I. PENDAHULUAN (1,2)
Pneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai
spesies bakteri, mikoplasma, klamidia, riketsia, virus, fungi, dan parasit. Jadi, pneumonia
bukan penyakit yang tunggal melainkan sekelompok infeksi spesifik yang masing-masing
dengan epidemiologi, patogenesis, gambaran klinis dan perjalanan klinis yang berlainan.
(1)
terganggu atau disfungsi makrofag mukosiliaris atau alveolar akan meningkatkan resiko
pneumonia.(1)
III. EPIDEMIOLOGI (2)
Di Amerika, pneumonia aspirasi yang terjadi pada komunitas (PAK) adalah
sebanyak 1200 per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan pneumonia aspirasi
nosokomial (PAN) sebesar 800 pasien per 100.000 pasien rawat inap per tahun.
Pneumonia aspirasi lebih sering dijumpai pada pria daripada perempuan, terutama usia
anak atau usia lanjut. (2)
IV. ETIOLOGI (2)
Pneumonia aspirasi dapat disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia
akibat aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau
lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik simpel oleh benda padat. (2)
Infeksi terjadi secara endogen oleh kuman orofaring yang biasanya polimikrobal
namun jenisnya tergantung kepada lokasi, tempat terjadinya, yaitu dikomunitas atau di
RS. Pada PAK, kuman pathogen terutama berupa kuman anaerob obligat (41-46%) yang
terdapat disekitar gigi dan dikeluarkan melalui ludah, misalnya Peptococcus yang juga
dapat disertai Klebsiella peumonia dan Stafilokokkus, atau Fusobacterium nucleatum,
Bacteriodes melaninogenicus, dan Peptostreptococcus. Pada PAN pasien di RS
kumannya berasal dari kolonisasi kuman anaerob fakultatif, batang Gram negatif,
Pseudomonas, Proteus, Serratia dan S. aureus di samping bisa juga disertai oleh kuman
anaerob obligat di atas. Pada pasien yang berasal dari rumah perawatan (nursing home)
dapat terinfeksi patogen seperti halnya pada infeksi nosokomial. Maniefestasi pneumonia
aspirasi dapat berupa bronkopneumonia, pneumonia lobar, pneumonia nekrotikans, atau
abses paru dan dapat diikuti terjadinya empiema. (2)
Faktor predisposisi terjadinya aspirasi berulangkali adalah : (2)
Kerusakan sfingter esofagus oleh selang nasogatrik. Juga berperan jumlah bahan
aspirasi, hygiene gigi yang tidak baik, dan gangguan mekanisme klirens saluran
nafas.
V. ANATOMI (4,5,6,7,8)
Sturktur systema respiratorium dimulai pada cavitas nasi dan berakhir pada
pulmo, terbentang dari kepala, melalui colli dan sampai didalam cavum thoracis. Cavitas
nasi selain merupakan saluran udara respirasi, berfungsi juga untuk menyaring udara dan
partikel-partikel debu dan membuat temperatur udara inspirasi menjadi sesuai dengan
suhu tubuh. Pada dinding cavum nasi terdapat reseptor N. olfactorius untuk mengenal bau
dan menerima stimulus sistema limbicum. Larings yang berada di dalam colli
mempunyai fungsi tambahan, yaitu menghasilakn bunyi (plica vocalis). Dinding toraks
mempunyai peranan yang menentukan dalam mengembangkan dan mengempeskan
pulmo. Dinding toraks yang terangkat, menyebabkan cavum thoracis menjadi luas,
memberi kesempatan pulmo mengembang, dan terjadilah inspirasi. Ekspirasi terjadi
secara pasif sebagai akibat dari elastisitas dinding thoraks dan jaringan pulmo sendiri.
Fungsi lainnya dari dinding toraks dalam melindungi viscera thoracis. (4)
PULMO (4,6)
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak dalam
rongga dada atau toraks. Mediastinum sternal yang berisi jantung dan beberapa pembuluh
darah besar memisahkan paru tersebut. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru)
dan dasar. Pembuluh darah paru dan bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe
memasuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk hilus pulmo. Paru kanan lebih
besar daripada paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fissura interlobaris. Paru kiri
dibagi menjadi dua lobus.
Paru-paru dibentuk oleh parenkim yang berada bersama-sama dengan bronkus
dan percabangan-percabangannya. Bentuk menyerupai konus, dipengaruhi oleh organorgan disekitarnya.
Pulmo Dekstra
Dibagi oleh dua buah incisura interlobaris. Fissura oblik memisahkan lobus
inferior daripada lobus medius dan lobus superior, fissura ini adalah sesuai dengan fissura
oblik pada pulmo sinistra. Fissura minor memisahkan lobus superior dari lobus medius,
terletak horisontal, ujung dorsal bertemu dengan fissure oblique, ujung ventral terletak
setinggi pars cartialginis costa IV. Pada facies mediastinalis fissura horisontalis (fissura
minor) melampaui bagian dorsal hilus pulmonis. Lobus medius adalah lobus yang
terkecil dari lobus lainnya, dan berada di bagian ventro-caudal, bentuk pulmo dekstra
bentuknya lebih kecil tetapi lebih berat dan total kapasitasnya lebih besar.
Pulmo Sinistra
Terdiri atas dua lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior yang dipisahkan
oleh fissura oblique (incisura interlobaris) yang meluas dari facies costalis sampai pada
facies mediastinalis, baik di sebelah cranial atau di sebelah caudal hilus pulmonalis.
Fissura oblik dapat diikuti mulai dari hilus, berjalan ke dorso-cranial, menyilang margo
posterior kira-kira 6 cm dari apeks pulmonis, lalu berjalan ke arah caudo-ventral pada
facies costalis menyilang margo inferior, dan kembali menuju hilus pulmonis. Dengan
demikian lobus superior meliputi apeks pulmonis, margo inferior, sebagian dari facies
costalis dan sebagian besar dari facies mediastinalis. Lobus inferior lebih besar dari lobus
superior, dan meliputi sebagian besar dari facies costalis, hampir seluruh facies
diphragmatica dan sebagian dari facies mediastinalis (bagian dorsal).
Segmen apicoposterior
Segmen anterior
b. bagian inferior
Segmen laterobasalis
Segmen posterolaterali
Serabut-serabut saraf simpatis dan nervus vagus membentuk pleksus pulmonalis anterior
dan pleksus pulmonalis posterior.
Lymphonodus . (4)
Terdiri dari gugusan (pleksus) superficialis dan profundus. Yang superficialis terletak
subpleurar dan profundus mengikuti percabangan vena pulmonalis dan percabangan
broncus. Pembuluh limfe dari gugusan superficialis tidak memiliki hubungan dengan
yang di profundus, kecuali di daerah hilus pulmonalis.
Pembuluh limfe pada pleura terdiri atas dua kelompok, yaitu:
1. yang berada pada pleura visceralis, mengalir menuju gugusan superficialis dari
pulmo;
2. yang berada pada pleura parietalis
Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen
bronkusnya. Paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru kiri dibagi
menjadi 9. Proses patologis seperti pneumonia seringkali hanya terbatas pada satu
lobus dan segmen saja.
PLEURA(6)
Suatu lapisan tipis kontinu yang mengandung kolagen dan jaringan elastis,
dikenal sebagai pleura., melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap
paru (pleura viseralis). Diantara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu lapisan tipis
cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama
pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru, yang akan saling melekat
jika ada air. Hal yang sama juga berlaku pada cairan pleura di antara paru dan toraks.
Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dan pleura viseralis
sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu
ruang potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer,
sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami
peradangan, atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan
paru tertekan atau kolaps.
Pepetostreptococcus yang merupakan spesies yang tersering ditemukan diantara pasienpasien dengan kebersihan gigi yang buruk. Pneumonia anaerobik paling sering mengenai
pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit dan orang dengan alkoholisme kronik dengan
infeksi pada gusi dan predisposisi mengalami aspirasi. Akhir-akhir ini, semua kasus
pneumonia yang didapat di rumah sakit disebabkan oleh campuran mikroorganisme
anaerobik dan aerobik (misal, basal gram-negatif, S. aureus). (6)
2. Aspirasi Asam
Sindrom aspirasi tipe kedua yang disebut sindrom Mendelson berkaitan dengan
regugitasi dan aspirasi isi asam lambung. Bertolak belakang dengan pneumonia
abaerobik yang berawitan lambat, pneumonitis berkembang dalam waktu beberapa jam
dan sangat parah. Inhalasi masif isi gaster dapat menyebabkan kematian mendadak akibat
obstruksi, sedangkan aspirasi sedikit isi gaster dapat menyebabkan edema yang meluas,
takipnea, dispnea, takikardia, demam, leukositosis, dan gagal napas. Luas dan beratnya
kondisi pasien sering tergantung kepada volume dan keasaman cairan lambung. Jumlah
asam lambung yang banyak dapat menimbulkan gangguan pernapasan akut dalam waktu
1 jam setelah obstruksi sebagai akibat dari aspirat atau cairan yang masuk ke saluran
napas. Namun biasanya aspirasi sedikit hingga hanya menimbulkan sakir ringan.
Penumonia bakterial yang berkembang sebagian oleh bahan kimia akibat reaksi
cairan gaster dan sebagian lagi akibat superinfeksi bakterial yang timbul setelah beberapa
hari dari organisme yang mungkin hidup di mulut atau di lambung.(2,6)
3. Aspirasi Non Asam
Jenis ketiga sindrom aspirasi berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanyan
makanan) atau cairan bukan asam (misalnya, karena hampir tenggelam atau saat
pemberian makanan) yang menyebabkan obstruksi mekanik. Bila cairan teraspirasi,
trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Bila yang diaspirasi adalah
bahan padat, maka gejala yang terlihat akan bergantung pada ukuran bahan tersebut dan
lokasinya dalam saluran pernapasan. Jika bahan itu tersangkut dalam bagian trakea, akan
menyebabkan obstruksi total, apnea, aphonia, dan dapat terjadi kematian cepat. Bila
bahan tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan bantuan jari atau dengan manuver
Heimlich, maka harus segera dilakukan trakeotomi (krikotirotomi). Jika bahan (misalnya,
kacang) tersangkut pada bagian saluran pernapasan yang kecil, tanda dan gejala yang
timbul dapat berupa batuk kronik dan infeksi berulang. Pengobatan dengan cara
mengeluarkan bahan yang tersangkut, biasanya dengan bronkoskopi. (6)
10
VII. DIAGNOSIS
GAMBARAN KLINIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang menyokong adanya
kemungkinan aspirasi yaitu pada pasien yang beresiko untuk mengalami pneumonia
aspirasi. Gejala Klinisnya yaitu pasien yang mendadak batuk dan dan sesak sesudah
makan atau minum. Awitan pada infeksi anaerob bisa memberikan gambaran akut seperti
pneumonia pneumokokkus berupa sesak napas pada saat istirahat, sianosis. Umumnya
pasien datang 1-2 minggu sesudah aspirasi, dengan keluhan demam menggigil, nyeri
pleuritik, batuk , dan dahak purulen berbau (pada 50% kasus). Kemudian bisa ditemukan
nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat badan. (2)
Pada pneumonia aspirasi akibat infeksi, awitan gejala biasanya terjadi secara
perlahan-lahan selama 1 hingga 2 minggu, dengan demam, penurunan berat badan,
anemia, leukositosis, dispnea, dan batuk disertai produksi sputum berbau busuk. (6)
Pada pneumonia aspirasi akibat aspirasi asam, yang terjadi dengan segera adalah
sesak nafas dan peningkatan denyut jantung. Gejala lainnya berupa demam, dahak
kemerahan dan kulit yang kebiruan karena darah yang kurang teroksigenisasi (sianosis).
(11)
Pada pneumonia aspirasi akibat aspirasi non asam, penyumbatan mekanik saluran
pernafasan bisa disebabkan oleh terhirupnya partikel atau benda asing. Anak kecil
beresiko tinggi karena sering memasukkan benda ke dalam mulutnya dan menelan
mainan kecil atau bagian-bagian dari mainan. Obstruksi juga dapat terjadi pada orang
dewasa, terutama jika daging terhirup pada saat makan. Jika benda menyumbat trakea,
pasien tidak dapat bernafas atau bicara. Jika benda tersebut tidak dikeluarkan dengan
segera penderita akan segera meninggal. Dilakukan Manuver Heimlich, untuk
mengeluarkan benda asing dan tindakan ini biasanya dapat menyelamatkan nyawa
penderita. Jika benda asing tertahan di bagian yang lebih bawah dari saluran pernafasan,
bisa terjadi batuk iritatif menahun dan infeksi yang berulang. enda asing biasanya
dikeluarkan dengan bronkoskopi (alat dimasukkan melalui saluran pernafasan dan benda
asing dikeluarkan).(11)
11
GAMBARAN RADIOLOGI
KONVESIONAL
Pemeriksaan radiologi pilihan untuk pneumonia aspirasi adalah foto toraks.
(12)
Gambaran radiologi pneumonia aspirasi bervariasi tergantung pada beratnya penyakit dan
lokasinya. Lobus bawah dan lobus tengah kanan paling sering terkena, Tetapi lobus
bawah kiri juga sering. Ditemukan area-area ireguler yang tidak berbatas tegas yang
mengalami peningkatan densitas. Pada tahap awal area densitas tinggi tersebut hanya
lokal, akan tetapi pada tahap lanjut akan berkelompok/ menyatu (infiltrat). Pada beberapa
kasus pneumonia aspirasi bersifat akut dan akan bersih dengan cepat ketika penyebab
yang menimbulkan aspirasi telah teratasi. Pada beberapa kasus, pneumonia disebabkan
oleh penyakit kronik dan aspirasi berulang akan mengakibatkan pneumonitis basis paru
kronik yang menampilkan bercak berawan (perselubungan inhomogen)
atau bercak
linear pada basis paru. Aspirasi asam lambung akan menimbulkan pneumonitis kimia
yang menimbulkan udem paru pada area yang terkena gambarannya seperti udem paru
lobus bawah yang disebabkan oleh penyakit lainnya.. Oleh karena itu gambaran
radiologinya bervariasi dan sulit dibedakan dengan gambaran pneumonia lainnya. Oleh
karena itu riwayat penyakit atau anamnesis harus digabungkan untuk memastikan
diagnosis pneumonia aspirasi. (13,14)
12
Gambar 7. Pneumonia aspirasi kronik. Pneumonia pada area parahilar dan pada basis
paru kanan tampak lebih nyata daripada gambar sebelumnya. Pasien ini mengalami
obstruksi esophagus parsial dan mengalami aspirasi berulang selama beberapa bulan.
(Dikutip dari kepustakaan 14)
13
14
Gambar 10. Foto toraks seorang pasien dengan pneumonia aspirasi besar dari paru kanan
(Dikutip dari kepustakaan 16)
15
Gambar 11. Pneumonia Aspirasi. Foto toraks seorang pasien, pria, 29 tahun dengan
riwayat cerebral palsy dan kelainan kejang dibawa ke gawat darurat karenakesadaran
menurun selama 3 hari. Pada foto toraks terdapat suatu endotracheal tube di atas carina,
kekeruhan bilateral, dan berbatas tegas. Konsolidasi lobus kanan atas.
(Dikutip dari kepustakaan 17)
Gambar 12. Aspirasi pneumonia. gambar dari lobus kanan atas parenkim paru-paru
menunjukkan konsolidasi. Informasi klinis dan pencitraan data yang
menunjukkan aspirasi pneumonia
(Dikutip dari kepustakaan 17)
16
Gmbar 13. Aspirasi pneumonia. Seorang pria berusia 84 tahun dengan kondisi umum
baik, demam dan batuk. Foto toraks PA tampak radioopak pada lobus bawah
kiri.
(Dikutip dari kepustakaan 17)
Gambar 14. Aspirasi pneumonia. Pasien 84 tahun. Foto Thoraks lateral. Lokasi kelainan
di lobus bawah kiri.
(Dikutip dari kepustakaan 17)
17
CT SCAN
Pemeriksaan CT scan lebih unggul dibanding dengan foto konvensional dalam
menentukan sifat, luas, dan komplikasi aspirasi. Multidetektor CT (MDCT) telah terbukti
efektif dalam mengevaluasi adanya benda asing atau cairan. Pada pasien yang diduga
aspirasi benda asing, dalam hubungannya dengan MDCT, dapat menggambarkan lokasi
yang sesungguhnya. CT scan juga dapat menentukan kelainan anatomi di kepala, leher,
dan toraks. Temuan ini mungkin dapat membantu penyebab aspirasi seperti fistulla atau
tumor tenggorokan, laring, atau kerongkongan. CT scan juga dapat mengambarkan
struktur esofagus, termasuk akalasia. (17)
Gambar 15. Aspirasi pneumonia. CT scan melalui bronkus lobus bawah menunjukkan
benda logam di kiri bawah bronkus lobus. Pasien telah disedot pompa, yang terjatuh dari
salah satu giginya. d. Pasien menjalani bronkoskopi, dan benda asing telah diangkat.
Pasien tersebut diobati dengan antibiotik untuk radang paru-paru, yang pada akhirnya
sembuh. Terdapat efusi pleura kecil di sisi kanan yang minimal karena gagal jantung
kongestif (CHF).
(Dikutip dari kepustakaan 17)
MRI
Beberapa penelitian besar dari MRI yang didedikasikan untuk penyakit aspirasi
pneumonia ini telah dilakukan. Namun, hasil dari studi kasus dipublikasikan muncul
untuk mengkonfirmasi akurasi pencitraan MRI untuk kondisi-kondisi seperti peradangan
18
akut, Granuloma, dan fibrosis. MRI berkerja baik dalam mendefinisikan sifat aspirasi dan
reaksi tubuh terhadap aspirasi.. Beberapa penulis telah menemukan bahwa MRI lebih
unggul daripada CT scan dalam diagnosis lipoid aspirasi. (17)
NUCLEAR IMAGING
Sebuah salivagram radionuklida bisa menunjukkan aspirasi air liur. Salivagrams dapat
menjelaskan aspirasi liur sebagai sumber pneumonia berulang, sering pada anak-anak
dengan gangguan neurologis. (17)
19
Gambaran 17. Gambaran histopatologis dari aspirasi pneumonia pada pasien tua dengan
defisit neurologis. Terdapat reaksi foreign-body giant cell. Kasus otopsi.
(Dikutip dari kepustakaan 19)
20
Gambaran 18. Atelektasis. Lobus kiri atas tertarik. Tampak bagian atas aorta knob.
(Dikutip dari kepustakaan 20)
Gambaran 18. Atelektasis. lobus kanan atas kolaps dan terdapat konsolidasi
(Dikutip dari kepustakaan 20)
2. Efusi pleura
Efusi Pleura (Fluid in the chest; Pleural fluid) adalah pengumpulan cairan di
dalam rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput
yang melapisi paru-paru dan rongga dada.Dalam keadaan normal, hanya
ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua lapisan pleura. Jenis
21
cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah,
cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi. (21)
Gambaran 19. Gambar Foto toraks posisi PA tegak menunjukkan efusi pleura sisi kiri dan
hilangnya sudut costophenikus kiri lateral.
(Dikutip dari kepustakaan 22)
3. Nodul/Massa
Nodul dan massa di paru-paru terlihat seperti lesi densitas radioopak bulat.jika
ukuran lesi kurang dari 3 cm, maka disebut nodul. Jika lebih dari 3 cm disebut
massa.Nodul/massa disebabkan oleh suatu keganasan. Contohnya kanker paru
atau metastasis. Bisa juga disebabkan oleh proses bukan keganasan (benigna)
misalnya hematoma, granuloma. Kanker paru primer cenderung tidak berbatas
tegas. Batas iregular, dan tumbuh cepat. Metastasis cenderung memproduksi
nodul halus dan bulat pada paru. Kadang-kadang ukurannnya bervariasi. Lesi
benigna cenderung lebih kecil, berbatas tegas, halus, bulat, dan kadang kalsifikasi.
Biasanya ukuranya tetap. (23)
22
Gambar 20. Ini adalah foto toraks yang menunjukkan massa di paru-paru kanan bawah
dekat jantung (terlihat di sisi kiri gambar).
(Dikutip dari kepustakaan 24)
23
terlihat di tengah-tengah dada. X-ray menunjukkan massa di kanan atas paru-paru, yang
ditunjukkan dengan tanda panah (terlihat di sisi kiri gambar).
(Dikutip dari kepustakaan 24)
IX. PENGOBATAN(25,26)
Pada orang dewasa. Pencegahan aspirasi penting pada pasien yang beresiko.
Penanganan untuk membebaskan dari ketergantungan zat dan ketergantungan alkohol
dapat sangat mengurangi intoksikasi sehingga aspirasi dapat dicegah.
Pemberian
makanan dengan posisi tegak akan mengurangi resiko aspirasi pada pasien dysphagia,
pasien yang diberikan makanan dengan slang misalnya nasogastric tube atau orogastric
tubes, atau dengan gastrostomy tube atau jejunostomy tubes. Meningkatkan pH asam
lambung dengan pemberian antasida (empat kali sehari) atau proton pump inhibitors
(omeprazole 20 mg/d orally) akan menurunkan derajat kerusakan paru pada silent
aspiration.
Obat-obat prokinetik yang meningkatkan tonus sfingter bawah esophagus dan
yang merangsang pengosongan lambung bermanfaat dalam menangani refluks
gastroesofageal sehingga dapat mencegah aspirasi pada pasien yang beresiko. Obat-obat
tersebut misalnya bethanecol 25 mg empat kali sehari, metoclopramide 10 mg sebelum
makan dan saat mau tidur, dan cisapride 10 mg sebelum makan dan pada saat mau tidur.
Untuk pasien yang telah mengalami aspirasi akut yang simptomatik, maka
obstruksi saluran napas harus diatasi dengan cepat dan ventilasi harus dinilai dengan
cepat. Hipoksia harus diatasi dengan pemberian oksigen, dan intubasi jika perlu.
24
clindamycin 450 sampai 900 mg IV setiap 8 jam untuk orang dewasa, atau cefoxitin 2.0
g IV setiap 8 jam untuk orang dewasa, atau ticarcillin-clavulanate 3.1 g IV setiap 6 jam,
atau piperacillin-tazobactam 3.375 g IV setiap 6 jam.
Dapat dilakukan bronkoskopi untuk pasien yang mengaspirasi benda-benda besar
yang masuk ke saluran napas bawah. Pada pasien yang mengaspirasi bahan kental atau
sekret kental harus dilakukan bronchoalveolar lavage untuk mengeluarkannya. Pasien
yang mengalami hemoptisis berwarna kopi harus menjalani pemeriksaan bronkoskopi
untuk mengetahui apakah terjadi aspirasi serta untuk penanganan. (25)
Pada anak. Pada aspirasi isi lambung akut harus segera dicegah dengan suction
orofaring dan memperbaiki posisi anak.. Dilakukan intubasi trakea jika refleks saluran
napas tidak adekuat atau jika terdapat gagal napas. Harus diberikan bantuan oksigen.
Berikutnya infeksinya ditangani.
Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi maka dilakukan observasi. Jika berikutnya
terdapat tanda infeksi maka diberikan antibiotik empiris sebelum hasil kultur ada.
25
Pneumonia yang di dapat diluar rumah sakit (dalam masyarakat) diberikan golongan
penisilin sedangkan infeksi nosokomial kombinasi klindamisin dan gentamisin. Jika
resisten terhadap penisilin maka biasanya digunakan klindamisin atau tikarsilin
klavulanat. (26)
Gambar
Algoritma
pasien
Aspirasi
(Dikutip
22.
penanganan
Pneumonia
dari
kepustakaan 10)
X. PROGNOSIS (2)
Angka mortalitas pneumonitis yang tidak disertai komplikasi adalah sebesar 5%,
sedangkan pada aspirasi massif dengan/tanpa disertai Sindrom Mendelson mencapai
70%.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Levison, E. Pneumonia, termasuk infeksi paru yang menimbulkan nekrosis (abses
paru). Dalam: Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol. 3. Edisi 13.
Jakarta : EGC; 2000. Hal. 1331-2
2. Sudoyo, A; Setiyohadi, B; Alwi, I; dkk. Pneumonia Bentuk Khusus. Dalam: Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : FKUI; 2007. Hal.972-3
3. Swaminathan,
A.;
Overview
Pneumonia
Aspiration.
Available
from:
Available
from:
from:
9. NN,
pathophysiology
of
aspiration
pneumonia.
Available
http://www.health-res.com/pathophysiology-of-aspiration-pneumonia
from:
27
14. Juhl HJ, Kuhlman EJ. Chest Infections. In: Juhl HJ, Crummy BA, Kuhlman EJ,
editors. Essentials of Radiologic Imaging. 7th ed. Philadelphia: LippincottRaven
Publishers; 2003. p. 1268-1270
15. All J, Summer RW. Diffuse Airspace Disease. In: Chest Radiology. Philadelphia:
McG raw-Hill Companies; 2001. p. 108-112
16. Swaminathan, A.; Pneumonia Aspiration: Multimedia. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/807600-media. Updated May 5, 2009
17. Lee,
J.
Aspiration
Pneumonia:
Imaging.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/353329-imaging. Updated Dec 17, 2008
18. NN,
Aspiration
Pneumonia.
Available
from:
http://www.brown.edu/Courses/Digital_Path/systemic_path/pulmonary/aspiration.
html
19. NN, Aspiration Pneumonia, Classification and External Resources. Available
from: http://en.wikipedia.org/wiki/Aspiration_pneumonia
20. Madappa,T.
Atelectasis:
Multimedia.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/296468-media. Updated Aug 25, 2009.
21. NN,
Efusi
Pleura.
Available
http://medicastore.com/penyakit/147/Efusi_Pleura.html
from:
22. Mechem,
C.
Pleura;
Multimedia.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/807375-media. Updated Nov 13, 2009/
23. Ouellette H, Tetreault P. Chest Radiograph. In: Clinical Radiology. 3 rd ed. Miami:
MedMaster Inc.; 2002. p. 18
24. NN,
Lung
Disease.
Overview.
Available
http://www.umm.edu/ency/article/000066.htm. Updated Agust 29, 2008
from:
25. Marrie JT, Campbell DG, Walker HD, Low ED. Pneumonia. In: Kasper LD,
Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson LJ, editors. Harrison's
Principles of Internal Medicine 16th ed. Philadelphia: McGraw-Hill Professional;
2004. p. 5251-3
26. Baker DM, Ruddy MR. Pulmonary Emergencies. In: Fleisher RG, Ludwig S,
editors. Textbook of Pediatric Emergency Medicine. 4th ed. Philadelphia:
Lippincott, Williams & Wilkins; 2000. p. 1792-6
28
LAMPIRAN
29
30