Anda di halaman 1dari 49

Kasus 3

Ny. P, 25 tahun G1P0A0 datang ke poli dengan keluhan perdarahan dari kemaluan,
sebelumnya Ny. P mengaku hamil 1,5 bulan. Perdarahannya kira-kiea sepertiga pembalut,
keluar darah saat beraktifitas di kantor. Nyeri perut tidak ada
Mual-muntah (+) hanya di pagi hari, demam selama hamil (-), batuk pilek (-), keputihan (-),
merokok (-), tidak memiliki binatan peliharaan.
Selama ini coitus abstinens.
HPHT : 26 Januari 2016
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: Baik

BB

: 58 Kg

TB

: 160 cm

BB sebelum hamil

: 58 kg

Tanda Vital dalam batas normal


Kepala

: mata : konjunctiva tidak pucat

Thoraks
Abdomen

: Jantung dan Paru : tidak ada kelainan


:-

Kontur normal, palpasi suprapubic : tidak nyeri


Massa abdomen : tidak teraba
Uterus : tidak teraba

Pemeriksaan Ginekologik
Px Luar

Inspeksi

: Perdarahan vagina tidak aktif

Pemeriksaan speculum

: fluxus positif dari ostium uteri eksternum tidak aktif,

Chadwick sign positif, licin, tidak tampak erosi


Vaginal Touche

1. Portio
2.
3.
4.
5.

: Lembek, licin, cervical motion tenderness / nyeri goyang (-),

Hegar sign (+)


Ostium uteri eskterna : Tertutup
Ukuran uterus
: Agak membesar sebesar telur bebek
Area Adnexa
: Tidak terasa massa, tidak nyeri
Douglas Pouch
: Bulging (-), nyeri (-)

Pemeriksaan USG

: tampak kantung kehamilan, tampak fetal echo, perdarahan

subchorionik (+)
Pemeriksaan Lab
Hb

: 11 gr%

HCG

: Sesuai dengan usian kehamilan

Progesterone

: 5 g/mL

Embriogenesis

A. Definisi
Menurut Dorlands Illustrated Medical Dictionary, Embriogenesis adalah : 1.produksi dari
embrio; 2.perkembangan dari individu yang baru yang terjadi secara seksual yaitu dari zigot.
Secara umum, embriogenesis adalah proses pembelahan sel dan diferensiasi sel dari embrio
manusia yang terjadi pada saat tahap-tahap awal dari perkembangan manusia. Tepatnya,
embriogenesis terjadi pada saat spermatozoa bertemu dan menyatu dengan ovum yang
disebut fertilisasi sampai akhir dari minggu ke-8 dari perkembangan manusia
(Langman,1994).
B. Tahap-tahap Embriogenesis
a. Fertilisasi
Fertilisasi adalah proses penyatuan gamet pria dan wanita, yang terjadi di daerah
ampulla tuba fallopii.Spermatozoa bergerak dengan cepat dari vagina ke rahim dan
selanjutnya masuk kedalam saluran telur.Pergerakan naik ini disebabkan oleh
kontraksi otot-otot uterus dan tuba. Sebelum spermatozoa dapat membuahi oosit,
mereka harus mengalami proses kapasitasi dan reaksi akrosom (Langman, 1994).
Kapasitasi adalah suatu masa penyesuaian di dalam saluran reproduksi wanita,
yang pada manusia berlangsung kira-kira 7 jam. Selama waktu ini, suatu selubung
dari glikoprotein dari protein-protein plasma segmen dibuang dari selaput plasma,
yang membungkus daerah akrosom spermatozoa. Hanya sperma yang menjalani
kapasitasi yang dapat melewati sel korona dan mengalami reaksi akrosom (Langman,
1994).
Reaksi akrosom terjadi setelah penempelan ke zona pelusida dan diinduksi oleh
protein-protein zona. Reaksi ini berpuncak pada pelepasan enzim-enzim yang
diperlukan untuk menembus zona pelusida, antara lain akrosin dan zat-zat serupa
tripsin (Langman, 1994).
Fase fertilisasi mencakup fase 3 fase:

1. Penembusan korona radiata.


Spermatozoa-spermatozoa yang mengalami kapasitasi tidak akan sulit untuk
menembusnya (Langman, 1994).
2. Penembusan zona pelusida.
Zona pelusida adalah sebuah perisai glikoprotein yang mempertahankan
pengikatan sperma dan menginduksi reaksi kromosom. Hanya 1 spermatozoa
diantara 200-300 juta spermatozoa yang ada di saluran kelamin yang berhasil
menembus zona pelusida. Saat spermatozoa masuk ke dalam membrane oosit,
spermatozoa lain tidak akan bisa masuk lagi karena aktifasi dari enzim oosit
sendiri (Langman, 1994)
3. Fusi oosit dan membran plasma.
Spermatozoa bergerak masuk ke membrane oosit dan mencapai inti oosit. Perlu
diketahui bahwa spermatozoa dan oosit masing-masing memiliki 23 kromosom
(haploid), selama masa penyatuan masing-masing pronukleus melakukan sintesis
DNA. Segera setelah sintesis DNA, kromosom tersusun dalam gelendong untuk
melakukan pembelahan secara mitosis yang normal. Dua puluh tiga kromosom
dari ibu dan dua puluh tiga kromosom dari ayah membelah sepanjang sentromer,
dan kromatid-kromatid yang berpasangan tersebut saling bergerak ke kutub yang
berlawanan, sehingga menyiapkan sel zigot yang masing-masing mempunyai
jumlah kromosom yang normal (Langman,1994).
b. Pembelahan
Kira-kira 24 jam setelah fertilisasi, oosit yang telah dibuahi mulai pembelahan
pertamanya (Anonimus, 2010). Setelah zigot mencapai tingkat dua sel, ia menjalani
serangkaian pembelahan mitosis yang mengakibatkan bertambahnya jumlah sel
dengan cepat. Sel ini dikenal sebagai blastomer yang akan berbentuk seperti
gumpalan yang padat (Langman, 1994).

Kira-kira setelah 3 hari setelah pembuahan, sel-sel embrio yang termampatkan


tersebut, membelah lagi membentuk morula (Langman, 1994).Morula adalah,
kumpulan dari 16-30 sel blastomere. Karena sel-sel ini muncul dari pembelahan
(cleavage) dari zigot dan semua terdapat pada zona pelusida yang tidak ias membesar,
jadi pertumbuhannya tidak banyak terlihat. Setiap sel yang baru besarnya sama
dengan sel awal dan nama morula berarti mulberry, karena mirip seperti kumpulan
sel-sel setengah bulat (Anonim, 2010). Sel-sel bagian dari morula merupakan massa
sel dalam, sedangkan sel-sel di sekitar membentuk massa sel luar. Massa sel dalam
akan membentuk jaringan-jaringan embrio yang sebenarnya, sementara massa sel luar
akan

membentuk

(Langman,1994)

trofoblastt,

yang

kemudian

ikut

membentuk

plasenta

c. Pembentukan blastokista,embrioblast, dan rongga amnion


Pada hari ke-4 setelah inseminasi, sel terluar dari morula yang masih diselubungi
dengan zona pelucida mulai berkumpul membentuk suatu pemadatan (Anonimus,
2010). Sebuah rongga terbentuk pada di interior blastokista dan Kira-kira pada waktu
morula memasuki rongga rahim, cairan mulai menembus zona pelusida masuk ke
dalam ruang antar sel yang ada di massa sel dalam (inner cell mass). Sel-sel embrio
berkembang dari inner cell mass yang sekarang disebut embrioblastt. Sedangkan selsel di massa sel luar atau trofoblast, menipis dan membentuk dinding epitel untuk
blastokista. Zona pelusida kini sekarang sudah menghilang, sehingga implantasi bisa
dimulai (Langman, 1994).

Pada akhir hari ke-5 embrio melepaskan diri dari zona pelusida yang
membungkusnya. Melalui serangkaian siklus pengembangan-kontraksi embrio
menembus selimut pelusida. Hal ini didukung oleh enzim yang dapat melarutkan zona
pelusida pada kutub embrionik. Pelepasan embrio ini dinamakan hatching

(Anonimus, 2010)
Polaritas dari embrio dapat terlihat pada waktu pembentukan kutub embrionik

dan kutub abemrioalik. Ha ini jelas terlihat ketika meneliti blastokista dimana inner
cell mass sudah terbentuk. Polaritas lebih terfokus pada satu kutub dari interior
belahan blastokista yang terdiri dari blastomer (Anonimus, 2010).
Pada perkembangan hari ke-8, blastokista sebagian terbenam di dalam stroma
endometrium.Pada daerah di atas embrioblast, trofoblast berdiferensiasi menjadi 2
lapisan: (a) sitotrofoblast ,(b) sinsitiotrofoblast. Trofoblast mempunyai kemampuan
untuk menghancurkan dan mencairkan jaringan permukaan endometrium dalam masa
sekresi, yaitu sel-sel decidua (Prawiroharjo, 2000).
Sel-sel dari embrioblast juga berdiferensiasi menjadi dua lapisan, yaitu lapisan
hipoblast dan epiblast. Sel-sel dari masing-masing lapisan mudigah membentuk
sebuah cakram datar dan keduanya dikenal sebagai cakram mudigah bilaminer. Pada
saat yang sama terdapat rongga kecil muncul di dalam epiblast, dan rongga ini
membesar menjadi rongga amnion (Langman, 1994).
Pada hari ke-9, blastokista semakin terbenam di dalam endometrium, dan luka
berkas penembusan pada permukaan epitel ditutup dengan fibrin, pada masa ini
terlihat proses lakunaris, dimana vakuola-vakuola apa sinsitium trofoblast menyatu
membentuk lakuna-lakuna yang besar. Sementara pada kutub anembrional, sel-sel
gepeng bersama dengan hipoblast membentuk lapisan eksoselom (kantung kuning
telur primitif) (L

Pada hari ke-11 dan 12, blastokista telah tertanam sepenuhnya di dalam stroma
endometrium. Trofoblast yang ditandai dengan lacuna dan sinsitium akan membentuk
sebuah jalinan yang saling berhubungan, Sel-sel sinsitiotrofoblast menembus lebih
dalam ke stroma dan merusak lapisan endotel pembuluh-pembuluh kapiler
ibu.Pembuluh-pembuluh rambut ini tersumbat dan melebar dan dikenal sebagai
sinusoid. Lakuna sinsitium kemudian berhubungan dengan sinusoid, dan darah ibu
mulai mengalir melalui system trofoblast, sehingga terjadilah sirkulasi utero-plasenta
(Langman, 1994).
Semetara itu, sekelompok sel baru muncul di antara permukaan dalam

sitotrofoblast dan permukaan luar rongga eksoselom. Sel-sel ini berasal dari kantong
kuning telur dan akan membentuk suatu jaringan penyambung yang disebut
mesoderm ekstraembrional; di mana pada akhirnya akan mengisi semua ruang antara
trofoblastt di sebelah luar dan amnion beserta selaput eksoselom di sebelah dalam
( langman, 1994).
Segera

setelah

terbentuk

rongga-ronga

besar

di

dalam

mesoderm

ekstraembrional,dan ketika rongga-rongga ini menyatu, terbentuklah sebuah rongga


baru, yang dikenal dengan nama rongga khorion. Rongga khorion ini terbentuk dari
sel-sel fibroblast mesodermal yang tumbuh disekitar embrio dan yang melapisi
trofoblast sebelah dalam (Prawiroharjo, 1976). Rongga ini mengelilingi kantung
kuning telur primitive dan rongga amnion kecuali pada tempat cakram mudigah
berhubungan dengan trofoblast melalui tangkai peghubung (Langman,1994).

d. Cakram mudigah trilaminer


Cakram mudigah bilaminer sendiri berdiferensiasi menjadi embrio trilaminer,
terjadi proses epithelio-mesenchymal layer (gastrulasi pada vertebrata kelas bawah).
Gastrulasi dimulai dengan pembentukan primitive streak (garis primitive) pada
permukaan epiblast (Langman, 1994). Selama periode ini embrio mengalami
perubahan-perubahan yang cukup menonjol (Anonimus, 2010).
Sel-sel epiblast berpindah mengikuti garis primitive untuk membentuk
mesoderm dan entoderm intraembrional. Setelah tiba di daerah garis tersebut, sel-sel
ini menjadi bentuk seperti botol, memisahkan diri dari epiblast dan endoderm yang
baru saja terbentuk untuk membentuk mesoderm. Sel-sel yang tetap berada di epiblast
kemudian membentuk ectoderm. Dengan demikian epiblast, walaupun terjadi proses
gastrulasi, merupakan sumber dari semua lapisan germinal pada embrio (yaitu,
ektoderm, mesoderm, dan endoderm) (Langman, 1994).
Sel-sel prenotokord yang bergerak masuk ke dalam lubang primitif, bergerak
ke depan hingga mencapai lempeng prekordal. Mereka menempatkan diri dalam
endoderm sebagai lempeng notokord. Pada perkembangan selanjutnya, lempeng ini

mengelupas dari endoderm, dan terbentuklah sebuah tali padat, notokord. Notokord
akan menentukan Sumbu tengah dari embrio yang akan menentukan situasi ke depan
mengenai dasar tulang belakang dan dapat menyebabkan diferensiasi dari ektoblast
untuk membetuk neural plate (Anonimus, 2010). Karena itu, pada akhir minggu ke-3,
terbentuklah 3 lapisan mudigahyang terdiri dari ectoderm, mesoderm, dan
endoderm,dan berdiferensiasi menjadi jaringan dan organ-organ (Langman,1994).
e. Masa embrionik
Menurut Langman (1994), Selama perkembangan minggu ke-3 sampai
minggu ke-8, suatu massa yang dikenal sebagai massa embrionik atau masa
organogenesis, masing-masing lapisan dari ketiga lapisan mudigah ini membentuk
banyak jaringan dan organ yang spesifik. Menjelang masa akhir embrionik ini,
sistem-sistem organ telah terbentuk. Karena pembentukan organ ini, bentuk mudigah
banyak berubah dan ciri-ciri utama bentuk tubuh bagian luar sudah dapat dikenali
menjelang bulan kedua
Masa mudigah berlangsung dari perkembangan minggu keempat hingga
kedelapan dan merupakan masa terbentuk jaringan dan sistem organ dari masingmasing lapisan mudigah. Sebagai akibat pembentukan organ, ciri-ciri utama bentuk
tubuh mulai jelas.
Lapisan Mudigah ektoderm membentuk organ dan struktur-struktur yang
memelihara hubungan dengan dunia luar: (a) susunan saraf pusat; (b) sistem saraf
tepi; (c) epitel sensorik telinga, hidung dan mata; (d) kulit, termasuk rambut dan kuku;
dan (e) kelenjar hipofisis, kelenjar mammae, dan kelenjar keringat serta email gigi.
Bagian yang paling penting dari lapisan mudigah mesoderm adalah mesoderm
para aksial, intermediat, dan lempeng lateral. Mesoderm para aksial membentuk
somitomer; yang membentuk mesenkim di kepala dan tersusun sebagai somit-somit di
segmen oksipital dan kaudal. Somit membentuk miotom (jaringan otot), skeletom
(tulang rawan dan sejati), dan dermatom (jaringan subkutan kulit), yang semuanya
merupakan jaringan penunjang tubuh. Mesoderm juga membentuk sistem pembuluh,
yaitu jantung, pembuluh nadi, pembuluh getah bening, dan semua sel darah dan sel
getah bening. Di samping itu, ia membentuk sistem kemih-kelamin; ginjal, gonad, dan

saluran-salurannya (tetapi tidak termasuk kandung kemih). Akhirnya limpa dan


korteks adrenal juga merupakan turunan dari mesoderm.
Lapisan mudigah endoderm menghasilkan lapisan epitel saluran pencernaan,
saluran pernafasan, dan kandung kemih. Lapisan ini juga membentuk parenkim tiroid,
paratiroid, hati dan kelenjar pankreas. Akhirnya, lapisan epitel kavum timpani dan
tuba eustachius juga berasal dari endoderm.
Sebagai akibat dari pembentukan sistem-sistem organ dan pertumbuhan
sistem-sistem organ dan pertumbuhan sistem saraf pusat yang cepat, cakram mudigah
yang mula-mula datar melipat kearah sefalokaudal, sehingga terbentuklah lipatan
kepala dan ekor. Cakram ini juga melipat dengan arah
lintang, sehingga terdapat bentuk tubuh yang bulat. Hubungan dengan kantung kuning
telur dan plasenta dipertahankan masing-masing melalui duktus vitellinus dan tali
pusat

Kehamilan
A. Konsep Kehamilan
a. Definisi kehamilan
Hamil didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi (Federasi Obstetri Ginekologi

Internasional, 2008). Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin


intra uteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan
(Manuaba, 2008).
b. Tanda kehamilan
Tanda hamil adalah perubahan fisiologis yang timbulselama hamil. Ada 3
tanda

kehamilan,

yaitu

presumtif

(perubahan

yang

dirasakan

wanita),

kemungkinan (perubahan yang bisa diobservasi pemeriksa), dan positif hamil


(Bobak, 2005)
Gejala dan tanda tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, antara lain :
1) Bukti Presumtif (tidak pasti)
a) Gejalanya :
Mual dengan atau tanpa muntah.
Gangguan berkemih.
Fatigue atau rasa mudah lelah.
Persepsi adanya gerakan janin.
b) Tanda :
Terhentinya menstruasi.
Perubahan pada payudara.
Perubahan warna mukosa vagina.
Meningkatnya pigmentasi kulit dan timbulnya striae pada
abdomen.
2) Bukti kemungkinan kehamilan
Pembesaran abdomen.
Perubahan bentuk, ukuran, dan konsistensi uterus.
Perubahan anatomis pada serviks.
Kontraksi Braxton Hicks
Ballotement.
Kontur fisik janin.
Adanya gonadotropin korionik di urin atau serum.
3) Tanda Positif Kehamilan
Identifikasi kerja jantung janin yang terpisah dan tersendiri dari

kerja jantung ibu.


Persepsi gerakan janin aktif oleh pemeriksa.
Pengenalan mudigah dan janin setiap saat selama kehamilan
dengan USG atau pengenalan janin yang lebih tua secara
radiografis pada paruh kedua kehamilan.

c. Perubahan Selama Kehamilan

Seiring berkembangnya janin, tubuh sang ibu juga mengalami perubahanperubahan yang dimaksudkan untuk keperluan tumbuh dan kembang sang bayi.
Perubahan tersebut difasilitasi oleh adanya perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron selama kehamilan. Baik dari segi anatomis maupun fisiologis,
perubahan yang ditimbulkan terjadi secara menyeluruh pada organ tubuh ibu yang
berjalan seiring dengan usia kehamilan dalam trimester. Perubahan-perubahan
tersebut meliputi :
1) Sistem Reproduksi
a) Trimester 1
Terdapat tanda Chadwick, yaitu perubahan warna pada vulva,
vagina dan serviks menjadi lebih merah agak kebiruan/keunguan. pH
vulva dan vagina mengalami peningkatan dari 4 menjadi 6,5 yang
membuat wanita hamil lebih rentan terhadap infeksi vagina. Tanda
Goodell yaitu perubahan konsistensi serviks menjadi lebih lunak dan
kenyal
Pembesaran

dan

penebalan

uterus

disebabkan

adanya

peningkatan vaskularisasi dan dilatasi pembuluh darah, hyperplasia &


hipertropi otot, dan perkembangan desidua. Dinding-dinding otot
menjadi kuat dan elastis, fundus pada serviks mudah fleksi disebut
tanda Mc Donald. Pada kehamilan 8 minggu uterus membesar sebesar
telur bebek dan pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur
angsa. Pada minggu-minggu pertama, terjadi hipertrofi pada istmus
uteri membuat istmus menjadi panjang dan lebih lunak yang disebut
tanda Hegar. Sejak trimester satu kehamilan, uterus juga mengalami
kontraksi yang tidak teratur dan umumnya tidak nyeri.
Proses ovulasi pada ovarium akan terhenti selama kehamilan.
Pematangan folikel baru juga ditunda. Tetapi pada awal kehamilan,
masih terdapat satu corpus luteum gravidarum yang menghasilkan
hormon estrogen dan progesteron. Folikel ini akan berfungsi maksimal
selama 6-7 minggu, kemudian mengecil setelah plasenta terbentuk
b) Trimester 2

Hormon estrogen dan progesteron terus meningkat dan terjadi


hipervaskularisasi mengakibatkan pembuluh-pembuluh darah alat
genetalia membesar. Peningkatan sensivitas ini dapat meningkatkan
keinginan dan bangkitan seksual, khususnya selama trimester dua
kehamilan. Peningkatan kongesti yang berat ditambah relaksasi
dinding pembuluh darah dan uterus dapat menyebabkan timbulnya
edema dan varises vulva. Edema dan varises ini biasanya membaik
selama periode pasca partum
Pada akhir minggu ke 12 uterus yang terus mengalami
pembesaran tidak lagi cukup tertampung dalam rongga pelvis sehingga
uterus akan naik ke rongga abdomen. Pada trimester kedua ini,
kontraksi uterus dapat dideteksi dengan pemeriksaan bimanual.
Kontraksi yang tidak teratur dan biasanya tidak nyeri ini dikenal
sebagai kontraksi Braxton Hicks, muncul tiba-tiba secara sporadik
dengan intensitas antara 5-25 mmHg. Pada usia kehamilan 16 minggu,
plasenta mulai terbentuk dan menggantikan fungsi corpus luteum
gravidarum.

c) Trimester 3
Dinding

vagina

mengalami

banyak

perubahan

sebagai

persiapan untuk persalinan yang seringnya melibatkan peregangan


vagina. Ketebalan mukosa bertambah, jaringan ikat mengendor,dan sel
otot polos mengalami hipertrofi. Juga terjadi peningkatan volume
sekresi vagina yang berwarna keputihan dan lebih kental.
Pada

minggu-minggu

akhir

kehamilan,

prostaglandin

mempengaruhi penurunan konsentrasi serabut kolagen pada serviks.


Serviks menjadi lunak dan lebih mudah berdilatasi pada waktu
persalinan.
Istsmus uteri akan berkembang menjadi segmen bawah uterus
pada

trimester

akhir.

Otot-otot

uterus

bagian

atas

akan

berkontraksisehingga segmen bawah uterus akan melebar dan menipis,


hal itu terjadi pada masa-masa akhir kehamilan menjelang persalinan.

Batas antara segmen atas yang tebal dan segmen bawah yang tipis
disebut lingkaran retraksi fisiologis
2) Payudara
a) Trimester1
Mammae

akan

membesar

dan

tegang

akibat

hormon

somatomamotropin, estrogen dan progesteron, akan tetapi belum


mengeluarkan ASI. Vena-vena di bawah kulit juga akan lebih terlihat.
Areola mammae akan bertambah besar pula dan kehitaman. Kelenjar
sebasea dari areola akan membesar dan cenderung menonjol keluar
dinamakan tuberkel Montgomery.
b) Trimester 2
Pada kehamilan 12 minggu keatas dari puting susu dapat keluar
cairan kental kekuning-kuningan yang disebut Kolustrum. Kolustrum
ini berasal dari asinus yang mulai bersekresi.selama trimester dua.
Pertumbuhan kelenjar mammae membuat ukuran payudara meningkat
secara progresif. Bila pertambahan ukuran tersebut sangat besar, dapat
timbul stria stria seperti pada abdomen. Walaupun perkembangan
kelenjar mammae secara fungsional lengkap pada pertengahan masa
hamil, tetapi laktasi terlambat sampai kadar estrogen menurun, yakni
setelah janin dan plasenta lahir
c) Trimester 3
Pembentukan lobules dan alveoli memproduksi dan mensekresi
cairan yang kental kekuningan yang disebut Kolostrum. Pada trimester
3 aliran darah di dalamnya lambat dan payudara menjadi semakin
besar
3) Kulit
a) Trimester 1
Diketahui bahwa terjadi peningkatan suatu hormon perangsang
melanosit sejak akhir bulan kedua kehamilan sampai aterm yang
menyebabkan timbulnya pigmentasi pada kulit. Linea nigra adalah
pigmentasi berwarna hitam kecoklatan yang muncul pada garis tengah
kulit abdomen. Bercak kecoklatan kadang muncul di daerah wajah dan
leher membentuk kloasma atau melasma gravidarum (topeng
kehamilan). Aksentuasi pigmen juga muncul pada areola dan kulit

genital. Pigmentasi ini biasanya akan menghilang atau berkurang


setelah melahirkan.
Angioma atau spider naevi berupa bintik-bintik penonjolan
kecil dan merah pada kulit wajah, leher, dada atas, dan lengan. Kondisi
ini sering disebut sebagai nevus angioma atau teleangiektasis. Eritema
palmaris terkadang juga dapat ditemukan. Kedua kondisi ini
kemungkinan disebabkan oleh hiperestrogenemia kehamilan.
b) Trimester 2
Peningkatan melanocyte stimulating hormone (MSH) pada
masa ini menyebabkan perubahan cadangan melanin pada daerah
epidermal dan dermal
c) Trimester 3
Pada bulan-bulan akhir kehamilan umumnya dapat muncul
garis-garis kemerahan, kusam pada kulit dinding abdomen dan kadang
kadang juga muncul pada daerah payudara dan paha. Perubahan warna
tersebut sering disebut sebagai striae gavidarum. Pada wanita
multipara, selain striae kemerahan itu seringkali ditemukan garis garis
mengkilat keperakan yang merupakan sikatrik dari striae kehamilan
sebelumnya.
4) Perubahan metabolik dan kenaikan berat badan
a) Trimester 1
Terjadi pertambahan berat badan selama kehamilan yang
sebagian besar diakibatkan oleh uterus dan isinya payudara, dan
peningkatan volume darah serta cairan ekstraseluler. Sebagian kecil
pertambahan berat badan terebut diakibatkan oleh perubahan
metabolik

yang

menyebabkan

pertambahan

air

selular

dan

penumpukan lemak serta protein baru, yang disebut cadangan ibu.


Pada awal kehamilan, terjadi peningkatan berat badan ibu kurang lebih
1 kg.
b) Trimester 2
Kenaikan berat badan ibu terus bertambah terutama oleh karena
perkembangan janin dalam uterus

c) Trimester 3
Pertambahan berat badan ibu pada masa ini dapat mencapai 2
kali lipat lebih dari berat badan pada awal kehamilan. Pitting edema
dapat timbul pada pergelangan kaki dan tungkai bawah akibat
akumulasi cairan tubuh ibu. Akumulasi cairan ini juga disebabkan oleh
peningkatan tekanan vena di bagian yang lebih rendah dari uterus

akibat oklusi parsial vena kava. Penurunan tekanan osmotik koloid


interstisial juga cenderung menimbulkan edema pada akhir kehamilan
5) Perubahan Hematologis
a) Trimester 1
Volume darah ibu meningkat secara nyata selama kehamilan.
Konsentrasi hemoglobin dan hematokrit sedikit menurun sejak
trimester awal kehamilan. Sedangkan konsentrasi dan kebutuhan zat
besi selama kehamilan juga cenderung meningkat untuk mencukupi
kebutuhan janin.
b) Trimester 2
Peningkatan volume darah disebabkan oleh meningkatnya

plasma dan eritrosit. Terjadi hiperplasia eritroid sedang dalam sumsum


tulang dan peningkatan ringan pada hitung retikulosit. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya kadar eritropoetin plasma ibu setelah
usia gestasi 20 minggu, sesuai dengan saat produksi eritrosit paling
tinggi.
c) Trimester 3
Konsentrasi hematokrit dan hemoglobin yang sedikit menurun
selama kehamilan menyebabkan viskositas darah menurun pula. Perlu
17 diperhatikan kadar hemoglobin ibu terutama pada masa akhir
kehamilan, bila konsentrasi Hb < 11,0 g/dl, hal itu dianggap abnormal
dan biasanya disebabkan oleh defisiensi besi
6) Sistem Kardiovaskuler
a) Trimester 1
Perubahan terpenting pada fungsi jantung terjadi pada 8
minggu pertama kehamilan. Pada awal minggu kelima curah jantung
mengalami peningkatan yang merupakan fungsi dari penurunan
resistensi vaskuler sistemik serta peningkatan frekuensi denyut
jantung. Preload meningkat sebagai akibat bertambahnya volume
plasma yang terjadi pada minggu ke 10-20.2
b) Trimester 2
Sejak pertengahan kehamilan, pembesaran uterus

akan

menekan vena cava inferior dan aorta bawah saat ibu berada pada
posisi terlentang. Hal itu akan berdampak pada pengurangan darah
balik vena ke jantung hingga terjadi penurunan preload dan cardiac
output yang kemudian dapat menyebabkan hipotensi arterial.
c) Trimester 3
Selama trimester terakhir, kelanjutan penekanan aorta pada
pembesaran uterus juga akan mengurangi aliran darah uteroplasenta ke
ginjal. Pada posisi terlentang ini akan membuat fungsi ginjal menurun
jika dibandingkan dengan posisi miring

7) Sistem pernafasan

a) Trimester 1
Kesadaran untuk mengambil nafas sering meningkat pada awal
kehamilan yang mungkin diinterpretasikan sebagai dispneu. Hal itu
sering mengesankan adanya kelainan paru atau jantung padahal
sebenarnya tidak ada apa-apa. Peningkatan usaha nafas selama
kehamilan kemungkinan diinduksi terutama oleh progesteron dan
sisanya oleh estrogen. Usaha nafas yang meningkat tersebut
mengakibatkan PCO2 atau tekanan karbokdioksida berkurang.
b) Trimester 2
Selama kehamilan, sirkumferensia thorax akan bertambah
kurang lebih 6 cm dan diafragma akan naik kurang lebih 4 cm karena
penekanan uterus pada rongga abdomen. Pada kehamilan lanjut,
volume tidal, volume ventilasi per menit, dan pengambilan oksigen per
menit akan bertambah secara signifikan.
c) Trimester 3
Pergerakan difragma semakin terbatas seiring pertambahan ukuran
uterus dalam rongga abdomen. Setelah minggu ke 30, peningkatan
volume tidal, volume ventilasi per menit, dan pengambilan oksigen per
menit akan mencapai puncaknya pada minggu ke 37. Wanita hamil
akan bernafas lebih dalam sehingga memungkinkan pencampuran gas
meningkat dan konsumsi oksigen meningkat 20%. Diperkirakan efek
ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi progesteron.

8) Sistem Urinaria
a) Trimester 1
Pada bulan-bulan awal kehamilan, vesika urinaria tertekan oleh
uterus sehingga sering timbul keinginan berkemih. Hal itu menghilang
seiring usia kehamilan karena uterus yang telah membesar keluar dari
rongga pelvis dan naik ke abdomen. Ukuran ginjal sedikit bertambah
besar selama kehamilan. Laju filtrasi glomerulus (GFR) dan aliran
plasma ginjal (RPF) meningkat pada awal kehamilan.
b) Trimester 2
Uterus yang membesar mulai keluar dari rongga pelvis
sehingga penekanan pada vesica urinaria pun berkurang. Selain itu,
adanya peningkatan vaskularisasi dari vesica urinaria menyebabkan
mukosanya hiperemia dan menjadi mudah berdarah bila terluka.
c) Trimester 3
Pada akhir kehamilan, kepala janin mulai turun ke pintu atas
panggul menyebabkan penekanan uterus pada vesica urinaria. Keluhan
sering berkemih pun dapat muncul kembali. Selain itu, terjadi
peningkatan sirkulasi darah di ginjal yang kemudian berpengaruh pada
peningkatan laju filtrasi glomerulus dan renal plasma flow sehingga
timbul gejala poliuria. Pada ekskresi akan dijumpai kadar asam amino
dan vitamin yang larut air lebih banyak
9) Sistem Muskuloskeletal
a) Trimester 1
Pada trimester pertama tidak banyak perubahan pada
musuloskeletal. Akibat peningkatan kadar hormone estrogen dan
progesterone, terjadi relaksasi dari jaringan ikat, kartilago dan ligament
juga meningkatkan jumlah cairan synovial. Bersamaan dua keadaan
tersebut

meningkatkan

fleksibilitas

dan

mobilitas

persendian.

Keseimbangan kadar kalsium selama kehamilan biasanya normal


apabila asupan nutrisinya khususnya produk terpenuhi.
b) Trimester 2
Tidak seperti pada trimester 1, selama trimester 2 ini mobilitas
persendian sedikit berkurang. Hal ini dipicu oleh peningkatan retensi

cairan pada connective tissue, terutama di daerah siku dan pergelangan


tangan
c) Trimester 3
Akibat pembesaran uterus ke posisi anterior, umumnya wanita
hamil

memiliki

bentuk

punggung

cenderung

lordosis.

Sendi

sacroiliaca, sacrococcigis, dan pubis akan meningkat mobilitasnya


diperkirakan karena pengaruh hormonal. Mobilitas tersebut dapat
mengakibatkan perubahan sikap pada wanita hamil dan menimbulkan
perasaan tidak nyaman pada bagian bawah punggung
10) Sistem Persarafan
a) Trimester 1
Wanita hamil sering melaporkan adanya masalah pemusatan
perhatian, konsentrasi dan memori selama kehamilan dan masa nifas
awal. Namun, penelitian yang sistematis tentang memori pada
kehamilan tidak terbatas dan seringkali bersifat anekdot.
b) Trimester 2
Sejak awal usia gestasi 12 minggu, dan terus berlanjut hingga
2 bulan pertama pascapartum, wanita mengalami kesulitan untuk mulai
tidur, sering terbangun, jam tidur malam yang lebih sedikit serta
efisiensi tidur yang berkurang.
c) Trimester 3
Penelitian Keenan dkk (1978) menemukan adanya penurunan
memori terkait kehamilan yang terbatas pada trimester tigaPenurunan
ini disebabkan oleh depresi, kecemasan, kurang tidur atau perubahan
fisik lain yang dikaitkan dengan kehamilan. Penurunan memori yang
diketahui hanyalah sementara dan cepat pulih setelah kelahiran
11) Sistem Pencernaan
a) Trimester 1
Timbulnya rasa tidak enak di ulu hati disebabkan karena
perubahan posisi lambung dan aliran asam lambung ke esophagus
bagian bawah. Produksi asam lambung menurun. Sering terjadi nausea
23 dan muntah karena pengaruh human Chorionic Gonadotropin
(HCG), tonus otot-otot traktus digestivus juga berkurang. Saliva atau
pengeluaran air liur berlebihan dari biasa. Pada beberapa wanita

ditemukan adanya ngidam makanan yang mungkin berkaitan dengan


persepsi individu wanita tersebut mengenai apa yang bisa mengurangi
rasa mual.
b) Trimester 2
Seiring dengan pembesaran uterus, lambung dan usus akan
tergeser. Demikian juga dengan organ lain seperti appendiks yang akan
bergeser ke arah atas dan lateral. Perubahan lainnya akan lebih
bermakna pada kehamilan trimester 3
c) Trimester 3
Perubahan yang paling nyata adalah adanya penurunan
motilitas otot polos pada organ digestif dan penurunan sekresi asam
lambung. Akibatnya, tonus sphincter esofagus bagian bawah menurun
dan dapat menyebabkan refluks dari lambung ke esofagus sehingga
menimbulkan keluhan seperti heartburn. Penurunan motilitas usus juga
memungkinkan penyerapan nutrisi lebih banyak, tetapi dapat muncul
juga keluhan seperti konstipasi. Sedangkan mual dapat terjadi akibat
penurunan asam lambung
d. Perubahan Hormonal
Selama Kehamilan Perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan
terutama meliputi perubahan konsentrasi hormon seks yaitu progesteron dan
estrogen. Pada awal kehamilan, terjadi peningkatan hormon hCG dari selsel
trofoblas. Juga terdapat perubahan dari korpus luteum menjadi korpus luteum
gravidarum yang memproduksi estrogen dan progesteron.
Pada pertengahan trimester satu, produksi hCG menurun, fungsi korpus
luteum gravidarum untuk menghasilkan estrogen dan progesteron pun digantikan
oleh plasenta. Pada trimester dua dan tiga, produksi estrogen dan progesteron
terus megalami peningkatan hingga mencapai puncaknya pada akhir trimester
tiga. Kadar puncak progesteron dapat mencapai 400 g/hari dan estrogen
20g/hari.
Estrogen dan progesteron memiliki peran penting yang mempengaruhi sistem
organ termasuk rongga mulut. Reseptor bagi estrogen dan progesteron dapat
ditemukan pada jaringan periodontal. Maka dari itu, ketidakseimbangan hormonal

juga dapat berperan dalam patogenesis penyakit periodontal. Peningkatan hormon


seks steroid dapat mempengaruhi vaskularisasi gingiva, mikrobiota subgingiva,
sel spesifik periodontal, dan sistem imun lokal selama kehamilan. Beberapa
perubahan klinis dan mikrobiologis pada jaringan periodontal:
Peningkatan kerentanan terjadinya gingivitis dan peningkatan kedalaman

saku periodontal.
Peningkatan kerentanan terjadinya infeksi.
Penurunan kemotaksis neutrofil dan penekanan produksi antibodi.
Peningkatan sejumlah patogen periodontal (khususnya Porphyromonas

gingivalis).
Peningkatan sintesis PGE2

Ante Natal Care (ANC)

A. Istilah
Nuligravida: wanita yang tidak sedang dan belum pernah hamil.
Gravida: wanita yang sedang/ pernah hamil tanpa memandang hasil

kehamilan.
Primigravida: hamil pertama
Nulipara: wanita yang belum pernah melahirkan bayi mampu hidup.
Primipara: sekali melahirkan bayi mampu hidup. Pada kehamilan ganda,

paritas dihitung satu.


Multipara: wanita yang telah melahirkan dua janin viable atau lebih.

B. Definisi
Suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan
medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan

persalinan yang aman dan memuaskan.


Pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu hamil selama masa
kehamilanya, sesuai dengan standard minimal pelayanan antenatal yang
meliputi :
1. Timbang BB
2. Ukur TB
3. Ukur tekanan darah
4. Pemberian imunisasi
5. Pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama masa kehamilan

C. Tujuan
Menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta

mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat.


Memantau kemungkinan adanya resiko-resiko kehamilan, dan merencanakan

penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan resiko tinggi


Menurunkan morbiditas & mortalitas ibu & perinatal.

D. Jadwal Knjungan
Wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali kunjungan selama periode
antenatal:
o 1x kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu).
o 1x kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 28).
o 2x kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28 36 dan

sesudah minggu ke 36)


Perlu segera memeriksakan kehamilan bila dirasakan ada gangguan atau bila
janin tidak bergerak lebih dari 12 jam

E. Kunjungan Pertama
Tujuan
1. menentukan diagnosis ada / tidaknya kehamilan
2. menentukan usia kehamilan dan perkiraan persalinan
3. menentukan status kesehatan ibu dan janin
4. menentukan kehamilan normal atau abnormal, serta ada / tidaknya

faktor risiko kehamilan


5. menentukan rencana pemeriksaan/penatalaksanaan selanjutnya
Langkah-langkah
1. Catat identitas ibu hamil
2. Catat kehamilan sekarang
3. Catat riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu
4. Catat penggunaan cara kontrasepsi sebelum kehamilan
5. Pemeriksaan fisik diagnostic dan laboratorium
6. Pemeriksaan obstetric
7. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT)
8. Pemberian obat rutin seperti tablet Fe, calsium, multivitamin, dan
mineral lainnya serta obat-obatan khusus atas indikasi.
9. Penyuluhan/konseling.

F. Determining pregnancy age


Naegeles rule
EDC (estimated day of confinement) = (LMP( last
menstrual

period)+7)

(month-3)

(Year

+1)

example: LMP 26/4/2004 EDC 3/1/2005


Fundal height
Quickening:
16 weeks in multigavida,
18 weeks in primigravida
Faktor resiko
o Umur
Terlalu muda, yaitu dibawah 20 tahun
Terlalu tua, yaitu diatas 35 tahun
o Paritas : keadaan seorang ibu yang melahirkan janin lebih dari satu
orang
Paritas 0 (primi gravidarum, belum pernah melahirkan)
Paritas > 3
o Interval
Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekurangkurangnya 2 tahun.
Tinggi badan kurang dari 145 cm
o Lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm

G. Komplikasi kehamilan
Komplikasi obstetri langsung
o Perdarahan
o Pre eklamasi/eklamsia
o Kelainan letak lintang, sungsang primi gravida
o Anak besar, hidramnion, kelainan kembar
o Ketuban pecah dini dalam kehamilan.
Komplikasi obstetri tidak langsung
o Penyakit jantung
o Hepatitis
o TBC (Tuberkolosis)
o Anemia
o Malaria
o Diabetes militus
Komplikasi yang berhubungan dengan obstetri, komplikasi akibat kecelakaan
(kendaraan, keracunan, kebakaran)
H. Intervensi dalam Pelayanan Antenatal Care
Intervensi dalam pelayanan antenatal care adalah perlakuan yang diberikan kepada
ibu hamil setelah dibuat diagnosa kehamilan. Adapun intervensi dalam pelayanan
antenatal care adalah :
a. Intervensi Dasar

Pemberian Tetanus Toxoid


Pemberian Vitamin Zat Besi
b. Intervensi Khusus
Intervensi khusus adalah perlakuan khusus yang diberikan kepada ibu hamil
sesuai dengan faktor resiko dan kelainan yang ditemukan
I. Nutrisi dalam kehamilan
Kebutuhan kalori
o wanita tidak hamil
: 2000 Kkal
o wanita hamil
: 2300 Kkal
o wanita menyusui
: 2800 Kkal
Protein untuk pertumbuhan janin, uterus, plasenta, payudara, dan kenaikan

sirkulasi ibu (protein plasma, Hb)


o wanita tidak hamil
: 0,9 g/kg BB/hari
o hamil
: + 30 g/hari
o Dianjurkan protein hewani komposisi asam amino lengkap.
Mineral semua mineral kecuali besi dapat terpenuhi dengan makanan
sehari-hari yang adekuat.

J. Aktivitas selama hamil


Boleh mengerjakan pekerjaan sehari-hari selama tidak memberikan gangguan.
Aktivitas dibatasi bila didapatkan penyulit partus prematurus imminens,
ketuban pecah, menderita kelainan jantung.
K. Imunisasi
Tiap wanita hamil yang berpergian ke luar negeri & di dalam negeri

dibolehkan mengambil vaksinasi ulang terhadap cacar, kolera, & tifus.


Untukmelindungi janin yang akan dilahirkan terhadap tetanus neonatonum
dianjurkan untuk diberikan toxoid tetanus pada ibu hamil.

L. Mandi & cara berpakaian


Kebersihan harus selalu dijaga pada masa hamil
Baju hendaknya longgar & mudah dipakai
Gunakan bra yang >besar ukurannya krn mammae bertambah besar
Stoking yang terlalu ketat mengganggu aliran balik darah
Sepatu hak tinggi menambah lordosis sehingga sakit pinggang >>

M. Defekasi
Defekasi menjadi tidak teratur karena:
o Pengaruh relaksasi otot polos oleh estrogen
o Tekanan uterus yang membesar

o Pada kehamilan lanjut karena pengaruh tekanan kepala yang telah

masuk panggul.
Konstipasi dicegah dengan:
o Cukup banyak minum
o Olah raga
o Pemberian laksatif ringan jus buah-buahan

N. Senggama / koitus
Bila dlm anamnesis ada abortus sebelum kehamilan yg sekarang, koitus

sebaiknya ditunda sampai usia kehamilan 16 minggu.


(umum) koitus diperbolehkan pada masa kehamilan jika dilakukan dengan

hati-hati
Jika kepala telah memasuki rongga panggul (akhir kehamilan), koitus

sebaiknya dihentikan krn dpt menimbulkan perasaan sakit & perdarahan.


Coitus tidak dibolehkan bila:
o Ada perdarahan vaginal
o Riwayat abortus berulang
o Abortus/partus prematurus imminens
o Ketuban pecah
o Serviks telah membuka

O. Perawatan mamae & abdomen


Jika terjadi papila retraksi , dibiasakan papila ditarik manual dgn pelan-pelan
Strie / hiperpigmentasi dapat terjadi , tak perlu dikhawatirkan berlebihan.
P. Hewan peliharaan
Hewan peliharaan

dapat menjadi

carier

/ pembawa

infeksi (bulu

kucing/burung, dpt mengandung parasit toxoplasma)


dianjurkan hindari kontak langsung

Q. Merokok,miras,obat-obatan
Harus dihentikan sekurang-kurangnya selama kehamilan dan harus sampai

persalinan, nifas & menyusui selesai.


Obat-obatan depresan adiktif mendepresi sirkulasi janin & menekan
perkembangan susunan saraf pusat pada janin

R. Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk 7 T (WHO)


(Timbang) berat badan
Ukur (Tekanan) darah
Ukur (Tinggi) fundus uteri
Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid)
Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan
Tes terhadap penyakit menular sexual
Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan

ANC WHO MODEL

Abortus
A. Pengertian Abortus
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus provokatus.
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan disebabkan oleh
faktor-faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau
disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat (Mochtar, 1998).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa
mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya
telah mencapai lebih daripada 500 gram atau umur kehamilan lebih daripada 20 minggu
(Sastrawinata et al., 2005). Abortus spontan merujuk kepada keguguran pada kehamilan
kurang dari 20 minggu tanpa adanya tindakan medis atau tindakan bedah untuk mengakhiri
kehamilan (Griebel et al., 2005).
Abortus spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan
terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Penyebabnya dapat oleh karena
penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan
dengan kelainan pada sistem reproduksi (Syafruddin, 2003).
B. Klasifikasi Abortus
Klasifikasi abortus menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005) adalah seperti
berikut:
i. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun
mekanis.
ii. Abortus buatan, Abortus provocatus (disengaja, digugurkan), yaitu :
a. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus artificialis atau
abortus therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya :
penyakit jantung, hipertensi esential, dan karsinoma serviks. Keputusan ini
ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit
dalam dan psikiatri, atau psikolog.

b. Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah pengguguran


kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang
dan dilarang oleh hukum.
C. Etiologi Abortus
Secara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus spontan yaitu
faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal. Lebih dari 80 persen
abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan kira-kira setengah dari kasus abortus
ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah melewati trimester pertama, tingkat aborsi
dan peluang terjadinya anomali kromosom berkurang (Cunningham et al., 2005).
1

Faktor Fetus
Berdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia, sekitar 50

hingga 60 persen dari abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama mempunyai
kelainan kariotipe. Kelainan pada kromosom ini adalah seperti autosomal trisomy, monosomy
X dan polyploidy (Lebedev et al., 2004).
Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan janin yang
mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari kegagalan kehamilan dini.
Kelainan dalam jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada kelainan struktur
kromosom. Abnormalitas kromosom secara struktural dapat diturunkan oleh salah satu dari
kedua orang tuanya yang menjadi pembawa abnormalitas tersebut (Cunningham et al., 2005)

Berbagai penyakit infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, kekurangan nutrisi,


alkohol, tembakau, deformitas uterus ataupun serviks, kesamaan dan ketidaksamaan
immunologik kedua orang tua dan trauma emosional maupun fisik dapat menyebabkan
abortus, meskipun bukti korelasi tersebut tidak selalu meyakinkan. Isolasi Mycoplasma
hominis dan Ureaplasma urelyticum dari traktus genitalis beberapa wanita yang mengalami
abortus, mengarahkan pada hipotesis bahwa infeksi mycoplasma yang mengenai traktus
genitalis, merupakan abortifasient. Pada kehamilan lanjut, persalinan prematur dapat
ditimbulkan oleh penyakit sistemik yang berat pada ibu. Hipertensi jarang menyebabkan
abortus, tetapi dapat mengakibatkan kematian janin dan persalinan prematur. Abortus sering
disebabkan, mungkin tanpa alasan yang adekuat, kekurangan sekresi progesteron yang
pertama oleh korpus luteum dan kemudian oleh trofoblast. Karena progesteron
mempertahankan desidua, defisiensi relatif secara teoritis mengganggu nutrisi konseptus dan
dengan demikian mengakibatkan kematian. Pada saat ini, tampak bahwa hanya malnutrisi
umum yang berat merupakan predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Wanita yang
merokok diketahui lebih sering mengalami abortus spontan daripada wanita yang tidak
merokok. Alkohol dinyatakan meningkatkan resiko abortus spontan, meskipun hanya
digunakan dalam jumlah sedang (Cunningham et al., 2005).
Kira-kira 10 persen hingga 15 persen wanita hamil yang mengalami keguguran
berulang mempunyai kelainan pada rahim seperti septum parsial atau lengkap. Anomali ini
dapat menyebabkan keguguran melalui implantasi yang tidak sempurna karena vaskularisasi
abnormal, distensi uterus, perkembangan plasenta yang abnormal dan peningkatan
kontraktilitas uterus (Kiwi, 2006)

Faktor Paternal
Translokasi kromosom dalam sperma dapat menyebabkan zygote mempunyai

terlalu sedikit atau terlalu banyak bahan kromosom, sehingga mengakibatkan abortus
(Cunningham et al., 2005).
D. Patogenesis Abortus
Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), kebanyakan abortus spontan terjadi
segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua
basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel
peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya
atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini
menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda
asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan,
kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu sebelum perdarahan. Oleh karena
itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi
perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil
konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10
vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah
terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion tumbuh dengan
cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering
sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus. Pengeluaran hasil konsepsi
didasarkan 4 cara:
i. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa
desidua.
ii. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion dan desidua

iii. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin ke luar,
tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang dikeluarkan).
iv. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh. Kuretasi
diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau infeksi lebih
lanjut.
E. Gambaran Klinis Abortus
Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened abortion),
abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkompletus
(incomplete abortion) atau abortus kompletus (complete abortion), abortus tertunda (missed
abortion), abortus habitualis (recurrent abortion), dan abortus septik (septic abortion)
(Cunningham et al., 2005; Griebel et al., 2005).
1

Abortus Iminens (Threatened abortion)


Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama kehamilan

awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta dapat mempengaruhi
satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan, sekitar setengah dari kehamilan
ini akan berakhir dengan abortus (Cunningham et al., 2005).
Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu
mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat
berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti
saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan
kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat memberikan
perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina
atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi
(Sastrawinata et al., 2005)

Abortus Insipiens (Inevitable abortion)


Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan

banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim
kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban
dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan
yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin
biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan
kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2005).
3

Abortus Inkompletus atau Abortus Kompletus


Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau

teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan
biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka
karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus
alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan
kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika
hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi
tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim
dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena
dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan
segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus
inkompletus
4

Abortus Tertunda (Missed abortion)


Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam

rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus tertunda akan dijimpai
amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada permulaannya, serta selama
observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam,
serviks tertutup dan ada darah sedikit (Mochtar, 1998).

Abortus Habitualis (Recurrent abortion)


Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan kelainan

struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis (Jauniaux et al.,
2006). Menurut Mochtar (1998), abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali
berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa,
dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid,
kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta
menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari
abortus habitualis.
6

Abortus Septik (Septic abortion)


Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau

toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus
inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syaratsyarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah
seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci
dan Staphylococci (Mochtar, 1998; Dulay, 2010)
Mola Hidatidosa
A. Definisi
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau seluruh vili
korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung yang menyerupai anggur. Mola
hidatidosa didefinisikan sebagai suatu tumor jinak (benigna) dari korion
B. Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia,
mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi
(data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), Faktor risiko banyak, penyebaran merata
serta sebagian besar data masih berupa hospital based.
C. Faktor Risiko
Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35
tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetic.

D. Etiopatiologi
Penyebab terjadinya MH tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan adanya peranan
kelainan kromosomal. Sel sperma membuahi ovum abnormal yang tidak memiliki
nukleus (atau kromosom) pada CMH. Penyebab terbentuknya ovum abnormal
tersebut tidak diketahui. Bila fertilisasi dengan kondisi tersebut berlangsung,
perkembangan normal tidak akan terjadi, tidak akan terbentuk chorion, amnion atau
korda umbilikalis dan fetus juga tidak terbentuk. Sebaliknya sel 5 trofoblast
pembentuk plasenta akan berkembang pesat menjadi CMH.Embrio atau janin pada
PMH secara parsial berkembang tetapi biasanya tidak bertahan hidup sampai rata-rata
minggu kedelapan akan mati. Kebanyakan kehamilan dianggapberisiko tinggi dan
dapat berakibat fatal terhadap ibu.
CMH dapat berkembang setelah terjadinya abortus ataupun dari sisa-sisa sel trofoblast
setelah kehamilan aterm. Beberapa faktor resiko yang banyak disebutkan yaitu usia
kehamilan di atas 35 tahun dimana kemungkinan terjadi MH menjadi dua kali lipat,
usia setelah 40 tahun kemungkinannya menjadi 5-10 kali lipat (Moore). Faktor resiko
terhadap kehamilan sebelum usia 16 tahun juga meningkat (Vorvick). Faktor lainnya
adalah intake prekursor vitamin A (beta karoten), konsumsi protein dan lemak hewani
yang rendah diperkirakan erat kaitan terhadap terjadinya CMH, paritas, riwayat
pernah mengalami ataupun dalam keluarga mengalami kehamilan mola dan kondisi
tingkat sosioekonomi dan edukasi yang rendah. Faktor lainnya yang sebenarnya
belum jelas benar hubungannya antara lain penggunaan kontrasepsi oral jangka
panjang, golongan darah, pernah abortus dan kesulitan memiliki keturunan.
E. Klasifikasi Mola hidatidosa
Klasifikasi MH terbagi atas dua tipe, yakni mola hidatidosa komplet (CMH) dan mola
hidatidosa parsial (PMH). Mola hidatidosa komplet dapat terjadi sebagai hasil dari
fertilisasi oleh 1 atau 2 sel sperma terhadap sel telur yang tidak memiliki DNA (an
empty egg cell) sehingga uterus tidak berisi jaringan fetus. Semua kromosom nya
berasal dari paternal. Pada mola hidatidosa komplet, vili khoriales memiliki ciri khas
menyerupai buah anggur dan secara total mengganti jaringan yang semestinya
terbentuk sebagai plasenta serta ditemukan hiperplasia tropoblastik. Sebanyak 1 dari 5
wanita akan mengalami persistensi jaringan mola dimana kebanyakan menjadi mola
invasif, tetapi dapat pula menjadi koriokarsinoma, suatu bentuk ganas (kanker) dari
GTD.

Mola hidatidosa parsial terbentuk dari fertilisasi sel ovum normal oleh 2 sel sperma
dengan kariotipe triploid sehingga dapat ditemukan adanya jaringan fetus yang
selanjutnya bertumbuh menjadi janin dengan multiple anomali dan biasanya dapat
bertahan hidup selama beberapa minggu dan abortus yang tejadi kemudian selalu
disertai adanya jaringan janin. Hanya sebagian vili khoriales yang mengalami
perubahan hidrofobik sedangkan sebagian masih berupa jaringan placenta yang
normal.
F. Manifestasi klinis
Tahap awal perkembangannya kehamilan mola menunjukkan karakteristik klinis yang
sulit dibedakan dengan gejala kehamilan normal. Kemudian pada trimester 1 dan
terutama selama trimester ke-2 sejumlah perubahan terjadi, yang paling umum adalah
perdarahan pervaginam berwarna kecoklatan yang sering disertai dengan jaringanjaringan menyerupai buah anggur, pembesaran ukuran uterus biasanya lebih besar
untuk usia kehamilan terutama pada kasus CMH (4 minggu lebih 7 tua), dan denyut
jantung janin tidak ditemukan. Anemia terjadi pada kasus-kasus prolonged bleeding
yang ditandai dengan gejala fatique dan sesak nafas, preeklampsi yang ditandai
dengan hipertensi dapat terjadi sebelum usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Tanda
lainnya yang dapat ditemukan pada kehamilan mola adalah hipertiroid dan
terbentuknya kista ovarium yang disebabkan tingginya kadar -hCG perdarahan
terutama pada CMH.
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik yang
ditemukan, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan pemeriksaan
histologis. Trias temuan klinis pada mola hidatidosa komplit yaitu yang pertama
adanya pembesaran uterus yang tidak sesuai usia kehamilan, dimana biasanya lebih
besar 4 minggu dari usia sebenarnya, yang kedua adalah tanda adanya perdarahan
pervaginam dan yang ketiga adalah adanya peningkatan kadar -hCG persisten
sampai melebihi usia kehamilan 9-12 minggu yang didapatkan melalui pemeriksaan
laboratorium dan sering mengakibatkan hiperemesis gravidarum dini. Pemeriksaan
laboratorium lainnya yang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap, fungsi
pembekuan darah, fungsi tiroid.
Pemeriksaan histologis memperlihatkan tidak adanya jaringan fetus pada mola
komplit, proliferasi trofoblastik yang nyata, villi koriales yang hidrofik dengan

kromosom 46,XX atau 46,XY. Temuan peningkatan faktor pertumbuhan antara lain cmyc, epidermal growth factor dan c-eb B-2 jika dibandingkan pada plasenta yang
normal juga merupakan penanda mola komplit.
H. Pemeriksaan Ultrasonografi
Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi pada trimester awal kehamilan sebelum onset
tanda klasik muncul dengan bantuan alat penunjang ultrasonografi (USG) yang
beresolusi tinggi. Karakteristik USG mola adanya gambaran badai salju (snowstorm)
yang mengindikasikan villi koriales yang hidrofik. Pencitraan 8 ultrasonografi
merupakan pemeriksaan pilihan untuk awal diagnosa untuk selanjutnya diperkuat
dengan hasil pemeriksaan laboratorium dengan nilai -hCG yang tinggi (> 100,000
mIU per milliliter) dan dari hasil pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan doppler arteri intrauterin pada kehamilan normal menunjukkan bentuk
gelombang impedansi tinggi dengan kecepatan diastolik rendah selama trimester
pertama. Aliran dengan impedansi rendah hanya muncul di lokasi implantasi ,
mungkin terkait dengan invasi vaskular fisiologis jaringan trofoblas. Saat kehamilan
berlanjut sampai trimester kedua invasi lebih lanjut arteri oleh jaringan trofoblas
terjadi, hal tersebut akan berlanjut mereduksi impedansi vaskular. Pada trimester
ketiga, invasi vaskular fisiologis berkembang sedemikian rupa dengan kecepatan
tinggi, pola aliran impedansi rendah. Pada kehamilan mola , invasi arteri miometrium
oleh jaringan trofoblas juga terjadi , tetapi proses ini didominasi oleh proliferasi
trofoblas yang abnormal.Pemeriksaan doppler menunjukkan kecepatan aliran yang
tinggi, impedansi aliran rendah pada trimester awal dan kedua. Meskipun adanya
jaringan mola pada ultrasonografi skala abu-abu, dikombinasikan dengan tingkat hCG
meningkat, merupakan diagnostik mola hidatidosa, temuan doppler memberikan
peranan penting dalam konfirmasi diagnosis.
I. Penatalaksanaan
Suction curettage adalah metode penanganan optimal untuk evakuasi jaringan mola
terutama bagi wanita yang masih ingin mempertahankan fungsi organ reproduksinya.
Tindakan ini juga memperkecil secara signifikan kemungkinan terjadinya perdarahan
hebat, infeksi dan resiko tertahannya residu jaringan mola dibandingkan dengan
metode induksi oksitosin maupun prostaglandin. Antigen RhD yang ditemukan pada
trofoblast diatasi dengan pemberian Rh immune globulin pada pasien Rh negative
bersamaan dengan tindakan kuretase. Pasien-pasien yang tidak menginginkan

kehamilan lagi dilakukan tindakan histerektomi. Tindakan histerektomi sendiri


tidaklah menutup kemungkinan terjadinya metastase walaupun histerektomi sudah
cukup untuk menghambat perkembangan invasi lokalis. Monitoring kadar hormon hCG paska kuretase sampai tidak terdeteksi selama 3 minggu atau 6 bulan berturutturut sangat dibutuhkan untuk memastikan tidak terjadinya persistent gestational
trophoblastic neoplasia
J. Komplikasi dan Prognosis
Pasien yang didiagnosis dengan kehamilan mola harus dievaluasi untuk kemungkinan
terjadinya komplikasi medis seperti anemia, toksemia, atau hipertiroidisme. Semua
pasien harus menjalani pemeriksaan fisik lengkap dan pemeriksaan laboratorium
rutin, termasuk penentuan golongan darah, fungsi tiroid, hati, dan ginjal. Pemeriksaan
radiologis x-rays, magnetic resonance imaging dan computed tomography thorax,
pelvis, otak dan abdomen juga sangat dibutuhkan untuk mengevaluasi kemungkinan
terjadinya metastase jauh. Data yang pernah didapatkan dari beberapa sentra
disebutkan terjadinya rekurensi peningkatan kadar - hCG sebesar kurang dari 1%
pada pasien yang telah dinyatakan bebas selama 6 bulan berturut-turut.
Mola dianggap sebagai lesi prakanker karena 15-20% dari mola hidatidosa lengkap
(CMH) dan 1% dari mola hidatidosa parsial (PMH) mengalami transformasi maligna.
Jaringan trofoblas menginvasi sistem pembuluh darah ibu dan dapat diangkut ke
organ ekstrauterine lokal seperti vagina dan panggul, tetapi dapat mencapai organ
yang lebih jauh seperti paru-paru dan otak. Metastase yang sangat langka yaitu ke
sumsum tulang belakang dan jaringan paraspinal juga pernah dilaporkan. Metastase
ekstrauterin biasanya terdeteksi secara klinis beberapa bulan setelah evakuasi
kehamilan mola. Koriokarsinoma biasanya dapat mencapai hitungan tahun paska
evakuasi kehamilan mola baru terdeteksi secara klinis.

A. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya buah
kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim. Sedangkan yang disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami
abortus ruptur pada dinding tuba.
B. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan beberapa
faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu:
1. Faktor mekanis: hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum
yang dibuahi ke dalam cavum uteri, antara lain:
a) Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat
infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
b) Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba
atau penyempitan lumen.
c) Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
d) Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan
usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
e) Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksa. f) Penggunaan IUD
2. Faktor Fungsional: a).
a) Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus
mulleri yang abnormal.
b) Refluks menstruasi.
c) Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.

4. Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya.
C. Klasifikasi
Sarwono

Prawirohardjo

dan

Cuningham

masing-masing

dalam

bukunya

mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain1,5: 1. Tuba Fallopii :


a) Pars-interstisialis, b) Isthmus, c) Ampula, d) Infundibulum, e) Fimbrae 2. Uterus :a)
Kanalis servikalis, b) Divertikulum, c) Kornu, d) Tanduk rudimenter 3. Ovarium 4.
Intraligamenter 5. Abdominal : a) Primer, b) Sekunder 6. Kombinasi kehamilan dalam dan
luar uterus1,5.
D. Epidemiologi
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun
dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 20-30
tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal di daerah dengan prevalensi gonore dan
prevalensi tuberkulosa yang tinggi. Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul dapat
meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu. Di antara kehamilan-kehamilan ektopik
terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah tuba (90%).
E. Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di cavum uteri.
Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur
bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi
oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada
nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua
dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadangkadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk ke dalam otot-otot tuba
dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung
dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya
perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari corpus luteum graviditi dan
tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua 4.

Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nukleus hipertrofi,
hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang
abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi
seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara
keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan
secar\a utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik
terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10
minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh
secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi: Pada implantasi secara kolumna, ovum yang
dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresorbsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba: Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding
pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera
setelah perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah
bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke
dalam kavum peritoneum. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejala-gejala
menghilang.
3. Ruptur dinding tuba: Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili
korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila
ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda.
Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur
dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan
pemeriksaan vagina.
F. Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada lokasinya. Tanda
dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan tersebut.
Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain:
a. Keluhan gastrointestinal : Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien
kehamilan ektopik terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan
gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman
dalam hal insiden terjadinya akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di samping
keterlambatan diagnosis.
b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis : Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan
pemeriksaan, khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga
perempat kasus kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadangkadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadinya.
c. Amenore : Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih.
Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim
pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal, dengan demikian memberikan
tanggal haid terakhir yang keliru.
d. Spotting atau perdarahan vaginal : Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan,
perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari
endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan.
Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna cokelat gelap dan dapat terputus-putus
atau terus-menerus.
e. Perubahan Uterus : Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi
oleh masa ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum terisi
darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh
sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat disertai
oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum
uteri.
f. Tekanan darah dan denyut nadi : Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak
menunjukkan perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang

sama seperti yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu kenaikan
ringan tekanan darah atau respon vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.
g. Hipovolemi : Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi
duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya penurunan volume darah
yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul
hipovolemi yang serius.
h. Suhu tubuh : Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau
bahkan menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya
infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara
kehamilan tuba yang mengalami ruptura dengan salpingitis akut, dimana pada keadaan ini
suhu tubuh umumnya diatas 38oC.
i. Masa pelvis : Masa pelvis dapat teraba pada 20% pasien. Masa tersebut mempunyai
ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini berukuran 5-15 cm, sering
teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh
darah masa tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan di sebelah
posterior atau lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului terabanya
masa pelvis dalam tindakan palpasi.
j. Hematokel pelvik : Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi
bertahap akan diukuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba,
kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan
yang ringan dapat mereda, namun darah yang terus merembes akan berkumpul dalam
panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlekatan dan akhirnya membentuk
hematokel pelvis.
G. Diagnosis
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan
diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan
ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis1.
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan
ektopik:

1. HCG- : Pengukuran subunit beta dari HCG-

(Human Chorionic

Gonadotropin-Beta) merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis.


Pemeriksaan ini dapat membedakan antara kehamilan intrauterin dengan
2.

kehamilan ektopik
Kuldosintesis : Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang
diisap berwarna hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah

di kavum Douglasi.
3. Dilatasi dan Kuretase : Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore
terjadi perdarahan yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata
disamping uterus.
4. Laparaskopi : Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis
terakhir apabila hasil-hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan
ektopik terganggu meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga
dipakai untuk terapi.
5. Ultrasonografi : Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah
tidak invasif, artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat
dinilai cavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di
kanan kiri uterus dan apakah cavum Douglas berisi cairan.
6. Tes Oksitosin : Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat
membuktikan adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual,
di luar kantong janin dapat diraba suatu tumor.
7. Foto Rontgen : Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam
letak paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra ibu.
8. Histerosalpingografi : Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih
besar dari biasa, dengan janin di luar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika
diagnosis kehamilan ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra
Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine). Trias klasik yang sering
ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina abnormal, dan amenore.
H. Diagnosis Banding
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding dari KET adalah:
1. Infeksi pelvis : Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan
jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba
pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu

rektal dan ketiak melebihi 0,5 0C, selain itu leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan
ektopik terganggu dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.
2. Abortus iminens/ Abortus inkomplit : Dibandingkan dengan kehamilan ektopik
terganggu perdarahan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di
daerah median dan adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di
perut lebih menunjukkan ke arah abortus imminens atau permulaan abortus incipiens. Pada
abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan gerakan servik
uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.
3. Tumor/ Kista ovarium: Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan
pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat
dibanding kehamilan ektopik terganggu.
4. Appendicitis : Pada apendicitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan cervix
uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut bagian bawah
pada apendisitis terletak pada titik McBurney.
I. Terapi
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa
penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan
operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul
di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan
dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah di cavum Douglas), sisa darah
dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari
salpingektomi ataupun salpingo-ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan
terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun
jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk
dikoreksi supaya tuba berfungsi.
Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum
uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin
dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan

umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin
dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah.
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan
dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan
sistektomi ataupun oovorektomi5. Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di
cervik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi
pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi
konservatif.
J. Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun sejalan
dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik
terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi
steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun
dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada sisi tuba yang lain.
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko 10%
untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami
kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami
kehamilan ektopik terganggu berulang
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril.
Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik
berulang.

Anda mungkin juga menyukai