Anda di halaman 1dari 20

I. TUJUAN PERCOBAAN Percobaan ini bertujuan untuk : 1.

Mengukur modulus patah dan kuat desak bahan padat berupa plester yang merupakan campuran semen dan pasir. 2. Mencari hubungan antara komposisi campuran dan kuat mekanik bahan. II. DASAR TEORI Beton merupakan suatu bahan konstruksi yang terdiri dari dua komponen utama yaitu agregat dan pengikat semen. Salah satu bentuk dari beton yang sering digunakan dan familiar di kalangan masyarakat adalah beton semen portland yang biasanya terdiri dari agregat mineral seperti kerikil, pasir, semen, dan air. Beton digunakan dalam berbagai konstruksi seperti pengerasan jalan, pembuatan jalan raya, pembuatan jembatan penyebrangan, pembuatan struktur bangunan, fondasi dan lain-lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan beton adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan agregat Pemilihan agregat sangatlah penting dilakukan dalam hal pembuatan beton karena agregat dapat mempengaruhi dari sifat-sifat dari suatu beton sehingga dapat mempengaruhi kekuatan beton. Agregat sendiri merupakan butiran mineral alami yang digunakan untuk bahan pengisi dalam campuran semen. Pada umunya agregat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yakni batu, kerikil dan yang paling banyak digunakan adalah pasir. Agregat yang dipilih dalam pembuatan beton harus dalam keadaan yang bersih, keras dan mempunyai bentuk yang baik (bulat). Kebersihan agregat juga mempengaruhi kekuatan dari beton dikarenakan zat-zat pengotor dapat merusak beton. Agregat harus pula memiliki kestabilan kimiawi dan harus tahan aus dan tahan terhadap pengaruh dari cuaca.

2. Air Air pada campuran beton adalah berfungsi untuk membantu reaksi kimia yang mengakibatkan terbentuknya proses pengikatan. Selain itu, kegunaan air adalah sebagai pelicin antara campuran semen dan agregat agar pada pembentukan beton mudah dikerjakan. Air yang ditambahkan saat pembuatan beton tidak boleh terlalu banyak karena akan mengakibatkan beton menjadi keropos sehingga kekuatan beton menjadi rendah. Air yang digunakan dalam pembuatan beton sebaiknya memenuhi persyaratan seperti tidak mengandung garam yang dapat merusak beton lebih dari 15 gr/liter, tidak mengandung klorida lebih dari 0,5 gr/liter. Syarat yang lain adalah tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 0,1 gr/liter dan tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gr/liter. (PBI, 1971) Untuk bereaksi dengan baik, semen memerlukan air sebesar 30% berat semen. Jumlah air yang terlalu sedikit menyebabkan kurang rapatnya semen sehingga beton rapuh. Jika jumlah air-semen lebih banyak, maka atom-atom beban akan tersusun rapat dan akan saling melekat kuat satu sama lain, sehingga beton akan menjadi keras dan akan memungkinkan menjadi semakin keras. 3. Umur beton Umur beton juga mempegaruhi dari kekuatan beton. Kekuatan beton bertambah dengan semakin bertambahnya umur beton, namun ada suatu umur dimana beton sudah dianggap maksimum yakni pada saat berumur 28 hari. Karena pada saat itu laju penambahan kekuatan sudah sangat kecil. 4. Bulk density Bulk density juga sangat berpengaruh pada kekuatan beton itu sendiri. Bulk density adalah massa benda per volume total, temasuk pori-pori dan ruang. Hubungan antara bulk density dengan kekuatan beton adalah apabila semakin besar bulk density maka akan semakin besar pula kekuatan beton.

Modulus patah terjadi karena adanya nilai tegangan lengkung maksimum yang diterima suatu benda agar benda tidak patah. Prinsip kerja percobaan modulus patah adalah pemberian gaya langsung sedikit demi sedikit secara kontinyu hingga sampel patah, sehingga diketahui beban maksimum yang bisa diterima bahan sebelum patah kemudian luas bidang patahan diukur. Persamaannya adalah : (1) dengan : = tegangan lengkung maksimum ( N/m2) M = momen lengkung (Nm) y = jarak titik ke sumbu netral I = momen inersia penampang terhadap sumbu netral (m4)

Gambar 1. Gaya-gaya yang bekerja pada padatan dan titik-titik yang menerima gaya

Gambar 2. Luas penampang padatan yang menerima gaya F Persamaan (1) menjadi ( ( )( ) ) (2)

Untuk mendapatkan nilai F yang besar dan beban yang terkecil dipakai sistem torsi

Gambar 3. Resultan gaya-gaya yang bekerja saat pengukuran

Dimana W F : Gaya yang diberikan atau berat beban yang diberikan : Gaya yang berkerja pada sampel : Jarak engsel dan pisau pematah : Jarak engsel ke titik gantung beban

Maka, ( ) ( )

Kuat desak terjadi karena adanya desak maksimum yang diterima suatu benda agar benda itu tidak retak. Prinsip kerjanya adalah memberikan gaya tekan pada sampel hingga retak. Permukaan sampel dipilih yang paling rata supaya distribusi gaya yang diterima permukaan sampel yang diukur akan merata disemua bagian. Kemudian dicatat luas permukaan tersebut dan paket beban ditambahkan sampel sampel retak. Beban total adalah jumlah paket beban ditambahkan sampai sampel retak.

Gambar 4. Gaya yang bekerja pada plester pada percobaan pengukuran kuat desak plester (3) F A : Gaya desak yang bekerja pada benda : Luas permukaan desak (bidang yang diarsir)

(4)

Level atomik struktur meliputi susunan relatif molekul-molekul atau atom yang satu terhadap lainnya. Pada tingkatan yang lebih besar, gabungan level-level atomik tersebut akan membentuk suatu susunan baru yang dikenal sebagai struktur mikroskopis. Struktur mikroskopis merupakan struktur yang tidak kasar mata dan hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop elektron, sedangkan struktur makroskopis dapat dilihat secara langsung. Bahan yang memiliki struktur mikroskopis yang teratur memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan material yang memiliki struktur mikrokopis tidak teratur dan tidak merata. (Callister. 2001)

Beban mekanik dapat mengubah suatu struktur mikroskopis. Salah satu dari jenis dari beban mekanik adalah tegangan. Tegangan suatu bahan dapat didefinisikan sebagai besar gaya yang bekerja tiap satu satuan luas penampang tesebut. Gaya yang bekerja pada bahan ini menggambarkan kekuatan atau kemampuan bahan tersebut. Gaya yang bekerja pada bahan dapat berupa gaya desak, gaya tarik, gaya lengkung, dan sebagainya. (Malau, 2009) Bahan ada yang kuat dan ada yang tidak disebabkan berbagai hal, salah satunya adalah slip. Slip dapat didefinisikan sebagai deformasi plastis yang disebabkan oleh dislokasi molekul suatu material. Material yang memiliki struktur mikroskopis rapi dan teratur memiliki kemungkinan slip yang lebih kecil dibandingkan material yang memiliki struktur mikroskopis yang tidak teratur saat dilakukan uji tarik atau uji kuat desak. (Callister, 2001) Modulus patah dan kuat desak dilakukan untuk mengetahui sampai batas mana suatu material dapat menahan beban. Hal ini nantinya dimanfaatkan sebagai acuan untuk menentukan batas aman beban yang dapat dikenakan kepada material tersebut jika digunakan. Dengan mengetahui besar tegangan yang dimilki suatu bahan maka dapat diperkirakan sampai batas-batas mana bahan tersebut dapat dibebani tanpa menimbulkan kerusakan berarti. (Callister, 2001) Struktur material dapat dikatakan getas yaitu jika sesaat sebelum mengalami patah, material hanya mengalami sedikit necking. Sebaliknya struktur material dapat dikatakan liat jika saat diberi gaya melebihi gaya maksimumnya, material tersebut akan mengalami deformasi plastis dan necking sebelum mengalami patah. Jadi dapat disimpulkan semakin getas suatu material maka deformasi plastis dan necking yang dialami sebelum material tersebut patah semakin sedikit. (Callister, 2001) III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah : 1. Sampel A O:P = 1:3 2. Sampel B O:P = 1:5 3. Sampel C O:P = 1:7 4. Sampel D O:P = 1:9 5. Sampel E O:P = 1:10 6. Sampel F O:P = 1:12 7. Sampel G O:P =1:14 8. Sampel H O:P = 1:16 9. Pasir 3 buah 3 buah 3 buah 3 buah 3 buah 3 buah 3 buah 3 buah secukupnya secukupnya

10. Paket Beban

B. Rangkaian alat percobaan 2 3 4 7 Keterangan: 1. Beban penyeimbang 5 6 8 2. Engsel 3. Sampel 4. Pisau pematah 5. Lengan tuas Gambar 5. Rangkaian alat percobaan untuk mengukur modulus patah plester 6. Penumpu 7. Titik gantung beban 8. Beban 1

7 Keterangan: 1. Beban
8 penyeimbang

2. Engsel 3. Sampel

8 5. Plat penekan

Gambar 6. Rangkaian alat percobaan pada pengukuran kuat desak plester

bawah 6. Lengan tuas 7. Titik gantung beban 8. Beban

C. Cara kerja 1. Pengujian modulus patah Jarak antara titik pusat kedua penumpu diukur dengan penggaris 100 cm dan dicatat sebagai L. jarak antara engsel dan titik pusat pisau pematah diukur dengan penggaris 100 cm dan dicatat sebagai PQ. Jarak antara engsel dan titik gantung beban diukur dengan penggaris 100 cm dan dicatat sebagai PR. Ember beban dipasang pada lengan tuas yang lebih panjang dan ember penyeimbang pada lengan tuas yang lebih pendek. Pasir dimasukkan ke dalam ember penyeimbang sampai pisau pematah diperkirakan hanya menempel pada sampel. Sampel A dipasang diatas kedua penumpu. Pasir dimasukkan ke dalam ember beban secara perlahan-lahan dan kontinyu agar tidak terjadi beban kejut sampai sampel A patah. Berat beban A yang diperlukan ditimbang dengan timbangan kasar dan dicatat sebagai W. Lebar sampel (w) dan tebal (t) sampel diukur dengan jangka sorong sebelumnya dicatat hasilnya. Percobaan diatas diulangi untuk sampel A 2 kali lagi. Hal yang sama dilakukan untuk sampel B,

C, D masing-masing 3 kali. Alat uji dibersihkan dari patahan dan serpihan sampel. 2. Pengukuran kuat desak dengan alat pendesak tuas Jarak antara engsel dan titik pusat plat penekan atas diukur dengan penggaris 100 cm dan mencatatnya sebagai PQ. Jarak antara engsel dan titik gantung beban diukur dengan penggaris 100 cm dan mencatatnya sebagi PR. Ember beban dipasang pada lengan tuas yang lebih pendek. Pasir dimasukkan ke dalam ember penyeimbang sampai plat penekan atas diperkirakan hanya menyentuh sampel. Sampel H diambil. Permukaan sampel H dipilih yang akan menerima gaya, yaitu permukaan yang paling halus, paling datar, dan bentuknya paling beraturan. Luas permukaan dihitung dengan menggunakan jangka sorong untuk mengukur sisi-sisinya dan hasilnya dicatat. Sampel H dipasang pada plat penekan bawah. Paket beban dimasukkan ke dalam ember beban secara perlahan-lahan dan kontinyu, sampai sampel H retak dengan bantuan pengamatan menggunakan lup. Berat beban dihitung dan hasilnya dicatat. Percobaan dilakukan untuk sampek G, F, E masing-masing 3 kali. Alat uji dibersihkan dari patahan dan serpihan sampel. D. Analisis Data Dalam melakukan pengolahan data dibutuhkan beberapa rumus persamaan pada masing-masing percobaan. 1. Percobaan Modulus Patah a. Menghitung nilai modulus patah sampel

(5) = modulus patah, kg/cm2 W = beban, kg = jarak engsel ke titik gantung beban, cm L = jarak antar kedua pisau pematah, cm = jarak engsel ke pisau pematah, cm

Dengan :

10

W = lebar sampel, cm T = tebal sampel, cm

b. Menghitung nilai modulus patah rata-rata Dengan, (6) = modulus patah rata-rata, kg/cm2 = modulus patah tiap sampel, kg/cm2 c. Membuat persamaan pendekatan modulus patah rata-rata sebagai fungsi komposisi P(x) dengan metode regresi linier. ( ) Dengan, m,k =konstanta (8) Dengan,

(7)

P = jumlah komponen P dalam sampel Q = jumlah komponen Q dalam sampel


( )

(9) (10)

Dengan,

n = jumlah data

d. Perhitungan kesalahan relative |


(11)

(12) Dengan, n = jumlah data

e. Membuat persamaan pendekatan modulus patah dengan pendekatan eksponensial (13)

Dengan,

a = konstanta b = konstanta

11

x = persentase pasir dalam sampel (14)

(15) Dengan,
( )

A, B = konstanta (16) (17)

2. Percobaan Kuat Desak a. Menghitung nilai kuat desak sampel


(18) = kuat desak, kg/cm2 W = berat beban yang diperlukan, kg = jarak engsel ke titik gantung beban, cm = jarak engsel ke titik pusat penekan atas, cm A = luas permukaan beban uji, cm2

Dengan,

b. Menghitung kuat desak rata-rata Dengan, = kuat desak rata-rata, kg/cm2 = kuat desak pada tiap sampel, kg/cm2 c. Membuat persamaan pendekatan kuat desak sebagai fungsi P(x) dengan metode least square. (20) Dengan, m,k = konstanta x = persentase komponen P dalam sampel, % (21) Dengan,

(19)

P = jumlah komponen P dalam sampel Q = jumlah komponen Q dalam sampel


( )

(22)

12

(23)

d. Membuat persamaan pendekatan kuat desak dengan metode eksponensial. Dengan, m,k x = kuat desak, kg/cm2 = konstanta = persentase komponen P dalam sampel, % (24) (25)

IV. PEMBAHASAN Dalam percobaan ini terdapat dua hal yang harus dilakukan sesuai dengan cara kerja yang ada yaitu percobaan modulus patah dan percobaan kuat desak. Percobaan yang pertama dilakukan adalah percobaan modulus patah. Dalam melakukan percobaan ini, hal yang pertama dilakukan adalah jarak antara kedua penumpu diukur yakni sebesar 3,00 cm. Kemudian jarak antara engsel dan pisau pematah diukur dan didapatkan data sebesar 21,50 cm. Lalu jarak antara engsel dan titik gantung juga dihitung sebesar 108,00 cm. setelah itu lebar dan tebal dari tiap-tiap sampel diukur. Dalam pengukuran didapatkan lebar dari tiap-tiap sampel A adalah sebesar 3,00 cm;3,03cm dan 3,27 cm. Sedangkan tebal masing-masing dari sampel A adalah 2,08 cm;2,08 cm dan 1,90 cm. Kemudian ember penyeimbang dan ember beban dipasang yang kemudian pasir dimasukkan ke dalam ember penyeimbang sampai pisau pematah diperkirakan hanya menempel pada sampel. Setelah itu satu sampel A diletakkan di atas meja penumpu. Pasir dimasukkan ke dalam ember beban secara perlahan dan kontinyu sampai kemudian sampel patah. Kemudian pasir ditimbang dengan timbangan kasar dan didapatkan berat pasir masing-masing untuk sampel A adalah sebesar 7,10 kg;6,80 kg dan 3,10 kg. Kemudian percobaan diulang untuk sampel B, C dan D.

13

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan besarnya modulus patah suatu benda uji akan semakin kecil seiring dengan membesarnya kadar pasir dalam sampel. Mengecilnya modulus patah disebabkan pasir memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan semen sehingga dalam sampel terdapat rongga dan ikatan antar molekul dalam sampel lemah. Data-data yang telah didapatkan kemudian dianalisis dengan metode regresi linier dan metode eksponensial yang kemudian akan didapatkan dua grafik hubungan antara kadar pasir (P) dengan modulus patah. Dalam perhitungan percobaan modulus patah digunakan asumsi bahwa proses penambahan beban berlangsung kontinyu dan sedikit demi sedikit sehingga tidak terjadi beban kejut. Beban kejut menyebabkan hasil pengukuran menjadi tidak akurat. Semakin sedikit pasir yang dimasukkan ke dalam ember beban selama proses berlangsung, maka beban kejut semakin kecil. Asumsi lain yang digunakan adalah pisau pematah tepat berada di tengah-tengah benda uji. Dikondisikan sepeti ini agar titik berat tepat berada di tengah benda uji, selain itu agar beban terdistribusi dengan baik. Asumsi yang digunakan selanjutnya adalah proses penyeimbangan berlangsung dengan baik sehingga gaya yang mematahkan sampel benarbenar timbul karena beban yang ditambahkan pada ember beban sampel tidak terkena gaya tekan dari alat pengukur modulus patah. Dikondisikan gaya yang menekan sampel sebelum pasir beban dimasukkan adalah sama dengan 0, yaitu pisau pematah tepat menyentuh sampel.

14

12 Modulus Patah (kg/cm2) 10 8 6 4 2 0 70 75 80 85 90 95 Komposisi Pasir dalam Sampel, %P

y = -0,4745x + 46,1485 Keterangan :


Persamaan Percobaan

Gambar 7. Grafik Hubungan Modulus Patah dengan Komposisi Pasir Sampel dengan Pendekatan Regresi Linier Grafik di atas menunjukkan grafis hubungan antara modulus patah dengan komposisi sampel dengan pendekatan regresi linier, grafik di atas merupakan persamaan garis lurus yang memiliki persamaan hubungan keduanya yaitu y = -04745x + 46,1485. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin besar kandungan pasir dalam sampel maka akan semakin kecil modulus patahnya. Dapat dikatakan, dengan y sebagai modulus

patah dan x sebagai komposisi pasir. Dari hasil perhitungan menggunakan metode regresi linier didapatkan kesalahan relatif rata-rata sebesar 15,4922%.

15

12 Modulus Patah (kg/cm2) 10 8 6 4 2 0 70 75 80 85 90 95 Komposisi pasir dalam sampel, %P

y = 3978,2687 e-0,0781X

Keterangan :
Persamaan Percobaan

Gambar 8. Grafik Hubungan Modulus Patah dengan Komposisi Pasir Sampel dengan Pendekatan Eksponensial Gambar di atas merupakan grafik hubungan antara kuat desak dengan komposisi pasir dalam sampel untuk pendekatan eksponensial. Dapat dilihat dari gambar di atas, grafik tersebut berupa garis lengkung dengan persamaan y = 3978,2687e-0,0781x. Berdasarkan perhitungan dengan pendekatan eksponensial didapatkan kesalahan relatif rata-rata sebesar 16,0714 %. Hal ini menunjukkan bahwa metode regresi linier lebih cocok untuk percobaan kuat desak karena menghasilkan kesalahan relatif yang lebih kecil daripada metode eksponensial yakni sebesar 15,4922 %. Percobaan kedua yang dilakukan adalah percobaan kuat desak. Hal pertama yang dilakukan dalam percobaan kuat desak adalah jarak antara engsel dan plat penekan diukur dengan menggunakan penggaris dan didapatkan jaraknya sebesar 36,00 cm. Kemudian jarak antara engsel dan titik gantung beban juga diukur dengan menggunakan penggaris dan didapatkan jaraknya sebesar 114,00 cm. Setelah itu, ember penyeimbang dan ember beban dipasang, yang kemudian pasir dimasukkan dalam ember penyeimbang sampai plat penekan atas diperkirakan hanya menyentuh sampel. Langkah selanjutnya adalah memilih permukaan sampel E yang paling halus, datar dan bentuknya paling beraturan untuk menerima gaya. Lalu luas permukaan tersebut diukur luasnya dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengukuran didapatkan luas permukaan dari masing16

masing sampel E adalah sebesar 33,4457 cm2; 34,1600 cm2 dan 33,6050 cm2. Kemudian satu sampel E diletakkan pada plat penekan bawah yang selanjutnya paket beban dimasukkan ke dalam ember beban secara perlahan sampai sampel retak. Lalu berat yang diperlukan dihitung. Dari hasil percobaan didapatkan berat beban yang diperlukan tiap-tiap sampel E untuk retak sebesar 19,788 kg; 35,486 kg dan 19,788 kg. Lalu percobaan diulang untuk sampel F, G dan H. Dari hasil perhitungan didapatkan untuk sampel E sebesar 2,3273 kg/cm . Sedangkan
2

rata-rata

rata-rata untuk sampel rata-rata

F adalah sebesar 1,5683 kg/cm2. Untuk sampel G didapatkan sebesar 2,6734 kg/cm2 dan untuk sampel H diperoleh 1,2742 kg/cm2.

rata-rata sebesar

Dalam perhitungan kuat desak digunakan asumsi bahwa struktur bahan uji homogen. Diasumsikan seperti itu maksudnya adalah agar kekuatan keseluruhan sampel dalam menerima beban desak sama besar di seluruh bagian sampel. Sehingga dalam perhitungan, nilai kuat desak percobaan tidak berbeda jauh dengan nilai kuat desak teoritis. Asumsi lain yang digunakan adalah permukaan sampel cukup halus dan rata sehingga pembebanan diterima secara merata untuk semua bagian sampel, diasumsikan seperti itu dengan maksud agar pembebanan diterima secara merata oleh bagian permukaan sampel yang didesak, meskipun pada kenyataannya tetap ada lubang-lubang mikro pada permukaan sampel. Asumsi lainnnya adalah proses penyeimbangan berlangsung baik sehingga gaya yang mendesak sampel benar-benar timbul karena beban yang ditambahkan pada ember beban. Sampel dianggap tidak terkena gaya tekan dari alat pendesak itu sendiri, sehingga diasumsikan gaya yang mendesak beban diawal percobaan adalah sama dengan nol.

17

3 3 Kuat Desak (kg/cm2)

Y = -0,1776x + 18,4184
2 2 1 1 0 90 91 92 93 94 95 Komposisi Pasir dalam Sampel, %P

Keterangan :
Persaman Percobaan

Gambar 9. Grafik Hubungan Kuat Desak dengan Komposisi Pasir dengan Metode Regresi Linier Gambar di atas merupakan grafik hubungan antara kuat desak dengan komposisi sampel dengan pendekatan regresi linier. Grafik di atas merupakan persamaan garis lurus yang memiliki persamaan hubungan keduanya y = -0,1776x + 18,4184. Dari grafik di atas terlihat bahwa ada satu sampel yang sedikit menyimpang dari teori dikarenakan dengan komposisi pasir yang lebih besar namun memiliki kuat desak yang besar. Hal ini berbeda dengan teori yang ada dimana semakin besar komposisi pasir maka kuat desak akan semakin kecil. Dari hasil perhitungan dengan metode regresi linier didapatkan kesalahan relatif rata-rata sebesar 23,8038%.

18

3 3 Kuat Desak (kg/cm2) 2 2 1 1 0 90 91 92 93 94 95 Komposisi Pasir dalam Sampel, % P

y = 54548,9989e-0,1109x

Keterangan :
Persamaan Percobaan

Gambar 10. Grafik Hubungan Kuat Desak dengan Komposisi Pasir Sampel Pendekatan Eksponensial Grafik diatas merupakan grafik hubungan antara kuat desak dengan komposisi sampel dengan pendekatan eksponensial. Grafik diatas merupakan persamaan garis lengkung yang memilki persamaan hubungan keduanya yaitu
c

= 54548,9989e-0,01109x. Dari grafik diatas dapat dilihat

bahwa semakin besar kandungan pasir dalam sampel maka akan semakin kecil kuat desaknya. Dapat dikatakan dimana y adalah sebagai kuat

desak dan x adalah sebagai komposisi pasir dalam sampel. Dari hasil perhitungan dengan metode eksponensial didapatkan kesalahan relatif rata-rata sebesar 23,8298 %. Sehingga metode yang lebih cocok digunakan untuk kuat desak adalah metode regresi linier. Hal ini dikarenakan perhitungan dengan metode regresi linier mendapatkan kesalahan relatif rata-rata yang lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan dengan metode eksponensial.

19

V. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini antara lain : 1. Untuk modulus patah dan kuat desak metode regresi linier lebih baik daripada metode eksponensial karena memberikan kesalahan relatif yang lebih kecil. 2. Untuk percobaan modulus patah dengan metode regresi linier didapatkan persamaan y = -04745x + 46,1485 dengan kesalahan relatif rata-rata sebesar 15,4942 % dan untuk metode eksponensial didapatkan persamaan y = 3978,2687e-0,0781x dengan kesalahan relatif rata-rata sebesar 16,0714 %. 3. Untuk percobaan kuat desak dengan metode regresi linier didapatkan persamaan y = -0,1776x + 18,4184 dengan kesalahan relatif sebesar 23,8038 % dan untuk metode eksponensial didapatkan persamaan y = 54548,9989e-0,01109x dengan kesalahan relatif sebesar 23,8298 %. 4. Semakin banyak pasir dalam sampel, maka kuat desak dan modulus patah akan semakin kecil.

VI. DAFTAR PUSTAKA Callister, William D. , 2001, Material Science and Engineering And Introduction, 7ed., 43-46, John Wiley and Sons, Inc., New York Malau, Viktor., 2009 Elemen Mesin, hal 6-7, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai