Anda di halaman 1dari 4

IMPLEMENTASI ANALISIS KERAWANAN DAN PENILAIAN RESIKO UNTUK PENANGANAN LONGSOR DAN

AMBLESAN BERDASARKAN PENATAAN KAWASAN BENCANA

1. Faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya longsor ialah kondisi stabilitas lereng. Selain
stabilitas lereng, ada beberapa factor yang berpengaruh seperti kondisi meteorology, lahan,
geologi lahan dan tata guna lahan. Salah satu metode pendekatan ilmiah yang digunakan utntuk
menentukan tingkat kerawanan yakni menggunakan skoring dan pembobotan pada setiap
parameter atau factor yang memicu terjadinya tanah longsor.
Pemilihan parameter dan penentuan nilai skoring maupun bobot merujuk pada permen PU No.
22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Bencana Tanah Longsor.
Parameter yang berpengaruh pada kejadian longsor meliputi curah hujan, kemiringan lereng,
tata guna lahan, permeabilitas tanah, tekstur tanah, kedalaman solum, geologi struktur dan
jenis tanah ataupun batuan yang bberada di lahan tersebut. Selanjutnya kedelapan (8)
parameter tersebut dilakukan penilaian skoring dan pembobotan yang nantinya akan
menghasilkan nilai kumulatif (total). Dari nilai kumulatif tersebut dapat diasumsikan bahwa
semakin besar nilai kumulatif, makan semakin berpotensi pula kawasan tersebut terkena
longsor.
Penentuan nilai sko dan bobot dalam masiing-masing parameter didasarkan pada faktor yang
dinilai sangat berperan dalam memicu terjadinya longsoran. Nilai pembobotan paling tinggi
terdapat pada parameter curah hujan (bobot 3). Curah hujan merupakn faktor eksternal yang
sangat berpengaruh, karna akan mempengaruhi kestabilan lereng yang berasal dari jatuhan atau
aliran air hujan. Sementara itu parameter kemiringan lereng dan permeabilitas merupakan
parameter yang berpengaruh tinggi, namun masih di bawah parameter curah hujan (bobot 2).
Parameter lainya yang memiliki bobot terendah (bobot 1) yakni tekstur tanah, tutupan lahan,
struktur geologi, kedalaman solum dan jenis tanah/batuan.
Tabel pengkelasan penanganan terhadap kerawanan longsoran
NO Total Skor Tingkat Riskan Terhadap Longsoran
1 40 – 50 Segera
2 30 – 40 Prioritas
3 20 – 30 Sedang
4 10 – 20 Ringan
5 <10 Aman Dan Toleransi

2. Secara umum zonasi kawasan kerawanan longsor dapat di identifikasi dengan cepat melalui
Visualisasi peta kerawanan bencana longsor yang dikeluarkan oleh BNPB. Badan nasional
penangguulangan kerawanan bencana (BNPB) teah meluncurkan system zonasi berbagai level
yaitu kerawanan, kerentanan, kapasitas hingga resiko dari suatau bencana. System tersebut
dinamakan Inariks. Namun jika menggunakan system inariks perlu di telaah dilakukan peinjauan
kembali lebih mendalam atau mendetail, karna skala pemetaan yang di tampilkan di system
inariks masih skala geeral.
3. Adapun cara yang dapat digunakan untuk mengatasi longsoran adalah dengan membangun
bored pile pada lokasi longsor. Bored pile adalah pondasi dalam yang dicor di tempat, yang
dibangun dalam sebuah lubang yang telah distabilisasi supaya peletakan tulangan baja dan cor
beton dapat terkontrol. Diameternya yang besar memberikan tahanan yang baik terhadap
penggeseran dan penggulingan (US Department of Transportation, 2010). Pada suatu barisan
bored pile yang ditanamkan ke dalam tanah sampai pada kedalaman tanah keras, dapat
terbentuk soil arching effect, yaitu perpindahan tegangan dari tanah di depan (upslope) barisan
bored pile menuju tanah di belakang (downslope) bored pile, karena tanah berusaha bergerak
melalui sela-sela antar bored pile yang kaku (Liang dan Zeng, 2002). Perencanaan bored pile
sebaiknya memperhitungkan soil arching effect untuk desain yang optimal.Untuk merancang
bored pile, harus diketahui terlebih dahulu stabilitas lereng yang ada dengan berbagai cara.
Yang paling sederhana ialah memodelkan longsoran menjadi suatu bidang datar yang terbagi
dalam banyak pias dengan gaya dalam masing-masing, lalu dicari faktor keamanan kumulatifnya
menggunakan metode Fellenius. Bila keadaan longsoran tersebut telah diketahui, dapat
direncanakan penanganannya menggunakan bored pile atau drilled shaft. Metode elemen
terhingga yang memperhitungkan efek soil arching dapat digunakan untuk memperkirakan
beban yang akan ditanggung oleh bored pile, demikian juga dengan metode Broms. Sebagai
analisis pembanding, dapat digunakan program komputer Plaxis 8.6 untuk mendapatkan hasil
terkomputerisasi. Setelah penanganan dengan bored pile, lereng yang dalam keadaan kritis akan
mengalami kenaikan faktor keamanan hingga senilai 1,436.
4. Morfologi alam setiap kawasan membentuk bidang datar atau mempunyai perbedaan elevasi
antara tempat yang satu dengan yang lain sehingga membentuk suatu lereng (slope). Perbedaan
elevasi tersebut pada kondisi tertentu dapat menimbulkan kelongsoran lereng sehingga
dibutuhkan suatu analisis stabilitas lereng, serta aplikasi perkuatan lereng yang di butuhkan.
Analisis stabilitas lereng dan kecocokan terhadap metode perkuatan lereng agar tidak terjadi
longsor mempunyai peran yang sangat penting pada perencanaan konstruksi-konstruksi sipil.
Tanah asli yang tidak selalu sesuai dengan perencanaan yang diinginkan misalnya propertis
tanah yang tidak menguntungkan, lereng yang terlalu curam pemotongan bukit atau kondisi lain
yang membutuhkan timbunan menyebabkan rawan longsor. Sehingga diperlukan analisis
stabilitas lereng yang lebih akurat, aplikasi perkuatan lereng yang cocok agar diperoleh
konstruksi lereng yang mantap sesuai syarat keamanan yang di butuhkan. Salah satu metode
yang dapat digunakan untuk menjadikan suatu tebing lebih stabil terhadap tekanan tanah
adalah dengan pemakuan tanah “soil nailing”. Soil Nailing termasuk teknik untuk stabilitas
lereng dinding penahan tanah yang paling ekonomis karena sistem pekerjaan yang cepat dan
tidak membutuhkan tempat yang luas. Pelaksaan soil nailing cukup menggunakan peralatan
portable yang mudah dipindah dan diubah sesuai kebutuhan dan kondisi lapangan yang
disesuaikan dengan sudut kemiringan dinding tanah. Perkuatan tanah dengan metode ini
dengan memanfaatkan tekanan pasif yang akan dikerahkan jika terjadi gerakan. Hal ini dapat
digunakan untuk mempertahankan galian dan menstabilkan lereng alam (tanah asli) dengan
menciptakan suatu perkuatan struktur penahan tanah (Abramson, et al., 2002), yang umumnya
di pasang pasang dengan sudut 10° – 20° terhadap bidang datar tanah dan Pemasangan di
lakukan dari atas ke bawah (Top Down Constructed). Soil nailing termasuk katagori perkuatan
kaku (rigid) yang dapat memikul gaya normal, gaya lintang dan gaya momen, sangat cocok
digunakan lereng alam. Pada pemakuan tanah untuk penahan galian, tulangan-tulangan
umumnya terbuat dari batang-batang baja, pipa baja atau batang metal Pakupaku atau
Tulangan-tulangan dipasang dengan cara menekan atau mengebor lebih dahulu, dan kemudian
di grouting (ditutup dengan larutan semen). Pada pemakuan tanah untuk penahan galian,
tulangan-tulangan umumnya terbuat dari batang-batang baja, pipa baja atau batang metal yang
tidak hanya dapat menahan gaya tarik, tapi juga gaya geser dan momen lentur. Tulangan-
tulangan dipasang dengan cara menekan atau mengebor lebih dahulu, dan kemudian di
grouting (ditutup dengan larutan semen). Bahan-bahan yang di gunakan dalam dalam pekerjaan
soil nailing meliputi:
a. Batang baja ulir sebagai tendon mengacu pada: SNI 07-2529- 1991 (Metode Pengujian Kuat
Tarik Baja Beton), ASTM A 615 (Reinforcing Steel Properties), ASTM A 722 (Prestresing Steel
Properties).
b. Semen mengacu pada: SNI 15- 2049-1994 (Sement Portland).
c. Agregat Halus mengacu pada: SNI 03-1968-1990 (Metode pengujian tentang analisis
saringan agregat halus dan kasar), ASTM C 33 (Standard Spesification for Concrete
Agregate).
d. Air mengacu pada: SNI 03-6817- 2002 (Metode Pengujian Mutu air untuk digunakan dalam
beton).
e. Campuran kimia (admixture) mengacu SNI 1495-1992
f. Bahan tambah seperti: airentraining agent, water reducer, superplasticizer, retarder, silika
fume mengacu pada: SNI 03- 2495-1991 (Spesifikasi bahan tambahan untuk beton)
g. Baja tulangan mengacu pada: SNI 07-2529-1991 (Metode Pengujian Kuat Tarik Baja Beton)
 Pelaksanaan Pekerjaan adalah sebagai berikut:
a. Pemboran Pemboran dilaksanakan dengan sudut 15° - 20° dari arah horizontal dengan system
“wash boring”, kedalaman bor bisa mencapai 12 meter dengan diameter 10 cm atau sesuai
yang telah ditentukan. Posisi masing-masing nailing sesuai dengan yang telah ditentukan pada
gambar rencana yaitu misalnya berjarak 1.5 meter arah horizontal dan vertical.
b. Flushing Setelah pemboran selesai, lubang bor dicuci sehingga diharapkan semua lumpur sisa
pengeboran keluar dari lubang bor. Pencucian dilaksanakan dengan memompakan air ke dalam
lubang bor melalui tremie berupa pipa PVC ∅ ¾ “ atau 1”.
c. Pemasukan Deform Bar Setelah Lubang Bor bersih dari lumpur, Deform Bar misalnya D.25
grade 40 dimasukkan ke dalam lubang bor. Untuk menjamin posisi deform bar pada tengah-
tengah lubang, pada beberapa tempat sepanjang deform bar dibuatkan dan dipasang
centralizer, centralizer ini dipersiapkan sebelumnya bersamaan dengan pembuatan/fabrikasi
drat pada ujung luar nail.
d. Grouting Grouting dilaksanakan dengan campuran air semen yang menghasilkan compressive
strength / mutu mortar K225. Karena bahan grouting adalah campuran air dan semen, maka
susut tidak bisadihindari, oleh sebab itu pengulangan grouting (pengisian air semen) kembali ke
dalam lubang bor hingga penuh.
e. Shotcrete Pekerjaan shotcrete dilksanakan sesudah beberapa nailing selesai digrouting.
Pembesian dinding ini berupa 1 layer wiremesh M5 (50x50). Shotcrete berupa campuran air
+semen+ screening + abu batu, adapun mutu yang disyaratkan untuk material shotcrete ini
adalah K175 dengan ketebalan 7cm.
f. Finishing Tahapan terakhir setelah pelaksanaan shotcrete dilaksanakan adalah pemasangan plat
penguat ukuran 150x150x10 mm serta pengencangan baut pada ujung deform bar.

Anda mungkin juga menyukai