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahahn laju
pertumbuham mikroorganisme pada makananm
jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 5 :
pendinginan
pengeringan
pengalengan
pengemasan
penggunaan bahan kimia
vvvv

Anda mungkin juga menyukai