Ny. P, 25 tahun G1P0A0 datang ke poli dengan keluhan perdarahan dari kemaluan,
sebelumnya Ny. P mengaku hamil 1,5 bulan. Perdarahannya kira-kiea sepertiga pembalut,
keluar darah saat beraktifitas di kantor. Nyeri perut tidak ada
Mual-muntah (+) hanya di pagi hari, demam selama hamil (-), batuk pilek (-), keputihan (-),
merokok (-), tidak memiliki binatan peliharaan.
Selama ini coitus abstinens.
HPHT : 26 Januari 2016
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: Baik
BB
: 58 Kg
TB
: 160 cm
BB sebelum hamil
: 58 kg
Thoraks
Abdomen
Pemeriksaan Ginekologik
Px Luar
Inspeksi
Pemeriksaan speculum
1. Portio
2.
3.
4.
5.
Pemeriksaan USG
subchorionik (+)
Pemeriksaan Lab
Hb
: 11 gr%
HCG
Progesterone
: 5 g/mL
Embriogenesis
A. Definisi
Menurut Dorlands Illustrated Medical Dictionary, Embriogenesis adalah : 1.produksi dari
embrio; 2.perkembangan dari individu yang baru yang terjadi secara seksual yaitu dari zigot.
Secara umum, embriogenesis adalah proses pembelahan sel dan diferensiasi sel dari embrio
manusia yang terjadi pada saat tahap-tahap awal dari perkembangan manusia. Tepatnya,
embriogenesis terjadi pada saat spermatozoa bertemu dan menyatu dengan ovum yang
disebut fertilisasi sampai akhir dari minggu ke-8 dari perkembangan manusia
(Langman,1994).
B. Tahap-tahap Embriogenesis
a. Fertilisasi
Fertilisasi adalah proses penyatuan gamet pria dan wanita, yang terjadi di daerah
ampulla tuba fallopii.Spermatozoa bergerak dengan cepat dari vagina ke rahim dan
selanjutnya masuk kedalam saluran telur.Pergerakan naik ini disebabkan oleh
kontraksi otot-otot uterus dan tuba. Sebelum spermatozoa dapat membuahi oosit,
mereka harus mengalami proses kapasitasi dan reaksi akrosom (Langman, 1994).
Kapasitasi adalah suatu masa penyesuaian di dalam saluran reproduksi wanita,
yang pada manusia berlangsung kira-kira 7 jam. Selama waktu ini, suatu selubung
dari glikoprotein dari protein-protein plasma segmen dibuang dari selaput plasma,
yang membungkus daerah akrosom spermatozoa. Hanya sperma yang menjalani
kapasitasi yang dapat melewati sel korona dan mengalami reaksi akrosom (Langman,
1994).
Reaksi akrosom terjadi setelah penempelan ke zona pelusida dan diinduksi oleh
protein-protein zona. Reaksi ini berpuncak pada pelepasan enzim-enzim yang
diperlukan untuk menembus zona pelusida, antara lain akrosin dan zat-zat serupa
tripsin (Langman, 1994).
Fase fertilisasi mencakup fase 3 fase:
membentuk
(Langman,1994)
trofoblastt,
yang
kemudian
ikut
membentuk
plasenta
Pada akhir hari ke-5 embrio melepaskan diri dari zona pelusida yang
membungkusnya. Melalui serangkaian siklus pengembangan-kontraksi embrio
menembus selimut pelusida. Hal ini didukung oleh enzim yang dapat melarutkan zona
pelusida pada kutub embrionik. Pelepasan embrio ini dinamakan hatching
(Anonimus, 2010)
Polaritas dari embrio dapat terlihat pada waktu pembentukan kutub embrionik
dan kutub abemrioalik. Ha ini jelas terlihat ketika meneliti blastokista dimana inner
cell mass sudah terbentuk. Polaritas lebih terfokus pada satu kutub dari interior
belahan blastokista yang terdiri dari blastomer (Anonimus, 2010).
Pada perkembangan hari ke-8, blastokista sebagian terbenam di dalam stroma
endometrium.Pada daerah di atas embrioblast, trofoblast berdiferensiasi menjadi 2
lapisan: (a) sitotrofoblast ,(b) sinsitiotrofoblast. Trofoblast mempunyai kemampuan
untuk menghancurkan dan mencairkan jaringan permukaan endometrium dalam masa
sekresi, yaitu sel-sel decidua (Prawiroharjo, 2000).
Sel-sel dari embrioblast juga berdiferensiasi menjadi dua lapisan, yaitu lapisan
hipoblast dan epiblast. Sel-sel dari masing-masing lapisan mudigah membentuk
sebuah cakram datar dan keduanya dikenal sebagai cakram mudigah bilaminer. Pada
saat yang sama terdapat rongga kecil muncul di dalam epiblast, dan rongga ini
membesar menjadi rongga amnion (Langman, 1994).
Pada hari ke-9, blastokista semakin terbenam di dalam endometrium, dan luka
berkas penembusan pada permukaan epitel ditutup dengan fibrin, pada masa ini
terlihat proses lakunaris, dimana vakuola-vakuola apa sinsitium trofoblast menyatu
membentuk lakuna-lakuna yang besar. Sementara pada kutub anembrional, sel-sel
gepeng bersama dengan hipoblast membentuk lapisan eksoselom (kantung kuning
telur primitif) (L
Pada hari ke-11 dan 12, blastokista telah tertanam sepenuhnya di dalam stroma
endometrium. Trofoblast yang ditandai dengan lacuna dan sinsitium akan membentuk
sebuah jalinan yang saling berhubungan, Sel-sel sinsitiotrofoblast menembus lebih
dalam ke stroma dan merusak lapisan endotel pembuluh-pembuluh kapiler
ibu.Pembuluh-pembuluh rambut ini tersumbat dan melebar dan dikenal sebagai
sinusoid. Lakuna sinsitium kemudian berhubungan dengan sinusoid, dan darah ibu
mulai mengalir melalui system trofoblast, sehingga terjadilah sirkulasi utero-plasenta
(Langman, 1994).
Semetara itu, sekelompok sel baru muncul di antara permukaan dalam
sitotrofoblast dan permukaan luar rongga eksoselom. Sel-sel ini berasal dari kantong
kuning telur dan akan membentuk suatu jaringan penyambung yang disebut
mesoderm ekstraembrional; di mana pada akhirnya akan mengisi semua ruang antara
trofoblastt di sebelah luar dan amnion beserta selaput eksoselom di sebelah dalam
( langman, 1994).
Segera
setelah
terbentuk
rongga-ronga
besar
di
dalam
mesoderm
mengelupas dari endoderm, dan terbentuklah sebuah tali padat, notokord. Notokord
akan menentukan Sumbu tengah dari embrio yang akan menentukan situasi ke depan
mengenai dasar tulang belakang dan dapat menyebabkan diferensiasi dari ektoblast
untuk membetuk neural plate (Anonimus, 2010). Karena itu, pada akhir minggu ke-3,
terbentuklah 3 lapisan mudigahyang terdiri dari ectoderm, mesoderm, dan
endoderm,dan berdiferensiasi menjadi jaringan dan organ-organ (Langman,1994).
e. Masa embrionik
Menurut Langman (1994), Selama perkembangan minggu ke-3 sampai
minggu ke-8, suatu massa yang dikenal sebagai massa embrionik atau masa
organogenesis, masing-masing lapisan dari ketiga lapisan mudigah ini membentuk
banyak jaringan dan organ yang spesifik. Menjelang masa akhir embrionik ini,
sistem-sistem organ telah terbentuk. Karena pembentukan organ ini, bentuk mudigah
banyak berubah dan ciri-ciri utama bentuk tubuh bagian luar sudah dapat dikenali
menjelang bulan kedua
Masa mudigah berlangsung dari perkembangan minggu keempat hingga
kedelapan dan merupakan masa terbentuk jaringan dan sistem organ dari masingmasing lapisan mudigah. Sebagai akibat pembentukan organ, ciri-ciri utama bentuk
tubuh mulai jelas.
Lapisan Mudigah ektoderm membentuk organ dan struktur-struktur yang
memelihara hubungan dengan dunia luar: (a) susunan saraf pusat; (b) sistem saraf
tepi; (c) epitel sensorik telinga, hidung dan mata; (d) kulit, termasuk rambut dan kuku;
dan (e) kelenjar hipofisis, kelenjar mammae, dan kelenjar keringat serta email gigi.
Bagian yang paling penting dari lapisan mudigah mesoderm adalah mesoderm
para aksial, intermediat, dan lempeng lateral. Mesoderm para aksial membentuk
somitomer; yang membentuk mesenkim di kepala dan tersusun sebagai somit-somit di
segmen oksipital dan kaudal. Somit membentuk miotom (jaringan otot), skeletom
(tulang rawan dan sejati), dan dermatom (jaringan subkutan kulit), yang semuanya
merupakan jaringan penunjang tubuh. Mesoderm juga membentuk sistem pembuluh,
yaitu jantung, pembuluh nadi, pembuluh getah bening, dan semua sel darah dan sel
getah bening. Di samping itu, ia membentuk sistem kemih-kelamin; ginjal, gonad, dan
Kehamilan
A. Konsep Kehamilan
a. Definisi kehamilan
Hamil didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi (Federasi Obstetri Ginekologi
kehamilan,
yaitu
presumtif
(perubahan
yang
dirasakan
wanita),
Seiring berkembangnya janin, tubuh sang ibu juga mengalami perubahanperubahan yang dimaksudkan untuk keperluan tumbuh dan kembang sang bayi.
Perubahan tersebut difasilitasi oleh adanya perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron selama kehamilan. Baik dari segi anatomis maupun fisiologis,
perubahan yang ditimbulkan terjadi secara menyeluruh pada organ tubuh ibu yang
berjalan seiring dengan usia kehamilan dalam trimester. Perubahan-perubahan
tersebut meliputi :
1) Sistem Reproduksi
a) Trimester 1
Terdapat tanda Chadwick, yaitu perubahan warna pada vulva,
vagina dan serviks menjadi lebih merah agak kebiruan/keunguan. pH
vulva dan vagina mengalami peningkatan dari 4 menjadi 6,5 yang
membuat wanita hamil lebih rentan terhadap infeksi vagina. Tanda
Goodell yaitu perubahan konsistensi serviks menjadi lebih lunak dan
kenyal
Pembesaran
dan
penebalan
uterus
disebabkan
adanya
c) Trimester 3
Dinding
vagina
mengalami
banyak
perubahan
sebagai
minggu-minggu
akhir
kehamilan,
prostaglandin
trimester
akhir.
Otot-otot
uterus
bagian
atas
akan
Batas antara segmen atas yang tebal dan segmen bawah yang tipis
disebut lingkaran retraksi fisiologis
2) Payudara
a) Trimester1
Mammae
akan
membesar
dan
tegang
akibat
hormon
yang
menyebabkan
pertambahan
air
selular
dan
c) Trimester 3
Pertambahan berat badan ibu pada masa ini dapat mencapai 2
kali lipat lebih dari berat badan pada awal kehamilan. Pitting edema
dapat timbul pada pergelangan kaki dan tungkai bawah akibat
akumulasi cairan tubuh ibu. Akumulasi cairan ini juga disebabkan oleh
peningkatan tekanan vena di bagian yang lebih rendah dari uterus
akan
menekan vena cava inferior dan aorta bawah saat ibu berada pada
posisi terlentang. Hal itu akan berdampak pada pengurangan darah
balik vena ke jantung hingga terjadi penurunan preload dan cardiac
output yang kemudian dapat menyebabkan hipotensi arterial.
c) Trimester 3
Selama trimester terakhir, kelanjutan penekanan aorta pada
pembesaran uterus juga akan mengurangi aliran darah uteroplasenta ke
ginjal. Pada posisi terlentang ini akan membuat fungsi ginjal menurun
jika dibandingkan dengan posisi miring
7) Sistem pernafasan
a) Trimester 1
Kesadaran untuk mengambil nafas sering meningkat pada awal
kehamilan yang mungkin diinterpretasikan sebagai dispneu. Hal itu
sering mengesankan adanya kelainan paru atau jantung padahal
sebenarnya tidak ada apa-apa. Peningkatan usaha nafas selama
kehamilan kemungkinan diinduksi terutama oleh progesteron dan
sisanya oleh estrogen. Usaha nafas yang meningkat tersebut
mengakibatkan PCO2 atau tekanan karbokdioksida berkurang.
b) Trimester 2
Selama kehamilan, sirkumferensia thorax akan bertambah
kurang lebih 6 cm dan diafragma akan naik kurang lebih 4 cm karena
penekanan uterus pada rongga abdomen. Pada kehamilan lanjut,
volume tidal, volume ventilasi per menit, dan pengambilan oksigen per
menit akan bertambah secara signifikan.
c) Trimester 3
Pergerakan difragma semakin terbatas seiring pertambahan ukuran
uterus dalam rongga abdomen. Setelah minggu ke 30, peningkatan
volume tidal, volume ventilasi per menit, dan pengambilan oksigen per
menit akan mencapai puncaknya pada minggu ke 37. Wanita hamil
akan bernafas lebih dalam sehingga memungkinkan pencampuran gas
meningkat dan konsumsi oksigen meningkat 20%. Diperkirakan efek
ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi progesteron.
8) Sistem Urinaria
a) Trimester 1
Pada bulan-bulan awal kehamilan, vesika urinaria tertekan oleh
uterus sehingga sering timbul keinginan berkemih. Hal itu menghilang
seiring usia kehamilan karena uterus yang telah membesar keluar dari
rongga pelvis dan naik ke abdomen. Ukuran ginjal sedikit bertambah
besar selama kehamilan. Laju filtrasi glomerulus (GFR) dan aliran
plasma ginjal (RPF) meningkat pada awal kehamilan.
b) Trimester 2
Uterus yang membesar mulai keluar dari rongga pelvis
sehingga penekanan pada vesica urinaria pun berkurang. Selain itu,
adanya peningkatan vaskularisasi dari vesica urinaria menyebabkan
mukosanya hiperemia dan menjadi mudah berdarah bila terluka.
c) Trimester 3
Pada akhir kehamilan, kepala janin mulai turun ke pintu atas
panggul menyebabkan penekanan uterus pada vesica urinaria. Keluhan
sering berkemih pun dapat muncul kembali. Selain itu, terjadi
peningkatan sirkulasi darah di ginjal yang kemudian berpengaruh pada
peningkatan laju filtrasi glomerulus dan renal plasma flow sehingga
timbul gejala poliuria. Pada ekskresi akan dijumpai kadar asam amino
dan vitamin yang larut air lebih banyak
9) Sistem Muskuloskeletal
a) Trimester 1
Pada trimester pertama tidak banyak perubahan pada
musuloskeletal. Akibat peningkatan kadar hormone estrogen dan
progesterone, terjadi relaksasi dari jaringan ikat, kartilago dan ligament
juga meningkatkan jumlah cairan synovial. Bersamaan dua keadaan
tersebut
meningkatkan
fleksibilitas
dan
mobilitas
persendian.
memiliki
bentuk
punggung
cenderung
lordosis.
Sendi
saku periodontal.
Peningkatan kerentanan terjadinya infeksi.
Penurunan kemotaksis neutrofil dan penekanan produksi antibodi.
Peningkatan sejumlah patogen periodontal (khususnya Porphyromonas
gingivalis).
Peningkatan sintesis PGE2
A. Istilah
Nuligravida: wanita yang tidak sedang dan belum pernah hamil.
Gravida: wanita yang sedang/ pernah hamil tanpa memandang hasil
kehamilan.
Primigravida: hamil pertama
Nulipara: wanita yang belum pernah melahirkan bayi mampu hidup.
Primipara: sekali melahirkan bayi mampu hidup. Pada kehamilan ganda,
B. Definisi
Suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan
medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan
C. Tujuan
Menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta
D. Jadwal Knjungan
Wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali kunjungan selama periode
antenatal:
o 1x kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu).
o 1x kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 28).
o 2x kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28 36 dan
E. Kunjungan Pertama
Tujuan
1. menentukan diagnosis ada / tidaknya kehamilan
2. menentukan usia kehamilan dan perkiraan persalinan
3. menentukan status kesehatan ibu dan janin
4. menentukan kehamilan normal atau abnormal, serta ada / tidaknya
period)+7)
(month-3)
(Year
+1)
G. Komplikasi kehamilan
Komplikasi obstetri langsung
o Perdarahan
o Pre eklamasi/eklamsia
o Kelainan letak lintang, sungsang primi gravida
o Anak besar, hidramnion, kelainan kembar
o Ketuban pecah dini dalam kehamilan.
Komplikasi obstetri tidak langsung
o Penyakit jantung
o Hepatitis
o TBC (Tuberkolosis)
o Anemia
o Malaria
o Diabetes militus
Komplikasi yang berhubungan dengan obstetri, komplikasi akibat kecelakaan
(kendaraan, keracunan, kebakaran)
H. Intervensi dalam Pelayanan Antenatal Care
Intervensi dalam pelayanan antenatal care adalah perlakuan yang diberikan kepada
ibu hamil setelah dibuat diagnosa kehamilan. Adapun intervensi dalam pelayanan
antenatal care adalah :
a. Intervensi Dasar
M. Defekasi
Defekasi menjadi tidak teratur karena:
o Pengaruh relaksasi otot polos oleh estrogen
o Tekanan uterus yang membesar
masuk panggul.
Konstipasi dicegah dengan:
o Cukup banyak minum
o Olah raga
o Pemberian laksatif ringan jus buah-buahan
N. Senggama / koitus
Bila dlm anamnesis ada abortus sebelum kehamilan yg sekarang, koitus
hati-hati
Jika kepala telah memasuki rongga panggul (akhir kehamilan), koitus
dapat menjadi
carier
/ pembawa
infeksi (bulu
Q. Merokok,miras,obat-obatan
Harus dihentikan sekurang-kurangnya selama kehamilan dan harus sampai
Abortus
A. Pengertian Abortus
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus provokatus.
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan disebabkan oleh
faktor-faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau
disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat (Mochtar, 1998).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa
mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya
telah mencapai lebih daripada 500 gram atau umur kehamilan lebih daripada 20 minggu
(Sastrawinata et al., 2005). Abortus spontan merujuk kepada keguguran pada kehamilan
kurang dari 20 minggu tanpa adanya tindakan medis atau tindakan bedah untuk mengakhiri
kehamilan (Griebel et al., 2005).
Abortus spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan
terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Penyebabnya dapat oleh karena
penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan
dengan kelainan pada sistem reproduksi (Syafruddin, 2003).
B. Klasifikasi Abortus
Klasifikasi abortus menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005) adalah seperti
berikut:
i. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun
mekanis.
ii. Abortus buatan, Abortus provocatus (disengaja, digugurkan), yaitu :
a. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus artificialis atau
abortus therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya :
penyakit jantung, hipertensi esential, dan karsinoma serviks. Keputusan ini
ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit
dalam dan psikiatri, atau psikolog.
Faktor Fetus
Berdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia, sekitar 50
hingga 60 persen dari abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama mempunyai
kelainan kariotipe. Kelainan pada kromosom ini adalah seperti autosomal trisomy, monosomy
X dan polyploidy (Lebedev et al., 2004).
Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan janin yang
mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari kegagalan kehamilan dini.
Kelainan dalam jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada kelainan struktur
kromosom. Abnormalitas kromosom secara struktural dapat diturunkan oleh salah satu dari
kedua orang tuanya yang menjadi pembawa abnormalitas tersebut (Cunningham et al., 2005)
Faktor Paternal
Translokasi kromosom dalam sperma dapat menyebabkan zygote mempunyai
terlalu sedikit atau terlalu banyak bahan kromosom, sehingga mengakibatkan abortus
(Cunningham et al., 2005).
D. Patogenesis Abortus
Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), kebanyakan abortus spontan terjadi
segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua
basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel
peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya
atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini
menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda
asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan,
kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu sebelum perdarahan. Oleh karena
itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi
perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil
konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10
vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah
terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion tumbuh dengan
cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering
sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus. Pengeluaran hasil konsepsi
didasarkan 4 cara:
i. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa
desidua.
ii. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion dan desidua
iii. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin ke luar,
tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang dikeluarkan).
iv. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh. Kuretasi
diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau infeksi lebih
lanjut.
E. Gambaran Klinis Abortus
Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened abortion),
abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkompletus
(incomplete abortion) atau abortus kompletus (complete abortion), abortus tertunda (missed
abortion), abortus habitualis (recurrent abortion), dan abortus septik (septic abortion)
(Cunningham et al., 2005; Griebel et al., 2005).
1
awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta dapat mempengaruhi
satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan, sekitar setengah dari kehamilan
ini akan berakhir dengan abortus (Cunningham et al., 2005).
Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu
mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat
berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti
saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan
kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat memberikan
perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina
atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi
(Sastrawinata et al., 2005)
banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim
kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban
dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan
yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin
biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan
kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2005).
3
teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan
biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka
karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus
alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan
kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika
hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi
tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim
dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena
dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan
segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus
inkompletus
4
rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus tertunda akan dijimpai
amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada permulaannya, serta selama
observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam,
serviks tertutup dan ada darah sedikit (Mochtar, 1998).
struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis (Jauniaux et al.,
2006). Menurut Mochtar (1998), abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali
berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa,
dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid,
kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta
menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari
abortus habitualis.
6
toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus
inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syaratsyarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah
seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci
dan Staphylococci (Mochtar, 1998; Dulay, 2010)
Mola Hidatidosa
A. Definisi
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau seluruh vili
korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung yang menyerupai anggur. Mola
hidatidosa didefinisikan sebagai suatu tumor jinak (benigna) dari korion
B. Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia,
mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi
(data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), Faktor risiko banyak, penyebaran merata
serta sebagian besar data masih berupa hospital based.
C. Faktor Risiko
Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35
tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetic.
D. Etiopatiologi
Penyebab terjadinya MH tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan adanya peranan
kelainan kromosomal. Sel sperma membuahi ovum abnormal yang tidak memiliki
nukleus (atau kromosom) pada CMH. Penyebab terbentuknya ovum abnormal
tersebut tidak diketahui. Bila fertilisasi dengan kondisi tersebut berlangsung,
perkembangan normal tidak akan terjadi, tidak akan terbentuk chorion, amnion atau
korda umbilikalis dan fetus juga tidak terbentuk. Sebaliknya sel 5 trofoblast
pembentuk plasenta akan berkembang pesat menjadi CMH.Embrio atau janin pada
PMH secara parsial berkembang tetapi biasanya tidak bertahan hidup sampai rata-rata
minggu kedelapan akan mati. Kebanyakan kehamilan dianggapberisiko tinggi dan
dapat berakibat fatal terhadap ibu.
CMH dapat berkembang setelah terjadinya abortus ataupun dari sisa-sisa sel trofoblast
setelah kehamilan aterm. Beberapa faktor resiko yang banyak disebutkan yaitu usia
kehamilan di atas 35 tahun dimana kemungkinan terjadi MH menjadi dua kali lipat,
usia setelah 40 tahun kemungkinannya menjadi 5-10 kali lipat (Moore). Faktor resiko
terhadap kehamilan sebelum usia 16 tahun juga meningkat (Vorvick). Faktor lainnya
adalah intake prekursor vitamin A (beta karoten), konsumsi protein dan lemak hewani
yang rendah diperkirakan erat kaitan terhadap terjadinya CMH, paritas, riwayat
pernah mengalami ataupun dalam keluarga mengalami kehamilan mola dan kondisi
tingkat sosioekonomi dan edukasi yang rendah. Faktor lainnya yang sebenarnya
belum jelas benar hubungannya antara lain penggunaan kontrasepsi oral jangka
panjang, golongan darah, pernah abortus dan kesulitan memiliki keturunan.
E. Klasifikasi Mola hidatidosa
Klasifikasi MH terbagi atas dua tipe, yakni mola hidatidosa komplet (CMH) dan mola
hidatidosa parsial (PMH). Mola hidatidosa komplet dapat terjadi sebagai hasil dari
fertilisasi oleh 1 atau 2 sel sperma terhadap sel telur yang tidak memiliki DNA (an
empty egg cell) sehingga uterus tidak berisi jaringan fetus. Semua kromosom nya
berasal dari paternal. Pada mola hidatidosa komplet, vili khoriales memiliki ciri khas
menyerupai buah anggur dan secara total mengganti jaringan yang semestinya
terbentuk sebagai plasenta serta ditemukan hiperplasia tropoblastik. Sebanyak 1 dari 5
wanita akan mengalami persistensi jaringan mola dimana kebanyakan menjadi mola
invasif, tetapi dapat pula menjadi koriokarsinoma, suatu bentuk ganas (kanker) dari
GTD.
Mola hidatidosa parsial terbentuk dari fertilisasi sel ovum normal oleh 2 sel sperma
dengan kariotipe triploid sehingga dapat ditemukan adanya jaringan fetus yang
selanjutnya bertumbuh menjadi janin dengan multiple anomali dan biasanya dapat
bertahan hidup selama beberapa minggu dan abortus yang tejadi kemudian selalu
disertai adanya jaringan janin. Hanya sebagian vili khoriales yang mengalami
perubahan hidrofobik sedangkan sebagian masih berupa jaringan placenta yang
normal.
F. Manifestasi klinis
Tahap awal perkembangannya kehamilan mola menunjukkan karakteristik klinis yang
sulit dibedakan dengan gejala kehamilan normal. Kemudian pada trimester 1 dan
terutama selama trimester ke-2 sejumlah perubahan terjadi, yang paling umum adalah
perdarahan pervaginam berwarna kecoklatan yang sering disertai dengan jaringanjaringan menyerupai buah anggur, pembesaran ukuran uterus biasanya lebih besar
untuk usia kehamilan terutama pada kasus CMH (4 minggu lebih 7 tua), dan denyut
jantung janin tidak ditemukan. Anemia terjadi pada kasus-kasus prolonged bleeding
yang ditandai dengan gejala fatique dan sesak nafas, preeklampsi yang ditandai
dengan hipertensi dapat terjadi sebelum usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Tanda
lainnya yang dapat ditemukan pada kehamilan mola adalah hipertiroid dan
terbentuknya kista ovarium yang disebabkan tingginya kadar -hCG perdarahan
terutama pada CMH.
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik yang
ditemukan, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan pemeriksaan
histologis. Trias temuan klinis pada mola hidatidosa komplit yaitu yang pertama
adanya pembesaran uterus yang tidak sesuai usia kehamilan, dimana biasanya lebih
besar 4 minggu dari usia sebenarnya, yang kedua adalah tanda adanya perdarahan
pervaginam dan yang ketiga adalah adanya peningkatan kadar -hCG persisten
sampai melebihi usia kehamilan 9-12 minggu yang didapatkan melalui pemeriksaan
laboratorium dan sering mengakibatkan hiperemesis gravidarum dini. Pemeriksaan
laboratorium lainnya yang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap, fungsi
pembekuan darah, fungsi tiroid.
Pemeriksaan histologis memperlihatkan tidak adanya jaringan fetus pada mola
komplit, proliferasi trofoblastik yang nyata, villi koriales yang hidrofik dengan
kromosom 46,XX atau 46,XY. Temuan peningkatan faktor pertumbuhan antara lain cmyc, epidermal growth factor dan c-eb B-2 jika dibandingkan pada plasenta yang
normal juga merupakan penanda mola komplit.
H. Pemeriksaan Ultrasonografi
Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi pada trimester awal kehamilan sebelum onset
tanda klasik muncul dengan bantuan alat penunjang ultrasonografi (USG) yang
beresolusi tinggi. Karakteristik USG mola adanya gambaran badai salju (snowstorm)
yang mengindikasikan villi koriales yang hidrofik. Pencitraan 8 ultrasonografi
merupakan pemeriksaan pilihan untuk awal diagnosa untuk selanjutnya diperkuat
dengan hasil pemeriksaan laboratorium dengan nilai -hCG yang tinggi (> 100,000
mIU per milliliter) dan dari hasil pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan doppler arteri intrauterin pada kehamilan normal menunjukkan bentuk
gelombang impedansi tinggi dengan kecepatan diastolik rendah selama trimester
pertama. Aliran dengan impedansi rendah hanya muncul di lokasi implantasi ,
mungkin terkait dengan invasi vaskular fisiologis jaringan trofoblas. Saat kehamilan
berlanjut sampai trimester kedua invasi lebih lanjut arteri oleh jaringan trofoblas
terjadi, hal tersebut akan berlanjut mereduksi impedansi vaskular. Pada trimester
ketiga, invasi vaskular fisiologis berkembang sedemikian rupa dengan kecepatan
tinggi, pola aliran impedansi rendah. Pada kehamilan mola , invasi arteri miometrium
oleh jaringan trofoblas juga terjadi , tetapi proses ini didominasi oleh proliferasi
trofoblas yang abnormal.Pemeriksaan doppler menunjukkan kecepatan aliran yang
tinggi, impedansi aliran rendah pada trimester awal dan kedua. Meskipun adanya
jaringan mola pada ultrasonografi skala abu-abu, dikombinasikan dengan tingkat hCG
meningkat, merupakan diagnostik mola hidatidosa, temuan doppler memberikan
peranan penting dalam konfirmasi diagnosis.
I. Penatalaksanaan
Suction curettage adalah metode penanganan optimal untuk evakuasi jaringan mola
terutama bagi wanita yang masih ingin mempertahankan fungsi organ reproduksinya.
Tindakan ini juga memperkecil secara signifikan kemungkinan terjadinya perdarahan
hebat, infeksi dan resiko tertahannya residu jaringan mola dibandingkan dengan
metode induksi oksitosin maupun prostaglandin. Antigen RhD yang ditemukan pada
trofoblast diatasi dengan pemberian Rh immune globulin pada pasien Rh negative
bersamaan dengan tindakan kuretase. Pasien-pasien yang tidak menginginkan
A. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya buah
kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim. Sedangkan yang disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami
abortus ruptur pada dinding tuba.
B. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan beberapa
faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu:
1. Faktor mekanis: hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum
yang dibuahi ke dalam cavum uteri, antara lain:
a) Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat
infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
b) Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba
atau penyempitan lumen.
c) Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
d) Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan
usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
e) Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksa. f) Penggunaan IUD
2. Faktor Fungsional: a).
a) Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus
mulleri yang abnormal.
b) Refluks menstruasi.
c) Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
4. Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya.
C. Klasifikasi
Sarwono
Prawirohardjo
dan
Cuningham
masing-masing
dalam
bukunya
Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nukleus hipertrofi,
hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang
abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi
seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara
keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan
secar\a utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik
terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10
minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh
secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi: Pada implantasi secara kolumna, ovum yang
dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresorbsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba: Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding
pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera
setelah perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah
bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke
dalam kavum peritoneum. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejala-gejala
menghilang.
3. Ruptur dinding tuba: Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili
korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila
ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda.
Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur
dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan
pemeriksaan vagina.
F. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada lokasinya. Tanda
dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan tersebut.
Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain:
a. Keluhan gastrointestinal : Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien
kehamilan ektopik terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan
gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman
dalam hal insiden terjadinya akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di samping
keterlambatan diagnosis.
b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis : Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan
pemeriksaan, khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga
perempat kasus kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadangkadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadinya.
c. Amenore : Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih.
Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim
pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal, dengan demikian memberikan
tanggal haid terakhir yang keliru.
d. Spotting atau perdarahan vaginal : Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan,
perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari
endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan.
Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna cokelat gelap dan dapat terputus-putus
atau terus-menerus.
e. Perubahan Uterus : Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi
oleh masa ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum terisi
darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh
sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat disertai
oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum
uteri.
f. Tekanan darah dan denyut nadi : Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak
menunjukkan perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang
sama seperti yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu kenaikan
ringan tekanan darah atau respon vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.
g. Hipovolemi : Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi
duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya penurunan volume darah
yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul
hipovolemi yang serius.
h. Suhu tubuh : Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau
bahkan menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya
infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara
kehamilan tuba yang mengalami ruptura dengan salpingitis akut, dimana pada keadaan ini
suhu tubuh umumnya diatas 38oC.
i. Masa pelvis : Masa pelvis dapat teraba pada 20% pasien. Masa tersebut mempunyai
ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini berukuran 5-15 cm, sering
teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh
darah masa tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan di sebelah
posterior atau lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului terabanya
masa pelvis dalam tindakan palpasi.
j. Hematokel pelvik : Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi
bertahap akan diukuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba,
kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan
yang ringan dapat mereda, namun darah yang terus merembes akan berkumpul dalam
panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlekatan dan akhirnya membentuk
hematokel pelvis.
G. Diagnosis
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan
diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan
ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis1.
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan
ektopik:
(Human Chorionic
kehamilan ektopik
Kuldosintesis : Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang
diisap berwarna hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah
di kavum Douglasi.
3. Dilatasi dan Kuretase : Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore
terjadi perdarahan yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata
disamping uterus.
4. Laparaskopi : Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis
terakhir apabila hasil-hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan
ektopik terganggu meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga
dipakai untuk terapi.
5. Ultrasonografi : Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah
tidak invasif, artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat
dinilai cavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di
kanan kiri uterus dan apakah cavum Douglas berisi cairan.
6. Tes Oksitosin : Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat
membuktikan adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual,
di luar kantong janin dapat diraba suatu tumor.
7. Foto Rontgen : Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam
letak paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra ibu.
8. Histerosalpingografi : Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih
besar dari biasa, dengan janin di luar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika
diagnosis kehamilan ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra
Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine). Trias klasik yang sering
ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina abnormal, dan amenore.
H. Diagnosis Banding
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding dari KET adalah:
1. Infeksi pelvis : Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan
jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba
pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu
rektal dan ketiak melebihi 0,5 0C, selain itu leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan
ektopik terganggu dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.
2. Abortus iminens/ Abortus inkomplit : Dibandingkan dengan kehamilan ektopik
terganggu perdarahan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di
daerah median dan adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di
perut lebih menunjukkan ke arah abortus imminens atau permulaan abortus incipiens. Pada
abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan gerakan servik
uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.
3. Tumor/ Kista ovarium: Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan
pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat
dibanding kehamilan ektopik terganggu.
4. Appendicitis : Pada apendicitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan cervix
uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut bagian bawah
pada apendisitis terletak pada titik McBurney.
I. Terapi
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa
penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan
operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul
di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan
dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah di cavum Douglas), sisa darah
dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari
salpingektomi ataupun salpingo-ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan
terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun
jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk
dikoreksi supaya tuba berfungsi.
Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum
uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin
dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan
umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin
dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah.
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan
dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan
sistektomi ataupun oovorektomi5. Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di
cervik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi
pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi
konservatif.
J. Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun sejalan
dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik
terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi
steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun
dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada sisi tuba yang lain.
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko 10%
untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami
kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami
kehamilan ektopik terganggu berulang
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril.
Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik
berulang.