UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
A. IDENTITAS
Nama lengkap : Ny. S
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Jalan H. Agus Salim 44B, Yogyakarta
Masuk RS tanggal : 27 September 2016
Tanggal Pemeriksaan : 27 September 2016
Bangsal : Kenanga
Pembimbing : dr. Alfun D.A., M.Kes, Sp. OG
Dokter yang merawat : dr. Alfun D.A., Sp. OG Ko-asisten: Almira Dyah Puspitarini
1
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
Riwayat Haid
Menarche : 14 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lamannya : 7 hari
Banyaknya : < 1 gelas belimbing, encer
Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali pada usia 28 tahun, selama 1 tahun
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal: 27 September 2016
Pukul: 11.00 WIB
Kesan umum
KU : Sedang, CM
Kesadaran : GCS → E4 V5 M6
Kesan Gizi : cukup
2
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
Vital sign
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 82x/ menit, isi tegangan cukup, reguler
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 360C, aksilla
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan kulit : hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), ikterik (-), ruam
makulopapular (-), ulkus (-)
2. Pemeriksaan kepala
- Bentuk kepala : mesocephal
- Rambut : hitam, distribusi merata
3. Pemeriksaan mata
- Palpebra : edema (-/-), ptosis (-/-)
- Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-)
- Pupil : reflek cahaya (+/+), isokor
- Bola Mata : eksoftalmus (-/-)
4. Pemeriksaan telinga : nyeri tekan tragus (-/-), gangguan pendengaran (-), discharge (-/-),
serumen (-/-)
5. Pemeriksaan hidung : nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-), rhinorrea (-/-)
6. Pemeriksaan mulut tenggorokan : trismus (-)
7. Pemeriksaan leher
- Kelenjar tiroid : tidak membesar (-)
- Kelenjar lnn : tidak membesar, nyeri (-)
- JVP : tidak meningkat
8. Pemeriksaan Dada :
a. Paru Depan
Inspeksi :
Statis : bentuk dada normochest, simetris, ketinggalan gerak (-)
Dinamis : simetris, hemithoraks kanan = kiri, ketinggalan gerak (-)
3
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
4
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
(+) penunjuk belum dapat dinilai, Air ketuban (-), kepala turun di Hodge II,
Sarung Tangan Lendir Darah (+)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Patohematologi tanggal 27 September 2016
PARAMETE HASIL NILAI SATUAN METODE
R RUJUKAN
5
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
Hematologi
Leukosit 22,0 4,0-10,6 10e3/ul Automatic Analyzer
Eritrosit 4,78 4,5-6,0 10e3/ul Automatic Analyzer
Hemoglobin 13,1 14,0-18,0 gr/dl Automatic Analyzer
Hematokrit 40,3 42,0-52,0 % Automatic Analyzer
MCV 84,4 80,0-97,0 Fl Automatic Analyzer
MCH 27,4 27,0-32,0 Pg Automatic Analyzer
MCHC 32,5 32,0-38,0 gr/dl Automatic Analyzer
Trombosit 196 150-450 10e3/ul Automatic Analyzer
Hitung Jenis
Neutrofil% 93,4 50,0-70,0 %
Limfosit% 2,9 25,0-40,0 % Automatic Analyzer
Monosit% 2,4 3,0-9,0 % Automatic Analyzer
Eosinofil% 1,3 0,5-5,0 % Automatic Analyzer
Basofil% 0,0 0,0-1,0 % Automatic Analyzer
Neutrofil# 20,56 2,0-7,0 10^3/uL Automatic Analyzer
Limfosit# 0,63 1,25-4,0 10^3/uL Automatic Analyzer
Monosit 0,53 0,30-1,00 10^3/uL Automatic Analyzer
Eosinofil# 0,29 0,02-0,50 10^3/uL Automatic Analyzer
Basofil# 0,01 0,0-10,0 10^3/uL Automatic Analyzer
IMUNO SEROLOGI
E. ASSESSMENT
Diagnosis Kerja Awal
6
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
1. Primigravida hamil aterm, janin tunggal, presentasi kepala, punggung kanan, kala I
fase laten, pembukaan 3 cm dengan suspek DKP ringan
Diagnosis Setelah Follow Up
1. Induksi gagal e.c. kala 1 lama e.c. inertia uteri sekunder pada primigravida hamil
aterm dalam persalinan kala 1 fase aktif dengan suspek DKP ringan
F. SIKAP
1. Observasi vital sign
2. Infus diganti dengan infus biasa
3. Malam istirahat
4. Observasi DJJ ketat, evaluasi setelah induksi, jika persalinan tidak maju, Cito Sectio
Caesarea
5. Dilakukan Cito Sectio Caesarea
TINJAUAN PUSTAKA
7
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
menjadi hilang. Inersia uteri sekunder adalah kelemahan his yang timbul setelah adanya his
yang kuat dan dalam waktu yang lama.
2. Etiologi
Hingga saat ini masih belum diketahui. akan tetapi terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi :
a. Faktor umum
1. Primigravida terutama pada usia tua
2. Anemia dan asthenia
3. Perasaan tegang dan emosional
4. Pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin
5. Ketidaktepatan penggunaan analgetik
b. Faktor lokal
1. Overdistensi uterus
2. Perkembangan anomali uterus misal hipoplasia
3. Mioma uterus
4. Malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik
5. Kandung kemih dan rektum penuh
3. Gambaran klinis
1. Waktu persalinan memanjang
2. Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah atau dalam jangka waktu pendek
3. Dilatasi serviks lambat
4. Membran biasanya masih utuh
5. Lebih rentan terdapatnya placenta yang tertinggal dan perdarahan paska persalinan
karena inersia persisten
6. Tokografi : Gelombang kontraksi kurang dari normal dengan amplitude pendek
4. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan umum :
1. Pemeriksaan untuk menentukan disproporsi, malpresentasi atau malposisi dan
tatalaksana sesuai dengan kasus
2. Penatalaksaan kala 1 yang baik
3. Pemberian antibiotik pada proses persalinan yang memanjang terutama pada
kasus dengan membrane plasenta telah pecah
8
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
b. Amniotomi
1. Bila cervik telah berdilatasi > 3 cm
2. Bila presentasi bagian terbawah janin telah berada pada bagian bawah uterus
3. Ruptur membrane buatan (artificial) yang dapat menyebabkan augmentasi
kontraksi uterus. Hal ini terjadi karena pelepasan prostaglandin, dan terdapatnya
reflex stimulasi kontraksi uterus ketika bagian presentasi bayi semakin mendekati
bagian bawah uterus.
c. Oksitosin
5 unit oksitosin (syntocinon) dalam 500 cc glukosa 5% diberikan IV. Tetesan infuse
mulai dari 8 tetes/menit, dan kemudian meningkat secara bertahap sehingga
mendapatkan kontraksi uterus rata – rata 3x dalam 10 menit.
d. Metode persalinan
1. Persalinan per vaginam : Dengan menggunakan forceps, vakum atau ekstraksi.
Hal ini bergantung kepada bagian presentasi bayi, cerviks telah pembukaan lengkap.
2. Operasi cesar sesario diindikasi pada : (1) Kegagalan denga metode tersebut,
(2) Kontraindikasi terhadap infuse oksitosin, missal pada kasus disproporsi, (3)
Distres fetal sebelum terjadi dilatasi cervical.
9
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
Gambar 1. Pintu atas pelvis dengan Konjugata Vera, diameter Transversa, dan diameter oblikus
ii. OUTLET (p.b.p atau dasar pelvis), yakni terdiri atas 2 segi tiga dengan jarak antar
tuberum sebagai dasar bersamaan. Ukuran—ukuran yang penting ialah: Diameter Transversa
(diameter antar tuberum) = 11 cm, Diameter anteroposterior = 11,5 cm dan diameter sagitalis
posterior dari pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum = 7,5 cm. Pintu bawah
pelvis disebut sempit jika jumlah ukuran antar tuberu dan diameter sagitalis posterior < 15 cm
(normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5)
10
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
spina anterior superior dengan trochanter mayor timbal balik. Ukuran panggul luar tidak
begitu tepat, karena dipengaruhi dengan gemuk kurus.
dikandung ukurannya sangat besar atau diatas 4000 gram. Untuk ukuran berat badan normal
anak yang dilahirkan seorang ibu adalah antara 2500 — 4000 gram. Bayi dengan berat badan
lahir lebih dari 4000 gram disebut Makrosomia, bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500
gram disebut bayi berat lahir rendah.
Ukuran umum terhadap pembagian berat badan bayi normal:
a. Antara 3501 - 4000 gram digolongkan bayi besar.
b. Antara 3001 - 3500 gram termasuk sedang dan,
c. Antara 2500 - 3000 gram tergolong kecil.
Dengan demikian pelvis disebut luas bila dapat dilewati oleh anak yang beratnya rata-rata
3501 - 4000 gram, disebut sedang bila dapat dilewati anak 3001 - 3500 gram, sempit bila hanya
dapat dilewati anak sampai 2500 - 3000 gram. Oleh karena ukuran berat badan bayi yang besar,
maka ukuran lingkar kepala bayi juga menjadi luas, diukur dalam satuan centimeter. Ukuran —
ukuran kepala yang berperan pada saat persalinan:
a. Diameter oksipitomentalis, yang ukuran normalnya = ± 13,0 cm
b. Diameter biparietalis, yang ukuran normalnya = ± 9,5 cm
c. Diameter bitemporalis, yang ukuran normalnya = ± 8 cm
5. Prognosis
Pada DKP menyebabkan kepala janin terhalang masuk ke pintu atas panggul, maka jalan
persalinan akan berlangsung lama dan sering tidak timbul persalinan spontan yang efektif.
Pelvis yang ukurannya tidak proporsional dapat mengakibatkan terjadi ketuban pecah dini serta
infeksi intrauterin pada saat proses persalinan, maka resiko terhadap bayi meningkat demikian
juga terhadap ibu. Kompikasi lain yang sering terjadi adalah presentasi janin yang abnormal,
hal ini dapat mengakibatkan robekan jalan lahir yang lebih luas pada saat proses persalinan,
sedangkan pada bayi dapat mengakibatkan angka mortalitas agak tinggi. Jika terjadi amnionitis,
maka bayi yang dilahirkan dapat mempunyai resiko mengalami pneumonia dan kemudian
septicemia. Partus lama dan traumatis, pada bayi dapat mengakibatkan perdarahan pada
intracranial dan memberi resiko yang tinggi terjadi defisit syaraf pada otak.Apabila persalinan
dengan DKP dibiarkan berlangsung sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat,
menimbulkan bahaya bagi ibu dan janin.
a. Bahaya pada ibu
i. Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil, dapat
menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum.
12
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
ii. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan, dapat timbul
regangan segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi patologik. Keadaan ini
dikenal dengan nama Ruptura uteri mengancam apalagi jika tidak segera diambil tindakan
untuk mengurangi regangan.
iii. Dengan persalinan tidak maju karena DKP, jalan lahir pada suatu tempat mengalami
tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang pelvis.
b. Bahaya pada janin.
i. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal, apalagi jika ditambah dengan infeksi
intrapartum.
ii. Prolapsus funukuli, apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar bagi janin dan
memerlukan kelahirannya dengan segera apabila janin masih hidup.
iii. Dapat terjadi sobekan pada tentorium serebelli dan perdarahan intrakarnia, bila janin lahir
dengan mengadakan Moulage.
iv. Tekanan pada pelvis yang picak menyebabkan perlukaan pada jaringan di atas
tulang kepala janin, malahan dapat pula menimbulkan fraktur pada os parietalis
13
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
14
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
standard normal, sehingga dapat terjadi kesulitan dalam persalinan per vaginam. Selain itu
kesempitan pada pelvis juga dapat disebabkan oleh kelainan pada tulang pelvis, yakni :
a. Kelainan karena gangguan pertumbuhan, yakni: Pelvis sempit seluruh (semua ukuran pelvis
kecil), Pelvis picak (ukuran muka belakang sempit), Pelvis sempit picak (semua ukuran kecil,
tapi terlebih ukuran muka belakang), Pelvis Corong (pintu atas pelvis biasa tetapi pintu bawah
pelvis sempit).
b. Kelainan karena penyakit tulang pelvis atau sendi-sendinya, yakni: Pelvic Rachitis, Pelvic
Osteomalaci dan radang articulation sacroiliaca.
c. Kelainan pelvis disebabkan kelainan tulang belakang, yakni : Kyphose di daerah tulang
pinggang menyebabkan pelvis corong dan Scoliose di daerah tulang punggung menyebabkan
pelvis sempit miring.
d. Kelainan pelvis disebabkan kelainan anggota tulang bawah tubuh, yakni: Coxitis,Luxalio dan
Atrofia.
Dan dapat juga dipengaruhi oleh bentuk jenis pelvis yang sudah terbentuk secara genetik.
Jenis Pelvis wanita Indonesia yakni : Ginekoid = 64,2 % Antropoid = 16,3 %, Platipeloid =
13,6 %, Android = 2,2%, Pelvis patologik = 3%.“; Dari jenis—jenis pelvis diatas, pelvis yang
normal untuk seorang wanita agar dapat melahirkan dengan normal adalah Ginekoid,
sedangkan untuk jenis pelvis anthropoid, Platipeloid Android dan pelvis patologik adalah jenis
pelvis kurang dari ukuran nonnal yang terdapat kesempitan—kescmpitan pada sisi-sisi
rongganya.”
iv. Ukuran Lingkar Kepala Bayi.
Dari seluruh bagian badan bayi, kepala merupakan bagian terpenting dalam proses
persalinan, jika kepala bayi dapat melewati pelvis ibu, bagian badan lainnya pada umunmya
akan dapat lewat pula tanpa kesulitan. Kepala janin terdiri atas tulang—tulang tengkotak
(kranium) dan tulang-tulang dasar tengkorak (basis kranii) serta muka. Kepala janin berbentuk
ovoid yang lebih sempit di bagian depan dan lebar di belakang. Ukuran-ukuran kepala yang
berperan pada waktu persalinan yang tercatat di kartu status, seperti: diameter biparietalis yang
merupakan ukuran lintang terbesar yang disebut parietalis kiri dan kanan, ukuran diameter
bitemporalis yang merupakan ukuran lintang terkecil antara kedua os temporalis dan ukuran
sirkumférensia mentooksipitalis.
15
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
Cara penanggulangan persalinan adalah cara atau tehnik yang dipergunakan pada saat
proses persalinan pada pasien yang mengalami DKP untuk membantu proses persalinan.
Sekarang ada 2 cara yang dikenal yang merupakan cara tindakan utama untuk menangani
persalinan pada DKP, yakni seksio sesarea dan partus percobaan pervaginam
1. Partus percobaan pervaginam
Pada pelvis yang sempit berdasarkan pemeriksaan yang diteliti pada hamil tua diadakan
penilaian tentang bentuk serta ukuran—ukuran pelvis dan hubungan antara kepala janin dengan
pelvis, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada harapan persalinan dapat berlangsung
pervaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk menyelenggarakan Partus
percobaan pervaginam. Terdapat beberapa kemungkinan hasil dari Partus percobaan, yakni:
Partus percobaan berhasil, dapat lahir secara pervaginam, dan partus percobaan gagal, maka
dilanjutkan dengan seksio sesarea.
2. Seksio Sesarea
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan dalam keadaan utuh serta berat janin
diatas 500 gram.
16
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
17
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
PEMBAHASAN
1. Pada kasus ini, pasien didiagnosis G 1P0A0, 29 tahun, umur kehamilan 40+3 minggu, janin
tunggal hidup intra uterin, presentasi kepala, punggung kanan inpartu kala I fase laten dengan
inersia uteri sekunder atas dasar :
a. G1P0A0
Pasien hamil yang pertama kalinya
b. Hamil aterm
Usia kehamilan pada pasien ini adalah 40+3 minggu berdasarkan rumus Neagle dengan
HPMT 17 Desember 2015.
c. Janin tunggal hidup intra uterin, presentasi kepala, punggung kanan.
Teraba satu bagian lunak Leopold I, Teraba tahanan memanjang di sebelah kanan ibu pada
Leopold II, Teraba satu bagian bulat keras belum masuk PAP pada Leopold III. Leopold IV
tidak dilakukan karena belum masuk PAP
d. Inpartu
Sudah terdapat tanda-tanda persalinan yaitu his adekuat/efektif, pembukaan serviks, serta
pasien mengeluhkan keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir (bloody show).
e. Kala I fase laten
Pemeriksaan vaginal toucher didapat pembukaan serviks 3 cm, kulit ketuban (-),
efficement 50%, lunak, kepala H II, caput (+)
f. Inersia uteri sekunder
Frekuensi his < 3 kali dalam 10 menit. His yang normal memiliki frekuensi 3-5 kali dalam
10 menit dengan durasi ≥ 40 detik fundal dominan dan kuat.
2. Pasien menyangkal memiliki penyakit jantung, paru, diabetes mellitus dan hipertensi yang
merupakan penyulit saat kehamilan dan persalinan.
3. Kemudian pasien dirawat di ruang VK (Kana). Saat di VK pukul 14.00, DJJ 145, his 3x10’
30” (+). 2 ½ jam kemudian, dilakukan pemeriksaan vaginal toucher pembukaan masih 3 cm,
kulit ketuban (-), his (+) jarang. Seharusnya pemeriksaan vaginal toucher dilakukan 1 ½ jam
lebih awal, agar diagnosis kala I lama bisa segera di tegakkan dan dapat dilakukan pemilihan
tindakan yang lebih cepat.
Terjadi Distosia (Kelainan his (power))
18
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
Maksut pemberian oksitosin adalah untuk memperbaiki his, sehingga serviks dapat
membuka. Oksitosin bekerja dalam waktu 1 menit setelah pemberian intravena.
Peningkatan kontraksi uterus dimulai hampir seketika, kemudian menjadi stabil selama 15
– 60 menit dan setelah penghentian infus tersebut, kontraksi uterus masih berlangsung
selama 20 menit (Wiknjosastro, 2005). Namun, pada pasien ini tidak langsung diberikan
augmentasi ketika pertama kali datang padahal frekuensi his jarang (inersia uteri
sekunder).
Bila infus oksitosin diberikan, pasien harus diawasi dengan ketat dan tidak boleh
ditinggalkan. Kekuatan dan kecepatan his, keadaan dan denyut jantung janin harus
diperhatikan. Infus harus dihentikan jika kontraksi uterus berlangsung > 60 detik dan denyut
jantung janin menjadi cepat atau menjadi lambat. Efek samping pemberian oksitosin : ruptur
uteri akibat kontraksi uterus hipertonik dan bradikardi pada janin serta asfiksia akibat
berkurangnya perfusi plasenta (Gambar 4). Dosis pemberian oksitosin diberikan 5 IU
dalam 500 cc Ringer Laktat mulai 8 tpm dinaikkan 4 tpm tiap 15 menit sampai maksimal 40
tpm.
19
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
5. Pada tanggal 28 September 2016, dilakukan SCTP (Sectio Caesaria Transperitoneal Profunda)
dan bayi lahir pukul 09.05 dengan jenis kelamin perempuan, Berat lahir 3350 gram, Panjang
badan 48 cm, APGAR score 8-9-10. Keuntungan SCTP :
- Penyembuhan jaringan parut lebih baik (karena tidak di daerah kontraktil dan tidak
dipengaruhi involusi)
- Perdarahan sedikit
- Risiko infeksi lebih sedikit
- Perlengketan lebih sedikit
Diagnosis akhir P1A0, 29 Tahun, Post Sectio Caesarea Transperitoneal Profunda (SCTP)
atas indikasi induksi gagal dengan disproporsi kepala panggul.
20
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
DAFTAR PUSTAKA
1. Benson, R.C. dan Pernoll, M.L. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
EGC. 220, 456-66.
2. Cunningham, FG et.al. 2014. Williams Obstetrics, 24th ed. Prentice Hall
International Inc. Appleton and Lange. Connecticut.
3. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Indonesia 2010. Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri.
4. Oxorn, Harry dan Forte, W.R. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica. 150, 634-8.
6. Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 861-70
21
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA
22