Anda di halaman 1dari 7

I.

PENDAHULUAN
Bagunan Lepas Pantai atau Offshore adalah suatu bangunan atau struktur yang

dibangun dilepas pantai untuk mendukung proses Eksplorasi maupun Eksploitasi bahan
tambang seperti contohnya Minyak bumi dan gas alam.
Bangunan Lepas pantai biasanya memiliki Rig pengeboran yang mempunyai fungsi
untuk analaisa sifat geologis reservoir maupun lubang untuk mengambil bahan tambang
seperti minyak. Dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya harga minyak mentah banyak
perusahaan yang melakukan pengeboran diperairan yang lebih dalam yang layak dan sangat
ekonomis. Dan kira-kira perusahaan pengeboran memiliki sekitar 30 mata bor agarkan
pengeboran dapat dilakukan secara bersamaan. Kebanyakan bangunan lepas pantai tersebut
terletak dilepas pantai dari landas kontinen, meskipun dengan kemajuan teknologi dan
meningkatkan harga minyak mentah, pengeboran dan produksi di perairan yang lebih dalam
menjadi lebih baik, layak dan ekonomis.

II. TUJUAN PRAKTIKUM


a. Untuk mengetahui pengaruh gelombang terhadap kestabilan bangunan lepas pantai
dalam model floating structure.
b. Untuk mengetahui gaya-gaya yang terjadi pada bangunan lepas pantai tersebut setelah
diberikan gelombang dan diangker.
c. Mengetahui dan memahami berbagai faktor yang ikut mempengaruhi tingkat kestabilan
bangunan.

III. ALAT DAN BAHAN


ALAT
a. Wave Flume
Ukuran :

Lebar

: 30 Cm

Panjang

:6m

Gambar 1. Wave flume

b. Pengaris (Alat mengukur)


c. Gunting / Cutter (Alat Pemotong strerofoam/Model Bangunan )
d. Kamera (Dokumentasi)
e. Stopwatch (Pengukur waktu)
f. Timbangan
BAHAN
a. Sterofoam untuk Model Bangunan (Floating Structure Model)
b. Besi (Pemberat)
c. Benang (Mengikat bangunan dengan pemberat)
d. Lem (Perekat)
e. Tusuk gigi
f. Botol

IV. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada Hari Sabtu, 19 Maret 2016, bertempat di
Laboraturium pantai, Gedung Pascasarjana UGM, Yogyakarta.

V. PROSEDUR KERJA
1.

Persiapan Alat dan Bahan

2.

Timbang berat Model bangunan

3.

Melakukan pengecekan wave flume dengan melakukan pengaliran pertama tanpa


2

meletakkan model bangunan terlebih dahulu.


4.

Memberikan pemberat ke model bangunan pantai sebagai pemberat

5.

Ikat pemberat tersebut dengan model bangunan menggunakan tali atau benang,
pastikan ikatannya kuat.

6.

Letakkan model bangunan pada wave flume, usahakan jaraknya tidak terlalu dekat
dengan bagian depan flume, berikan jarak agar dapat terlihat jelaspergerakan model
bangunan.

7.

Operasikan Flume melalui indikator operasional yang terdiri kontrol debit aliran, dan
kran pembuka.

8.

Menentukan debit yang diberikan. Pemberian dilakukan dengan perlahan-lahan, dari


aliran yang awalnya pelan kemudian ditambah berangsur-angsur guna melihat
gerakan yang ditimbulkan karena adanya aliran yang membentuk gelombang. Dari
pemberian debit ini dapat dilihat sampai dimana kestabilan model bangunan tersebut
dan pada besaran debit berapa.
Dari sini juga dapat terlihat gaya-gaya apa saja yang ada atau yang terjadi pada model
bangunan.

9.

Lakukan pengamatan sampai waktu tertentu, lihat kondisi model bangunan tersebut
dan ukur bagian terapung.

10. Pengamatan dihentikan jika gerakan yang ada pada model sudah konsisten atau tidak
terjadi perubahan lagi.

VI. KAJIAN TEORI


Pengujian Bangunan Lepas pantai
Model I
Pada pengujian ini dilakukan dengan beberapa bentuk model
bangunan lepas pantai, yaitu bangunan lepas pantai dengan satu
kaki, tiga kaki dan empat kaki bangunan.disini saya hanya
membahas dan membandingkan dua model yaitu dengan model I
adalah dengan model bangunan satu kaki dan model II adalah
model dengan empat kaki. Dari beberapa model ini dapat dilihat
beberapa perbedaan yang akan terjadi pada setiap bentuk
bangunan. Dan dapat terlihat juga ketahanan serta kestabilan

Gambar 2. Model I

model bangunan setelah diberikan debit aliran pada flume, seperti gelombang.
Pengujian pertama dilakukan pada model bangunan yang bagian atas berbentuk
persegi dan memiliki satu tumpuan kaki. Model yang terbentuk seperti gambar disamping.
Model bangunan ini diberikan pemberat yang berguna sebagai penambahan bobot
agar tidak model bangunan tidak terlalu ringan dan terbawa oleh gelombang yang
diberikan.
Lakukan pengikatan model bangunan dengan pemberat (besi) menggunakan tali
seumpakan angker. Setelah diikat dengan ketat, maka letakkan model serta pemberat
tersebut didalam flume. Posisikan letak model bangunan tersebut agar tidak terlalu dekat
dengan bagian depan flume, agar pergerakan yang terjadi pada model bangunan dapat
terlihat berikan jarak antara model bangunan dengan flume. Dan agar ada bagian model
bangunan yang tampak atau muncul terapung dipermukaan.

Gambar 3. Proses pengikatan angker

Gambar 4. Model I berada di flume

Berikan aliran pada flume, dengan menentukan debit yang dialirkan. Pemberian aliran
awalnya dengan pelan dan perlahan meningkatkan besarnya aliran, agar gelombang yang
terjadi lebih besar sehingga tampak pada model bangunan gaya-gaya yang terjadi akibat
gelombang yang diberikan.
Pada model pertama ini bagian bangunan atas yang tenggelam setinggi 4,5 cm dan
yang tenggelam 3,5 cm. Pertama diberikan tinggi gelombang 2 cm, maka Gaya-gaya yang
terjadi karena tinggi gelombang yang diberikan adalah gaya naik turun (pitching) hilang
setelah dilakukan pengangkeran. Tension dari angker jauh melebihi kapasitas dari air.
Tension kurang lebih 1,5 kg atau 15 N saat kondisi awal. Hanya ada satu tansion.
4

Saat diberikan peningkatan gelombang menjadi 3,08 cm maka gaya yang terjadi
adalah heaving (angkat) hilang, hanya terjadi pergerakan kekanan dan kekiri, terjadi
reduksi gelombang dan terdapat difraksi.
Apabila tansionnya bernilai nol maka ini menandakan tidak bagus. Hal ini terjadi
apabila model bangunan nya naik semua ke permukaan.
Peningkatan gelombang pada tahap ketiga adalah 3,85 cm tension sudah mulai hilang.
Dan terjadi heaving (angkat) dengan tinggi gelombang 6,8 cm (1:100). Tahap pemberian
gelombang keempat pada 5,25 cm terjadi gelombang yang padat atau pendek ini
menunjukan bahwa frekuensinya rendah.
Bangunan yang memiliki tingkat stabel yang tinggi maka tinggi pula tingkat
kehilangan energinya, banyak energi yang hilang.
Model II
Pada model kedua ini dengan menggunakan model bangunan dengan empat kaki
bangunan. Dari keempat kaki ini dapat diasumsikan bahwa tingkat kestabilan dari
bangunan model kedua ini lebih baik dari pada yang pertama yang hanya memiliki satu
kaki bangunan.
Tampilan model bangunan yang kedua seperti tergambar disamping. Dengan ukuran
20x20x3 cm. Kaki bangunan dengan bentuk tabung
berdiameter 4 cm dan tinggi 7,5 cm. Volume model
bagunan 1280.1 cm3.

Saat dilakukan simulasi lakukan tahapan yang


sama dengan model bangunan I. Tapi untuk bagian
model dua ini direncanakan gelombang hanya
menghantam pada bagian keempat kaki saja tidak
sampai ke atas. Berbeda dengan model I yang bagian
atas juga terkena hantaman gelombang yang terjadi.
Karena ada sebagian bagian atas bagunan yang
terendam maka terikut oleh hantaman gelombang.

Gambar 5. Model II

Dan pada bagian model II ini tidak terendam bagian atasnya. Maka hanya bagian kaki
yang terendamlah yang terkena hantaman gelombang.
Dengan bentuk kaki seperti tabung ini dapat mengurangi gaya dorong terhadap
gelombang. Pada keempat sisi ujung-ujung kaki model diberikan pemberat dan diletakkan
pada flume,

perlakuan yang sama seperti sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk

menghindari gaya-gaya yang mungkin dapat terjadi pada model dan mungkin dapat
menjadikan model tidak stabil jika tidak dilakukan pembebanan. Setelah diberikan
pembebanan dan ditambat kedasar flume maka bangunan akan lebih stabil. Panjang
tambatan disesuaikan agar permukaan air berada di bawah platform tetapi tetap dapat
mengakomodir gelombang yang cukup tinggi sehingga tidak terjadi gaya sentakan. Kabel
tambatan diusahakan tetap tegang selama simulasi terjadi.
Pada simulasi ini gelombang terbesar yang diberikan adalah sebesar 3.8 cm pada
flume, apabila digunakan skala 1:100, maka tinggi gelombang setara dengan 3.8 m di
lapangan. Periode gelombang adalah 10 detik. Dari hasil simulasi dengan gelombang 3.8
cm,terjadi pergerakan naik turun (pitching). Dan tidak terjadi gerakan angkatan (heaving),
dan goyangan (swaying). Inidisebabkan oleh struktur bangunan model telah ditambatkan
pada dasarnya. Gerak sentakan juga tidak terjadi karena bagian struktur yang tenggelam
dalam air sudah diatur agar pada bagian lembah gelombang melewati kaki struktur tidak
berada di bawah kaki struktur yang mengakitbatkan tension cable menjadi kendor. Besar
pergerakan pitching yang terjadi adalah sebesar 4 mm (dengan skala 1:100, 40 cm). Tinggi
gelombang yang terbentuk 3.8 cm (skala 1:100 maka 3.8 m) sedangkan Gerak pitching
sebesar 0.4 cm (skala 1:100 maka 0.4 m).
Nilai pitching yang terjadi cukup besar, hal ini mungkin diakibatkan karena pengaruh
tension yang kurang bekerja dengan maksimal untuk mengimbangi gaya gelombang yang
diberikan. Selain itu, besar gerakan pitching yang terjadi mungkin diakibatkan karena
bahan yang digunakan adalah gabus sehingga gaya berat sangat kecil. Tetapi dari hasil
simulasi ini sudah cukup baik karena gerak yang lain seperti heaving dan rolling, sudah
dapat diredam dengan adanya tension.

VII. KESIMPULAN
Dari kedua model yang telah dipaparkan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pada model I yang memiliki satu kaki pada bangunannya tingkat kestabilannya terhadap
gelombang lebih kecil dari pada model kedua yang memiliki empat kaki. Ini merupakan
pengaruh terhadap banyaknya jumlah kaki pada bangunan lepas pantai.
Dengan menggunakan angker tidak akan terjadi heaving tetapi pada gelombang
besar akan tampak sedikit. Jika gelombang yang terjadi sangat tinggi maka tension akan
turun. Dan sebaliknya jika bangunan tidak diangker maka bangunan tersebut akan
mengikuti arah gelombang, bangunan tidak akan stabil, selalu terjadi segala pergerakan
yang akhirnya merusak struktur dari bangunan lepas pantai tersebut.

Anda mungkin juga menyukai