Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, sebagian besar akan menyerang organ paru disebut
dengan TB paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh yang lain disebut dengan TB
ekstraparu, seperti pleura, kelenjar getah bening (mediastinum dan/atau hilus),
abdomen, traktus genito urinarius, kulit, sendi, dan selaput otak.21,22
Penderita TB Paru kategori I adalah TB Paru yang tergolong dalam penderita
kasus baru dengan hasil pemeriksaan dahak pewarnaan langsung BTA positif (+) atau
BTA negatif (-) namun dengan lesi yang luas.22
Resistensi primer adalah strain Mycobacterium tuberculosis yang mengalami
resisten terhadap obat antituberkulosis dimana pasien yang tidak memiliki riwayat
pengobatan sebelumnya atau telah mendapat pengobatan antituberkulosis dengan
lamanya kurang dari 1 (satu) bulan.5,23,24
2.2. Epidemiologi
Kasus resistensi pada penderita TB yang belum mendapat pengobatan OAT
atau telah mendapat pengobatan OAT yang kurang dari satu bulan disebut dengan
resistensi primer (primary resistance/ resistance among new case). Pada resistensi ini
individu terpajan dengan M. tuberculosis yang resisten terhadap OAT.24 Penemuan
kasus resistensi pada penderita TB yang belum mempunyai riwayat mengkonsumsi
obat antituberkulosis (OAT) sering digunakan untuk mengevaluasi penularan terbaru
atau tertular galur kuman resisten. 6,25

Universitas Sumatera Utara

Resistensi diantara kasus baru didefinisikan resistensi dari isolate M.


tuberculosis pada pasien dengan kriteria berdasarkan hasil anamnese yang menyangkal
mendapatkan terapi antituberkulosis sebelumnya atau tidak dapat dibuktikan adanya
riwayat OAT.5
Secara umum resistensi terhadap OAT dibagi menjadi: resistensi primer,
resistensi sekunder dan resitensi inisial. Resistensi primer adalah resistensi yang terjadi
M. tuberculosis terhadap OAT, dimana penderita tidak memiliki riwayat pengobatan
OAT atau telah mendapat pengobatan OAT, namun kurang dari 1 (satu) bulan.
Sedangkan resistensi sekunder, pasien telah mempunyai riwayat pengobatan OAT
minimal 1(satu) bulan. Pada resistensi inisial, bila tidak diketahui pasti apakah pasien
sudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah.22
WHO pada tahun 2001 telah mendata dan melaporkan negara-negara yang
perlu mewaspadai akan marak terjadinya kasus TB-MDR, diantaranya: Afghanistan,
Bangladesh, Brazil, Cambodia, China, Democratic Republic of Congo, Ethiopia,
India, Indonesia, Kenya, Mozambique, Myanmar, Nigeria, Pakistan, Philippines,
Russia, South Africa, Tanzania, Thailand, Uganda, Vietnam, dan Zimbabwe.26
Diperkirakan jumlah kasus TB-MDR yang terjadi di seluruh dunia pada tahun
2004 adalah 424.203 (95% CI, 376.019 620.061) atau 4,3% (95% CI, 3,8% -6,1%)
dari semua kasus baru dan telah mendapat pengobatan TB sebelumnya. Dalam tahun
yang sama, terdapat 181.408 (95% CI, 135,276-319,017) di perkirakan terjadi kasus
TB-MDR diantara kasus TB yang telah mendapat pengobatan sebelumnya. Tiga negara
China, India dan Federasi Rusia menunjukkan angka kasus TB-MDR sebesar 261.362
(95% CI, 180,779-414,749) atau 62% dari beban global diperkirakan.27

Universitas Sumatera Utara

Hasil surveilans global menjelaskan bahwa M. tuberculosis yang resisten


terhadap OAT telah menyebar dan menjadi ancaman terhadap program pengendalian
tuberkulosis di berbagai negara. Enam negara dengan kekerapan TB-MDR tinggi di
dunia adalah Estonia, Kazakhstan, Latvia, Lithunia, bagian dari Federasi Rusia dan
Uzbekistan. WHO memperkirakan ada 300.000 kasus baru TB-MDR dalam setiap
tahunnya. M. tuberculosis yang resisten terhadap OAT akan semakin bertambah, saat
ini 79% dari TB-MDR adalah super strains yang resisten paling sedikit 3 atau 4
obat antituberkulosis.28
Berikut ini prevalensi dari resistensi obat dan TB-MDR pada TB kasus baru
berdasarkan lima wilayah di berbagai belahan dunia (dalam %).29
Table 1 Prevalensi rata-rata terjadinya resistensi obat, poliresistensi dan TBMDR
diantara TB kasus baru dari berbagai wilayah (%)29
Wilayah

Monoresisten

Poliresisten

TB-

MDR
Afrika

7.1

1.3

1.4

Amerika

9.7

2.1

1.1

9.9

2.5

0.4

8.4

1.1

0.9

Mediterania Timur
Eropa
Asia tenggara

19.8

4.0

1.3

Pasifik Barat

11.4

2.5

0.9

1.9

1.1

Rata-rata keseluruhan

10.2

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Referensi WHO 2006


Kegagalan pada pengobatan poliresisten TB atau TB-MDR akan menyebabkan
lebih banyak OAT yang resisten terhadap kuman M. tuberculosis. Kegagalan ini tidak
hanya merugikan pasien tetapi juga meningkatkan penularan pada masyarakat.
Resistensi obat anti TB (OAT) adalah suatu fenomena akibat perbuatan manusia,
pengobatan penderita TB yang tidak adekuat menyebabkan terjadinya penularan dari
pasien TB-MDR ke orang lain/ masyarakat. Faktor penyebab resitensi OAT terhadap
kuman M. tuberculosis antara lain: 1). Faktor Mikrobiologik, diantaranya yaitu:
Resisten yang natural, Resisten yang didapat, Amplifier effect, Virulensi kuman,
Tertular galur kuman yang telah MDR; 2). Faktor Klinik, yang bergantung pada Obat,
Penyelenggara Kesehatan dan pasien itu sendiri. Faktor klinik obat, diantaranya:
Pengobatan TB dalam jangka waktu yang lama (lebih dari 6 bulan); Obat OAT dapat
menyebabkan efek samping sehingga pengobatan tidak lengkap sampai selesai; Obat
tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum setelah makan, atau ada
diare; Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi dosis tetap (fixed
dose combinations) yang mana bioavibiliti rifampisinnya telah berkurang; Regimen/
dosis obat yang tidak tepat; Harga obat yang mahal/ tidak terjangkau oleh penderita;
Ketersediaan/ pengadaan obat yang tidak berkisinambungan. Sedangkan pada
Penyelenggara Kesehatan, faktor penyebab terjadinya resistensi OAT, diantaranya:
Keterlambatan dalam menegakkkan diagnosis; Pengobatan tidak mengikuti atau tidak
adanya pedoman/ guideline; Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena
jenis obatnya yang kurang atau karena lingkungan tersebut telah terdapat resitensi yang
tinggi terhadap OAT (dalam hal ini Rifampisin atau INH); Tidak ada/ kurangnya
pelatihan TB terhadap tenaga kesehatan; Tidak ada pemantauan pengobatan;
Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan pada satu paduan

Universitas Sumatera Utara

yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi karena kuman tuberkulosis telah resisten
pada paduan yang pertama maka penambahan satu jenis obat tersebut akan
menambah panjang daftar obat yang resisten; Organisasi program nasional TB yang
kurang baik.28,30
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya TB-MDR diantaranya:
pengobatan yang tidak memadai (monoterapi, kombinasi obat yang tidak tepat, dosis
sub optimal, lama terapi relatif singkat, keterlambatan diagnosis); Komunitas
(lingkungan yang buruk, sosial ekonomi yang rendah, pendidikan dan pengetahuan
yang rendah); Genetika dan faktor lain kepatuhan berobat yang rendah, pertahanan
tubuh yang menurun, infeksi mikobakterium lain, infeksi HIV, penghambat patologis).31
Zhang dan kawan-kawan tahun 2009 menyatakan bahwa penderita TB dengan
diabetes mellitus (DM) memiliki proporsi yang lebih tinggi secara bermakna akan
kejadian TB-MDR bila dibandingkan dengan penderita TB yang tidak menderita DM.
Selanjutnya, proposi yang tinggi ini terdapat kontrol pengobatan diabetes yang buruk.32

2.3. Patogenesis
Lima celah penyebab terjadinya TB-MDR (SPIGOTS): 1. Pemberian terapi
TB yang tidak adekuat akan menyebabkan mutants resisten. Hal ini amat ditakuti
karena dapat terjadi resisten terhadap OAT lini pertama; 2. Masa infeksius yang terlalu
panjang akibat keterlambatan diagnosis akan menyebabkan penyebaran galur resitensi
obat. Penyebaran ini tidak hanya pada pasien di rumah sakit tetapi juga pada petugas
rumah sakit, asrama, penjara dan keluarga pasien; 3. Pasien dengan TB-MDR diterapi
dengan OAT jangka pendek akan tidak sembuh dan akan menyebarkan kuman.
Pengobatan TB-MDR sulit diobati serta memerlukan pengobatan jangka panjang
dengan biaya mahal; 4. Pasien dengan OAT yang resisten yang mendapat pengobatan
jangka pendek dengan monoterapi akan menyebabkan bertambah banyak OAT yang
resisten (The amplifier effect). Hal ini menyebabkan seleksi mutasi resisten karena
penambahan obat yang tidak multipel dan tidak efektif; 5. HIV akan mempercepat

Universitas Sumatera Utara

terjadinya terinfeksi TB menjadi sakit TB dan akan memperpanjang periode


infeksious.28
2.3.1. Resistensi Rifampisin
Rifampisin adalah semisintetik derivat dari Streptomyces mediterranei,
merupakan obat antituberkulosis yang paling kuat dan penting. Memiliki sifat
bakterisida intraseluler dan ekstraseluler. Rifampisin sangat baik diabsobsi melalui per
oral. Ekskresi melaui hati kemudian ke empedu dan mengalami resirkulasi
enterohepatik. In vitro aktif terhadap gram +, gram -, bakteri enterik, mikobakterium,
dan klamidia. Secara khusus menghentikan sintesis RNA dengan cara mengikat dan
menghambat polymerase RNA yang tergantung DNA (RNA polymerase DNAdependent) pada sel-sel mikobakterium yang masih sensitif. 33, 34,35
Resistensi rifampisin yang didapat merupakan hasil dari mutasi yang spontan
mengubah sub unit gen RNA polymerase (rpoB), sub unit gen -RNA polymerase. RNA
polimerase manusia tidak mengikat Rifampisin ataupun dihambatnya. Beberapa studi
menunjukkan bahwa 96% strain yang resisten rifampisin telah memiliki mutasi pada
daerah inti gen 91-bp. Resistensi muncul segera pada pemakaian obat
tunggal.33,35

2.3.2. Resistensi Isoniasid


INH adalah obat yang paling terbaik sebagai antituberkulosis setelah
Rifampisin. Isoniasid harus diberikan pada setiap terapi TB kecuali organisme telah
mengalami resistensi. Obat ini murah, dapat mudah diperoleh, memiliki selektifitas
yang tinggi untuk mycobacterium dan hanya 5% yang menunjukkan efek samping.
INH merupakan molekul yang kecil, larut dan bebas dalam air, mudah penetrasi ke
dalam sel, aktif terhadap mikroorganisme intrasel maupun ekstrasel. Mekanisme kerja

Universitas Sumatera Utara

INH adalah menghambat sintesis asam mikolat dinding sel melalui jalur yang
tergantung dengan oksigen seperti reaksi katalase-peroksidase. INH adalah obat
bakteriostatik pada bakteri yang istirahat dan baktersida pada organism yang
bermultiplikasi cepat, baik pada ekstraseluler dan intraseluler.31, 35
Lokasi molekul dari resistensi INH telah terungkap. Sebagian besar galur yang
resisten INH memiliki perubahan asam amino pada gen katalase-peroksidase (katG)
atau promoter lokus dua gen yang dikenal dengan inhA. Produksi berlebih dari gen
inhA menimbulkan resistensi INH tingkat rendah dan resistensi silang Etionamida.
Sedangkan mutan gen katG menimbulkan resistensi INH tingkat tinggi dan sering
tidak menimbulkan resistensi silang dengan Etionamida. Mutasi missense atau delesi
katG juga dihubungkan dengan penurunan aktifitas katalase dan peroksidase.33 ,34, 35

2.3.3. Resistensi Etambutol


Etambutol merupakan derivat etilendiamin yang dapat larut dalam air aktif
melawan M. tuberculosis, dan stabil terhadap panas. Dalam dosis standart sebagai
bakteriostatik aktif melawan M. tuberculosis. Mekanisme kerja etambutol yang utama
menunjukkan penghambatan pada enzim arabinosiltransferase sebagai media
polimerasi dari arabinosa menjadi arabinogalaktan di dinding sel. Etambutol diabsobsi
di saluran pencernaan sebesar 7080% dari dosis yang diberikan. Kemudian
didistribusikan ke seluruh tubuh secara adekuat. Etambutol pada kadar yang tinggi
dapat melintasi sawar otak.33,34,35
Resistensi Etambutol pada M. tuberculosis umumnya dikaitkan dengan mutasi
pada

gen

embB

arabinosiltransferase.

yang

merupakan

gen

Arabinosiltransferase

yang
terlibat

mengkodekan
dalam

untuk

reaksi

enzim

polimerasi

arabinoglikan (komponen esensial dinding sel M. tuberculosis). Resistensi terjadi

Universitas Sumatera Utara

akibat mutasi yang menyebabkan ekspresi berlebih produksi dari gen emb atau gen
embB. Mutasi gen embB telah ditemukan pada 70% galur yang resisten dan melibatkan
pergantian posisi (replacements ) asam amino 306 atau 406 pada 90 % kasus.
Resistensi segera timbul bila obat diberika secara tunggal.33,34,35

2.3.4. Resistensi Pirazinamid


Pirazinamid merupakan derivat asam nikotinik, obat penting yang digunakan
terapi TB jangka pendek. Sebagai bakterisida pada organisme metabolisme lambat
dalam suasana lingkungan asam diantara sel fagosit dan granuloma kaseosa.
Pirazinamid hanya aktif pada suasana pH yang lebih rendah dari enam (pH <6). Sedikit
larut dalam air. Pirazinamid diduga oleh basil tuberkel dikonversikan menjadi produk
zat yang aktif yaitu asam pirazinoat. Target dari zat ini pada fatty acid synthase gene
(fasI). M. tuberculosis galur yang masih sensitif akan dihambat oleh Pirazinamaid pada
20 g/mL.

Pirazinamid diabsorbsi dengan baik melalui saluran pencernaan,

konsentrasi dalam plasma berkisar 2060 g/mL 1-2 jam setelah dikonsumsi dari dosis
harian dewasa yang direkomendasikan 1530 mg/kgBB (maksimum 2 g / hari). Obat
didistribusikan ke seluruh tubuh dengan baik termasuk cairan otak hingga mencapai
50100% kadar dalam serum.33,34
Resistensi terhadap Pirazinamid dihubungkan dengan kehilangan aktiviti
pirazinamidase sehingga pirazinamid tidak lagi dikonversikan menjadi asam
pirazinoat. Resistensi ini dihubungkan dengan terjadinya mutasi pada gen pncA yang
menyandikan enzim pyrazinamidase. Resistensi Pirazinamid terjadi karena gangguan
ambilan Pirazinamid atau mutasi pada gen pncA yang mengganggu konversi
Pirazinamid menjadi bentuk aktifnya Asam Pirazinoat.33,34,35

Universitas Sumatera Utara

2.3.5. Resistensi Streptomisin


Suatu golongan aminoglikosida yang diisolasikan dari Streptomyces griseus,
yang diberikan hanya melalui IV atau IM. Streptomisin menghambat sintesis protein
dengan cara menimbulkan gangguan pada fungsi ribosom. Dua per tiga galur M.
tuberculosis yang resisten terhadap streptomisin diidentifikasi bahwa terjadi mutasi
pada satu dari dua target yaitu gen 16s rRNA (rrs) atau gen yang menyandi protein
ribosom S12 (rpsL). Kedua target ini diyakini terdapat ikatan ribosom
streptomisin.33,34

2.4. Mikobakterium Tuberkulosis


Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,30,6 mm dan
panjang 14 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak
cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat,
lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan
asam lemak berantai panjang (C60 C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan
oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain
yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai
akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam
alkohol.25
2.5. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis resistensi obat TB diawali dengan mengenali
faktor risiko dan mempercepat dilakukan diagnosis laboratorium. Deteksi lebih awal

Universitas Sumatera Utara

dan memulai terapi TB-MDR merupakan faktor penting mencapai keberhasilan


pengobatan. Pemeriksaan dilakukan meliputi sputum BTA, uji kultur M. tuberculosis
dan resistensi obat. Kemungkinan resistensi obat TB secara simultan dipertimbangkan
dengan pemeriksaan sputum BTA sewaktu menjalani paduan terapi awal.16,29,36
Diagnosis terjadinya resisten obat anti tuberkulosis dilakukan berdasarkan uji
laboratorium untuk menunjukkan isolat Mycobacterium tuberculosis yang menginfeksi
tubuh secara in vitro sensitif atau telah resisten terhadap satu atau lebih obat-obat
antituberkulosis. TB-MDR adalah sesuatu bentuk resistensi obat TB dimana basil TB
tidak bisa lagi dibunuh oleh sedikitnya dua buah antibiotik terbaik yang umumnya
dapat menyembuhkan penyakit TB yaitu: Rifampisin (RIF) dan Isoniasid (INH)
berdampak pada pengobatan yang lebih sulit dan membutuhkan waktu lebih lama
hingga 2 tahun.30,37

2.5.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis


Bila organ paru yang terinfeksi M. tuberculosis maka gejala yang timbul ialah
gejala respiratorik. Batuk lebih dari 2 minggu, batuk darah, sesak napas, dan nyeri
dada. Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat. Hal ini tergantung dari luas lesi. Bronkus yang belum terlibat proses
penyakit mungkin pasien tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena
iritasi bronkus dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Gejala yang lain adalah gejala sistemik, diantaranya yaitu: demam, malaise, keringat
malam, anoreksia, berat badan menurun. Gejala yang lain adalah gejala TB ekstra paru.
Tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan
terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada
meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis

Universitas Sumatera Utara

tuberkulosa terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.25
Pada pemeriksaan jasmani TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas yang
mengenai struktur paru. Kelainan paru pada umumnya terletak di apeks paru daerah
lobus superior dan segmen posterior serta daerah apeks lobus inferior. Pada
pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisik tergantung jumlah cairan di rongga
pleura. Pada perkusi akan ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis
tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher,
kadang-kadang di daerah ketiak.25
Pasien yang dicurigai kemungkinan TB-MDR adalah sebagai berikut: Kasus TB
paru kronik; pasien TB paru gagal pengobatan kategori 2; pasien TB yang pernah diobati
TB termasuk OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin; pasien TB paru yang gagal
pengobatan kategori 1; pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif
setelah sisipan dengan kategori 1; TB paru kasus kambuh; pasien TB yang kembali setelah
lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan atau kategori 2; suspek TB dengan keluhan,
yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang
bertugas dibangsal TB-MDR. Deteksi awal TB-MDR dan memulai terapi sedini

mungkin merupakan faktor penting untuk tercapainya keberhasilan


terapi.16,28

Universitas Sumatera Utara

2.5.2. Pemeriksaan Radiologis


Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan thorax. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik
yang dicurigai sebagai lesi TB aktif: Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan
posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah; Kaviti, terutama lebih dari
satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular; Bayangan bercak milier;
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral
(jarang).25

2.5.3. Pemeriksaan Bakteriologis


Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).25
Pada penelitian ini pemeriksaan bakteriologis dilakukan dengan mengambil
sampel dari dahak/sputum penderita TB, kemudian dilakukan pewarnaan BTA dengan
Ziehl-Nielsen. Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur BTA dan uji
sensitifitas obat antituberkulosis.

2.5.3.1. Pewarnaan Sediaan Metode Ziehl-Nielsen


Bahan yang diperlukan : Botol gelas berwarna coklat berisi larutan Carbol
Fuchin 0,3%; botol gelas berwarna coklat berisi alkohol (HCl-Alcohol 3%); botol
coklat berisi larutan Methylen Blue 0,3%; rak untuk pengecatan slide; baskom
ditempatkan dibawah rak; corong dengan kertas filter; pipet; pinset; pengukur waktu;

Universitas Sumatera Utara

api spiritus; air yang mengalir berupa air ledeng atau botol pipet berisi air; dan
beberapa rak cadangan.38
Pewarnaan sediaan yang telah difiksasi, maksimum 12 slide, harus ada jarak
diatara sediaan untuk mencegah kontaminasi. Cara Pewarnaan : Sediaan dahak yang
telah difiksasi diletakkan pada rak dengan hapusan dahak menghadap ke atas,
kemudian diteteskan larutan carbol fuchsin 0,3% pada hapusan dahak sampai
menutupi seluruh permukaan sediaan dahak. Panaskan dengan nyala api spiritus
sampai keluar uap selama 3-5 menit. Zat warna tidak boleh mendidih atau kering.
Apabila mendidih atau kering maka carbol fuchsin akan terbentuk kristal (partikel
kecil) yang dapat terlihat seperti kuman TB. Api spiritus disingkirkan, kemudian
sediaan diamkan selama 5 menit. Lalu sediaan dibilas dengan air mengalir pelan
sampai zat warna yang bebas terbuang. Sediaan diteteskan dengan asam alkohol (HCl
Alcohol 3%) sampai warna merah Fuchsin hilang. Kemudian dibilas dengan air
mengalir pelan. Larutan Methylen blue 0,3 % diteteskan pada sediaan sampai menutupi
seluruh permukaan. Sediaan didiamkan 10 20 detik. Sediaan dibilas dengan air
mengalir pelan. Sediaan dikeringkan diatas rak pengering di udara terbuka
(jangan dibawah sinar matahari langsung. 39,40

2.5.3.2. Pembacaan Sediaan Slide BTA


Hasil

pemeriksaan

mikroskopis

dibacakan

dengan

skala

IUATLD

(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease), yaitu: Tidak ditemukan
BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif; Ditemukan 19 BTA dalam 100
lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan Scanty; Ditemukan 10-99 BTA
dalam 100 lapang pandang disebut + (1+); Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang

Universitas Sumatera Utara

pandang, disebut + + (2+); Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut + +
+ (3+). 22, 25

2.5.4.2. Kultur M. tuberculosis


Kemungkinan terjadinya resistensi obat pada seorang penderita, maka pemeriksaan
kultur/ biakan dan uji sensitifitas/ resistensi obat setidaknya terhadap isoniazid dan
rifampisin seharusnya dilaksanakan segera untuk meminimalkan kemungkinan
penularan.41
Pada identifikasi M. tuberculosis, pemeriksaan dengan media biakan lebih
sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan biakan dapat
mendeteksi 10 1000 mycobacterium/ml. media biakan terdiri dari media padat dan
media cair. Media Lowenstein-Jensen adalah media padat yang menggunakan media
basa telur. Media ini pertama kali dibuat oleh Lowenstein yang selanjutnya
dikembangkan oleh Jensen sekitar tahun 1930-an, bahkan saat ini media ini terus
dikembangkan oleh peneliti lain misalnya Ogawa, Kudoh, Gruft, Wayne dan Doubek
dan lain-lain. Media Lowenstein-Jensen digunakan untuk isolasi dan pembiakan
mycobacteria species. Pemeriksaan identifikasi dengan menggunakan media
Lowenstein-Jensen ini memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dan dipakai
sebagai alat diagnostik pada program penanggulangan TB.22
Identifikasi mycobacterium dimulai dengan menilai waktu pertumbuhan, warna
pigmen, morfologi koloni dan hasil pewarnaaan BTA. Langkah awal untuk identifikasi
pada media padat adalah: Seleksi Koloni: Keberadaan satu atau lebih jenis koloni
diamati. Penampilan kasar, halus cembung, halus menyebar, halus dengan tepi
berkeriput, kasar transparan, kasar keruh dan sebagainya dideskripsikan; Pigmen paska
inkubasi di tempat gelap (kuning, orange, kuning muda, kuning-orange) diamati. Jika

Universitas Sumatera Utara

tak berpigmen, sebut sebagai buff;

Jika terdapat lebih dari satu jenis koloni,

dilakukan subkultur untuk tiap jenis koloni dan diamati hal-hal tersebut diatas.
Pewarnaan BTA dengan Ziehl Neelsen. Meyakinkan tidak ada pencemaran. Kecepatan
pertumbuhan. Rapid grower akan tumbuh dalam 7 hari atau kurang, sedangkan slow
grower akan tumbuh setelah 7 hari (tidak selalu jelas batasnya); Pencahayaan
Mikobakterium yang termasuk photokromogen akan menghasilkan pigmen jika
dipaparkan cahaya. Namun pigmen hanya optimal jika koloni kuman terpisah. Jika
pertumbuhannya sangat padat, pigmen tak akan muncul;

Dilakukan uji biokimia

tertentu pada koloni murni.36


Morfologi

koloni M. tuberculosis pada media Loewenstein Jensen adalah

sebagai berikut: kasar, kering, rapuh, tengah bertumpuk dengan tepi berjejas tipis;
kadang-kadang tipis dan menyebar. Hari tumbuh 12 28 hari dan tidak berpigmen
baik pada tempat yang terang maupun gelap (buff).36

Universitas Sumatera Utara

Spesimen

Dekontaminasi dan Hemogenisasi

Pewarnaan BTA

Inokulasi

Inkubasi

Pembacaan & Pewarnaan BTA

Pencatatan dan Pelaporan


36
Diagram 1. Alur kerja kultur

Universitas Sumatera Utara

Koloni tersangka

Subkultur

Ada pertumbuhan pada < 4 hari

Ada pertumbuhan pada < 4 hari

Rapid grower

Ada pertumbuhan dalam 28 hari


Slow grower

Tidak Ada pertumbuhan dalam 28 hari

Gagal, ulangi subkultur

Uji Identifikasi
M. tuberculosis
BukanM. tuberculosis
Uji Resistensi
Kirim ke Lab Rujukan

Bukan TB
- MDR

MDR

Diagram2

36
. Alur kerja Identifikasi Rutin

Tabel 2. Skala Pembacaan Hasil Kultur 36


Pembacaan
Pencatatan
> 500 koloni

4+

200 500 koloni

3+

100 200 koloni

2+

20 100 koloni

1+

1 19 koloni

jumlah koloni

Tidak ada pertumbuhan

negatif

Universitas Sumatera Utara

Bila terdapat kontaminasi pada kultur, dilaporkan segera dan diulangi


pembuatan kultur. Bila kultur POSITIF dan pertumbuhan dinilai sebagai M.
tuberculosis, dilaporkan segera pada pihak yang berkepentingan. Pada minggu ke 4
dapat dibuat laporan sementara. Pada minggu ke 8 dibuat laporan akhir.36

2.5.3.3. Uji Kepekaan M. tuberculosis


a. Interpretasi Uji Kepekaan
Seluruh media diinkubasi pada suhu 370C. Hasilnya dibaca pertama kali pada
hari ke 28. Jika hasil pembacaan pada hari ke 28 tersebut adalah resisten maka tidak
perlu diadakan pembacaan ulang untuk obat tersebut; strain tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai resisten. Jika hasil pembacaan pada hari ke 28 adalah
sensitif maka perlu diadakan pembacaan ulang pada hari ke 42 untuk meyakinkan
hasil pembacaan hari ke 28 sehingga pembacaan hari ke 42 berfungsi sebagai kontrol.36
Jumlah koloni pada permukaan media harus dihitung dengan tepat. Pada botol
Mc Cartney 14 ml jumlah ini

biasanya dibawah 100 koloni. Hasil ini mungkin

teramati pada media tanpa obat pada pengenceran 10-5 atau pada media dengan obat
pada pengenceran 10-3. Idealnya jumlah koloni antara 50 100 terdapat pada salah satu
pengenceran yang ditanam pada media tanpa obat. Hindari pendugaan jumlah koloni
pada permukaan media, kecuali sangat padat. Jika jumlah koloni pada pengenceran 10 5

lebih dari 100, uji harus diulang. Hasil perhitungan koloni layak dikonversi sensitif

atau resisten jika : jumlah koloni pada media tanpa obat pada pengenceran 10 -3 dan 10-5
adalah logis; adanya permukaan media dengan koloni yang dapat dihitung tepat;
jumlah koloni minimal pada media tanpa obat adalah 5. Jika jumlahnya kurang dari itu,
hasil tidak boleh disimpulkan. Untuk media bebas obat pilih jumlah koloni

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan prioritas sebagai berikut: a). 20 100 koloni, jika tidak ada pilih yang ke
2. b). 5 19 koloni; untuk perhitungan pakai jumlah koloni tertinggi.36

Tabel 3. Skala Pembacaan Hasil Uji Resistensi 36


Pembacaan

Pencatatan

> 500 koloni

4+ (konfluen)

200 500 koloni

3+(hampir konfluen)

100 200 koloni

2+

20 100 koloni

tulis jumlah koloni

1 19 koloni

tulis jumlah koloni

Tidak ada pertumbuhan

negatif

b. Perhitungan Penetapan Resistensi


Untuk menilai proporsi kuman yang resisten, angka tertinggi pada media bebas
obat harus diambil, baik yang didapat pada hari ke 28 atau hari ke 42. Untuk media
yang mengandung obat, pilih pengenceran yang menghasilkan jumlah koloni antara 20
-100 sebagai prioritas utama, jika tidak ada pilih pengenceran dengan jumlah koloni 5
19. Maka proporsi dapat dihitung sebagai berikut :

Jumlah koloni pada media yang mengandung obat


% resistensi =

x 100
Jumlah koloni pada media yang bebas obat

Isolat dengan resistensi minimal 1 % akan dilaporkan sebagai resisten


terhadap konsentarsi obat tersebut.36

Universitas Sumatera Utara

2.5.5. Pemeriksaan Khusus


Beberapa pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan dalam menegakkan
diagnosis TB, antara lain : Pemeriksaan BACTEC, Polymerase chain reaction (PCR),
Pemeriksaan serologi antara lain: Enzym linked immunosorbent assay (ELISA), ICT,
Mycodot, Uji peroksidase anti peroksidase (PAP), Uji serologi IgG TB.25

2.6. Klasifikasi Resistensi pada Tuberkulosis Paru


Secara umum resitensi terhadap obat anti tuberkulosis dibagi menjadi: 1.
Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan
OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan; 2. Resistensi initial
ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien sudah ada riwayat pengobatan OAT
sebelumnya atau belum pernah; 3. Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah
mempunyai riwayat pengobatan OAT minimal 1 bulan.28
Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap OAT, yaitu: 1. Monoresistance
(kekebalan terhadap salah satu OAT); 2. Poly-resistance (kekebalan terhadap lebih dari
satu OAT, selain kombinasi isoniazid dan Rifampisin ); 3. Multidrug-resistance /MDR
(kekebalan terhadap sekurang-kurangnya Isoniazid dan Rifampisin); 4. Extensive
Drug-resistance/XDR (TB-MDR ditambah kekebalan terhadap salah salah satu obat
golongan Fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua,
diantaranya Kapreomisin, Kanamisin, dan Amikasin). 5. Totally drug-resistance/TDR
(dikenal juga dengan super XDR TB, yaitu: kuman sudah resisten dengan seluruh OAT
lini pertama RHZES dan obat lini ke dua
Amikasin, Kanamisin, Kapreomisin, Fluorokuinolon, Tionamid, PAS).24,28

Universitas Sumatera Utara

2.7. Penatalaksanaan
Pengobatan kasus resistensi sangat mahal, lebih toksisk, kurang efektif pada infeksi
laten sehingga sering mengalami kegagalan. Oleh karena itu, strategi dalam program
pengendalian resistensi TB harus ditekankan pada pentingnya pencegahan
transmisi galur resisten.30,42
TB-MDR terjadi bila strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap
Isoniazid dan Rifampisin yang merupakan dua obat yang paling kuat dari lini pertama.
Pada pengobatan MDR, petugas kesehatan harus mengubah kombinasi obat dengan
menambahkan lini kedua. Obat lini kedua memiliki lebih banyak efek samping, praktis
pengobatan lebih lama, dan biaya mungkin 100 kali lebih besar dibandingkan terapi
lini pertama. TB jenis MDR juga dapat tumbuh resisten terhadap obat lini kedua yang
akan lebih menyulitkan pengobatan lagi.43
Pengobatan TB-MDR memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 18-24 bulan.
Terdiri atas dua tahap: tahap awal dan tahap lanjutan. Pedoman WHO membagi
pengobatan TB-MDR menjadi lima group berdasarkan potensi dan efikasinya.
Klasifikasi OAT yang dipergunakan dalam pengobatan TB-MDR dibagi dalam 5
kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya, yaitu: Kelompok Pertama: Pirazinamid
dan Etambutol, paling efektif dan ditoleransi dengan baik; Kelompok Kedua: injeksi
Kanamisin atau Amikasin, jika alergi diganti dengan Kapreomisin atau Viomisin, yang
bersifat bakterisidal; Kelompok Ketiga: Fluoroquinolone, diantaranya: Levofloksasin,
Moksifloksasin, Ofloksasin, yang bersifat bakterisidal tinggi; Kelompok Keempat:
PAS, Etionamid, Protionamid dan Sikloserin, merupakan bakteriostatik lini kedua;
Kelompok Kelima: Amoksisilin+Asam Klavulanat,
Makrolide baru (Klaritromisin), dan Linezolid, masih belum jelas efikasinya.24,44,45

Universitas Sumatera Utara

2.8. Strategi DOTS-Plus


Target Program Pengendalian TB (Stop TB Partnership) bahwa pada tahun
2015, angka prevalensi dan mortalitas TB relatif berkurang 50% dibandingkan tahun
1990 dan minimal 70% infeksi TB dapat dideteksi dengan strategi DOTS, 85%
diantaranya dinyatakan sembuh. Serta tahun 2050 TB bukan lagi masalah kesehatan
masyarakat global. Salah satu tujuan Rencana Global 2006-2015 mencegah/menangani
kasus TB resistensi OAT (MDR-TB) dengan cara menjalankan program DOTS.3,4
Pada penatalaksanaan TB-MDR yang diterapkan adalah strategi DOTS-plus.
Huruf S diartikan Strategy, bukan Shortcourse therapy, Plus artinya
menggunakan OAT lini kedua dengan kontrol infeksi.28
Tabel 4. Perbandingan antara Prinsip Strategi DOTS dengan DOTS-plus.46
Strategi DOTS

Strategi DOTS-plus

Komitmen administratif dan politik


(pemerintah).

Komitmen administratif dan politik


(pemerintah) yang lebih lama.

Diagnosis dengan kualitas yang baik


menggunakan pemeriksaan sputum
mikroskopis.

Diagnosis yang akurat dengan


pemeriksaan kultur dan uji resistensi
obat yang terjamin.

Pengobatan yang berkesinambungan


terhadap lini pertama untuk pasien
rawat jalan.

Pengobatan yang berkesinambungan


terhadap obat lini pertama dan kedua
pemberian obat lini kedua dilakukan
dibawah pengawasan yang ketat.

Pengawasan obat secara langsung.

Pengawasan obat secara langsung.

Pencatatan yang sistematik dan

Sistem pelaporan dan perekaman

data
bertanggung jawab.
pencatatan

yang memungkinkan untuk


evaluasi terhadap tahap akhir.

dan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai