Anda di halaman 1dari 8

APLIKASI DARI METODA DISCRETE ELEMEN

Pada saat baru ada kurang lebih 2 program komersial yang beredar di pasaran dunia
baik itu dua dimensi maupun tiga dimensi. Dua program tersebut adalah UDEC
(Universal Distinct Element Code) dan 3DEC dari ITASCA dan DECICE2D (2 dimensi),
DECICE3D (3 dimensi) dari INTERA TECHNOLOGY. DECICE2D dan DECICE3D kurang
populer di pasaran karena harganya jauh relatif lebih mahal dari UDEC dan 3DEC
meskipun mempunyai banyak kecanggihan dalam mensimulasikan kondisi sehingga
dapat diperoleh hasil yang relatif sangat mirip dengan realitas. Pada saat ini yang
beredar di Indonesia adalah UDEC (2 dimensi) dan Jurusan Tambang ITB mempunyai
lisensi untuk menggunakan program UDEC untuk komersial.

Dan banyak pula perorangan/lembaga yang menciptakan program discrete elemen


dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

1. APLIKASI DALAM ANALISA KEMANTAPAN LERENG

1.1. Analisa Sliding Sederhana

Discrete elemen dapat digunakan dalam analisa kestabilan lereng baik tambang jalur
pipa maupun jalan raya yang biasanya dihitung dengan menggunakan metoda limit
equilibrium dan biasanya dan biasanya melupakan faktor rotasi. Gambar 1
menunjukkan model dari pada bidang perlapisan dari pada slope sebelum runtuh dan
Gambar 2 adalah penyederhanaan dari Gambar 1 jika rotasi dilibatkan dalam
perhitungan. Slope runtuh setelah hujan besar selama dua hari berturut-turut.

Hasil perhitungan dengan metoda discrete elemen menunjukkan bahwa slope tidak
stabil karena tekanan hidrostatis yang besar dari hujan yang turun terus menerus.
Analisa yang hanya mengandalkan perhitungan translasi saja (tanpa rotasi)
mendapatkan hasil yang relatif aman (dengan faktor keamanan yang lebih besar).

1
Dengan menggunakan metoda discrete elemen maka keadaan yang sebenarnya dapat
dimodalkan secara detail dengan menggunakan bermacam-macam ketebalan blok,
jarak antar fracture posisi rock bolt dan gaya yang ada di sekeliling batuan (Gambar
3).

Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

1.2. Analisa Toppling Sliding

Analisa toppling sliding mekanisme dalam menentukan kestabilan dari slope mendapat
perhatian pada tahun 1976. Mekanisme dari toppling-sliding dapat terjadi dalam slope
yang curam pada tambang dan potongan dinding jalan (Gambar 4).

Dalam discrete elemen situasi toppling-sliding dapat dimodelkan seperti pada Gambar
5 dengan dip major joint 230 dan minor joint tegak lurus major joint dan dengan sudut
geser dalam 200. Pada saat 0,04 detik (Gambar 5a) setelah penggalian kecepatannya
seperti blok ditunjukkan pada panah. Maksimum kecepatannya adalah 0,024 m/s. Pada
saat 0,44 detik blok sudah pindah dengan jelasnya dengan kecepatan maksimum
1,18 m/s. Tension crak muncul di bagian atas dari model. Pada saat 0,56 detik blok-
blok berpindah dengan jelasnya. Gambar 6 seperti gambar dengan slope yang lebih
landai.

1.3. Analisa Slope Dengan Elemen Bundar atau Tidak Beraturan

Metoda ini adalah variasi dari blok dan belum dipunyai oleh UDEC, tapi DECICE2D
dapat melakukan untuk blok yang tidak beraturan. Cara ini menuntut kapasitas
memory yang sangat besar dan komputer yang sangat cepat. Gambar 7
memperlihatkan hasil simulasi dengan cara tersebut.

2
Gambar 4

Gambar 5

Gambar 6

Gambar 7

1.4. Analisa Faktor Keamanan Multiblok Lereng Batuan

Faktor keamanan dapat dihitung secara tidak langsung dengan menggunakan metoda
discrete elemen. Ini dapat dibuktikan dengan hasil pengukuran yang panjang
(pengukuran tape extensiometer (5) di atas lereng sampai sebelum longsor telah
dilakukan dalam kurun waktu delapan belas tahun dari 1949 sampai 1967, Gambar 8)
dan catatan photographi dalam kurun waktu 95 tahun menunjukkan tiga kali longsoran
utama. Photo 2 menunjukkan lereng sesudah longsoran pada tahun 1967.

Photo 2. Photo longsoran pada tahun 1967

Gambar 8. Perpindahan horizontal pada bagian atas sebelum longsor pada tahun 1967

Dari sudut pandang kestabilan lereng, diskontinuitas dari pada Delabole state
mengontrol sifat kelakuan dari massa batuan. Slate di Delabole quarry adalah slaty
cleavage dengan orientasi secara umum dari pada arah kemiringan/sudut kemiringan
2550/150. Adapun hasil pengamatan struktur yang ada pada Delabole quarry disarikan
pada Tabel 1 dan kemudian penampang melintang dari lereng dikonstruksikan kembali
untuk menunjukkan kondisi lereng sebelum dan sesudah longsoran pada tahun 1967
(Gambar 9).

3
Tabel 1. Struktur utama yang ada pada slate
Nama Diskripsi Arah/Kemiringan
Cleavage Berkembang baik pada slaty cleavage 255/15
Floors Thrust bersudut rendah 225/25
Shorters Normal fault, menerus sepanjang quarry, dengan jarak 100/70
antara 6 sampai 10 m
Ratchells Minor joint, mendekati tegak lurus dengan jarak antara 170/90
1 sampai 3 m
Claylodes Normal fault yang diisi dengan fragmen lempung dan 280/70
ukuran besar sampai lempung lunak

Gambar 9. Penampang melintang menunjukkan struktur geologi bidang longsor

Semua longsoran pada lereng mempunyai kemiripan dalam geometri kelongsorannya.


Semua photo-photo menunjukkan bidang longsor yang sangat curam dan rata pada
bagian atas kemudian diikuti pada photo 2. Dinding curam dan rata dikontrol oleh
shorter dan bagian atas yang tidak rata dikontrol oleh cleavage dan joint yang hampir
tegak (ratchel).

Untuk lereng dengan ketinggian 80 m, kecil kemungkinan adanya compressive


strength pada slate akan mengakibatkan pecahnya batuan. Pada bagian bawah tiga
bidang longsor, dimana arah sumbu utama tekanan hampir tegak lurus, maksimum
compressive strength dari pada slate adalah 150 MPa. Nilai ini tidak memungkinkan
bahwa pecahnya batuan masif akan menyebabkan mekanisme longsoran. Oleh sebab
itu sifat dari shear strength dari pada discontinuitas merupakan jawaban yang penting.

Richard menemukan bahwa ketidakteraturan dari pada permukaan geser


menyebabkan adanya kenaikan dari pada sudut geser dalam. Secara alami permukaan
cleavage memberikan sudut geser dalam antara 23,5 0 dan 29,50 ketika kering dan akan
menurun menjadi antara 19,50 dan 20,50 ketika basah. Adanya noda-noda besi
mengakibatkan sudut geser dalam naik menjadi 30,5 0 ketika kering dan 230 ketika
basah. Dari laboratorium ia menemukan bahwa sudut geser dalam rata 26,5 0 ketika
kering dan antara 200–210 ketika basah.

4
Geometri dari pada lereng dikonstruksikan kembali seperti pada Gambar 10
berdasarkan data dari photo dan data geologi lereng sebelum dan sesudah longsor
pada tahun 1967. Air diasumsikan basah pada bagian atas dari claylode dan
dalamkeadaan kondisi hidrostatis. Rembesan melalui claylode mengakibatkan adanya
bagian basah pada bagian bawah. Bagian yang bertitik-titik diumpamakan mempunyai
sudut geser dalam sama dengankeadaan basah. (Nilai laboratorium dalam keadaan
basah, basah = 20,50).

Gambar 10. Struktur geologi dari simulasi descrete elemen untuk longsoran pada
tahun 1967

Simulasi dilakukan dengan cara meletakkan dinding penahan untuk menciptakan


periode konsolidasi dan kemudian blok tersebut dipindahkan untuk menciptakan
kondisi penggalian. Suatu seri perhitungan dari pada limit equilibrium dilakukan
dengan menggunakan beberapa perpindahan horizontal pada puncak lereng.
Perbandingan dari pada koefisien sudut geser dalam  = tan  untuk kondisi basah
dan kering dibuat konstan 1,3 selama simulasi.

Gambar 11. Hubungan sudut geser dalam pada keadaan basah dengan perpindahan
horizontal untuk kondisi limit equilibrium

Gambar 12. Hubungan faktor keamanan dengan perpindahan horizontal

Gambar 11 menunjukkan kondisi minimum dari sudut geser dalam pada kondisi basah
pada perpindahan horizontal yang berbeda. Gambar 12 menunjukkan faktor keamanan
(perbandingan antara tersedia/diminta) dari pada lereng dengan perpindahan horizontal
yang berbeda.

5
Dari Gambar 11, basah sama dengan 7,40 diperlukan untuk menciptakan kondisi
equilibrium pada 0 m perpindahan horizontal. Untuk 0,25 m, basah = 90 diperlukan
menstabilkan lereng. Kestabilan dari pada lereng berubah dengan cepatnya ketika
perpindahan horizontal melebihi 0,3 m. Pada 0,4 m, basah = 230 diperlukan
menciptakan kestabilan lereng. Untuk perpindahan horizontal lebih besar dari pada
0,5 m sudut geser dalam pada keadaan basah untuk menciptakan keadaan
equilibriumnya adalah 240.

Hubungan antara faktor keamanan dan perpindahan horizontal ditunjukkan pada


Gambar 12. Faktor keamanan berkurang dengan cepatnya ketika perpindahan
horizontal terjadi dari 0 m–0,5 m dan setelah itu konstan. Dari Gambar 8.
ketidakstabilan lereng dipercepat ketika perpindahan horizontal antara 0,3 m–0,6 m
seperti yang ditunjukkan pada pengamatan. Perpindahan ini mempercepat lereng dari
keadaan metastable menjadi mekanisme tidak stabil. Hasil simulasi menunjukkan
kesamaan jawaban dengan pengamatan lapangan untuk perpindahan horizontal yang
mengakibatkan kondisi yang tidak stabil.

Gambar 13 menggambarkan step-step dari longsoran.Mekanisme longsoran melibatkan


luncuran ke bawah pada bagian atas lereng, perputaran pada bagian tengah dan
perputaran-luncuran pada bagian bawah pada waktu yang sama. Hasil akhir dari pada
simulasi menunjukkan kemiripan dengan longsoran yang sebenarnya dengan bagian
yang tidak teratur pada bagian bawah.

Gambar 13. Simulasi discrete elemen untuk longsoran pada tahun 1967

2. PEMAKAIAN LAIN DALAM PERTAMBANGAN

Ripping adalah suatu kegiatan yang sangat umum dalam pertambangan dan ini dapat
disimulasikan dengan metoda discrete elemen seperti berikut. Simulasi dilakukan
dengan model yang sederhana tapi dibuat semirip mungkin dengan kondisi lapangan
dan dapat mewakili buldoser Caterpillar D10. Sehingga simulasi daripada batuan yang
berlapis dengan joint yang memotong batuan dilakukan dengan blok berukuran 4 x 2,8

6
x 0,5 m. Untuk menciptakan kondisi yang tidak terganggu (seperti batuan di
lapangan), posisi yang tetap diletakkan pada kedua sisi, muka dan dasar dari model.
Dua grup kekar digunakan untuk menciptakan batuan yang terdiri dari blok-blok
dengan ukuran 0,4 x 0,56 x 0,25 m (Gambar 14).

Sudut antara dasar ripper dengan horizontal adalah + 100. Selama simulasi ripper
berpindah dengan kecepatan tetap 0,2 m/s. Densitas daripada batuan adalah 2300
kg/m3. Koefisien gesekan antara ripper dengan batuan adalah 0,0 sedangkan koefisien
gesekan antara batuan adalah 0,3. Modulus Young daribatuan adalah 1 x 108 Pa dan
poisson rationya adalah 0,3.

Satu seri simulasi dari pada ripping dilakukan dengan cara mengamati perpindahan
dari pada ripper selama 4,5 detik. Gambar 15 melihatkan step-step dari pada
pergerakan ripper dan batuan.

Photo 3. Mekanisme ripping di lapangan

Gambar 14. Sistem blok batuan yang digunakan untuk simulasi

Gambar 15. Seri dari mekanisme ripping pada batuan

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Cundall, P.A., A computer model for simulating progressive large scale movement
in blocky rock system, International Symposium on Rock Fracture, ISRM, Nancy,
1971.

2. Hocking, G., Analysis of toppling-sliding mechanism for rock slopes, 19 th U.S


Symposium Rock Mechanics, Reno, 1978.

3. Hocking, G. and Sulistijo, B., Progressive failure analysis of rock slope ,


Proceeding of the 2nd Int. Conf. on Discrete Element Methods, MIT, USA, 1993.

4. Sulistijo, B., Discrete Element Methods: its applications in discontinuous rock


systems, Ph.D. thesis, UNSW, Australia, 1993.

5. Boyd, J.M., Hinds, D.V. and Roger, C., Two simple devices for monitoring
movement in rock slopes, Quarterly journal of Engineering Geology, Vol. 6,
No. 3–4, pp. 295–302, 1973

6. Richard, L.R., The shear strength of joints in weathered rock, Ph.D. thesis ,
Imperial College, University of London, 1975.

7. Hocking, G., Discrete element analysis on the rippability of rock , Proc. 2nd int.
Conf. on Discrete Element Methods, MIT, USA, 1993.

8. Darcy, J., Application de la mecanique des roches aux terrassements rocheux ,


Revue de L’industrie Mineralemines, Juin, pp 455–481, 1971.

9. Hornung, J., 1978, Model studies of the process of mechanical ripping of rock ,
Baumaschine und Bautechnik, Vol. 25, No. 4, pp. 167–173, 1978.

10. MacGregor, F., The rippability of rock, Ph.D. Thesis, UNSW, Australia, 1993.

11. DECICE, Intera Technology.

Anda mungkin juga menyukai