Perjalanan Hidup
Liem Swie King lahir di Kudus, Jawa Tengah, 28 Februari 1956. Ia terkenal dengan pukulan
jumping smash, yang dijuluki sebagai King Smash.
Sejak kecil Swie King sudah bermain bulu tangkis atas dorongan orangtuanya di Kudus, kota
kelahirannya. Kepiawaiannya bermain bulu tangkis makin terasah ketika ia masuk ke dalam klub
PB Djarum yang telah banyak melahirkan para pemain nasional.
Dalam catatan Pusat Data Tokoh Indonesia, Liem Swie King meraih berbagai prestasi selama 15
tahun berkiprah di bulu tangkis. Pertama kali, Swie King meraih Juara I Yunior se-Jawa Tengah
(1972). Pada usia 17 tahun (1973), ia menjuarai (II) Pekan Olahraga Nasional. Setelah itu, Liem
Swie King direkrut masuk pelatnas yang bermarkas di Hall C Senayan. Ia pun meraih Juara
Kejurnas 1974 dan 1975.
Kemudian berkiprah di kejuaraan internasional, meraih Juara II All England (1976 & 1977).
Kemudian tiga kali menjadi juara All England (1978, 1979, 1981), kejuaraan paling bergengsi
kala itu. Selain itu, puluhan medali grand prix lainya, medali emas Asian Games di Bangkok
1978, dan tiga medali emas Piala Thomas (1976, 1979, 1984) dari enam kali membela tim Piala
Thomas.
Demi menjamin masa depan, ia pun mengundurkan diri sebagai pemain nasional bulu tangkis
tahun 1988. Kendati ia tidak langsung bisa menemukan kegiaatan usaha untuk mencapai cita-
citanya. Setahun setelah berhenti itu, King nyaris dapat dikatakan menganggur. Sebab keahlian
dan pengetahuan yang dia miliki hanyalah olahraga bulu tangkis.
Kemudian ia mulai ikut mengelola sebuah hotel di Jalan Melawai Jakarta Selatan milik
mertuanya. Setelah itu, ia melebarkan sayap dengan membuka usaha griya pijat kesehatan. Kini
usahanya telah mempekerjakan lebih dari 400 karyawan. Berkantornya di Kompleks Perkantoran
Grand Wijaya Centre Jakarta Selatan.
Bagaimana King bisa tertarik pada bisnis perhotelan dan pijat kesehatan? Rupanya sebagai
pemain bulu tangkis yang sering menginap di hotel berbintang, King tertarik dengan keindahan
penataan hotel dan keramahan para pekerjanya. Begitu pula soal griya pijat. Saat menjadi atlet,
King selalu membutuhkan terapi pijat setelah lelah berlatih dan bertanding. Kala itu, ia kerap
mengunjungi griya pijat kesehatan di kawasan Mayestik Jakarta Selatan yang penataan
ruangannya begitu bagus.
Ia pun berpikir bahwa usaha pijat kesehatan (spa) ini sangat prospektif. Kalangan eksekutif dan
pengusaha Jakarta yang gila kerja butuh kesegaran fisik dan relaksasi. Maka dia membuka
usaha griya pijat kesehatan Sari Mustika. Kini, dia telah membukanya di tiga lokasi, Grand
Wijaya Centre, Jalan Fatmawati Jakarta Selatan, dan Kelapa Gading Jakarta Utara dengan total
karyawan sekitar 200 orang. Dalam mengelola usahanya, ia pun tidak sungkan-sungkan
menyambut sendiri tamu hotel atau griya pijatnya.
Hasilnya, selain usahawan dan eksekutif lokal, serta keluarga-keluarga menengah atas Jakarta,
banyak ekspatriat menjadi pelanggan griyanya. Ia pun merasa bahagia karena bisa
membuktikan griya pijat tidak selalu berkonotasi jelek seperti yang dibayangkan kebanyakan
orang.
Menurut informasi dari kerabat dekatnya, Liem Swie King sebenarnya dari marga Oei bukan
marga Liem. Pergantian marga seperti ini pada masa dahulu zaman Hindia Belanda biasa
terjadi, pada masa itu seorang anak dibawah usia ketika memasuki wilayah Hindia Belanda
(Indonesia sekarang) harus ada orang tua yg menyertainya, bila anak itu tidak beserta orang tua
aslinya, maka oleh orang tuanya akan dititipkan kepada "orang tua" yg lain, "orang tua" ini bisa
saja bermarga sama atau lain dari aslinya.
Pebulu tangkis yang pernah terjun ke dunia film sebagai bintang film Sakura dalam Pelukan, ini
kini hidup bahagia bersama isteri dan tiga orang anaknya Alexander King, Stevani King dan
Michele King. Ternyata, anak-anaknya tidak tahu bahwa King seorang pahlawan bulu tangkis
Indonesia.
Belakangan, Nia Zulkarnaen dan Ari Sihasale, pemilik rumah produksi Alenia, mernjadikan
kehebatan Liem Swie King dalam dunia bulu tangkis Indonesia sebagai inspirasi untuk membuat
film tentang bulu tangkis. Film itu memang bukan bercerita tentang kisah kehidupan King. Akan
tetapi, dalam film itu, King menjadi inspirasi bagi seorang ayah yang kagum pada King, lalu
memotivasi putranya untuk bisa menjadi juara seperti King. ►Tian Son Lang
Pendidikan
Karier
Nasional
International
-Tunggal-
1977: Finalis All England Open, Juara Denmark Open, Juara Swedia Open, Juara SEA
Games
1983: Finalis Kejuaraan Dunia, Juara Indonesia Open, Juara Malaysia Open
Ganda
1985: Juara Piala Dunia, Juara Indonesia Open, Semi Finalis Kejuaraan Dunia , Finalis
SEA Games (bersama Kartono Hariamanto)
1986: Juara Piala Dunia, Semi Finalis Asian Games Seoul (bersama Bobby Ertanto);
Juara Indonesia Open (bersama Kartono Hariamanto)
1987: Juara Asia (bersama Bobby Ertanto); Juara SEA Games, Juara Japan Open,
Juara Indonesia Open, Juara Taiwan Open, Finalis Thailand Open (bersama Eddy
Hartono)
Beregu
Biografi Dan Profil Lengkap Jenderal Ahmad Yani Sebagai Pahlawan Revolusi
Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani merupakan pahlawan revolusi Indonesia. Achmad Yani
lahir pada 19 Juni 1922 di Purworejo, Jawa Tengah dan meninggal dunia pada 1 Oktober
1965 (43 Tahun) di Lubang Buaya, Jakarta. Achmad Yani merupakan komandan TNI
Angkatan Darat ke-6 yang menjabat pada 23 Juni 1962 hingga 1 Oktober 1965. Beliau
meninggal karena dibunuh oleh Anggota Gerakan 30 September saat akan menculiknya dari
rumah.
Profil Singkat Jend. Ahmad Yani
Nama : Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani
Tanggal Lahir : 19 Juni 1922
Tempat Lahir : Purworejo, Jawa Tengah, Hindia Belanda
Meninggal : 1 Oktober 1965 (umur 43), Jakarta
Makam : Taman Makam Pahlawan di Kalibata
Zodiak : Libra
Kebangsaan : Indonesia
Istri : Yayu Rulia Sutowiryo Ahmad Yani
Anak : 8
Agama : Islam
Bintang Kehormatan
Bintang RI Kelas II
Bintang Sakti
Bintang Gerilya
Bintang Sewindu Kemerdekaan I dan II
Satyalancana Kesetyaan VII, XVI
Satyalancana G: O.M. I dan VI
Satyalancana Sapta Marga (PRRI)
Satyalancana Irian Barat (Trikora)
Ordenon Narodne Armije II Reda Yugoslavia (1958) dan lain-lain
Pendidikan :
AMS (setara SMA/ SMU) bagian B Afd. Jakarta, berhenti tahun 1940
Command and General Staf College di Fort Leaven Worth, Kansas, USA, tahun 1955
Ahmad Yani mengikuti pendidikan topografi militer di Malang, Jawa tengah dan lebih
mendalaminya di Bogor dan Ia mendapat pangkat Sersan. Pendidikan yang ia jalani tersebut
terganggu karena kedatangan Jepang pada tahun 1942 dan saat yang sama Ia dan
keluarganya pindah lagi ke Jawa Tengah. Pada tahun 1943, Ahmad Yani bergabung dan
mengikuti Pendidikan Heiho di Magelang dan setelah itu Ia bergabung dengan tentara Peta
di Bogor.
Pada tahun 1958, terjadi pemberontakan PRRI di Sumatera Barat dan Ahmad Yani yang
berpangkat Kolonel ditunjuk sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus untuk
melawan pemberontakan tersebut dan berhasil menang. Karena pencapaiannya tersebut,
pada tahun 1962 Yani diangkat menjadi Panglima/ Menteri Angkatan Darat.
Pada dini hari 1 Oktober 1965, para penculik datang ke rumah Yani dan mengaku bahwa
mereka akan menjemput Yani untuk dibawa bertemu presiden, Ia meminta waktu untuk
mandi dan berganti pakaian namun ditolak lalu ia marah dan menampar salah satu penculik
itu dan berusaha untuk menutup pintu rumahnya. Seorang penculik kemudian melepaskan
tembakan pada Yani, jasad Yani dibawa ke Lubang Buaya, Jakarta Timur bersama orang yang
terbunuh lainnya, lalu semua jasad tersebut disembunyikan dalam sebuah sumur bekas.
Pada tanggal 4 oktober, jasad Achmad Yani dan semua korban ditemukan dan pada hari
berikutnya mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, bersamaan dengan itu dengan
Keputusan Presiden Nomor 111/KOTI/1965 Achmad Yani beserta rekan diyatakan sebagai
Pahlawan Revolusi dan Achmad Yani dinaikan pangkatnya menjadi Jenderal Anumerta.