Anda di halaman 1dari 6

Patofisiologi DBD dan SSD

Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial.


Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement. 1,2,3
Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous
infection. Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan
Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik).1,2,3
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5),
melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma
intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok. 1,2,3

Gambar 9. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue

Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang


akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan
plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus
dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.
Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai
potensi untuk menimbulkan wabah. 1,2

Gambar 10. Patogenesis terjadinya syok pada DBD

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga


menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi
stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati
konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan
FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
2,3

Gambar 11. Patogenesis Perdarahan pada DBD

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,


sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di
sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga
terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang
dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan
oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi. 2,3
Sebab lain kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan
yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi adekuat.
Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh :
a. Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam
dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan.
b. Gangguan fungsi trombosit
c. Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombin
memanjang sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin
normal. Beberapa factor pembekuan menurun, termasuk factor II, V, VII, IX,
X dan fibrinogen.
d. Pembekuan

intravaskuler

yang

meluas

(Disseminated

Intravascular

Coagulation DIC). 4
3.3 Dengue Shock Syndrome
Pada penderita DBD yang disertai syok, setelah demam berlangsung beberapa
hari keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk. Pada sebagian besar penderita
ditemukan tanda kegagalan peredaran darah yaitu kulit terasa lembab dan dingin,
sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lemah, cepat, kecil sampai tidak teraba.
Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun
sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Penderita kelihatan lesu, gelisah dan secara cepat
masuk dalam fase kritis syok. Penderita seingkali mengeluh nyeri di daerah perut
sesaat sebelum syok timbul. Nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan
gastrointestinal dan nyeridi daerah retrostrenal tanpa sebab yang dapat dibuktikkan

memberikkan petunjuk terjadinya perdarahan gastrointestinal yang hebat. Syok yang


terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
Syok
Adanya gangguan permeabilitas vaskular yang terus menerus, memicu
terjadinya hipovolemi dan syok. Hal ini terjadi dimana suhu tubuh mulai
menurun hingga normal, yaitu rata-rata pada hari ke 3-7. Pada tahap awal
syok, mekanisme kompensasi yang mempertahankan tekanan darah normal
sistolik juga menyebabkan takikardi dan vasokontriksi perifer dengan
penurunan perfusi pada kulit menyababkan akral menjadi dingin dan
lambatnya cappilary reffill.
Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan
tekanan darah, akral dingin, disertai kongesti kulit. Perubahan ini menandakan
gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat
bersifat ringan atau sementara. Terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba
dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis disekitar mulut,
pasien menjadi gelisah, nadi cepat dan lemah dan kecil sampai tidak teraba.
Sesaat sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut.
Syok ditandai dengan :

Denyut nadi cepat dan lemah


Pasien yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan
sirkulasi serebral

Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat


dan lembut sampai tidak dapat diraba oleh karena kolap sirkulasi.

Tekanan nadi menurun (20mmhg atau kurang)


Hipotensi Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau
kurang

Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan
hidung sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi yang
insufisien yang menyebabkan peninggian aktivitas simpatikus secara refleks.

Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri
renalis

Syok dapat terjadi dalam waktu yang singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu
12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendpat pergantian cairan yang memadai.
Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut saat sebelum syok timbul. Nyeri
abdomen seringkali menonjol pada anak besar yang menderita sindrom syok dengue.
Gejala ini patut diwaspadai oleh karena kemungkinan besar terjadi perdarahan
gastrointestinal. Syok yang terjadi selama periode demam, biasanya mempunyai
prognosis buruk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS.
Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI. 2010. Hal.155-181
2. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2006. Hal. 1-43
3. Hardiono D., Sri Rezeki. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004
4. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue
Kesehatan.Departemen Kesehatan RI. 2005

di Sarana Pelayanan

Anda mungkin juga menyukai