FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERAT
DESEMBER 2009
SALPINGITIS
DISUSUN OLEH:
A. Ria Hermiati S MB
110.204.0079
PEMBIMBING
dr. Elisa
SUPERVISOR
dr. Frans Liyadi, Sp.Rad (K)/KN
HALAMAN PENGESAHAN
NIM
: 110.204.0079
Konsulen
Mengetahui
Ketua Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Pembimbing
( dr. Elisa )
SALPINGITIS
I.
PENDAHULUAN
Salpingitis adalah infeksi dan peradangan di saluran tuba.
digunakan secara sinonim dengan penyakit radang panggul (PID), meskipun PID
tidak memiliki definisi yang akurat dan dapat merujuk pada beberapa penyakit pada
saluran kelamin bagian atas perempuan, seperti endometritis, ooforitis, myometritis,
parametritis dan infeksi pada panggul peritoneum. Sebaliknya, salpingitis hanya
merujuk infeksi dan peradangan di saluran tuba.(1)
Ketika peradangan terjadi, ekstra cairan sekresi atau nanah terkumpul di dalam
tabung tuba. Infeksi dari salah satu tabung tuba biasanya menyebabkan infeksi lain.
Hal ini terjadi karena bakteri bermigrasi melalui pembuluh getah bening di dekatnya.
Salpingitis adalah salah satu penyebab paling umum infertilitas wanita. Jika
salpingitis tidak segera diobati, infeksi dapat menyebabkan kerusakan permanen pada
tuba falopi sehingga telur dilepaskan setiap siklus mestruasi tidak bisa bertemu
dengan sperma.(2,3)
II.
INSIDEN
Di Amerika dari tahun 1995-2001, terdapat sekitar 769.859 kasus salpingitis
setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut 91% yang di diagnosa dengan rata rata 25.235
( 4 dari 1000 wanita usia 15 44 tahun ).
Organisasi Kesehatan Dunia telah menerbitkan data tentang jumlah kasus tentang
gonore dan klamidia di seluruh dunia tahun 1995. Pada tahun itu, sekitar 31 juta
kasus infeksi Gonore dan 22,5 juta kasus infeksi Chlamydia, merupakan organisme
penyebab utama
geografis, sebagian besar kasus ini berada di negara berkembang. Prevalensi tertinggi
berada di sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara, dengan terendah di Asia Timur dan
Pasifik. Selain itu, komplikasi penyakit menular seksual, termasuk salpingitis, lebih
umum di negara-negara dengan sumber daya yang lebih miskin.(4)
III.
EPIDEMIOLOGI
Lebih dari satu juta kasus salpingitis dilaporkan setiap tahunnya di AS, namun
jumlah insiden ini diperkirakan jauh lebih besar, ini disebabkan ketidak tahuan
penderita dan bahkan banyak kasus dilaporkan ketika penyakit telah kronis. Pada
wanita usia 16-25 tahun, salpingitis adalah infeksi yang paling berbahaya. Salpingitis
mempengaruhi sekitar 11% dari perempuan pada usia subur.
Salpingitis banyak di temukan pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Namun
hal ini dianggap sebagai efek dari riwayat seks sebelumnya, gonta - ganti pasangan
dan kurangnya pengetahuan kesehatan yang baik merupakan faktor resiko independen
untuk salpingitis. Sebagai akibat peningkatan resiko akibat berganti ganti pasangan,
maka prevalensi tertinggi salpingitis adalah remaja (15-24 tahun).
Kurangnya kesadaran dini dan kurangnya kemauan untuk menggunakan alat
kontrasepsi umumnya juga menjadi faktor meningkatnya salpingitis.(1)
IV.
ETIOLOGI
Salpingitis merupakan sinonim dari penyakit radang panggul (PID). PID terjadi
karena infeksi polimikrobakterial pada sistem genitalia wanita ( uterus, tuba fallopi
dan ovarium ) yang menyebabkan peningkatan infeksi pada daerah vagina atau
servikx.(5)
Infeksi ini jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause
maupun selama kehamilan. Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual,
tetapi bakteri juga bisa masuk ke dalam tubuh setelah prosedur kebidanan/kandungan
(misalnya pemasangan IUD, persalinan, keguguran, aborsi dan biopsi endometrium).
Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:
Aktinomikosis (infeksi bakteri)
Skistosomiasis (infeksi parasit)
Tuberkulosis.
Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.(medicastore)
Beberapa bakteri yang paling umum bertanggung jawab untuk salpingitis
meliputi:
Klamidia
Gonococcus (yang menyebabkan gonore)
Mycoplasma
Staphylococcus
Streptococcus.(1,2)
V.
ANATOMI
Organ organ utama dari traktus reproduksi wanita, yang pling penting diantaranya
adalah tuba fallopi, ovarium, uterus dan vagina.(6)
a. Tuba Fallopii
terdiri atas :
1. Pars intersisialis (diameter 3-6 cm), bagian yang terdapat pada dinding uterus.
2. Pars isthmika (diameter 2-3 cm), bagian medial tuba yang seluruhnya sempit.
3. Pars ampularis (diameter 4-10 cm), bagian yang berbentuk saluran agak lebar,
tempat konsepsi terjadi.
4. Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan
mempunyai fimbrae.
Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viserale, yang merupakan bagian dari
ligamentum latum. (7,8)
b. Ovarium
Indung telur pada seorang dewasa sebesar ibu jari tangan, terletak di kiri dan di
kanan, dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium berhubungan dengan
uterus dengan ligamentum ovarii proprium. Pembuluh darah ke ovarium melalui
ligamentum suspensorium ovarii.
PATOFISIOLOGI
Kebanyakan kasus salpingitis terjadi dalam 2 tahap. Pertama melibatkan akuisisi
infeksi vagina atau leher rahim. Yang kedua melibatkan peningkatan saluran kelamin
bagian atas. Meskipun mekanisme yang tepat untuk peningkatan tidak diketahui,
siklus menstruasi mundur dan pembukaan leher rahim selama menstruasi tapi hal
tersebut merupakan faktor yang dapat meningkatkan infeksi.
Proses membedahan seperti biopsi endometrium, kuret dan hysteroscopies,
merupakan predisposisi wanita untukinfeksi ini. Perubahan dalam lingkungan mikro
cervicovaginal dihasilkan dari terapi antibiotik, ovulasi, menstruasi atau penyakit
menular
seksual
(PMS) dapat
mengganggu
keseimbangan
flora
endogen,
DIAGNOSIS
A. Gambaran klinis
Salpingitis akut
Salpingitis akut, saluran tuba menjadi merah dan bengkak, dan
mengeluarkan cairan tambahan sehingga dinding-dinding bagian dalam
tabung sering tetap bersatu. Tabung mungkin juga tetap berpegang pada
struktur terdekat seperti usus. Kadang-kadang, sebuah tabung tuba bisa
mengisi dan mengasapi dengan nanah. Dalam kasus yang jarang terjadi,
tabung pecah dan menyebabkan infeksi yang berbahaya dalam rongga
perut (peritonitis). (2)
Dalam kasus ringan, salpingitis mungkin tidak memiliki gejala. Ini berarti
saluran tuba bisa menjadi rusak tanpa wanita bahkan menyadari bahwa ia
memiliki infeksi. Gejala salpingitis dapat mencakup:
B. Gambaran Radiologis
1. USG
Meskipun ultrasonografi (USG) adalah tidak diindikasikan untuk diagnosa
penyakit ini, ini adalah tes diagnostik pilihan untuk evaluasi kemungkinan
2. HSG
Salpingitis isthmica nodosa dapat di diagnosis menggunakan pemeriksaan
radiograpi.
Histerosalpingogram
atau
HSG
menunjukkan
banyaknya
diverticuli atau kantong luar yang menonjol dari lumen tuba sampai ke
dinding dari isthmic yang melewati porsi dari tuba fallopian. Karena itu
dengan pemeriksaan HSG gambaran radiologis dari tuba diverticulosis
kelihatan.(12,13)
10
ada keluhan biasanya sudah terlambat. Deteksi dini tumor ganas tubafalloppii sukar
diupayakan. Perlu dapat perhatian khusus bila wanita berusia (45-55 tahun),
ditemukan tumor adneksa disertai nyeri dan adanya getah vagina yang semula
kekuning kuningan kemudian bercampur darah, dicurigai kemungkinan akan
adanya tumor ganas tuba terutama pada nullipara atau primipara.
Pemeriksaan sitologi usapan serviks tidak banyak membantu. Akan tetapi
bilamana hasilnya sel ganas positif, sedangkan di serviks maupun dikavum uteri
dapat dinyatakan tidak ada keganasan, maka perlu dipikirkan kemungkinan
keganasan di tuba atau ovarium, lebih lebih jika ada masa tumor pada adneksa.
Heistero-salpingografi (HSG) tidak dianjurkan karena dapat berakibat meluasnya
proses radang. Transvaginal/transrektal USG dapat membantu menegakkan diagnosis.
(14)
IX.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengelolaan secara efisien salpingitis adalah untuk mengobati infeksi akut,
sehingga menjaga kesuburan dan mencegah kehamilan ektopik, serta mengurangi
risiko jangka panjang inflamasi sequelae.(4)
Wanita dengan PID atau salpingitis dapat berobat jalan maupun di rawat inap.
Menurut Pelvic Inflammatory Disease Evaluation and Clinical Health (PEACH) trial,
11
831 wanita dengan gejala PID ringan biasanya menerima pasien rawat inap dengan
pengobatan melalui intravena (IV) : cefoxitin dan doxycycline, sedangkan untuk
pesien rawat jalan diberi intramuskular (IM) cefoxitin dan pemberian peroral untuk
doxycycline.(15)
Jika tidak ada respon terhadap pemberian antibiotik, mungkin perlu dilakukan
pembedahan.
Pasangan seksual penderita sebaiknya juga menjalani pengobatan secara
bersamaan dan selama menjalani pengobatan jika melakukan hubungan seksual,
pasangan penderita sebaiknya menggunakan kondom.(16)
X.
KOMPLIKASI
Tanpa perawatan, salpingitis dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk:
infeksi lebih lanjut
infeksi dapat menyebar ke struktur terdekat, seperti indung telur atau rahim.
Infeksi mitra seks
wanita pasangan atau mitra dapat kontrak bakteri dan terinfeksi juga.
Tubo-ovarium abses
sekitar 15 persen wanita dengan mengembangkan salpingitis abses, yang
XI.
PROGNOSIS
Prognosis untuk salpingitis sangat bagus jika penyakit ini didiagnosis dan
diobati dini, meskipun sebagian kecil pasien akan menjadi tidak subur
13