Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu
dengan bidang horisontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena
proses geologi atau karena dibuat oleh manusia. Lereng yang terbentuk secara
alamiah misalnya lereng bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan
manusia antara lain yaitu galian dan timbunan untuk membuat jalan raya dan
jalan kereta api,bendungan,tanggul sungai dan kanal serta tambang terbuka.
Suatu longsoran adalah keruntuhan dari massa tanah yang terletak pada
sebuah lereng sehingga terjadi pergerakan massa tanah ke bawah dan ke luar.
Longsoran dapat terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau
mendadak serta dengan ataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat. Analisis
kestabilan lereng harus berdasarkan model yang akurat mengenai kondisi
material bawah permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan yang mungkin
bekerja pada lereng.
Analisis stabilitas lereng tidak mudah, karena terdapat banyak faktor yang
sangat mempengaruhi hasil hitungan. Fakor faktor tersebut misalnya, kondisi
tanah yang belapis-lapis, kuat geser tanah.
Kelongsoran lereng alam dapat terjadi dari hal-hal sebagai berikut:
1. Penambahan beban pada lereng. Tambahan beban lereng dapat berupa
bangunan baru, tambahan beban oleh air yang masuk ke pori-pori tanah
maupun yang menggenang di permukaan tanah dan beban dinamis oleh
tumbuh-tumbuhan yan tertiup angin dan lainnya.
2. Gempa bumi atau getaran berlebih.
3. Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng.
4. Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng.
5. Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown) misalnya pada
bendungan, sungai dan lainnya.
6. Kenaikan tekanan lateral oleh air (air yang mengisi retakan akan
mendorong tanha kea rah lateral)
7. Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng oleh akibat kenaikan
kadar air, kenaikan tekanan air pori, tekanan rembesan oleh genangan air
di dalam tanah

Kuat geser tanah juga dipengaruhi iklim berubah dari waktu ke waktu
tergantung perubahan iklim. Beberapa jenis tanah mengembang pada saat
musim hujan dan menyusut pada musim kemarau. Pada musim hujan kuat
geser tanah menjadi sangat rendah dibandingkan musim kemarau sehingga
kuat geser tanah yang digunakan pada analisis stabilitas lereng harus
didasarkan pada kuat geser tanah di musim hujan atau kuat geser pada saat
tanah jenuh air.

Pengaruh aliran air atau rembesan menjadi faktor sangat penting dalam
stabilitas lereng. Jika pada lereng terjadi penurunan muka air tanah dalam
lereng atau sekitar lereng maka terjadi pengurangan gaya angkat air pada
massa tanah, yang menambah beban lereng. Kenaikan beban menyebabkan
kenaikan tegangan geser, jika tanahan geser tanah terlampaui akan
mengakibatkan longsor lereng. Biasanya terjadi pada lereng yang tanahnya
berpermeabilitas rendah.

Dekat permukaan tanah yang miring, tanah dipengaruhi siklus kembang-


susut. Hal ini terjadi akibat perubahan temperature, perubahan musim
kemarau ke musim hujan. Saat tanah mengembang, tanah naik sehingga
melawan gaya-gaya gravitasi. Saat tanah menyusut, tanah turun dibantu oleh
gravitasi. Hasil dari gabungan gerakan tersebut adalah gerakan perlahan
lereng turu ke arah bawah.

Metode yang paling umum dari analisa stabilitas lereng didasarkan atas faktor
keamanaan . Pada analisis jenis ini faktor keamanan mengenai stabilitas dari
lereng diestimasikan dengan merencanakan jenis perkuatan yang akan
digunakan sehingga menikatkan faktor keamanan dari stabilitas lereng. Pada
penelitian kali ini yang akan dibahas yaitu perencanaan perkuatan stabilitas
lereng pada tanah tak jenuh menggunakan software yaitu Plaxis 3D V.2013.
1.2. Rumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana faktor kemananan dari stabilisasi lereng menggunakan
perkuatan yang paling efisien dan efektif dengan PLAXIS 3D V.2013 ?
2. Bagaimana faktor keamanan dari stabilitas lereng ditinjau dari intensitas
curah hujan maksimum ?
3. Bagaimana faktor keamanan dari stabilitas lereng ditinjau dari data gempa
yang digunakan?
4. Berapa jumlah rancangan anggaran biaya (RAB) dan lama waktu
pengerjaan dari perkuatan yang lebih efisen dan efektif untuk stabilitas
lereng?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mendapatkan nilai dari faktor keamanan stabilisasi lereng dari perkuatan
yang paling efisien dan efektif dengan menggunakan Plaxis 3D .
2. Mendapatkan nilai dari faktor keamanan stabilitas lereng dari intensitas
curah hujan maksimum
3. Menentukan nilai dari faktor keamanan stabilitas lereng dari data gempa.
4. Mendapatkan nilai rancangan anggaran biaya (RAB) dan waktu
pengerjaan dari pembuatan perkuatan stabilitas lereng.
1.4. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup pembahasana adalah sebagai berikut:
a. Stabilitas lereng yang dianalisis di daerah Jonggol, Cariu-Bogor, Jawa
Barat.
b. Memeriksa angka keamanan dari lereng sesuai intesitas curah hujan
maksimum dan data gempa.
c. Metoda yang digunakan yaitu menggunakan software Plaxis 3D V. 2013.
d. Pemilihan perkuatan antara Soil nailing, Bore pile, Gabion yang efektif
dan efisien dari segi teknis, rancangan anggaran biaya (RAB) dan waktu
pengerjaan.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan Tugas Akhir ini mengacu pada petunjuk Tugas
Akhir yang dikeluarkan oleh program studi Teknik Sipil Institut Teknologi
Sumatera. Sistematika penulisan adalah sebagi berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan latar belakang, tujuan dan manfaat penelitian, batasan
masalah, sistematika penulisan dan Penjelasan Proyek.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisikan teori-teori yang mendukung studi tugas akhir ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini membahas metode-metode yang digunakan dalam penelitian.
BAB IV PROSEDUR DAN HASIL KERJA
Pada bab ini berisi prosedur perhitungan yang dilakukan dalam penelitian dan
hasil yang didapatkan.
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi tentang analisis dan pembahasan dari hasil penelitian.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian dan
saran-saran penulis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Klasifikasi Unified


Pada sistem klasifikasi Unified, tanah diklasifikasikan kedalam tanah
berbutir kasar (kerikil dan pasir <50 % lolos saringan nomor 200 dan tanah
berbutir halus >50 % lolos saringan nomor 200.
Analisis saringan diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 2.1 Persentase loloas saringan


Nomor saringan % butiran lolos
4 (4,75 mm) 100,0
10 (2,0 mm) 93,2
40 (0,42 mm) 81,0
200 (0,075 mm) 61,5

Tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan subkelompok pada


tabel 2.2

Tabel 2.2 Sistem klasifikasi tanah Unified


2.2. Metoda Bishop
Metode Bishop yang diperkenalkan oleh A.W Bishop menggnunakan cara
potongan dimana gaya-gaya yang bekerja pada tiap potongan. Metode
Bishop dipakai untuk menganalisis permukaan gelincir (slip surface) yang
berbentuk lingkaran. Dalam hal ini diasumsikan bahwa gaya-gaya normal
total berbeda atau bekerja dipusat alas potongan dan bisa ditentukan
dengan menguraikan gaya-gaya pada potongan secara vertikal atau
normal.
Persyaratan keseimbangan dipakai pada potongan-potongan yang
membentuk lereng tersebut. Metode Bishop menganggap bahwa gaya-
gaya yang bekerja pada irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal
(Bishop. 1955)

Gambar xx Gaya-gaya yang bekerja pada suatu potongan


Dengan memperhitungakan seluruh keseimbangan gaya maka rumus
untuk faktor keamanan Fk metode Bishop diperoleh sebagai beriku
(Anderson dan Richards, 1987):
[ 𝑐 ′ 𝑙+(𝑃−𝑢𝑙) tan ∅]
Fk = 𝑊𝑠𝑖𝑛 𝛼

dengan:
W = Berat total pada irisan
EL,ER = Gaya antar irisan yang bekerja secara horizontal
dipenampang kiri dan kanan
XL,XR = Gaya antar irisan yang bekerja secara vertikal pada
penampang kiri dan kanan
P = Gaya normal total pada irisan
T = Gaya geser pada dasar irisan
b = Lebar dari irisan
l = Panjang dari irisan
𝛼 = Sudut kemiringan lereng

2.3. Metoda Janbu


Metoda Janbu mengasumsikan bidang kelongsoran yang berbentuk circular
dan non-circular yang dibagi bagi menjadi beberapa irisan.

Gambar xx. Lereng serta gaya-gaya yang bekerja untuk Metode Janbu

Rumus-rumus yang telah ada dikembangkan lagi untuk dianalisa daya


dukung, dan masalah tekanan tanah pada tahun 1957 oleh Janbu. Ini
merupakan metode irisan pertama dimana seluruh keseimbangan gaya dan
keseimbangan momen dipenuhi.
Sehingga janbu merumuskan persamaan umum keseimbangan dengan
penyelesaian secara vertical dan sejajar pada dasar tiap-tiap irisan.
Memperhitungkan seluruh keseimbangan gaya maka rumus untuk faktor
keamanan Ff diperoleh sebagai berikut (Anderson Richards, 1987):
𝛴(𝑐 ′ +(𝑃−𝑢𝑙)𝑡𝑎𝑛𝜑 ′ )𝑠𝑒𝑐𝛼
Ff = 𝛴(𝑤−(𝑋𝑅−𝑋𝐿))𝑡𝑎𝑛𝛼

dengan:
W = Berat total pada irisan
EL,ER = Gaya antar irisan yang bekerja secara horizontal dipenampang
kiri dan kanan
XL,XR = Gaya antar irisan yang bekerja secara vertikal pada penampang
kiri dan kanan
P = Gaya normal total pada irisan
T = Gaya geser pada dasar irisan
ht = Tinggi rata-rata dari irisan
hf = Asumsi letak thrust line
b = Lebar dari irisan
l = Panjang dari irisan
𝛼 = Kemiringan lereng
𝛼t = Sudut thrust line

2.4. Metoda Fellenius


Fellenius mengemukakan metodenya dengan menyatakan asumsi bahwa
keruntuhan terjadi melalui rotasi dari suatu blok tanah pada permukaan
longsor berbentuk lingkaran (sirkuler) dengan titik 0 sebagai titik pusat
rotasi. Metode ini menganggap bahwa gaya normal P bekerja di tengah-
tengah slice. Diasumsikan bahwa resultan gaya-gaya antar irisan
diabaikan.
Gambar xx Lereng dengan busur lingkaran bidang longsor.

Suatu lereng dengan sistem irisan untuk berat sendiri masa tanah (W) serta
analisis komponen gaya-gaya yang timbul dari berat massa tanah yaitu
gaya-gaya antar irisan yang bekerja disamping kanan irisan (Er dan Xt).
Pada bagian alas irisan, gaya berat (W) diuraikan menjadi gaya reaksi
normal Pw yang bekerja tegak lurus arah irisan dan gaya tangensial Tw
yang bekerja sejajar irisan. Besarnya lengan gaya (W) adalah 𝑥 = 𝑅 sin 𝛼,
Dimana R adalah jari-jari lingkaran longsor dan sudut 𝛼 adalah sudut pada
titik O yang dibentuk antara garis vertikal dengan jari-jari lingkaran
longsor.
𝛴[(𝑐 ′ 𝑙+{𝑃𝑤−𝑢𝑙} tan ∅
FK = 𝛴𝑊𝑠𝑖𝑛 𝛼

dengan:
W = Berat total pada irisan
EL,ER = Gaya antar irisan yang bekerja secara horizontal
dipenampang kiri dan kanan
XL,XR = Gaya antar irisan yang bekerja secara vertikal pada
penampang kiri dan kanan
P = Gaya normal total pada irisan
T = Gaya geser pada dasar irisan
R = Jari-jari lingkaran
𝛼 = Kemiringan lereng

2.5. Teori Analisis Stabilitas Lereng


Analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep keseimbangan plastis
batas (limit plastic equilibrium). Stabilitas lereng yang dimaksud adalah
untuk menetukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial.
Sehingga kestabilan atau tidak ditentukan oleh faktor keamanan (safety
factor (FS).
Ray dan De Smitd (2009) klasifikasi kestabilan lereng dikaitkan dengan
faktor aman, pada tabel 2.1
Table 2.1. Klasifikasi kestabilan lereng (Ray dan De Smedt, 2009)
Faktor Aman Klasifikasi kestabilan Keterangan
lereng
FS>1,5 Stabil Hanya gangguan besar dapat
membuat ketidakstabilan
<1,25FS<1,5 Kestabilan sedang Gangguan ketidakstabilan
sedang dapat membuat
ketidakstabilan
1<FS<1,25 Agak stabil Gangguan ketidakstabilan
minor dapat mengganggu
stabilitas
F<1 Tidak stabil Memerlukan perbaikan
stabilitas lereng
Stabilitas sangat bergantung pada kohesi (c) dan sudut gesek (𝜑). Pada
umumnya tanah semakin kering faktor aman semakin tinggi, sedang jika
tanah semakin menuju ke jenuh faktor aman semakin turun.
Pemicu ketidakstabilan lereng umumnya disebabkan oleh naiknya muka
air tanah yang menambah derajat kejenuhan tanah dan tekanan air pori,
sehingga menggurangi tegangan efektif dan kuat geser tanah.
Dalam analisis stabilitas lereng, beberapa anggapan dibuat, yaitu:
1. Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor
tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi.
2. Massa tanah yang longsor diangap sebagai benda massif
3. Tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang
longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsor, atau
dengan kata lain, kuat geser tanah dianggap isotropis.
4. Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser
rata-rata sepanjang bidang longsor potensial, dan kuat geser tanah
rata-rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi, kuat geser tanah
mungkin terlampaui di titik-titik tertentu pada bidang longsornya,
padahal faktor aman hasil hitungan lebih besar 1

Faktor aman didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang


menahan dan gaya yang menggerakkan, atau:
𝜏
F=𝜏 2.6
𝑑

dengan:

𝜏 = tahanan geser
𝜏𝑑 = tegangan geser
F = faktor aman
Menurut teoru Mohr-Coulomb, tahanan geser maksimum (𝜏) yang dapat
digerakkan oleh tanah, disepanjang bidang longsornya yang dinyatakan
oleh:

𝜏 = 𝑐 + 𝜎𝑡𝑔𝜑 2.7
dengan:

C = kohesi
𝜎 = tegangan normal
𝜑 = sudut gesek
Nilai-nilai c dan 𝜑 adalah parameter kuat geser tanah di sepanjang bidang
longsor. Dengan cara yang sama, dituliskan persamaan tegangan geser
yang terjadi (𝜏𝑑 ) akibat beban tanah dan beban-beban lain pada bidang
longsornya:

𝜏𝑑 = 𝑐𝑑 + 𝜎𝑡𝑔𝜑𝑑 2.8
dengan:

𝑐𝑑 = kohesi bidang longsor


𝜑𝑑 = sudut gesek bidang longsor
Subsitusi persamaan 2.7 dan 2.8 diperoleh persamaan factor aman.

𝑐 + 𝜎𝑡𝑔𝜑 2.9
𝐹=
𝑐𝑑 + 𝜎𝑡𝑔𝜑𝑑
Untuk memberikan faktor aman terhadap masing-masing komponen kuat
geser, faktor aman dapat dinyatakan oleh:

𝑐 2.10a
𝐹𝑐 =
𝑐𝑑
𝑡𝑔𝜑 2.10b
𝐹𝜑 =
𝑡𝑔𝜑𝑑
dengan:

𝐹𝑐 = faktor aman pada komponen kohesi


𝐹𝜑 = faktor aman pada komponen gesekan

2.6. Konsep Kestabilan Lereng


Tanah yang bergerak merupakan gerakan menuruni lereng oleh masa tanah
atau batuan penyusun lereng akibat terganggunya kestabilan tanah. Massa
yang bergerak bisa berupa massa tanah saja, massa batuan, atau massa
gabungan keduanya. Apabila masa yang bergerak lebih didominan oleh
massa tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, maka
proses pergerakan tersebut ialah longsoran tanah. Analisis stablitas tanah
ini disebut sebagai analisis stabilitas lereng.
Analisis stabilitas lereng meliputi konsep kemantapan lereng yaitu
penerapan mengenai kekuatan geser tanah. Keruntuhan geser pada tanah
dapat terjadi akibat gerakan relatif antar butirannya. Kekuatan tanah
tergantung pada gaya yang bekerja antar butiran. Sehingga kekuatan geser
terdiri atas:
1. Bagian yang bersifat kohesif, tergantung karakteristik tanah dan
ikatannya.
2. Bagian yang bergesekan, dimana sebanding dengan tegangan efektif
yang bekerja pada bidang geser. (DAS, 1994)

2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng


Keruntuhan pada lereng alami atau buatan disebabkan karena adanya
perubaha antara lain yaitu topografi, seismic, aliran air taanh, kehilangan
kekuatan, perubahan tegangan, dan iklim.
Gaya-gaya luar yang bekerja pada material pembentukan lereng
menyebabkan material tersebut memiliki kecenderungan untuk
menggelincir. Hal ini ditahan oleh kekuatan geser material sendiri.
Walaupun suatu lereng telah stabil dalam jangka waktu yang lama. Lereng
tersebut bisa menjadi tidak stabil karena beberapa faktor seperti:
1. Bentuk geometris penampang lereng yang berupa sudut kemiringan
yang landai, sedang atau terjal.
2. Beban atau berat perkuatan lereng itu sendiri
3. Penambahan kadar air pada tanah yaitu terdapat rembesan air atau
infiltrasi curah hujan
4. Getaran atau gempa

Faktor –faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng dapat menghasilkan


tegangan geser pada seluruh massa tanah. Suatu gerakan akan terjadi
kecuali tahana geser pada setiap permukaan runtuh yang mungkin terjadi
lebih besar dari tegangan geser yang bekerja (Bowles, 1991)

2.7.1. Sudut Kemiringan Lereng


Menggunakan data parameter yang sama tetapi dengan sudut kemiringan
lereng yang berbeda. Hubungan antara faktor keamanan dengan sudut
kemiringan lereng (𝛼) adalah semakin besar sudut kemiringan lereng
maka semakin kecil nilai faktor keamanan yang didapatkan, begitu juga
sebaliknya.

Tabel xx Sudut-sudut petunjuk menurut Fellenius

2.7.2. Perkuatan pada Lereng


a. Soil Nailing
Soil nailing adalah metode yang efektif dan ekonomis dalam
perkuatan tanah lereng untuk mendukung berbagai kegiatan proyek
(Fogler 1999, Chopey 199, Brownell et al. 1959)
Soil nailing adalah salah satu perbaikan kestabilan lereng alam atau
tipe dinding penahan tanah. Soil nailing dilakukan dengan
memasukkan perkuatan yaitu baja dan pile dengan ukuran relatif kecil
dan yang dipasang dengan spasi yang dekat ke dalam massa tanah
sehingga secara lokal tanah menjadi stabil. Salah satu perkuatan ini
dilakukan in-situ/asli dengan memasang sejumlah paku (nails) berupa
tulangan yang digrout berjarak interval 1,5 sampai dengan 20 meter.
Besi tersebut biasanya tidak diberi prestressed. Agar semua paku bisa
bekerja sebagai satu unit kesatuan, maka setelah paku terpasang,
permukaan tanahanya di shotcrete setelah ±10 cm dan paku besi
tersebut dipaku ke dinding shotcrete.
Teknik soil nailing meningkatkan stabilitas lereng, dinding penahan
tanah dan penggalian terutama melalui mobilisasi ketegangan di paku
tanah. Pasukan Tarik dikembangkan di paku tanah terutama melalui
interaksi gesekan antara paku tanah dan tanah serta reaksi yang
diberikan oleh kepala tanah-dipaku/ menghadap. Gaya tarik pada paku
tanah memperkuat tanah dengan langsung mendukung beberapa
beban geser diterapkan dan dengan meningkatkan tekanan yang
normal dalam tanah pada permukaan potensi keruntuhan, sehingga
kemungkinan tanah geser yang lebih tinggi untuk dimobilisasi. Kepala
tanah-dipaku dan menghadap memberikan efek kekangan dengan
membatasi deformasi tanah dekat dengan normal ke permukaan
lereng. Akibatnya, tegangan efektif rata-rata dan tahanan geser dari
tanah dibelakang kepala tanah-dipaku akan meningkat. Hal itu
membantu untuk mencegah kegagalan lokal di dekat permukaan
lereng untuk menyalurkan tindakan yang tidak terpisahkan dari massa
tanah diperkuat melalui redistribusi kekuatan antara kuku tanah.
Perlawanan terhadap kegagalan penarikan paku tanah disediakan oleh
bagian paku tanah yang tertanam dibelakang permukaan potensi
kegagalan.
Stabilitas internal sistem soil nailing biasanya dinilai menggunakan
dua zona, yaitu zona aktif dan zona pasif (zona tahanan) yang
dipisahkan oleh permukaan potensi kegagalan. Zona aktif adalah
daerah didepan permukaan potensi kegagalan, dimana hal tersebut
memiliki kecenderungan untuk melepaskan diri dari sistem tanah-
dipaku. Zona pasif adalah wilayah di balik permukaan potensi
kegagalan yang tetap lebih atau kurang utuh. Soil nailing bertindak
untuk mengikat zona aktif ke zona pasif.
Interaksi soil nailing adalaj kompleks, dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi sifat mekanik soil nailing (yaitu
kekuatan tarik, kekuatan geser dan kapasitas lentur), kecenderungan
dan orientasi soil nailing, kekuatan geser tanah, kekakuan relatif soil
nailing dan tanah, gesekan antara soil nailing dan tanah, ukuran tanah
kepala-paku dan sifat menghadap lereng.

Gambar xx Two-zone Model of a Soil-nailed System


(sumber: Ochiai, 2001)

b. Bored Pile
Pondasi tiang merupakan salah satu metode dinding penahan tanah
sementara atau permanen yang efisien. Pondasi bored pile dapat
membantu untuk mencegah kelongsoran dan pergerakan tanah pada
lereng akubat adanya tekanan lateral tanah.
Beban ultimate yang ditanggung oleh sebuah bored pile sama dengan
jumlah tahanan dasar dan tahanan cerobong (shaft resistance).
Tahanan dasar merupakan hasil kali luas dasar (Ab) dan daya dukung
ultimate (qf) pada elevasi dasar lorong. Tahanan cerobong adalah
hasil kali luas keliling cerobong (As) dan nilai rata-rata tahanan geser
ultimate tiap satuan luas (fs) yang sering disebut ‘friksi kulit’ (skin
friction) antara bored pile dan tanah. Berat tanah yang dipindahkan
atau disingkirkan biasanya diasumsikan sama dengan berat bored pile.
Pilihan dari masin gmasing tipe tiang tergantung dari jenis tanah
(granular atau kohesif, lunak atau keras), profil muka air tanah, tinggi
tanah maksimum yang ditahan, waktu konstruksi yang tersedia, biaya
dan umur rencana.
 Analisisa daya dukung tanah (Bearing Capasity) dengan metode
Mayerhorf
Adapun persamaan yang digunakan dalam persamaan ini
(Meyerhorf, 1976)
Qpl = Ap x qp
= Ap x q’ x Nq
dengan:
Qp = daya dukung ujung tiang (t/m2)
Qp = q’ x Nq* = daya dukung per satuan luas
Ap = luas penampang ujung tiang (m2)
q’ = tegangan vertikal efektif
Nq = faktor daya dukung ujung
Harga qp tidak dapat melebihi daya dukung batas ql, karena itu
daya dukung ujung tiang perlu ditentutkan pada persamaa
(Meyerhorf, 1976)
Qp2 = Ap x ql
= Ap x 5 x Nq* x tan ∅
dengan:
Qp2 = daya dukung ujung tiang (t/m2)
Ap = luas penampang ujung tiang (m2)
Nq = faktor daya dukung ujung
∅ = sudut geser dalam
ql = daya dukung batas
Untuk lebih mempermudah, harga Qp1 dan Qp2 dibandngkan dan
diambil harga yang lebih kecil sebagai daya dukung ujung tiang.
Harga Nq* ditentukan sebagai fungsi dari sudut geser dalam
tanah(∅).
 Daya dukung ijin tiang grup
Dalam pelaksanaan jarang ditemukan pondasi tiang berdiri
sendiri tetapi terdiri dari beberapa kelompok, nilai daya dukung
ijin grup dikalikan dengan faktor efisien.
Q = Qult
dengan:
Eff 𝜃 (𝑛−1)𝑚+(𝑚−1)𝑛
= 1- (
90 𝑚.𝑛

N = jumlah tiang dalam satu baris


M = jumlah baris
D = jarak sisi tiang (m)
S = jarak antar tiang
𝜃 = arc tan (d/s)
Q = kapasitas daya dukung bored pile dengan
maksimum dalam grup (KN)
Qult = kapasitas daya dukung bored pile dengan satu tiang
dalam grup (KN)
Eff = effisien grup tiang
Persayaratan kekuatan pondasi = Pmax < P grup
Pmax 𝛴𝑃𝑢 𝑀𝑥∗𝑌𝑚𝑎𝑥 𝑀𝑦∗𝑋𝑚𝑎𝑥
= + +
𝑛 𝑛𝑦∗𝛴𝑦 2 𝑛𝑥∗𝛴𝑥 2

 Kontrol gaya horizontal yang terjadi pada tiang


Untuk tiang yang relatif pendek yaitu apabila perbandingan
antara panjang tiang dengan diameter tiang (L.d) ≤ 20 dan Mmax
< My, gaya horizontal pada tiang. (Broms, 1964) di dalam
(Hardiyanto, Hary, C, 2002)
Hu = 9 x Cu x d (L-3d/2)
Mmax = Hu (L/2 + 3d/4)
dengan:
Hu = tahanan tiang ultimit terhadap beban lateral (KN)
Cu = nilai kohesi (KN/m)
L = panjang tiang (m)
D = diameter tiang (m)
My = momen terhadap tiang sendiri (KN/m)
Mmax = momen maksimum yang dapat ditahan oleh tiang
(KNm)
Jika Mmax > My maka tiang termasuk tiang panjang
Hu 2𝑀𝑦
= 3𝑑 𝑓
+
2 2

Hs 𝐻𝑢
= 𝐹

dengan memberi faktor kemanan F= 3, maka gaya horizontal


yang aman terhadap keruntuhan tanah dan tiang:
untuk gambar diagram distribusi reaksi tanah dan momen yang
terjadi untuk tiang ujung jepit secara pendekatan pada gambar
berikut:

Gambar xx Tiang ujung jepit pada tanah kohesif


 Perencanaan tulangan bored pile
Pada perencanaan penulangan bored pile, harus mengetahui
gaya-gaya dalam yang bekerja pada bored pile tersebut. Seperti
axial force, shear force dan bending momen. Hasil gaya-gaya
tersebut didapat dari program Plaxis.
a. Perencanaan tulangan pokok
Adapun langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:
1. Menghitung rasio tulangan dengan lebar inti.
Lebar inti dihitung dengan persamaan berikut:
Lebar inti = D-(p+p)
Untuk syarat rasio tulangan pokok yaitu 0,01<𝜌𝑔<0,08
Untuk menghitung 𝜌𝑔 menggunakan persamaan berikut.
𝐴𝑠𝑡
𝜌𝑔 = 𝐴𝑔

Untuk menghitung kesentrisitas, digunakan persamaan


berikut.
e = Mu/Pu
dengan:
Lebar inti = lebar efektif bored pile
D = diameter bored pile
P = selimut beton
Pg = rasio tulangan
Ast = luas total tulangan
Ag = luas bored pile
2. Perhitungan beban (pada daerah beton dan disangga oleh
baja) satu tiang yang harus dipikul berdasarkan
persyaratan ∅𝑃𝑛 > 𝑃𝑢
Untu menghitung Pn menggunakan persamaan berikut.
∅𝑃𝑛 = (0,85 x ∅ x 0,85 x fc (Ag-Ast))+ (fs x
Ast)
dengan:
Pn = beban axial rencana
Pu = beban axial borepile
∅ = faktor reduksi (0,85)
3. Transformasi penampang dari lingkaran ke bujursangkar
Untuk menghitung digram regangan sebagai berikut.
Tebal segiempat ekivalen = 0,8D
𝜋
(𝐷)2
Lebar penampang = 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙4 𝑒𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛

Luaas total tulangan (Ast) = ½ x (0,25 x 𝜋x D2 x n


600 𝑑
Periksa kekuatan tulangan balance Cb = 600+𝑓𝑦 (𝑚𝑚)

d= lebar penampang ekivalen-d’


Es > Ey (fs = fy) fs = Es x Es
Es < Ey (fs=fs) E = 4700√𝑓′𝑐
Cc = 0,85 x fc x B x ab x Ts = fs x Ast
𝐻 𝑎𝑏 𝐻 𝐻
Mb = Cc( 2 − ) + 𝑇𝑠1 ( 2 − 𝑑) + 𝑇𝑠2( 2 − 𝑑 ′ − 𝑑′′) +
2
𝐻 𝐻
𝑇𝑠3( 2 − 𝑑 ′ − 2 ∗ 𝑑′′) + 𝑇𝑠4( 2 − 𝑑 ′ − 3 ∗

𝑑′′)𝑇𝑠′1(𝐻 − 2 ∗ 𝑑′′) − 𝑇𝑠′2(𝐻 ′ − 𝑑′′) − 𝑇𝑠′3(𝐻)


Pb = (Cc+Ts1+Ts2+Ts3+Ts4) - (Ts’1+Ts’2+Ts’3)
4. Memeriksa kekuatan penampang dengan hancur tarik,
dengan syarat ∅𝑃𝑛 > 𝑃𝑢 menggunakan persyaratan
berikut
Eb 𝑀𝑏
= 𝑃𝑏

Pn 2
2 0,85 𝑥 𝑒 𝜌𝑔𝑚𝐷𝑠
= 0,85 fc h ( √ − 0,38) + −
ℎ 2,5ℎ

0,85 𝑥 𝑒
( − 0,38)

h = diameter penampang
e = eksentrisitas terhadap pusat tulangan terjauh
dari sumbu
m 𝑓𝑦
= 0,85 𝑓𝑐

Ds = diameter lingkaran tulangan terjauh dari


sumbu
b. Perencanaan tulangan geser
Menentukan terlebih dahulu diameter yang akan digunakan,
lalu menentukan diameter tulangan gesernya, dan
menghitung sesuai dengan syarat yang berlaku
Syarat ratio tulangan 𝜌 min > 𝜌𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
Ag =bxh
Ac = 0,25 x 𝜋 x lebar inti
Asp = 0,25 x 𝜋 𝑥 ∅2
Dc =h–2xp
S 4 𝑥 𝐴𝑠 (𝐷𝑐− ∅𝑠𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛𝑔)
= 𝐷𝑐 2 𝑥 𝜌𝑠

dengan:
Ag = berat kotor
Ac = luas silinder
Asp = luas tulangan geser
Dc = tinggi efektif
S = jarak antar tulangan geser

c. Gabion
Gabion sama halnya dengan sebutan bronjong. Geogrid dipakai
seperti kawat kasa pada bronjong, dan kemudian diisi batu-batu.
Sistem gabion ini dapat dipakai untuk konstruksi penahan tanah
(Mochtar 1990)
Gabion umumnya dianalisis sebagai dinding penahan gravitasi yaitu
dinding yang menggunakan berat sendiri untuk menahan tekanan
tanah lateral. Gabion bisa difungsikan dengan penampang miring
didepan maupun penampang miring dibelakang dan kedua jenis itu
didasarkan pada prinsip yang sama
Gaya utama yang bekerja pada dinding gabion adalah gaya vertikal
dari berat gabion dan tekanan lateral yang bekerja dibelakang dinding.
Apabila beban gempa maka beban-beban tersebut harus dimasukkan
dalam analisis.
Tekanan tanah akrig Pa, menurut kolom adalah:
Pa = ½ Ka Ws H2
Apabila terdapat beban merata dipermukaan urungan, maka
persamaan dimodifikasi menjadi:
Pa 𝑊𝑠𝐻 2
= Ka ( + 𝑞𝐻)
2

dengan:
Ws = berat volume tanah
Ka = koefisien tekanan tanah aktif
H = tinggi dinding gabion
q =beban terbagi merata
Ka adalah koefisien tekanan tanah aktif, dimana menurut Coulomb
harganya adalah (Modular Gabion Systems):
Ka 𝑐𝑜𝑠2 (∅−𝛽)
= sin(∅+𝛿)sin(∅−𝛼) 2
𝑐𝑜𝑠2 𝛽 cos(𝛿+𝛽)[1+√ ]
cos(𝛿+𝛽)cos(𝛼−𝛽)

dengan:
𝛼 = sudut kemiringan pada permukaan urungan belakang
dinding gabion
𝛽 = sudut kemiringan bagian belakang dinding gabion
𝛿 = sudut geser antara tanah dan dinding gabion
∅ = sudut geser tanah
Adapun nilai ∅ untuk jenis tanah terapat dalam tabel. Nilai Ka untuk
berbagai kombinasi 𝛽,𝛼, 𝛿.
Nilai Pa membentuk sudut 𝛿 terhadap bidang yang tegak lurus pada
bagian belakang dinding gabion.pengaruh gesekan dinding kecil,
maka 𝛿 dianggap nol.
Komponon horizontal dari Pa ditulis sebagai berikut:
Ph = Pa cos𝛽
Komponen vertikal Pa diabaikan dalam desain karena mengurangi
momen guling dan meningkatkan ketahanan geser.
Tabel xx Nilai ∅ untuk berbagai jenis tanah (Merrit 1983)
Soil Type Soil Condition ∅(deg) 𝛾(lb/ft3)
Course sand, sand, gravel Compact soil 40 140
Loose 35 90

Medium sand Compact soil 40 130


Loose 30 90
Fine silty sand, sandy silt Compact soil 30 130
Loose 25 85
Uniform silt Compact soil 30 135
Loose 25 85
Clay-silt Soft/medium 20 90/120
Silty-clay Soft/medium 15 90/120
Clay Soft/medium 0/10 90/120
Sumber: Modular Gabion Systems
Terdapat beberapa stabilitas gabion yaitu:
1. Stabilitas terhadap guling
Stabilitas terhadap guling dinyatakan sebagai berikut:
Mr  SF0M0
dengan:
Mr = momen perlawanan
M0 = momen guling
F0 = faktor keamanan (1,5)
Perhitungan momen perlawanan dilakukan terhadap titik guling,
sedangkan perhitungan momen guling dilakukan dengan
persamaan berikut.
M0 = daPh
3𝑞
da 𝐻(𝐻=
𝑊𝑠
)
= 2𝑞 + 𝐵 sin 𝛽
3(𝐻+ )
𝑤𝑠

dengan:
da = jarak vertikal pada H/3
H = tinggi dinding gabion
Q = beban tambahan (surcharge)
Ws = berat volume tanah
𝛽 = sudut kemiringan bagian belakang gabion
2. Stabilitas terhadap geser
Stabilitas terhadap geser dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝜇𝑊𝑔 ≥ SFs Ph
dengan:
𝜇 = koefisien gesekan (tan ∅)
𝑊𝑔 = berat sendiri gabion
SFs = faktor keamanan (1,5)
3. Stabilitas terhadap daya dukung
Nilai eksentrisitas dapat ditentukan sebagai berikut:
e 𝐵 (𝑀𝑟−𝑀𝑜)
=2− 𝑊𝑔

Untuk resultan gaya yang terletak pada H/13


𝐵 𝐵
-6 ≤𝑒 ≤
6
Tekanan maksimum dibawah dasar, P adalah
P 𝑊𝑔 1+6𝑒
=( )( )
𝐵 𝐵

Tekanan maksimu, tidak boleh melebihi daya dukung tanah (soil


bearing capacity) yang diijinkan.
P ≤ 𝑆𝐹𝑏 𝑃𝑏
dengan:
e = eksentrisitas
B = lebar alas gabion
Mr = momen tahanan
M0 = momen guling
Wg =berat sendiri gabion

2.7.3. Curah hujan rata-rata


Menghitung curah hujan rata-rata daerah menggunakan metode cara rata-
rata hitung sebagai berikut:
d 𝑑1+𝑑2+⋯….+𝑑𝑛
= 𝑛

dengan:
d = curah hujan rata-rata daerah (mm)
n = banyaknya titik penangkar hujan
d1,d2,dn = curah hujan yang tercatat di pos
Data curah hujan harian dijadikan data hujan jam dengan rumus
Mononobe (Soemarto,1995:15) sebagai berikut:
i 𝑅24 24
= 24 ( 𝑡 )2/3

dengan:
i = intensitas hujan (mm/jam;m/jam)
t = waktu (durasi) curah hujan (jam)
R24 = tinggi hujan maksimum 24 jam (mm)
Intensitas hujan yang terjadi di Indonesia rata-rata mempunyai durasi
antara 5-7 jam. Sehingga nilai tengah dari interval tersebut sering
digunakan sebagai acuan dalam menghitung intensitas hujan jam-jaman
yang berasala dari data hujan harian.
Metode Fellenius
F 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑠𝑜𝑟
= 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑏𝑎𝑏 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑠𝑜𝑟

Bila terdapat air pada lereng, akibat pengaruh tekanan air pori persamaan
menjadi.
−=𝑛
∑𝑖=1
F 𝑐𝑎1+(𝑊𝑖𝑐𝑜𝑠[(𝜃𝑖−𝜇𝑖𝑎𝑖)𝑡𝑔𝜑)]
= ∑𝑖=𝑛
𝑖=1 𝑊𝑖𝑠𝑖𝑛𝜃𝑖

dengan:
F = faktor aman
c = kohesi (kN/m)
𝜑 = sudut gesek dalam tanah (°)
Wi = berat irisan tanah ke-i (KN)
ai = lengkungan irisan ke-I (m)
𝜇𝑖 = tekanan air pori ke-I
𝜃𝑖 = sudut antara jari-jari lengkung dengan garis kerja massa
tanah
Rasio tekanan air pori:
𝜇
ru =𝑊
𝜇
=
𝛾ℎ

dengan:
Ru = rasio tekanan air pori
𝜇 = tekanan air pori (KN/m2)
b = lebar irisan ke-i (m)
𝛾 = berat volume tanah (KN/m2)
h = tinggi irisan rata-rata (m)
Tekanan air pori positif
Apabila tekanan air pori (u) naik, maka tegangan normal efektif dalam
tanah berkurang dan kuat geser tanah menurun, menurut Hardiyatmo,
2012. Kenaikan air pori lebih cepat selama periode hujan lebih (hujan
menerus). Salah satu dari hal inilah yang menyebabkan terjadinya
kelongsoran.
Kuat geser tanah (𝜏) dinyatakan dalam persamaan berikut.
𝜏 = 𝑐 ′ + (𝜎 − 𝑢) tan ∅
dengan:
c = kohesi efektif
𝜎 = tegangan normal
∅ = sudut geser dalam
𝑢 = tekanan air pori
Tekanan air pori negatif
Butiran tanah yang kecil akan meningkatkan tekanan kapiler dan juga
tekanan air pori negatif. Tekanan air pori negatif menambah stabilitas
lereng (Hardiyatmo, 2012). Untuk tanah tak jenuh digunakan persamaan
C = 𝑐 ′ + (𝑢𝑎 − 𝑢𝑤)𝑡𝑔 ∅𝑏
dengan:
C = kohesi total tanah
c’ = kohesi efektif
(ua-uw) = matrix suction
∅𝑏 = sudut geser matriks

2.7.4. Getaran atau Gempa


Perpindahan tanah selama gempa bumi menyebabkan momen inersia yang
besar pada lereng. Pada saat terjadi gempa, diasumsikan bahwasanya tanah
mengalami sedikit penurunan pada kekuatan lereng karena beban siklis.
Ditunjukkan pada gambar dibawah ini, ABC adalah lingkaran dengan
pusat pada titik O

Gambar xx Analisis stabilitas lereng dengan pengaruh gempa


Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah dihitung dengan
menggunakan pendekatan oleh Mononobe-Okabe pada tanah non kohesif.
Besarnya tekanan tanah akibat pengaruh gempa ditentukan berdasarkan
koefisien gempa horizontal (Kh) dan faktor keutamaan (I)
Pembagian wilayah gempa Indonesia terdiri dari 6 wilayah gempa,
wilayah 1 adalah wilayah kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6
adalah wilayah kegempan paling tinggi. Pembagian ini didasarkan pada
percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan
periode ulang 500 tahun dengan asumsi umur bangunan adalah 50 tahun.
Berikut adalah gambar pembagian zona gempa di Indonesia

Gambar xx Peta zona pembagian gempa di Indonesia


a. Teori analisis stabilitas lereng tanpa gempa
Analisis stabilitas lereng yang dimaksud untuk menentukan faktor
aman dari bidang longsor. Penggunaan rumus sama dengan teori
stabilitas analisis lereng
b. Terori analisis stabilitas lereng menggunakan gempa (Metode Irisan
Konvensional)
Sebagai uji coba permukaaan gambar xx, pada kemiringan untuk
menjelaskan metode irisan konvensional. Pada ABC adalah busur dari
lingkaran dengan pusat di titik O diatas oermukaan yang dibagi
menjadi beberapa irisan. Berat dan kekakuan inersia adalah masing
masing Wn dan kn. WnPn dan Pn+1 adalah gaya normal yang bekerja
pada sisi potongan Tn dan Tn+1, namun gaya Pn dan Pn+1, Tn dan Tn+1
sulit untuk ditentukan. Jadi resisting gaya tangensial Tr dapat
ditentukan sebagai berikut:
𝜏r 1
= 𝐹𝑆 (𝑐𝐵𝑛 sec 𝛼 + 𝑁𝑟 tan ∅

𝜏r 1
= 𝐹𝑆 (𝑐𝐵𝑛 sec 𝛼 + 𝑊𝑛 cos 𝛼𝑛 tan ∅

Ambil momen O untuk semua irisan

Gambar xx Metode irisan konvensional


𝑝 𝑝
𝑅
∑(𝑊𝑛 𝑅 sin 𝛼𝑛 + 𝑘ℎ 𝑊𝑛 𝐿𝑛 ) = ∑ (𝑐𝐵𝑛 sec 𝛼 + cosα 𝑊𝑛 )
𝐹𝑠
𝑛=1 𝑛=1

atau
∑𝑃𝑛=1(𝐶𝐵𝑛 + sec ∝ +𝑊𝑛 cos 𝛼𝑛 tan ∅)
𝐹𝑠 =
𝐿
∑𝑃𝑛=1[𝑊𝑛 sin 𝛼𝑛 + 𝑘ℎ 𝑊𝑛 ( 𝑛 )]
𝑅
dengan:
Kh = koefisien gaya gempa horizontal
W = luas tiap irisan
c = kohesi
R = jari-jari longsor
h = tinggi rata-rata
b = lebar irisan
x = jarak horizontal dari pusat massa irisan terhadap pusat
momen
∝ = sudut kemiringan
Untuk faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan
geser rata-rata sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser
tanah rata-rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi kuar geser tanah
mungkin terlampauin di titik-titik tertentu bidang longsornya. Padahal
faktor aman hasil hitungan lebih besar 1. Lereng dianggap stabil jika
faktor amannya memenuhi syarat yang ditentukan, yaitu:
1. 𝐹 ≥ 1.5 tanpa gempa
2. 𝐹 ≤ 1.2 dengan gempa

2.8. Stabilitas Lereng


Stabilitas lereng merupakan analisis stabilitas tanah pada permukaan yang
miring.
Dalam menentukan kestabilan lereng dikenal dengan faktor keamanan
yang merupakan perbandingan antara gaya penahan terhadap gaya
penggerak.
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛 𝜏𝑓
FS = 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘 = 𝜏𝑑

Dengan:
FS : Faktor keamanan
𝜏𝑓 : Kuat geser tanah rata-rata (KN/m2)
𝜏𝑑 : Tegangan geser disepanjang bidang longsor (KN/m2)

Pada prisnipnya, cara yang dipakai untuk menjadika lereng lebih aman
dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu:
a. Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak. Momen
penggerak diperkecil dengan cara mengubah bentuk lereng tersebut
dengan cara berikut:
1. Membuat lereng lebih datar dengan cara mengurangi sudut
kemiringan
2. Mengurangi ketinggian lereng
b. Memperbesar gaya melawan atau momen lawan. Momen melawan
dapat di tingkatkan dengan cara berikut:
1. Menggunakan counterweight, yaitu tanah timbunan pada kaki
lereng
2. Mengurangi tegangan air pori dalam lereng
3. Secara mekanis, memasang perkuatan berupa dinding penahan
tanah
4. Secara injeksi
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan secara
ilmiah. Data tersebut adalah data sekunder. Data yang dihasikan dari
studi kasus proyek Heaven Memorial Park yang memiliki tujuan yaitu
untuk mengevaluasi metode yang akan digunakan sesuai dengan nilai
faktor keamanan efisien dan efektif dalam mengatasi kelongsoran pada
proyek tersebut. Data Sekunder yang didapatkan untuk melakukan
analisa pengolahan data yang akan dilaksanakan yaitu berupa:
1. Data Laboratorium
2. Data borelog
3. Peta kontur

3.2. Stratifikasi Tanah


Menggambarkan jenis lapisan tanah berdasarkan hasil data bor dan data
laboratorium. Stratifikasi tanah pada tanah longsor sebagai berikut:
1. Penyelidikan Boring
Ada 3 titik bor pada lokasi studi kasus proyek Heaven Memorial
Park. Hasil data bor bisa mengetahui jenis dan sifat fisik tanah.

Tabel 3.1 Hasil Penyelidikan Bor Pada Titik DB-01 Heaven


Memorial Park
Kedalaman (m) Jenis Tanah
0 sampai 12 Lanau endapan pasir
12 sampai 24 Lanau, abu abu
24 sampai 28 Lanau endapan pasir
28 sampai 30 Lanau, menyemen abu abu

Tabel 3.2 Hasil Penyelidikan Bor Pada Titik DB-02 Heaven


Memorial Park
Kedalaman (m) Jenis Tanah
0 sampai 12 Lanau endapan pasir
12 sampai 24 Lanau menyemen, abu abu
24 sampai 28 Lanau kepasiran, abu abu
28 sampai 30 Lanau menyemen, abu abu

Tabel 3.2 Hasil Penyelidikan Bor Pada Titik DB-03 Heaven


Memorial Park
Kedalaman (m) Jenis Tanah
0 sampai 12 Lanau endapan pasir
12 sampai 16 Lanau menyemen, abu abu
16 sampai 20 Lanau endapan pasir
20 sampai 30 Lanau menyemen abu abu

3.3. Parameter Tanah


Setelah menentukan stratifikasi tanah yang mewakili daerah penelitian
maka harus mencari data-data yang menjelaskan bagian dari data yang
berupa:
1. 𝛾dry Berat volume tanah kering
2. 𝛾wet Berat volume tanah basah
3. kx Permeabilitas arah horizontal
4. ky Permeabilitas arah vertikal
5. E Modulus young
6. 𝑣 Poisson’s ratio
7. c Kohesi
8. 𝛹 Sudut geser
9. 𝛹 Sudut dilatasi
Beberapa hasil dari penyelidikan tanah yang dilakukan diambil nilai-nilai
sebagai perwakilan yang akan digunakan dalam perhitungan.

3.4. Parameter Desain


Pemilihan untuk perencanaan dalam perkuatan stabilitas lereng di
perlukan parameter yang benar dan tepat sehingga saat dilakukan desain
mampu dihasilkan faktor keamanan yang sesuai perencanaan secara
efektif dan efisien
Langkah-langkah pengerjaan tugas akhir adalah:
1. Menentukan lokasi dan penyebab terjadinya longsor pada studi kasus
proyek Heaven Memorial Park
2. Peta kontur yang digunakan untuk membuat penampang melintang
sehingga didapatkan geometri lokasi
3. Mengolah data yang ada, yaitu data sekunder berupa data borelog,
data laboratorium dan peta kontur
4. Menentukan stratifikasi tanah pada studi kasus proyek Heaven
Memorial Park
5. Menentukan parameter desain dari stratifikasi tanah
6. Analisis stabilitas lereng dengan menggunakan aplikasi program
PLAXIS 3D V.2013 dengan sudut kemiringan lereng, 3 jenis
perkuatan (Soil Nailig, Bored Pile, Gabion) , data curah hujan, dan
data gempa.
7. Menentukan nilai Factor Safety maksimum
8. Membuat perencanaan konstuksi dari dari nilai FS maksimum secara
teknis, rancangan anggaran biaya, dan waktu pengerjaan
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai