FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Oleh:
Andika Aji Saputra
Muh. Ramdani
Aiman Syazwan Bin Zulkifli
Aldha Bin Norzaini
Nur Suhailah Bt Othman
Annisa Riska Yanti
Virna Septiana
SUPERVISOR:
Dr. dr. Irawaty Djaharuddin, Sp.P(K)
BAGIAN PULMONOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: MT
LAPORAN KASUS
PERIODE APRIL-JUNI 2016
No Rekam medik
: 775142
Tanggal lahir
: 30 Desember 1951
Umur
: 64 tahun
Jenis kelamin
: Laki laki
Alamat
: Barru
Agama
: Islam
: Tukang kayu
Tanggal MRS
: 12 Oktober 2016
B. SUBJEKTIF
Keluhan utama :
Sesak nafas
Anamensis terpimpin :
Seorang pasien laki laki berumur 64 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas
yang sudah dialami sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan sesak memburuk sejak 2 minggu
yang lalu. Pasien merasa lebih sesak saat berbaring terlentang sehingga membutuhkan lebih
bantal untuk lebih nyaman. Gejala sesak tidak dipengaruhi aktivitas. Batuk ada kurang lebih
satu bulan terakhir. Batuk berlendir, bewarna putih dan kental, darah tidak ada. Nyeri dada
sebelah kanan dan dan sekitar tempat yang dipunksi ada. Demam tidak ada, Riwayat demam
ada hilang timbul sejak 1 bulan terakhir. Riwayat penurunan berat badan ada, nafsu makan
menurun ada, keringat malam ada, sakit kepala tidak ada, mual muntah tidak ada. BAB dan
BAK biasa, lancar.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Pasien sudah pernah didiagnosa dengan Tb paru pada tahun 2014, berobat OAT teratur
Riwayat lain :
Riwayat keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama.
OBJEKTIF
Pemeriksaan fisis :
C. ASSSESSMENT
D. THERAPY
Laboratorium
Radiologi
Darah rutin
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
Fungsi hati (SGPT, SGOT, albumin)
Gula darah sewaktu (GDS)
Elektrolit
Sputum BTA 3 x (apusan dan pewarnaan gram)
Pemeriksaan sitologi cairan pleura
Kultur Mycobaterium tuberculosis
Sensitivitas OAT
Gene expert
Foto thoraks PA
Usg Guide punksi pleura
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS PARU
I.
PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya).1,2 Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru
disebut juga tuberkulosis paru. Bila menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit,
otak, tulang, usus, ginjal) disebut tuberkulosis ekstra paru.3
II. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan
sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. 4 WHO menyatakan
Tuberkulosis paru menyerang sepertiga dari 1,9 miliar penduduk dunia dewasa ini. 3
Setiap tahun terdapat 8 juta kasus baru penderita tuberkulosis paru, dan angka kematian
tuberkulosis paru 3 juta orang setiap tahunnya.3
paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe
regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 1,5
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan
pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak
masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam
masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah
yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 1,5
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks
primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh
terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif
terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah
kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada
sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun
seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB
dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru
yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. 1,5
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna
fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama
bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 1,5
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau
paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena
reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus
akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami
inflamasi dan nekrosis perkejuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus,
sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa keju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolapskonsolidasi. 1,5
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik. 1,5
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman
TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan
gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh.
Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya
otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di
berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman
sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. 1,5
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya
oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi.
Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian,
bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan
menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. 1,5
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB
diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta
frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak
adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
1,5
Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.2
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
TB ekstra-paru
dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:2
Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
VI.
GEJALA KLINIS
Adapun keluhan yang sering didapat pada pasien tuberkulosis paru yaitu batuk
terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan yang mungkin
menyertai adalah :
Batuk/batuk darah. Batuk dapat terjadi karena iritasi bronkus. Batuk darah oleh
pleuritis. 1
Malaise. Gejala malaise yang sering ditemukan berupa anoreksia. Badan makin
kurus,sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
VII.PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan fisis yang pertama kali ditemukan terhadap keadaan umum pasien
yang ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, badan kurus dan
berat badan menurun.1
Tempat kelainan lesi yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila
dicurigai infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi
suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara ronki kasar, basah dan nyaring tetapi
bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah.
Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau
timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.1
Pada tuberkulosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi
dan retraksi otot-otot interkostal1. Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk
efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi
memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.1
Pemeriksaan Radiologi
Radiografi merupakan alat yang penting untuk diagnosa dan evaluasi
tuberkulosis. Pada saat ini pemeriksaan radiologi dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis.1,10
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya diapeks paru (segment apikal lobus atas atau
segment apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior)
atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya tumor paru pada endobronkial).1
Kasus baru
penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian) 2
Kasus Gagal
penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau penderita dengan hasil BTA
negative, gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2
pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan2.
Kasus kronik
penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulangkategori 2 dengan pengawasan yang baik2.
IX. PENGOBATAN
Obat yang digunakan untuk tuberkulosis digolongkan atas 2 kelompok yaitu
kelompok obat lini pertama dan obat lini kedua. Kelompok obat lini pertama yaitu
isoniazid, rimfapisin, etambutol, pirazinamid dan streptomisin, Sedangkan antibiotik lini
kedua yang digunakan yaitu antibiotik dengan golongan florokuinolon sikloerin,
etionamid, amikasin, kanamisin, kapreomisin, dan paraamino salisilat.7
X. Komplikasi
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :3
a. Hemoptisis berat (Perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnyajalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
c. Bronkiektasis (Pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Efusi Pleura dan Pneumothoraks (Adanya udara di dalam rongga pleura) spontan,
kolap spontan karena kerusakan jaringan.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya.
EFUSI PLEURA
Efusi pleura merupakan suatu keadaan di mana terdapat cairan berlebih dalam rongga
pleura yang disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan pleura. Efusi
pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan melebihi normal di dalam cavum
pleura diantara pleura parietalis dan visceralis yang dapat berupa transudat atau cairan eksudat.
Pada keadaan normal cairan dari kapiler pleura parietal masuk ke rongga pleura kemudian
diserap oleh sistem limfe. Selain itu, cairan juga masuk melalui pleura visceral dari rongga
interstisial dan melalui lubang kecil di diafragma dari rongga peritoneum. Rongga pleura hanya
mengandung cairan sebanyak 10- 20 ml. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi
pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus
atau tumpul pada daerah ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif.
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di. Negara-negara yang sedang
berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis.1
Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, dipsneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi
yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Diagnosis efusi pleura dapat
ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis yang pasti melalui
pungsi percobaan, biopsy dan analisa cairan pleura.2 Penatalaksanaan efusi pleura dapat
dilakukan dengan cara pengobatan kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan
pleurodesis.1
Etiologi dan Patofisiologi
Rongga pleura normal berisi cairan dalam jumlah yang relatif sedikit yakni 0,1 0,2
mL/kgbb pada tiap sisinya.1 Fungsinya adalah untuk memfasilitasi pergerakan kembang kempis
paru selama proses pernafasan. Cairan pleura diproduksi dan dieliminasi dalam jumlah yang
seimbang. Jumlah cairan pleura yang diproduksi normalnya adalah 17 mL/hari dengan kapasitas
absorbsi maksimal drainase sistem limfatik sebesar 0,2-0,3 mL/kgbb/jam. Cairan ini memiliki
konsentrasi protein lebih rendah dibanding pembuluh limfe paru dan perifer.1,3
Cairan dalam rongga pleura dipertahankan oleh keseimbangan tekanan hidrostatik,
tekanan onkotik pada pembuluh darah parietal dan viseral serta kemampuan drainase limfatik.
Efusi pleura merupakan suatu indikator adanya suatu penyakit dasar baik itu pulmoner
maupun non pulmoner, akut maupun kronis. Penyebab efusi pleura tersering adalah gagal
jantung kongestif (penyebab dari sepertiga efusi pleura dan merupakan penyebab efusi pleura
tersering), pneumonia, keganasan serta emboli paru. Berikut ini merupakan mekanismemekanisme terjadinya efusi pleura :
Adanya perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya : inflamasi, keganasan, emboli paru)
Berkurangnya tekanan onkotik intravaskular (misalnya : hipoalbuminemia, sirosis)
Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah atau kerusakan pembuluh darah (misalnya : trauma,
sirkulasi paru (misalnya : gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior)
Berkurangnya tekanan pada rongga pleura sehingga menyebabkan terhambatnya ekspansi paru
Efusi pleura secara umum diklasifikasikan sebagai transudat dan eksudat, bergantung dari
mekanisme terbentuknya serta profil kimia cairan efusi tersebut. Cairan transudat dihasilkan dari
ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik, sementara eksudat dihasilkan oleh
proses inflamasi pleura ataupun akibat berkurangnya kemampuan drainase limfatik. Pada kasuskasus tertentu, cairan pleura dapat memiliki karakteristik kombinasi dari transudat dan eksudat.1,4
Diagnosis:
1. Anamnesis :
Napas terasa pendek hingga sesak napas yang nyata dan progresif. Sesak disebabkan otot
pernapasan tidak efisien oleh karena otot napas teregang oleh pembesaran dinding dada dan otot
diafragma yang rendah. Sesak napas akan segera hilang setelah pengambilan cairan meskipun
penambahan volume paru dan oksigenasinya tidak begitu meningkat. Kemudian dapat timbul
nyeri khas yaitu nyeri pleuritik pada area yang terlibat yang menunjukkan adanya peradangan
pada pleura parietalis. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya jika cairan
terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba. Batuk disebabkan oleh adanya distorsi
paru, misalnya oleh karena adanya collaps paru pada pneumothorax. Batuk yang lebih berat dan
atau disertai sputum atau darah dapat merupakan tanda dari penyakit dasarnya seperti pneumonia
atau lesi endobronkial. Riwayat penyakit pasien juga perlu ditanyakan misalnya apakah pada
pasien terdapat hepatitis kronis, sirosis hepatis, pankreatitis, riwayat pembedahan tulang
belakang, riwayat keganasan, dll. Riwayat pekerjaan seperti paparan yang lama terhadap bahan
kimia atau asap. Selain itu perlu juga ditanyakan obat-obat yang selama ini dikonsumsi pasien.
1. Pemeriksaan Fisik
Tergantung dari luas dan lokasi dari efusi. Temuan pemeriksaan fisik tidak didapati
apabila cairan pleura masih sedikit. Gangguan pergerakan toraks, vocal fremitus melemah, suara
yang berbeda pada perkusi toraks, egofoni, serta suara nafas yang melemah hingga menghilang
biasanya dapat ditemukan. Friction rub pada pleura juga dapat ditemukan. Cairan efusi yang
masif (> 1000 mL) dapat mendorong mediastinum ke sisi kontralateral.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Analisis cairan pleura, yang diambil melalui torakosintesis. Kriteria eksudat berdasarkan Lights
Criteria yaitu:
a) Rasio protein pleura : protein serum > 0.5
b) Rasio LDH pleura : LDH plasma > 0.6
c) Kadar LDH pleura > 2/3 kadar normal tertinggi serum (200IU/L)
3. Pemeriksaan Radiologi
Algoritma evaluasi pasien dengan efusi pleura. Dikutip dari: Light RW. 2002. Pleural effusion. New
england journal medicine, vol 346, no 25.
Penatalaksanaan 1,6
yang dikeluarkan telah memberikan dampakk berupa berkurangnya sesak nafas. Sedangkan
batasan yang direkomendasikan dalam sekali prosedur torakosentesis adalah 1-1,5 L. Batuk
sering terjadi pada proses torasentesis. Hal ini sering terjadi dan tidak merupakan indikasi untuk
menghentikan prosedur kecuali pasien merasa sangat tidak nyaman.
Efusi Pleura et cause Tuberkulosis
Definisi
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal juga
dengan nama pleuritis TB. Peradangan rongga pleura pada umumnya secara klasik berhubungan
dengan infeksi TB paru primer. Berbeda dengan bentuk TB di luar paru, infeksi TB pada organ
tersebut telah terdapat kuman M. TB pada fase basilemia primer. Proses di pleura terjadi akibat
penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui pleura viseral sebagai proses
hipersensitiviti tipe lambat. Mekanisme ini berlaku pada beberapa kasus tetapi data epidemiologi
terbaru pleuritis TB mengarahkan mekanisme patogenik lain pada sebagian besar proporsi kasus.
Pada pasien dewasa yang lebih tua kelainan pada pleura berhubungan dengan reaktivasi TB paru.
Efusi pleura harus dicurigai akibat penyebaran infeksi sebenarnya ke ruang pleura dibandingkan
prinsip reaksi imunologi terhadap Ag M. TB.
Patogenesis
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB suatu keadaan dimana
terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura. Mekanisme terjadinya efusi pleura TB bisa
dengan beberapa cara:
1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi toraks.
Ini merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi 6-12
minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda. Efusi pleura TB
ini diduga akibat pecahnya fokus perkijuan subpleura paru sehingga bahan perkijuan dan
kuman M. TB masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang akan
menghasilkan suatu reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan melepaskan
limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari kapiler pleura terhadap
protein yang akan menghasilkan akumulasi cairan pleura. Cairan efusi umumnya diserap
kembali dengan mudah. Namun terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya,
cairan efusi tersebut dapat menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.
2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut.
keadaan seperti ini bia berlanjut menjadi nanah (empiema). Efusi pleura ini terjadi akibat
proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita mengalami imuniti rendah.
3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam rongga
pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang
Manifestasi Klinis
Kadang-kadang efusi pleura TB asimptomatik jika cairan efusinya masih sedikit dan
sering terdeteksi pada pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk tujuan tertentu.48 Namun
jika cairan efusi dalam jumlah sedang sampai banyak maka akan memberikan gejala dan
kelainan dari pemeriksaan fisik. Efusi pleura TB biasanya memberikan gambaran klinis yang
bervariasi berupa gejala respiratorik, seperti nyeri dada, batuk, sesak nafas. Gejala umum berupa
demam, keringat malam, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, rasa lelah dan lemah
juga bisa dijumpai. Gejala yang paling sering dijumpai adalah batuk (~70%) biasanya tidak
berdahak, nyeri dada (~75%) biasanya nyeri dada pleuritik, demam sekitar 14% yang subfebris,
penurunan berat badan dan malaise. Walaupun TB merupakan suatu penyakit yang kronis akan
tetapi efusi pleura TB sering manifestasi klinisnya sebagai suatu penyakit yang akut. Sepertiga
penderita efusi pleura TB sebagai suatu penyakit akut yang gejalanya kurang dari 1 minggu.
No
Daftar
Subjektif Objektif
Planning therapy
Masalah
TB
paru Subjektif :
klinis
suspek
kasus
kambuh
Planning
Mycobacterium
tuberculosis
Sensitivitas OAT
Gen XPert
Therapy
Nacl 0.9 % 16 tpm
O2 3 liter / menit
oral
20
Efusi
Pleura
Subjektif :
Planning
dextra
yang khusus
Therapy
Objektif :
Foto
thorax:
Analisis
baik
pleura
Palpasi:
Vocal
fremitus
menurun
pada
hemitoraks dextra
Perkusi:
Paru
kiri
sonor
DAFTAR PUSTAKA
sitologi
cairan
2007.
Pedoman
Nasional
Jurnal
Tuberkulosis
Indonesia.
2012.
(Cited
Available
2002.
Pedoman
Nasional