FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
STABILITAS LERENG
Dibuat Oleh :
Tugas
Jelaskan secara rinci (Sadur), tambahkan beberapa tambahan seperti gambar atau tabel yang
mendukung penjelasan yang terkait sebagai berikut;
- Stabilitas lereng (Pengertian, Faktor yang mempengaruhi, dll) sesuai poin-poin dalam
modul, serta tambahkan dari berbagai literatur lainnya.
JAWABAN
A. Definisi Umum
Pada umumnya lereng dibagi menjadi dua macam yaitu lereng alam dan lereng buatan.
Kestabilan dari suatu lereng pada kegiatan penambangan dipengaruhi oleh kondisi geologi
daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada lokasi tersebut, kondisi air tanah setempat,
faktor luar seperti getaran akibat peledakan ataupun alat mekanis yang beroperasi dan juga dari
teknik penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini jelas sangat
berbeda untuk situasi penambangan yang berbeda dan sangat penting untuk memberikan
aturan yang umum untuk menentukan seberapa tinggi atau seberapa landai suatu lereng untuk
memastikan lereng itu akan tetap stabil.
Lereng adalah suatu bidang di permukaan tanah yang menghubungkan permukaan tanah
yang lebih tinggi dengan permukaan tanah yang lebih rendah. Lereng dapat terbentuk secara
alami dan dapat juga dibuat oleh manusia. Dalam bidang Teknik Sipil, ada tiga jenis lereng
yaitu: 1. Lereng alam, yaitu lereng yang terbentuk karena proses-proses alam, misalnya lereng
suatu bukit. 2. Lereng yang dibuat dengan tanah asli, misalnya apabila tanah dipotong untuk
pembuatan jalan atau saluran air untuk keperluan irigasi. 3. Lereng yang dibuat dari tanah yang
dipadatkan, sebagai tanggul untuk jalan atau bendungan tanah. Pada ketiga jenis lereng ini
kemungkinan untuk terjadi longsor selalu ada, karena dalam setiap kasus tanah yang tidak rata
akan menyebabkan komponen gravitasi dari berat memiliki kecenderungan untuk
PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
menggerakkan massa tanah dari elevasi lebih tinggi ke elevasi yang lebih rendah. Pada tempat
dimana terdapat dua permukaan tanah yang berbeda ketinggiannya, maka akan ada gaya-gaya
yang bekerja mendorong sehingga tanah yang lebih tinggi kedudukannya cenderung bergerak
kearah bawah. Disamping gaya yang mendorong ke bawah terdapat pula gaya-gaya dalam
tanah yang bekerja menahan/melawan sehingga kedudukan tanah tersebut tetap stabil.
Gayagaya pendorong berupa gaya berat, gaya tiris/muatan dan gaya-gaya inilah yang
menyebabkan kelongsoran. Gaya-gaya penahan berupa gaya gesekan/geseran, lekatan (dari
kohesi), kekuatan geser tanah. Jika gaya-gaya pendorong lebih besar dari gaya-gaya penahan,
maka tanah akan mulai runtuh dan akhirnya terjadi keruntuhan tanah sepanjang bidang yang
menerus dan massa tanah diatas bidang yang menerus ini akan longsor. Peristiwa ini disebut
sebagai keruntuhan lereng dan bidang yang menerus ini disebut bidang gelincir.
Gambar 1.
Kemantapan Lereng
Kestabilan lereng penambangan dipengaruhi oleh geometri lereng, struktur batuan, sifat
fisik dan mekanik batuan serta gaya luar yang bekerja pada lereng tersebut. Suatu cara yang
umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng penambangan adalah dengan faktor
keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan antara gaya penahan yang membuat lereng
tetap stabil, dengan gaya penggerak yang menyebabkan terjadinya longsor.
Faktor keamanan (FK) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai metode. Longsoran
dengan bidang gelincir (slip Surface), F dapat dihitung dengan metode sayatan (slice method)
menurut Fellinius atau Bishop. Untuk suatu lereng dengan penampang yang sama, cara
Fellinius dapat dibandingkan nilai faktor keamanannya dengan cara Bishop.
Data yang diperlukan dalam suatu perhitungan sederhana untuk mencari nilai FK
(Faktor keamanan lereng) adalah sebagai berikut :
1. Data lereng atau geometri lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang lereng).
Meliputi : sudut Kemiringan lereng, tinggi lereng dan lebar jalan angkut atau berm pada
lereng tersebut.
2. Data mekanika tanah
a. Sudut geser dalam (ɸ)
b. Bobot isi tanah atau batuan (γ)
c. Kohesi (c)
d. Kadar air tanah (ω)
3. Faktor Luar
a. Getaran akibat kegiatan peledakan,
b. Beban alat mekanis yang beroperasi, dll.
Gambar 2.
Nilai Kestabilan Lereng
C. Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng
PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Untuk mengetahui nilai kohesi dan sudut geser dalam, dinyatakan dalam persamaan
berikut :
τnt = σn tan f + c
Dimana :
τnt = tegangan geser
σn = tegangan normal
f = sudut geser dalam
c = kohesi
Prinsip pengujian direct shear strength test atau juga dikenal dengan shear box test
adalah menggeser langsung contoh tanah atau batuan di bawah kondisi beban normal tertentu.
Pergeseran diberikan terhadap bidang pecahnya, sementara untuk tanah dapat dilakukan
pergeseran secara langsung pada conto tanah tersebut. Beban normal yang diberikan
diupayakan mendekati kondisi sebenarnya di lapangan.
2. Struktur geologi
Keadaan struktur geologi yang harus diperhatikan pada analisa kestabilan lereng
penambangan adalah bidang-bidang lemah dalam hal ini bidang ketidakselarasan
(discontinuity).
Ada dua macam bidang ketidakselarasan yaitu :
a. Mayor discontinuity, seperti kekar dan patahan.
b. Minor discontinuity, seperti kekar dan bidang-bidang perlapisan.
Struktur geologi ini merupakan hal yang penting di dalam analisa kemantapan lereng
karena struktur geologi merupakan bidang lemah di dalam suatu masa batuan dan dapat
menurunkan atau memperkecil kestabilan lereng.
3. Geometri lereng
Description: aGeometri lereng yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng meliputi tinggi
lereng, kemiringan lereng dan lebar berm (b), baik itu lereng tunggal (Single slope) maupun
lereng keseluruhan (overall slope). Suatu lereng disebut lereng tunggal (Single slope) jika
dibentuk oleh satu jenjang saja dan disebut keseluruhan (overall slope) jika dibentuk oleh
beberapa jenjang.
Lereng yang terlalu tinggi akan cenderung untuk lebih mudah longsor dibanding dengan
lereng yang tidak terlalu tinggi dan dengan jenis batuan penyusun yang sama atau homogen.
Demikian pula dengan sudut lereng, semakin besar sudut kemiringan lereng, maka lereng
PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
tersebut akan semakin tidak stabil. Sedangkan semakin besar lebar berm maka lereng tersebut
akan semakin stabil.
4. Tinggi muka air tanah
Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian besar basah dan batuannya
mempunyai kandungan air yang tinggi, kondisi ini menjadikan kekuatan batuan menjadi rendah
dan batuan juga akan menerima tambahan beban air yang dikandung, sehingga menjadikan
lereng lebih mudah longsor.
5. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kestabilan lereng karena iklim mempengaruhi perubahan
temperatur. Temperatur yang cepat sekali berubah dalam waktu yang singkat akan
mempercepat proses pelapukan batuan. Untuk daerah tropis pelapukan lebih cepat
dibandingkan dengan daerah dingin, oleh karena itu singkapan batuan pada lereng di daerah
tropis akan lebih cepat lapuk dan ini akan mengakibatkan lereng mudah tererosi dan terjadi
kelongsoran.
6. Gaya luar
Gaya luar yang mempengaruhi kestabilan lereng penambangan adalah beban alat
mekanis yang beroperasi diatas lereng, getaran yang diakibatkan oleh kegiatan peledakan, dll.
banyak digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng yang tersusun oleh tanah, dan bidang
gelincirnya berbentuk busur (arc-failure). Menurut Sowers (1975), tipe longsorang terbagi
kedalam 3 bagian berdasarkan kepada posisi bidang gelincirnya, yaitu longsorang kaki lereng
(toe failure), longsorang muka lereng (face failure), dan longsoran dasar lereng (base failure).
Longsoran kaki lereng umumnya terjadi pada lereng yang relatif agak curam (>450) dan tanah
penyusunnya relatif mempunyai nilai sudut geser dalam yang besar (>300). Longsoran muka
lereng biasa terjadi pada lereng yang mempunyai lapisan keras (hard layer), dimana ketinggian
lapisan keras ini melebihi ketinggian kaki lerengnya, sehingga lapisan lunak yang berada diatas
lapisan keras berbahaya untuk longsor. Longsoran dasar lereng biasa terjadi pada lereng yang
tersusun oleh tanah lempung, atau bisa juga terjadi pada lereng yang tersusun oleh beberapa
lapisan lunak (soft seams).
2. Metode Bishop
a. Metode ini pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi dengan
memperhitungkan gaya-gaya antar irisan yang ada. Metode Bishop mengasumsikan
bidang longsor berbentuk busur lingkaran
b. Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat busur
lingkaran bidang luncur, serta letak rekahan
c. Untuk menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak rekahan pada
longsoran busur dipergunakan grafik.
Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer dalam analisis
kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan memberikan hasil
perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingkan
dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer
atau Metode Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok
digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkaran
untuk mencari faktor keamanan minimum.
3. Metode Janbu
a. Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya tidak
berbentuk busur lingkaran.
b. Bidang longsor pada analisa metode janbu ditentukan berdasarkan zona lemah yang
terdapat pada massa batuan atau tanah.
PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Cara lain yaitu dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu yang tidak terlalu
rendah. Kemudian melakukan perhitungan beberapa kali untuk mendapatkan bidang longsor
yang memiliki faktor keamanan terendah.
Metode Janbu, untuk tanah berbutir kasar : Qp = Ap (c · Nc’+ q’· Nq’) Dimana : c = Kohesi
tanah (kN/m2) Nc’, Nq’ = Faktor daya dukung ujung tiang berdasarkan tabel Janbu . Faktor
Daya Dukung Ijin Dengan Sudut Geser Dalam Janbu (1954) mengembangkan suatu cara
analisa kemantapan lereng yang dapat diterapkan untuk semua bentuk bidang longsor.
PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
DAFTAR PUSTAKA
2. Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Direktorat Jenderal Bina
Marga Direktorat Bina Teknik.
3. Irwandy, Arif. 2000. “Tambang Terbuka”. Buku Ajar. Jurusan Teknik Pertambangan ITB.
4. Prof. Ir. Partanto P., Ir. Zaenal, MT. 2006. “Tambang Terbuka” Universitas Islam Bandung
PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG