Soepratman
van Eldik, sehingga pandai bermain biola dan kemudian bisa menggubah lagu. Ketika
tinggal di Jakarta, pada suatu kali ia membaca sebuah karangan dalam majalah Timbul.
Penulis karangan itu menantang ahli-ahli musik
Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan. Soepratman tertantang, lalu mulai
menggubah lagu. Pada tahun 1924 lahirlah lagu Indonesia Raya.
Pada bulan Oktober 1928 di Jakarta dilangsungkan Kongres Pemuda II. Kongres itu
melahirkan Sumpah Pemuda. Pada malam penutupan kongres, tanggal 28 Oktober
1928, Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan
peserta umum (secara intrumental dengan biola atas saran Soegondo berkaitan dengan
kodisi dan situasi pada waktu itu, lihat Sugondo Djojopuspito). Pada saat itulah untuk
pertama kalinya lagu Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum. Semua yang
hadir terpukau mendengarnya. Dengan cepat lagu itu terkenal di kalangan pergerakan
nasional. Apabila partai-partai politik mengadakan kongres, maka lagu Indonesia Raya
selalu dinyanyikan. Lagu itu merupakan perwujudan rasa persatuan dan kehendak
untuk merdeka.
Sesudah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan lagu kebangsaan, lambang
persatuan bangsa. Tetapi, pencipta lagu itu, Wage Roedolf Soepratman, tidak sempat
menikmati hidup dalam suasana kemerdekaan. Akibat menciptakan lagu Indonesia
Raya, ia selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda, sampai jatuh sakit di Surabaya. Karena
lagu ciptaannya yang terakhir "Matahari Terbit" pada awal Agustus 1938, ia ditangkap
ketika menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM jalan Embong Malang
- Surabaya dan ditahan di penjara Kalisosok-Surabaya. Ia meninggal pada tanggal 17
Agustus 1938 karena sakit.
Hari kelahiran Soepratman, 9 Maret, oleh Megawati saat menjadi presiden RI,
diresmikan sebagai Hari Musik Nasional. Namun tanggal kelahiran ini sebenarnya masih
diperdebatkan, karena ada pendapat yang menyatakan Soepratman dilahirkan pada
tanggal 19 Maret 1903 di Dukuh Trembelang, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing,
Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Pendapat ini selain didukung keluarga Soepratman
dikuatkan keputusan Pengadilan Negeri Purworejo pada 29 Maret 2007.