Rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai secara tepat waktu.
Makalah ini kami beri judul “Materi Kolom Beton Pracetak”.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan dari dosen
pengampu. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami
sebagai penyusun dan bagi para pembaca. Khususnya dalam hal menambah pengetahuan kita
mengenai kolom beton pracetak.
Kami selaku penyusun tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dimas
Pustaka Dibiantara, S.T., M.Sc. selaku dosen pengampu mata kuliah Struktur Beton Pracetak.
Tidak lupa bagi rekan-rekan mahasiswa lain yang telah mendukung penyusunan makalah ini kami
juga mengucapkan terima kasih.
Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sepenuhnya sempurna. Maka
dari itu kami terbuka terhadap kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, agar pada
tugas berikutnya dapat menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kami dan para pembaca.
Penyusun
1.1 Umum
Struktur rangka yang menahan beban vertikal adalah kolom. Meskipun pada kasus kolom
bergoyang tidak hanya menahan gaya aksial atau gaya vertikal tetapi ada gaya horizontal akibat
gaya lateral (beban gempa atau beban angin), namun kapasitasnya dibatasi untuk struktur yang
lebih dari 3 lantai.
Joint atau sambungan pada kolom disebut splice. Rasio maksimum perbandingan panjang
terhadap tinggi untuk pengangkatan (lifting) dan penempatan (pitching) adalah 50:1.
Kebanyakan kolom difabrikasi secara horizontal, tetapi untuk kolom dengan struktur 1 lantai
atau struktur yang bukan gedung bertingkat tinggi dengan panjang kolom sampai 3 m dapat
difabrikasi secara vertikal dengan syarat harus sangat terkontrol supaya mutu beton tersebut tetap
bagus.
Mutu beton karakteristik yang biasanya digunakan adalah 50 MPa. Namun, karena mutu awal
yang diperlukan untuk pengangkatan di pabrik, kekuatan mutu beton karakteristik sebenarnya
berada pada kisaran 60-70 MPa.
1) Tahap 1: Pada saat fabrikasi, untuk penulangan dan pengangkatannya harus sesuai
dengan rencana. Sebagai kontraktor harus benar-benar mengikuti instruksi dari pabrik.
Tujuan dari desain tahap 1 adalah untuk mengirimkan komponen pracetak ke lokasi proyek
dengan aman agar dapat berfungsi dan digunakan dengan baik.
2) Tahap 2: Pada saat pemasangan di lokasi, di mana desain dilakukan untuk memastikan
keamanan selama pemasangan frame. Dilakukan oleh insinyur proyek dengan
berkonsultasi dengan kontraktor pemasangan. Desain tahap 2 ini mungkin desain yang
paling krusial untuk kolom pracetak karena secara pembebanan sangat berbeda dengan
kondisi ultimate pada saat service, sehingga semua kombinasi dan perletakan pada desain
tahap 2 sangat perlu diperhatikan supaya tidak ada kerusakan atau terjadinya pelelehan
pada struktur sebelum digunakan.
3) Tahap 3: In service, di mana untuk memenuhi persyaratan diperlukan perhitungan ultimate
limit state. Desain ini termasuk tegangan yang terlokalisasi, sehingga mungkin berada
pada connection atau detail pondasi khusus.
Gambar 1.1 Filosofi Desain Kolom Untuk Cor In Situ (Kiri), Kerangka Pracetak (Tengah), dan
Kerangka Portal Pracetak (Kanan)
Untuk titik angkat pada umumnya berada di posisi 1/4 hingga 1/6 bentang dari kedua ujung
kolom. Momen yang terjadi pada saat pengangkatan harus dipastikan terjadi seminimal mungkin.
Oleh sebab itu ketika menggunakan kolom yang panjang (L/D > 50) diperbolehkan melakukan
pengangkatan dengan 4 titik agar momen yang terjadi lebih kecil.
Momen tekuk dan gaya geser dihitung berdasarkan berat sendiri ditambah dengan mould
suction sebesar 25% dan impact allowance.
Penulangan didesain menggunakan fS: 0.95fy dan 1,4ULF (Ultimate Load Factor). Mutu beton
aktual diambil minimum f’c = 20 MPa, namun pada saat perencanaan digunakan f’c = 15 MPa.
3.1 Umum
Single Point Pitching (Titik Angkat Tunggal ) adalah yang paling praktis. Biasanya cukup sulit
untuk melepaskan satu sling dari crane hook yang dekat dengan bagian atas kolom tinggi daripada
melepaskan dua sling. Momen tekuk minimum (pada kolom prismatik penampang konstan berat
sendiri (w) per satuan panjang ) berada pada 0,3L dari panjang total kolom. Momen Ultimit yang
dihasilkan adalah : M = 0,113 w L2. Sedangkan untuk Gaya Geser Ultimit Maksimum adalah : V =
0,74 w L.
Dual Pitching (Titik Angkat Ganda) ) yang menggunakan rantai geser dapat digunakan pada
kolom yang sangat panjang. Titik angkat berada pada 0,16L dan 0,60L dari bagian atas kolom dan
Momen Ultimit Maksimum adalah : M = 0,023 w L2.
Penyelesaian :
Titik pengangkatan berada pada 0.208L dari ujung = 3.12 m dari ujung.
Berat sendiri = 0.350 x 0.300 x 24 = 2.52 KN/m ditambah 25 persen faktor suction dan impact untuk
cetakan sempit = 3.15 KN/m.
Momen Ultimit M = 1.4 x 3.15 x 3.12²/2 = 21.5 KN.m
Pada tahap ini tidak diketahui orientasi kolom mana yang akan diproduksi. Diasumsikan tulangan
diameter 25 mm dan sengkang diameter 8 mm.
Pelat dasar dan pondasi dapat dianggap sebagai penahan momen penuh, tetapi koefisien
kekakuannya c = 1,0 berarti tidak kaku sepenuhnya. Kolom ramping yang dikakukan dianalisis
dengan cara biasa dengan mempertimbangkan momen-momen awal Me = Ve dan momen
tambahan lainnya.
Jika M1 dan M2 adalah momen ujung awal yang lebih kecil dan lebih besar daripada ujung-
ujung kolom, momen desain Mt diambil yang terbesar dari :
a) M2
b) 0.4 M1 + 0.6 M2 + Madd atau 0.4 M2 + Madd
c) M1 + 0.5 Madd
d) 0.05 Nh
Kolom ramping yang tidak diberi pengaku dianalisis dengan cara biasa dengan
mempertimbangkan pertimbangan momen awal Me = Ve dan momen tambahan seperti yang
diberikan di atas. Jika M1 dan M2 adalah momen ujung awal yang lebih kecil dan lebih besar pada
ujung kolom, dan Madd1 dan Madd2 adalah momen tambahan yang sesuai, momen desain
maksimum Mt diberikan sebagai yang lebih besar dari berikut ini:
a) M1+ Madd1
b) M2+ Madd2
c) 0.05 Nh
𝛴𝑃𝑢 . ∆𝑜
Q= < 0,05 (SNI 2847-2013 Pasal 10.10.5.2 Pers. 10-10)
𝛴𝑉𝑢 . 𝑙𝑐
Dimana :
Q : Indeks stabilitas
𝛴𝑃𝑢 : Jumlah gaya aksial terfaktor semua kolom pada lantai yang ditinjau
∆𝑜 : Simpangan antar lantai pada lantai yang ditinjau
𝛴𝑉𝑢 : Jumlah gaya lateral terfaktor semua kolom pada lantai yang ditinjau
𝑙𝑐 : Tinggi kolom lantai yang ditinjau
𝐸𝐼
𝛴 𝐾𝑜𝑙𝑜𝑚
𝜓𝐴 = 𝐿
𝐸𝐼 (SNI 2847-2013 Pasal 10.10.7.2)
𝛴 𝐵𝑎𝑙𝑜𝑘
𝐿
𝐸𝐼
𝛴 𝐾𝑜𝑙𝑜𝑚
𝜓𝐵 = 𝐿
𝐸𝐼 (SNI 2847-2013 Pasal 10.10.7.2)
𝛴 𝐵𝑎𝑙𝑜𝑘
𝐿
Hasil dimasukan ke dalam diagram monogram yang dapat dilihat pada gambar dibawah
untuk mendapatkan nilai faktor panjang efektif kolom (k).
Gambar 4.3 Diagram Monogram Untuk Menentukan Faktor Panjang Efektif Kolom (k)
𝑘.𝑙𝑢 𝑀
≤ 34 – 12 (𝑀1 ) ≤ 40 (SNI 2847-2013 Pasal 10.10.1 Pers. 10-6)
𝑟 2
Dimana :
k : Faktor panjang efektif kolom
𝑙𝑢 : Tinggi bersih kolom
𝑟 : radius girasi kolom
𝐴 : Luas penampang
𝐼 : Momen inersia
M1 : Momen ujung terfaktor kolom yang nilainya lebih kecil
M2 : Momen ujung terfaktor kolom yang nilainya lebih besar
Dimana :
𝐶𝑚
δns = 𝑃𝑢 ≥1 (SNI 2847-2013 Pasal 10.10.6 Pers. 10-12)
1−
0,75 𝑥 𝑃𝑐
𝜋 2 𝑥 𝐸𝐼
Pc = (𝑘 𝑥 𝑙 2
(SNI 2847-2013 Pasal 10.10.6 Pers. 10-13)
𝑢)
0,4 𝑥 𝐸𝑐 𝑥 𝐼𝑔
EI = (SNI 2847-2013 Pasal 10.10.6 Pers. 10-15)
1+ 𝛽𝑑𝑛𝑠
𝛽𝑑𝑛𝑠 harus diambil sebagai rasio beban tetap aksial terfaktor maksimum yang dikaitkan
dengan kombinasi beban yang sama, tetapi tidak boleh besar dari 1,0
Untuk komponen struktur tanpa beban transversal diantara tumpuannya, C m harus diambil
sebesar :
𝑀
Cm = 0,6 + 0,4 𝑀1 (SNI 2847-2013 Pasal 10.10.6 Pers. 10-16)
2
Dimana :
1
δs = 1−𝑄 ≥ 1,0 (SNI 2847-2013 Pasal 10.10.7 Pers. 10-20)
Jika δs melebihi 1,5 maka δs boleh duihitung menggunakan analisis elastis orde kedua atau
dalam persamaan dibawah ini :
1
δs = Σ𝑃𝑢 ≥1 (SNI 2847-2013 Pasal 10.10.7 Pers. 10-21)
1−
0,75 𝑥 𝑃Σ𝑐
Dimana Σ𝑃𝑢 adalah jumlah semua beban vertical terfaktor pada suatu tingkat dan Σ𝑃𝑐
adalah jumlah untuk semua kolom penahan goyangan pada suatu tingkat. Pc dihitung
menggunakan SNI 2847-2013 Persamaan 10-13.
Gambar 4.4 Flow Chart Desain Kolom Tak Bergoyang & Bergoyang
Tentukan ukuran kolom yang sesuai beserta penulangannya. Penampang kolom harus persegi.
Asumsikan titik simpul berada pada pertengahan tinggi balok.Gunakan fcu = 50 N/mm2 dan fy = 460
N/mm2. Sb = 50 mm.
Penyelesaian :
Dimensi ke titik pusat ditunjukkan pada Gambar 4.5 (b). Penting untuk memilih ukuran kolom awal.
Dicoba b = 250 mm, h = 250 m (berat sendiri = 1.5 KN/m). d/h = 200/250 = 0.8.
-Beban Aksial
N pada atap = 192 + 96 = 288 KN
N pada lantai 3 = 288 + 538 + (1,4 x 1,5 x 3.3) = 833 KN
N pada lantai 2 = 833 + 538 + 7 = 1378 KN
N pada lantai 1 = 1378 + 538 + 7 = 1923 KN
Pada lantai 2 :
kCD = kCB = 0,5 dengan inspeksi
Pada lantai 1 :
4
3,350
kDE = 4 4 = 0,55
+
3,500 4,250
Pada pondasi :
kAB = 0.5
kBA = 0.225 (Menopang 50%)
Diagram momen lentur yang dihasilkan ditunjukkan pada gambar 4.5 (c).
-Kelangsingan
Pondasi - lantai 1, le= 0,9 lo= 0,9 x 4000 = 3600 mm
le/h = 3600/250 = 14.4 < 15, maka kolom pendek
-Beban Aksial
Pada pondasi N = 384 + (3x788) + 30 = 2778 KN
Penyelesaian :
Dimensi ke titik pusat ditunjukkan pada Gambar (b). Penting untuk memilih ukuran kolom awal.
Dicoba b = 300 mm, h = 500 m (berat sendiri = 3.6 kN/m). d/h = 0,9
Beban Aksial
N akibat beban atap = 288 kN
N akibat beban lantai = 538 + (1.4 x 3.6 x 3.35) = 555 kN
Pada pondasi N = 288 + (2 x 555) + 20 = 1418 kN
Kemudian N / bh = 9.45, artinya K = 1.0 terlepas dari M/bh2.
Faktor Distribusi Momen
Di Lantai 2 kCD= 0.44; kCB = 0.56
Di Lantai 1 kBC= 0.55; kBA = 0.45
Di pondasi kAB = 0.5 kBA = 0.225 ( = 50% menopang)
Hasil diagram momen lentur disajikan pada gambar (c).
Kelangsingan
Pondasi - lantai 1, le= 2.3 lo= 2.3 x 4000 = 9200 mm
le/h = 9200/50 = 18.4 > 10, maka kolom “langsing”
Pondasi - lantai 2 le= 2.3 lo= 2.3 x (4000 + 500 + 3000) = 17250 mm
le/h = 17250/500 = 34.5 > 20, maka efek aksial ganda harus dipertimbangkan, namun
seperti yang dinyatakan dalam pertanyaan dan dibuktikan pada contoh 6.4 tidak ada momen
tambahan pada sumbu minor.
Pondasi - atap = le= 2.3 lo= 2.3 x (7500 + 500 + 2900) = 25070 mm
le/h = 25070/500 = 50.1 > 20, seperti sebelumnya.
Momen Tambahan
Madd akibat beban atap = 288 x 50.12 x 1.0 x 0.5/2000 = 180.7 kNm
Madd akibat beban lantai 2 = 555 x 34.52 x 1.0 x 0.5/2000 = 165.1 kNm
Madd akibat beban lantai 1 = 555 x 18.42 x 1.0 x 0.5/2000 = 47.0 kNm
Kasus beban 2. Pembebanan maksimum pada semua bentang tanpa beban angin
Beban dan Momen
Mnet atap = 5.8 kNm (= 192 x 0.03 = 5.8) (dengan persamaan 6.8)
Mnet lantai = 11.8 kNm (dengan persamaan 6.8)
M pondasi = 0.225 x 11.8 = 2.66 kNm
Beban Aksial
N akibat beban atap = 384 kN
N akibat beban lantai = 788 + 17 = 805 kN
Di pondasi N = 384 + (2 x 805) + 20 = 2014 kN (nilai lainnya tidak penting)
Kemudian N/bh = 13.43, dicoba K = 0.9 dan diverifikasi kemudian
Momen Tambahan
Madd akibat beban atap = 384 x 50.12 x 1.0 x 0.5/2000 = 216.9 kNm
Madd akibat beban lantai 2 = 805 x 34.52 x 1.0 x 0.5/2000 = 215.6 kNm
Madd akibat beban lantai 1= 805 18.42 x 1.0 x 0.5/2000 = 61.3 kNm
Contoh kasus penggunaan kolom beton pracetak dikutip dari jurnal karya teknik sipil dengan
judul “Perencanaan Struktur Rumah Susun Sederhana Sewa Ungaran Menggunakan Beton
Pracetak” Karya Syarifuddin, et. al., 2016 Universitas Diponegoro. Semarang.
Rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Ungaran ini berlokasi di jalan Karimunjawa,
Kelurahan Gedanganak, Kabupaten Ungaran Barat. Rusunawa ini terdiri 5 lantai yang didesain
menggunakan sistem beton pracetak. Bangunan ini didesain memakai sistem struktur dengan
rangka pemikul momen khusus (SRPMK). Acuan yang digunakan dalam mendesain bangunan ini
adalah Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002), Tata
Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung (SNI
1726-2012), dengan nilai parameter respon gempa diperoleh dari website Puskim Kementerian
Pekerjaan Umum. Untuk mempermudah analisis struktur, desain rusunawa Ungaran
menggunakan aplikasi SAP.2000 versi 14 dan program PCA COL. Dalam perencanaan gedung
dengan sistem pracetak sangatlah penting dalam menentukan metode pracetaknya, karena
kelemahan dari sistem pracetak salah satunya ada pada sambungan antar elemen. Perencanaan
struktur rusunawa Ungaran ini menggunakan sistem Adhi BCS (Beam Coloumn Slab). Ciri khas
sistem Adhi BCS adalah penggunaan beton topping pada elemen pelat dan balok yang menambah
kekakuan.
5.1 Pendahuluan
Beton Pracetak (Precast) merupakan elemen atau komponen tanpa atau dengan tulangan
yang dicetak terlebih dahulu sebelum dirakit menjadi bangunan. Umumnya digunakan pada
struktur bangunan tingkat rendah sampai menengah. Manfaat lebih dari menggunakan beton
pracetak ini antara lain terkait waktu, biaya, kualitas, predictability, keandalan, produktivitas,
kesehatan, keselamatan, lingkungan, koordinasi, inovasi, reusability, serta relocatability.
Penggunaan metode beton pracetak dipilih guna mengurangi atau menghilangkan pemakaian
bekisting atau perancah yang dapat menghabiskan anggaran biaya yang cukup besar. Selain itu
Perhitungan struktur dilakukan dengan menentukan beban beban yang terjadi sesuai fungsi
bangunan. Selanjutnya dilakukan perhitungan struktur tangga, pelat atap, pelat lantai, balok,
kolom, pondasi, tie beam, dan perhitungan elemen pracetak pelat, balok dan kolom sekaligus
perhitungan sambungan antar elemen pracetak sesuai referensi sistem Adhi BCS. Software yang
digunakan dalam membantu analisa struktur adalah SAP 2000 v. 14 dan PCA COL.
Kedua data parameter gempa tersebut dibandingkan, didapatkan data parameter dari
website PU dengan koordinat -7.502132 , 110.4175 hasilnya lebih besar, maka dipilih data
dari website Puskim Kementerian PU sebagai acuan perhitungan. Nilai spectrum respon
percepatan desain dari website puskim pada Tabel 5.2
𝑀𝑝𝑟1+𝑀𝑝𝑟2 𝑊𝑢 𝑥 𝑙𝑛
Vu = ±
𝑙𝑛 2
Perhitungan kolom yang direncanakan pada struktur gedung rusunawa ungaran adalah
kolom lantai 1 as C-2 karena memiliki gaya aksial terbesar.