Anda di halaman 1dari 81

MAKALAH TUTORIAL B4

CASE MATRA UDARA


BLOK MATRA

Dosen Pembimbing (Tutor) :


dr. Retno Yulianti, M.Biomed
Disusun oleh :
Mutiara Nova Pratiwi

1310211027

Heka Putri Jayanti

1310211052

Elnisa Asritamara

1310211053

Inas Amalia

1310211075

Khairunisa Adawiyah

1310211084

Safitri Mulaiwati Sumarto

1310211086

Nurani Akbari

1310211134

Anisa Faqih

1310211147

Rachmat Aminullah

1310211155

Khaulah Syifa Kabul

1310211160

Astri Dwi Hartari

1310211202

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
TAHUN AJARAN 2016/2017
0

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah untuk kasus
pertama ini dapat kami selesaikan. Makalah yang telah diselesaikan ini berjudul
Matra Udara. Kami mengucapkan terima kasih kepada tutor yang telah
membantu kami dalam proses tutorial hingga kami dapat membuat makalah
ini,serta teman teman B4 yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah
ini.
Makalah ini disusun dari hasil proses tutorial yang berdasarkan Program
Based Learning yang penekanannya diarahkan pada penyelesaian masalah
berdasarkan pada kasus yang ada. Dengan demikian mahasiswa dituntut untuk
berpikir secara kritis dan belajar atas kemauan dari diri sendiri, sehingga
mahasiswa dapat memahami konsep serta mampu memecahkan masalah dalam
kasus- kasus tersebut.
Tujuannya adalah untuk memperkaya pengetahuan mahasiswa, agar kita
dapat selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya
dalam ilmu kedokteran. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam pembuatan
makalah ini, kritik dan saran sangat kami harapkan guna perbaikan di kemudian
hari.

Jakarta, Desember 2016


Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................1
Daftar isi..................................................................................................................2
Kasus Blok Kesehatan Matra Udara.... ...................................................................3
Atmosfer..................................................................................................................4
Persiapan Penerbangan............................................................................................9
Aerofisiologi..........................................................................................................10
Pengaruh Percepatan dan Kecepatan pada Penerbangan terhadap Tubuh.............17
Masalah Kesehatan Penerbangan Haji...................................................................20
Deep Vein Thrombosis..26
Dysbarism..32
Hipoksia.....38
Barotrauma....48
Motion Sickness........59
Jetlag......................64
Spatial Disorientation........68
Emboli Paru...73
Daftar Pustaka.......................................................................................................84

KASUS BLOK KESEHATAN MATRA UDARA


In April 2003, VNN, 59 years old and currently a senior pilot with a
commercial airline with over 12,000 hours of flying to his credit developed a
mild swelling over his left ankle, four hours into his ten hour long haul transcontinental flight, while flying as second commander. Over the next 6 hours
the swelling graduallyincreased from the ankles to involve the entire left leg,
accompanied by a nagging pain. He had last flown the
same sector four days back.
On arrival he reported to the airline physician and admitted to a hospital.
On admission, all routine blood and biochemical parameters including
LFT were within normal limits. Ultrasound Doppler examination of the left
lower limb showed extensive deep vein thrombosis extending from the left
femoral vein down to the proximal calf veins. Left iliac vein and IVC were
patent. All coaguloapthy tests were normal, including Factor II, VIIa and VIIc
levels, Fibrinogen levels, Innohep Xa Anticardiolipin (lgG, lgA, and lgM)
antibodies, serum homocystenine levels, genetic tests for Factor V Leiden,
Prothrombin mutation and serum homocysteine levels were normal.
He was put on therapy for his illness. Three weeks later, a colour Doppler
showed a large organized chronic thrombus in the left femoral, popliteal and
proximal posterior tibial vein, with minimal recanalization in the femoral vein.
There was no incompetence of the sapheno-femoral junction or evidence of
incompetent perforators. Currently he is able to carry out his daily activities
and wears a compression stocking. He continues to have edema over his left
ankle and lower third of the leg. He is currently on tab Warfarin 4 mg OD, to
maintain INR between 2-2.5.
Preflight, he had no complaints and had signed in as fit for the flight.
His last aircrew medical examination was done on 24 Dec 2002, including a
Stress ECG, Holter ECG and 24 hour ambulatory BP monitoring, for elevated
BP readings. As these results were within normal limits, he was cleared for a
full flying category. He had stopped smoking 4 years back and takes alcohol
occasionally. He has no relevant family or past history or past history of any
contributory of DVT.

Reference: Ind J Aerospace Med 47(2), 2003

ATMOSFER
Atmosfer adalah lapisan udara yang menyelimuti bumi secara menyeluruh
dengan ketebalan lebih dari 650 km. Pada lapisan atmosfer terkandung berbagai
macam gas. Berdasarkan volumenya, jenis gas yang paling banyak terkandung
berturut-turut adalah nitrogen (N2) sebanyak 78,08%, oksigen (O 2) sebanyak
20,95%, argon sebanyak 0,93%, serta karbon dioksida (CO2) sebanyak 0,03%.
Berbagai jenis gas lainnya juga terkandung dalam atmosfer, tetapi dalam
konsentrasi yang jauh lebih rendah, misalnya neon (Ne), helium (He), kripton
(Kr), hidrogen (H2), xenon (Xe), ozon (O3), metan dan uap air.
Pembagian Atmosfer Berdasar Sifat-sifatnya
Berdasarkan sifat-sifatnya atmosfer dapat dibagi menjadi 4 (empat) lapisan, yaitu :
1) Lapisan Troposfer
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tipis dan terletak dari permukaan bumi
sampai ke ketinggian 1012 km. Sifat-sifat troposfer pada umumnya adalah: suhu
berubah-ubah, makin tinggi suhu makin rendah, arah dan kecepatan angin
berubah-ubah, ada uap air dan hujan, serta ada turbulensi. Oleh karena sifat
troposfer yang sering berubah-ubah ini, maka sebenarnya tempat ini kurang ideal
untuk penerbangan; tetapi pada kenyataannya banyak penerbangan dilakukan di
lapisan ini, sehingga kemungkinan bahaya penerbangan menjadi lebih besar.
2) Lapisan Stratosfer
Lapisan stratosfer terbentang di atas lapisan troposfer sampai ke ketinggian 5080
km. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh lapisan tropopause. Sifat-sifat stratosfer
ialah: suhu tetap walaupun ketinggian berubah yaitu 55C, tidak ada uap air dan
turbulensi. Oleh karena sifat-sifat stratosfer lebih stabil dibandingkan dengan
troposfer, maka stratosfer ini sebenarnya adalah tempat yang ideal untuk kegiatan
penerbangan.
3) Lapisan lonosfer

Lapisan ionosfer terbentang dari atas stratosfer sampai ke ketinggian antara 6001.000 km. Pada lapisan ini udara sangat renggang dan terjadi reaksi fotokhemis
dan fotoelelektris, sehingga atom-atom dan molekul-molekul gas ada yang
menerima muatan listrik, menjadi ion-ion. Oleh karena pembentukan ionion inilah
maka terjadi panas yang tinggi sehingga suhu udara di sini sampai 2.000C.
4) Lapisan Eksosfer
Lapisan Eksosfer adalah lapisan atmosfer yang paling atas, di sini gas-gas tidak
kontinu lagi hubungan molekulnya;

atomatom dan molekul-molekulgas

membentuk pulau-pulau udara yang satu sama lain dipisahkan oleh ruang hampa.
Oleh karena sifat inilah maka lapisan ini dibedakan dengan ketiga lapisan di atas.
Ketiga lapisan atmosfer yang berada di bawah eksosfer disebut pula atmosfer,
sedang eksosfer disebut outer atmosfer
Pembagian Atmosfer Berdasarkan Ilmu Faal
Atmosfer juga dapat dibagi dalam 3 (tiga) daerah berdasarkan ilmu faal, yaitu :
1) Physiological Zone
Daerah ini terbentang dari permukaan bumi sampai ke ketinggian 10.000 kaki. Di
daerah ini orang praktis tidak mengalami perubahan faal tubuhnya, kecuali daya
adaptasi gelapnya saja yang memanjang bila berada pada ketinggian lebih dari
5.000 kaki.
2) Physiological Defficient
Di daerah ini orang akan mengalami kekurangan fisiologi atau mengalami
kelainan faal tubuh berupa hipoksia, tetapi masih dapat ditolong dengan
pemberian oksigen saja. Daerah ini terbentang dari ketinggian 10.000 kaki sampai
50.000 kaki.
3) Space equivalent zone
Atmosfer di atas 50.000 kaki dinamakan space equivalent zone, karena di sini
orang akan mengalami hipoksia berat dan cara pertolongan atau perlindungan
sama seperti di ruang angkasa.
OZONOSFER

Di samping lapisan-lapisan atmosfer di atas, kita mengenal suatu lapisan dalam


atmosfer yang disebut ozonosfer karena mengandung banyak gas ozone. Lapisan
ini terbentang antara ketinggian 12 km sampai 70 km dan yang terbanyak
ozonenya berada pada ketinggian antara 45 km sampai 55 km. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa ozonosfer adalah payung bumi terhadap sinar ultra violet.

Tekanan Atmosfer
Seperti benda-benda lain, gas juga mempunyai berat. Berat 1 meter kubik udara
pada permukaan laut dengan tekanan 760 mmHg dan suhu 0C adalah 1.293
gram. Oleh karena berat udara inilah maka tiap permukaan atau bidang di dalam
atmosfer menerima teknan, yang besarnya sesuai dengan berat udara yang ada di
atasnya. Tekanan inilah yang disebut tekanan atmosfer atau tekanan barometer
bila diukur untuk tiap sentimeter persegi.
Makin tinggi makin kurang tekanan udaranya, karena jumlah udara yang berada di
atasnya makin kurang pula. Jadi tekanan barometer mengecil bila ketinggian
bertambah
Tinggi (km)
Tekanan
(atm)

16

32

48

64

80

0,1

0,01

0,00

0,0001

0,00001

Karena sifat-sifat atmosfer sering berubah-ubah, terutama bagian bawah,


maka perlu diadakan suatu perjanjian mengenai sifat-sifat atmosfer yang tetap
pada tiap ketinggian. Ketentuanketentuan ini merupakan suatu daftar dan disebut
susunan atmosfer standard
USA Standard Atmosphere
Ketinggian (kaki)
0

Tekanan (mmHg)
760,0

Temperatur (C)
15,0

2.000

706,0

11,0

4.000

656,3

7,1

6.000

609,3

3,1

8.000

564,4

- 0,8

10.000

522,6

- 4,8

12.000

483,3

8,9

14.000

446,4

12,7

16.000

411,8

16,7

18.000

379,4

-20,7

20.000

349,1

24,6

22.000

370,8

28,6

24.000

294,4

32,5

26.000

269,8

36,5

28.000

246,9

40,5

30.000

225,6

44,4

32.000

205,8

48,4

34.000

187,4

52,4

35.000

175,9

55,0

36.000

170,4

55,0

38.000

154,9

55,0

40.000

140,7

- 55,0

42.000

127,9

55,0

44.000

116,3

55,0

46.000

105,7

55,0

48.000

96,05

55,0

50.000

87,30

55,0

52.000

79,34

55,0

54.000

72,12

55,0

56.000

65,55

55,0

58.000

59,58

55,0

60.000

54,15

55,0

Suhu Atmosfer
Semakin tinggi kita naik semakin rendah temperatumya. Pada lapisan
atmosfer bagian bawah, berlaku suatu ketentuan, bahwa suhu akan menurun 2C
7

setiap kita naik 300 m ke atas atmosfer. Pada lapisan stratosfer suhu telah menjadi
sekitar 55C. Pada lapisan ionosfer terjadi reaksi pembentukan ion, sehingga
suhu pada lapisan ini naik menjadi 2.000C. Jelas bahwa pada penerbangan tinggi
dengan menggunakan pesawat yang ada pada dewasa ini, yang terpenting adalah
problem penurunan suhu sehingga perlu dilengkapi dengan alat pemanas.
Ada empat perubahan sifat atmosfer pada ketinggian yang dapat merugikan faal
tubuh khususnya dan kesehatan pada umumnya, yaitu :
1) Perubahan atau mengecilnya tekanan parsiil oksigen di udara. Hal ini dapat
mengganggu faal tubuh dan menyebabkan hipoksia.
2) Perubahan atau mengecilnya tekanan atmosfer. Hal ini dapat menyebabkan
sindrom dysbarism.
3) Berubahnya suhu atmosfer.
4) Meningkatnya radiasi, baik dari matahari (solar radiation) maupun dari
kosmos lain (cosmic radiation)
Aviation Medicine
Interaksi 3M
Tujuan: untuk mencegah terjadinya kecelakaan
Aviation Medicine ~ Preventive Medicine (Host Agent Environment)
Media

Man

Machine

3M terdiri atas:
-

Man: yaitu manusia yang berada dalam penerbangan, misalnya: pilot,


penerjun, penumpang dalam pesawat.

Manusia-nya itu sendiri dipengauhi oleh: faktor usia, jenis kelamin, faktor
psikis, pekerjaan, riwayat kesehatan sebelumnya, fungsi faal paru &
perubahan fisiologinya.

Media: merupakan lingkungan sekitar penerbangan, misalnya: cuaca,


tekanan Atmosfer, ketinggian

Machine: merupakan alat untuk penerbangannya, yaitu: jenis pesawat


(Hercules C130), keadaan mesin pesawatnya.

PERSIAPAN PENERBANGAN
Persiapan Pemeriksaan Kesehatan sebelum penerbangan mencakup:
Pemeriksaan Kesehatan Gigi Geligi
Fungsi:
-

Untuk mencegah terjadinya Aerodontalgia, rasa sakit pada gigi yang


diakibatkan perubahan tekanan udara di luar tubuh yang menjadi kecil,
biasanya diakibatkan oleh gigi yang rusak.

Sebagai Identifikasi (Identitas diri) oleh kesehatan Forensik jika terjadi


suatu musibah.

Pemeriksaan THT
Fungsi:
-

untuk mencegah terjadinya Aerosinusitis (Barosinusitis) yang terjadi


pada saat pilek, dimana mukosa saluran pernapasan akan membengkak
sehingga saluran napas menjadi menyempit. Untuk pencegahannya: diberi
obat tetes hidung.

Untuk

mencegah

terjadinya

Aerotitis

(Barotitis

Media).

Untuk

pencegahannya: dianjurkan untuk melakukan gerakan menelan ludah


secara berulang-ulang ke tenggorokan atau dengan cara memakan permen,
dsb.
Pada penderita pilek, radang pada saluran pernapasan & radang pada telinga
dilarang melakukan penerbangan dulu.
Pemeriksaan Penyakit-Penyakit lain, seperti:
-

Tekanan darah tinggi (hipertensi)

DM

Penyakit Jantung (lemah jantung, Infark miokard)

Batuk, sesak napas (asma-paru, bronkitis, TB)


9

Penyakit pada hepar (sirosis hepatis)

Penyakit Maag (Gastritis)

Penyakit tekanan bola mata tinggi (Glaukoma) diberi tetes mata tiap
hari

Penyakit Reumatik, lumpuh akibat stroke, dsb


Untuk mencegah terjadinya pengembangan gas dalam saluran
pencernaan:

hindari makanan/minuman yang dapat menimbulkan/mengandung gas, agar


tidak memperbesar jumlah gas di dalam saluran pencernaannya.
Persiapan lainnya:
-

Membawa obat-obatan yang sesuai dengan jenis penyakit yang


dideritanya.

Barang-barang bawaan tidak melebihi batas berat dan ukuran yang telah
ditentukan (tidak lebih dari 30 kg), untuk mencegah terjadinya trauma
akibat tertimpa barang bawaan pada saat landing.

AEROFISIOLOGI
--Mekanisme Adaptasi
Efek tekanan oksigen yang rendah terhadap tubuh
Tabel menunjukkan nilai aproksimasi tekanan barometrik dan tekanan oksigen di
berbagai ketinggian.
Menghi

Menghi

rup

rup

udara

oksigen
murni
PO2 di Satur

Ketinggia

Tek.

PO2

PCO2

PO2

Satur

PCO2

n (kaki)

Barom

Di

di

dalam

asi

dalam udara

asi

eter

udara

udara

alveoli

oksig

alveol (mmHg

oksig

(mmH

(mm

(mm

(mmHg

en

en

10

g)

Hg)

Hg)

arteri

(mm

760

159

40

104

(%)
97

Hg)
40

673

(%)
100

10.000

523

110

(40)
36

(104)
67 (77)

(97)
90

40

436

100

73

(23)
24

40 (53)

(92)
73

40

262

100

226

47

(10)
24 (7) 18 (30)

(85)
24

40

139

99

40.000
141
50.000
87
*nomor di

29
18

36
24

58
16

84
15

20.000

349

30.000

arteri

(38)

dalam
kurung

nilai
teraklimat
isasi
tek. Barometrik

Hipoksia pd fisiologis tempat tinggi

Penurunan tek. Baromet rik & tek. O 2 parsial secara


proporsional

Tek. O2 selalu tetap dari waktu ke waktu yaitu sekitarnya 21% dari tek. Barometric
total

P O2 Alveolus di berbagai ketinggian


-

Kolom ke-5 pada tabel 43-1 memperlihatkan nilai aproksimasi PO 2


di alveoli pada berbagai ketinggian bila seseorang menghirup udara
biasa dalam keadaan teraklimatisasi dan tidak teraklimatisasi.
11

Pada ketinggian permukaan laut, PO2 alveolus : 104mmHg ; pada


ketinggian 20.000 kaki, tekanan ini menurun sampai sekitar
40mmHg pada orang yang tidak teraklimatisasi, tetapi hanya

sampai 53mmHg pada orang yang teraklimatisasi.


Perbedaan kedua hal ini : bahwa ventilasi alveolus meningkat
sekitar 5x lipat pada orang yg teraklimatisasi

Karbon dioksida dan uap air menurunkan O2 alveolus


Karbondioksida terus menerus dieksresikan

Air yang menguap kedlm

udara
dari darah Paru ke alveoli

inspirasi ke permukaan alat

pernafasan

mengencerkan O2 di dalam alveoli

Menurunkan kadar O2

Tek. Uap air di dalam alveoli tetap 47mmHg selama suhu tubuh normal, tidak

bergantung pada ketinggian


Karbondioksida selama berada di tempat yang snagat tinggi, PCO 2 alveolus

turun dari 40mmHg (nilai dipermukaan laut) ke nilai yang lebih rendah
Pada seseorang yang teraklimatisasi, yang ventilasinya meningkat sampai 5x
lipat, terjadi penurunan PCO2, sekitar 7mmHg akibat peningkatan pernafasan..

Saturasi Hb oleh O2 di berbagai ketinggian


- Pada ketinggian kira 10.000 kaki, saturasi O2 arteri setidkanya masih tetap
-

setinggi 90%
Diatas 10.000 kaki, saturasi O2 arteri turun secara progresif, sehingga
saturasinya hanya 70% pada ketinggian 20.000 kaki dan sangat berkurang pd
tmpt yg > tinggi

12

Efek menghirup oksigen murni terhadap PO2 alveolus di berbagai ketinggian


-

Bila seseorang menghirup O2 murni sbagai pengganti udara biasa sbagian

besar ruangan di alveoli yg sblmnya N2 skrg menjd terisi O2


Pada ketinggian 30.000 kaki penerbang dapat mempunyai PO2 : 139mmHg

bukan 18mmHg seperti ketika menghirup udara biasa


Saturasi tetap di atas 90% sampai penerbang naik kira 39.000 kaki ;
kemudian menurun dengan cepat sampai kira 50% pada ketinggian 47.000
kaki

Aklimatisasi terhadap PO2 rendah


-

Seseorang yg tinggal ditempat tinggi slama bbrapa hari, minggu/tahun,


menjadi smakin teraklimatisasi trhadap PO2 rendah efek buruknya thdp

tubuh makin lama makin berkurang.


Prinsip utama yg terjadi pd aklimatisasi ;
1) Peningkatan ventilasi paru yg cukup besar
2) Peningkatan jumlah sel darah merah
3) Peningkatan kapasitas difusi paru
4) Peningkatan vaskularisasi jaringan perifer, dan
5) Peningkatan kemampuan sel dalam menggunakan oksigen sekalipun nilai
PO2 rendah

Peningkatan ventilasi paru peran kemoreseptor arteri


- PO2 rendah scara mendadak akan mrangsang kemoreseptor arteri
kemoreseptor akan meningktkan ventilasi alveolus menjadi maksimal sekitar
1,65x di atas normal. Bila seseorang kemudian tinggal di tempat yg sangat
tinggi slma beberapa hari kemoreseptor masih meningkatkan ventilasi
-

sampai naik menjadi 5x normal.


Kenaikan ventilasi paru yg mendadak saat kita naik ke tempat tinggi akan
menghilangkan CO2 PCO2 me pH cairan tubuh. Semua prubahan ini
akan menghambat pusat pernafasan batang otak melawan efek PO2 yang
rendah untuk merangsang pernafasan menggunkan kemoreseptor pernafasan
perifer di badan carotid dan badan aortik. Namun efek hambatan hilang dlm
waktu 2-5hari pusat pernafasan dpt mengadakan respon maksimal thdp
rangsangan kemoreseptor sbagai akibat dari hipoksia & ventilasi meningkat
sekitar 5x normal.

13

Penyebab hilangnya hambatan trjadi karena adanya pe kadar ion bikarbonat


dlm cairan cerebrospinal sbgaimana dlm jar. Otak. Perubahan tsb me pH
cairan di sekeliling neuron kemosensitif di pusat pernafasan me aktivitas
pusat tsb dlm menstimulasi pernfasan.

Peningkatan jumlah SDM dan konsentrasi Hb selama aklimatisasi


- Hipoksia mrpkn rangsangan utama yg menyebabkan pe produksi SDM.
- Ketika seseorang terpajan oleh kadar O2 rendah slama berminggu, Ht
perlahan dari 40-45 menjadi rata 60 sesuai dg pe Hb dari 15gr/dl menjadi
-

20gr/dl
Volume darah juga bertambah : 20-30%, pe ini di kali pe konsentrasi Hb
darah mghsilkan pe total Hb tubuh menjadi 50%/lebih

Peningkatan kapasitas difusi setelah aklimatisasi


- Kapasitas difusi normal untuk oksigen ketika melalui membrane paru : kira
21ml/mmHg/menit, kapasitas difusi dpt me sbyak 3x lipat slama olahraga,
-

dan dapat terjadi jg di tmpt tinggi.


Sbagian dari pe ini disebabkan : pe luas daerah permukaan tmpt oksigen
berdifusi ked lm darah. Sebagian lagi oleh pe volume udara paru, yg

mengakibatkan interface kapiler-alveolus > meluas lagi.


pe tek. Darah arteri paru mendorong untuk darah untuk mlalui > banyak
kapiler alveolus daripada dlm keadaan normal, terutama bag. Atas paru.
Perubahan sistem sirkulasi perifer Selma aklimatisasi-peningkatan kapilaritas

jaringan.
Di tempat tinggi , curah jantung me 30%, tetapi kemudian turun kembali
menjadi normal dalam hitungan minggu sering terjadinya pe Ht darah, jadi

jumlah O2 yg diangkut ke jaringan tubuh perifer dlm kisaran normal.


Adaptasi sirkulasi yg lain : pe jumlah pertumbuhan kapiler yang bersirkulasi

secara sistemik di jar. Non paru : pe kapailaritas jaringan (angiogenesis).


pe kapilaritas akan terlihat nyata pd jaringan aktif yg terpajan hipoksia
kronik. Contoh : kepadatan kapiler dlm otot ventrikel kanan me secara
bermakna akibat hipoksia & beban kerja yg berat oleh hipertensi pulmonal pd
ketinggian.

Aktimatisasi sel

14

pd binatang yg scara alami hidup di ketinggian 13.000-17.000 kaki, sistem


mitokondria sel & enzim oksidatif > banyak dri daerah setinggi permukaan

laut
diduga sel jaringan orang yang teraktimatisasi oleh ketinggian juga dapat
menggunakan oksigen > efektif dibandingkan sesamanya yg tinggal di
permukaan laut

Aktimatisasi alami pada penduduk asli yang hidup di tempat tinggi

PO2 oksigen arteri pd penduduk asli yg tinggal di tmpat tinggi hanya 40mmHg
tp krna jumlah Hb > banyak jumlah O2 dlm darah arteri penduduk asli tsb
mjd > bnyk dri yg tinggal di tmpt rendah.

PO2 vena pd penduduk asli di tmpt tinggi hnya 15mmHg > rendah dri PO 2
vena di tmpt rendah. Skalipun PO2 arterinya sangat rendah menunjukkan
bahwa pengangkutan O2 ke jaringan sangat efektif pd penduduk asli yg tinggal
di tmpt tinggi yg teraktimatisasi scara alami.

Penurunan kapasitas kerja di tempat tinggi dan efek positif aktimatisasi


-

selain depresi mental yg disebabkan oleh hipoksia, kapasitas kerja semua otot
jg sangat menurun pd hipoksia.
Kapasitas

kerja

(%

dari

15

normal)
Tidak teraktimatisasi

50

Teraktimatisasi slama 2bulan

68

Penduduk asli yang hidup di ketinggian 87


13.200 kaki tetap bekerja di ketinggian
17.000 kaki
-

Jadi, penduduk asli yg teraktimatisasi secara alami, sehari-hari dapat bekerja


di tmpat tinggi hampir sama sprti orang normal yg tinggal di tmpat setinggi
permukaan laut, tp penduduk dari tmpat rendah yg kemudian teraktimatisasi
dg baik hampir tdk pernah mencapai hasil sebaik penduduk asli itu dalam
bekerja.

PENGARUH PERCEPATAN DAN KECEPATAN PADA


PENERBANGAN TERHADAP TUBUH
Benda di udara apabila dilepaskan akan jatuh bebas karena pengaruh gaya
tarik bumi. Demikian pula dengan tiap benda yang berada dalam keadaan diam di
permukaan bumi ini, akan jatuh bebas ke arah pusat bumi apabila tidak ada tanah
tempat benda tersebut bersandar. Kekuatan yang bekerja pada massa benda kita
kenal sebagai berat benda. Berat setap benda dalam keadaan diam dipengaruhi
oleh gaya tarik bumi sebesar 1 g. Percepatan atau akselerasi karena gaya tarik ini
adalah sebesar 10 m/detik. Apabila sebuah benda dari keadaan diam lalu bergerak,
maka karena adanya percepatan yang bekerja pada benda tersebut, akan terjadi
gaya lain pada benda tadi yang arahnya berlawanan dengan arah percepatan
penggeraknya.
Hal ini disebabkan karena kelembaman benda tersebut seperti hukum
inertia dari Newton. Misalnya kita di dalam mobil yang tidak bergerak kemudian
dengan spontan mobil tersebut dilarikan dengan cepat, maka akan terasa badan
kita terlempar ke sandaran belakang. Sebaliknya bila kita berada pada mobil yang
bergerak cepat mendadak berhenti, maka badan kita akan terlempar ke depan.

16

Macam Akselerasi
Dalam penerbangan dijumpai macam-macam akselerasi
yang terbagi atas :
1) Akselerasi Linier
Akselerasi liniair terjadi apabila ada perubahan kecepatan sedang arah
tetap, misalnya terdapat pada take off, catapult takeoff, rocket take off,
mengubah kecepatan dalam straight and level flying, crash landing,
ditching, shock waktu parasut membuka atau pada saat landing.
2) Akselerasi Radier (Sentripetal)
Akselerasi radier terjadi apabila ada perubahan arah pada gerak pesawat
sedang kecepatan tetap, misalnya pada waktu turun, loop dan dive.
3) Akselerasi Anguler
Akselerasi anguler apabila ada perubahan kecepatan dan arah pesawat
sekaligus, misalnya pada roll dan spin.
Gaya
Akibat akselerasi timbul gaya yang sama besar akan tetapi berlawanan
arahnya (reactive force) yang dikenal sebagai gaya G. Gaya G ini dinyatakan
dengan satuan G. Besar tiap-tiap gaya G yang bekerja pada awak pesawat diukur
dengan gaya tarik bumi. Pengaruh gaya G pada tubuh dibagi berdasarkan arahnya
terhadap tubuh, karena toleransi tubuh terhadap gaya G ini
tergantung pada arah tersebut di samping lamanya pengaruh G tersebut bekerja.
Ada 3 gaya G, yaitu :
1) Gaya G-transversal
Adalah gaya G yang arahnya memotong tegak lurus sumbu panjang tubuh,
jadi dapat dari muka ke belakang atau sebaliknya dan dapat pula dari
samping ke samping.
2) Gaya G-Positif
Adalah gaya G yang bekerja dengan arah dari kepala kekaki.
3) Gaya G-Negatif
Adalah gaya G yang bekerja dengan arah dari kaki kekepala.

17

Akibat Gaya G pada Badan


Manusia sejak dalam kandungan telah biasa dengan pengaruh gaya tarik bumi
sebesar 1 g. Hal ini berarti bahwa alat-alat rongga badan khususnya jantung dan
pembuluh darah telah menyesuaikan diri dengan pengaruh tersebut. Tiap gaya G
lebih besar atau lebih kecil dari 1 g akan mengakibatkan gejala-gejala pada tubuh
manusia yang masih dapat diatasi apabila masih dalam batas-batas toleransi
badan. Akibat gaya G badan tergantung pada macam gaya G tersebut. Secara rinci
akibat gaya G tersebut adalah :
1) Gaya G-Positif
Akibat gaya G-positif pada badan dapat dirasakan apabila kita
mengadakan pull-up atau dive. Pada saat pull-up terasa oleh si penerbang
badannya tertekan pada tempat duduk karena berat badannya bertambah.
Si penerbang kelihatan seperti orang tua karena pipinya tertarik ke bawah.
Makin besar gaya G yang mempengaruhinya makin besar perubahan pada
mata. Pada+2 G sampai +3 G lantang pandangan menciut (tubular sight).
Pada +3 G sampai +4,5 G penglihatan menjadi tampak remang (grey out)
dan pada +4 sampai +6 G semuanya tampak gelap (black out), akan tetapi
si penerbang masih sadar. Apabila keadaan ini diteruskan dan gaya G
bertambah selama lebih dari 3 detik, maka ia akan pingsan. Hal ini
disebabkan karena untuk memompa darah ke otak, jantung harus
mengeluarkan gaya lebih besar daripada gaya yang biasanya dikeluarkan
untuk mengalahkan kolom darah (+30 cm). Akibatnya ialah bahwa suplai
oksigen ke mata dan otak sudah demikian kurangnya sehingga terjadi
hipoksia akut. Bila keadaan ini berlangsung terlalu lama, maka akan
sangat membahayakan jiwa si penerbang.
2) Gaya G-Negatif
Pada gaya G-negatif tubuh manusia kurang besar toleransinya, artinya
dengan G-negatif yang kecil saja tubuh akan menderita bila dibandingkan
dengan G-positif. G-negatif ini terjadi pada penerbangan misalnya pada
waktu steep climbing mendadak level flight. Di sini darah akan terlempar

18

ke arah otak, sehingga jumlah darah dalam otak meningkat dan


tekanannyapun meningkat. Hal ini akan berakibat timbulnya rasa sakit
kepala sampai pecahnya pembuluh darah di otak bila G-negatif tersebut
sangat besar dan lama. Pada G-negatif sebesar 2 sampai 2,5 G akan terjadi
gejala red out, yaitu penglihatan menjadi merah semua. Gerakan-gerakan
lain yang menghasilkan G-negatif pada penerbangan adalah pada waktu
mengadakan outside loop, out- side turn nose over yang tajam kemudian
dive, dan bila eject dengan ejection seat dari bawah pesawat.
3) Gaya G-Transversal
Toleransi tubuh manusia terhadap gaya G transversal sangat besar, oleh
karena itu pada peluncuran pesawat ruang angkasa dengan roket, posisi
awak pesawat diusahakan agar gaya G yang timbul pada pelontaran roket
tadi menjadi gaya G-transversal pada tubuh.
Meningkatkan Ketahanan Tubuh
Cara meningkatkan ketahanan terhadap gaya G-transversal tidak diperlukan
karena ketahanan kita sendiri sudah cukup besar, sedang usaha peningkatan
ketahanan terhadap gaya G- negatif tidak ada. Oleh karena itu usaha peningkatan
terhadap gaya hanya mengenai gaya G-positif saja, yaitu :
a) Membungkukkan kepala ke arah dada agar jarak jantung ke mata menjadi
lebih pendek, sehingga jantung masih mampu memompa darah ke otak.
b) Mengejan atau berteriak agar tekanan dalam perut meningkat, sehingga
penumpukan darah (blood storage) dalam traktus digestivus berkurang dan
menambah darah yang akan diedarkan ke otak.
c) Menggunakan G-suit atau anti G-suit, yang prinsip kerjanya mengadakan
penekanan pada bagian bawah tubuh (paha, betis dan perut) pada waktu
ada gaya G-positif yang menyerang tubuh. Hal ini juga akan mengurangi
penimbunan darah di bagian bawah tubuh sehingga meningkatkan aliran
darah ke otak

MASALAH KESEHATAN PENERBANGAN HAJI

19

Circadian Rhytm (Jam Biologis)


Definisi

Faal tubuh manusia dalam bekerja sehari-hari dipengaruhi oleh


waktu, kebiasaan, rutinitas, dan irama kehidupan yang biasa dialaminya.
Misalnya pada siang hari kita terbiasa bekerja dengan gairah serta
semangat yang tinggi dan efisien, tetapi pada malam hari kita terprogram
untuk mengantuk dan tidur.

Irama kegiatan hidup seseorang untuk dapat bekerja secara efisien


dan beristirahat optimal yang dipengaruhi oleh waktu, kebiasaan, rutinitas,
dan irama kehidupan yang telah dialami selama bertahun-tahun.

Kecepatan pesawat terbang dapat mengubah dan mengganggu jam


bilogis seseorang sehingga perlu diperhatikan begbagai akibat yang
ditimbulkannya, seperti berkurangnya efesiensi kerja dan penurunan
daya tahan tubuh karena kelelahan (kurang tidur).

Dari hasil penelitian, penerbangan dari arah timur ke barat


(dari Oklahoma City ke kota Tokyo yang melewati + 10 zona waktu)
menyebabkan perubahan berbagai macam faal tubuh yang memrlukan
penyesuaian dengan waktu setempat. Penyesuaian faal tubuh yang
berlangsung selama + 3-5 (ketika kembali ke Oklahoma City, tapi
penyesuaian dengan waktu setempat + 6-8 hari) itulah yang dinamakan Jet
Lag. Penyesuaian fungsi mental diperlukan waktu + 2 hari.

Penerbangan dengan arah berlawanan (dari barat ke timur),


penyesuaian faal kembali faal tubuh dan mental memerlukan waktu yang
lebih singkat, yaitu 1 hari.

Penerbangan dari arah utara ke selatan atau sebaliknya tidak


terlihat perubahan jam biologis, tetapi hanya dialami kelelahan biasa.

Perbedaan waktu antara Indonesia dan Arab Saudi adalah 5 jam,


setiap perbedaan waktu 1 jam memerlukan penyesuaian selama 1 hari, jadi
diperlukan 5 hari bagi jemaah haji Indonesia untuk menyesuaikan diri.

Temperatur

20

Makin tinggi, makin dingin. Udara akan bertambah dingin sesuai

dengan ketinggian ketika terbang karena turunnya tekanan kelembaban


(humiditas) dan suhu (temperatur) udara.
Setiap ketinggian bertambah 5.000 kaki maka suhu udara akan

berkurang 10 derajat celcius.


Pesawat yang ditumpangi para jemaah haji dilengkapi dengan

kabin bertekanan (pressured cabin) yang telah diatur secara otomatis


seolah-olah hanya berada di ketinggian 5.000 kaki yang suhu udaranya
15-30 derajat.
Yang terjadi pada saat di ketinggian:

Peningkatan produksi urin

Udara dingin selama 10 jam akan menyebabkan otak


mengeluarkan hormone yang meningkatkan produksi air seni, hal ini
akan menyebabkan kandung kemih cepat penuh yang merangsang
pengeluaran urine sehingga penumpang ingin berkali-kali ke kamar
kecil.
Pembesaran prostat

Lansia yang memiliki hipertrofi prostat biasanya akan


mengalami hambatan pada saluran kencingya sehingga sulit untuk
berkemih. Pertolongannya perlu dimasukkan kateter oleh dokter atau
perawat di pesawat terbang.
Perut kembung

Self-Imposed Stress

Stress : kumpulan reaksi biologis akibat adanya stimulus, baik

fisik, mental, emosional, internal dan eksternal yang mengganggu


Keseimbangan Natural Tubuh.
Stress-Imposed Stress berarti stress dengan mudah dapat

dikendalikan.
Faktor-faktor yang dapat dikendalikan:

Konsumsi alkohol

21

Golongan depresan, menyebabkan gangguan utilisasi oksigen


ke otak dan otot yang ditandai dengan penurunan tekanan parsial
oksigen.
Gangguan yang disebabkan:
-

Gangguan penglihatan (kelemahan otot mata) double vision, tidak


fokus

Gangguan pada telinga; pusing dan penurunan pendengaran


Obat-obatan

Bagi yang sedang meminum obat-obatan dari dokter sebaiknya di


cek dulu, karena ada beberapa obat-obatan yang memiliki efek
samping.

Misalnya; Antihistamin menyebabkan; mengantuk, gangguan


koordinasi dan pandagan kabur.

Reaksi efek samping obat tergantung masing-masing individu.

Narkoba

Penggunaan tembakau
-

Karbon monooksida hypemic hypoksia

Tar merusak mukosa hidung dan clearance paru yang


menyebabkan oksigenasi tidak adekuat dan penurunan toleransi
hipoksia.
Diet dan nutrisi yang inadekuat

Disarankan memakan makanan yang mengandung 50-55%


karbohidrat, 15-20 % protein dan 30 % lemak untuk menyediakan
energi yang cukup dan baik bagi tubuh disertai vitamin dan
mineral.

Kondisi

hiperglikemia

menyebabkan;

lemah,

sakit

kepala,

iritabilitas, tegang, gemetar, pingsan dan konvulsi.


Stress psikologis

Hal-hal

yang

mempengaruhi

psikologis,

mental

dan

emosional;misalnya:

Cuaca buruk

Malam hari
22

Fasilitis minim

Kelelahan

Tubuh yang tidak fit

Dehidrasi

Masalah Penerbangan Haji


1. Kelelahan adalah dimana efisiensi kerja menurun secara progresif disertai
perasaan tidak enak badan, penurunan daya tahan tubuh, efisiensi jasmani
dan daya berpikir. 3 macam kelelahan :
a.

Kelelahan mendadak kelelahan yang timbul setelah seseorang


bekerja keras sepanjang hari.

b.

Kelelahan kronik seseorang yang sudah merasa lelah, tapi tetap


menjalankan tugas akibatnya kelelahan yang telah di derita sejak
awal tidak sempat hilang dan ia tidak pernah menjadi segar kembali.

c.

Kelelahan tertunda seseorang yang sudah lelah, tapi kelelahan ini


ditunda dengan cara menelan obat-obat perangsang.

Etiologi : persiapan dan perjalanan dari kampong


halaman menuju ke asrama haji, penerbangan yang berlangsung lama
(>8jam), menunggu keberangkatan.

Lokasi bersifat lokal dan umum, disertai dengan gejala


pegal-pegal, tanda- tanda mental (gugup, pemarah, sukar tidur, sakit
kepala, kondisi menurun, nafsu makan menurun).

Pencegahan : menghilangkan atau mengurangi faktor


penyebab kelelahan, tidur cukup.

2.

Penurunan daya tahan tubuh dan sakit berat seperti,


demam, flu, batuk yang sudah di alami jemaah sebelum berangkat
sehingga akan menjadi masalah berat jika tidak di obati segera.

3.

Disbarisme akibat adanya perubahan tekanan udara


di sekitar tubuh.
a.

Kelompok gejala akibat pengembangan gas dalam


rongga tubuh.
23

b.

Kelompok gejala akibat penguapan gas yang larut


dalam tubuh.

4.

Trombus dan Emboli terjadi penyumbatan pada pembuluh


darah sehingga bila mengenai otak maka menyebabkan stroke, bila
mengenai paru akan terjadi sesak nafas. Penyumbatan ini biasanya terjadi
24 jam setelah mendarat atau selama penerbangan.

PERSIAPAN MENJELANG KEBERANGKATAN


1.

Pemeriksaan kondisi fisik, termasuk gigi-geligi karna selain


untuk kesehatan gigi tapi juga bisa sebagai data forensik jika suatu saat
terjadi musibah.

2.

Diberikan vaksinasi (meningitis).

3.

Membawa obat-obatan dan persediaan obat untuk keluhan


seperti anti flu, anti diare, obat mata, antibiotik, anti mabuk

4.

Tidak makan atau minum yang menyebabkan terbentuknya


banyak gas dalam lambung.

5.

Jika perlu bawa pampers dan wanita membawa pembalut.

6.

Barang bawaan tidak melebihi batas berat dan ukuran yang


telah ditentukan.

7.

Membawa surat-surat dan barang-barang penting.

8.

Tanda pengenal

EVAKUASI AEROMEDIK
1.

Pasien sakit berat.

2.

Peranan TKHI pembuatan rencana dan persiapan yang baik,


penyaringan dan seleksi terhadap penderita, persiapan perlengkapan
medis, tenaga kesehatan.

3.

Prosedur dan persyaratan diperiksa oleh ahli, dan


memenuhi syarat medik agar tidak ada pengaruh buruk seperti hipoksia
dan disbarisme.

4.

Peralatan dan petugas alat-alat kesehatan (aspirator, infuse,


P3K, oksigen pernafasan).
24

5.

Tenaga medis, fasilitas lain, penderita dikelompokkan.

Indikasi: penderita yang membutuhkan pengangkutan dengan


cepat

karna

hidupnya

terancam.

Penderita yang selekas mungkin harus mendapatkan pengobatan dan


perawatan yang spesialistis.
Kontra indikasi: dekompensatio kordis, penyakit paru hebat, penderita tulang
rahang yang patah

DEEP VEIN THROMBOSIS


Definisi
Deep vein thrombosis atau DVT, adalah bekuan darah yang terbentuk di
dalam pembuluh darah dalam tubuh. Bekuan darah terjadi ketika darah mengental
dan gumpalan bersama-sama. DVT banyak terjadi pada kaki bagian bawah atau
paha, juga dapat terjadi di bagian lain dari tubuh.
Menurut Virchow's triad trombosis vena, terjadi melalui tiga mekanisme:
penurunan laju aliran darah, kerusakan pada dinding pembuluh darah dan
meningkatkan kecenderungan darah untuk membeku ( hiperkoagulabilitas )
Sebuah bekuan darah di vena dalam dapat pecah dan berjalan dalam aliran
darah. bekuan darah tersebut disebut embolus. Ketika embolus tersebut berjalan
ke paru-paru dan aliran darah diblok akan terjadi emboli paru atau Pullmonary
Emboli atau PE. PE dapat merusak paru-paru dan organ lain dalam tubuh dan
menyebabkan kematian.
Thrombus di paha sering pecah dan menyebabkan PE dari bekuan darah di
tungkai bawah atau bagian lain dari tubuh. Gumpalan darah juga dapat terbentuk

25

dalam pembuluh darah dekat permukaan kulit. Namun, pembekuan ini tidak akan
pecah dan menyebabkan PE.
Etiologi
Thrombus dapat terbentuk di dalam vena tubuh,jika:
Kerusakan terjadi pada lapisan dalam pembuluh darah itu. Kerusakan ini
mungkin akibat dari luka yang disebabkan oleh fisik, kimia, atau faktor
biologi. Faktor-faktor tersebut termasuk pembedahan, cedera serius,
peradangan, dan respon imun.
Aliran darah yang lamban. Kurangnya gerak bisa menyebabkan memperlambat
aliran darah. Hal ini dapat terjadi setelah operasi, jika Anda sakit dan di
tempat tidur untuk waktu yang lama, atau jika Anda sedang bepergian
untuk waktu yang lama.
Darah lebih tebal atau lebih cepat membeku dari biasanya. Mewarisi kondisi
tertentu

(seperti

faktor

Leiden)

darah

yang

meningkatkan

kecenderungan untuk membeku. Ini juga berlaku untuk pengobatan


dengan terapi hormon atau kontrol pil KB.
Lokasi
DVT proksimal

: Proximal dari vena sentral.

DVT distal

: Iliaka, Femoral, Popliteal

Faktor Resiko
Sejarah DVT.
Gangguan atau faktor yang membuat darah kental
Pengobatan dengan terapi hormon atau kontrol pil KB.
Cedera ke deep vein dari operasi, patah tulang, atau trauma lainnya.
Lambat aliran darah dalam vena
Sakit dan di tempat tidur untuk waktu yang lama.
Kehamilan dan 6 minggu pertama setelah melahirkan.
Pengobatan untuk kanker.
Sebuah kateter vena sentral.

26

Usia > 60 tahun.


Obesitas
Merokok
Fraktur daerah pelvis dan kaki.
Polisitemia Vera.
Tanda dan Gejala
Deep Vein Trombosis
Pembengkakan kaki atau sepanjang vena di kaki
Sakit atau nyeri di kaki, ketika berdiri atau berjalan
Peningkatan kehangatan di daerah kaki yang bengkak atau sakit
Merah atau warna kulit pada kaki

Paru Embolisme
Sesak napas
Nyeri saat bernapas
Batuk darah
Bernapas cepat dan detak jantung.
Pemeriksaan Fisik
Hofman

: dorsifleksi kaki memunculkan rasa sakit di betis posterior.

27

Pratt

: menekan betis posterior muncul rasa sakit.

Namun, tanda-tanda medis tidak berkinerja baik dan tidak termasuk dalam aturan
prediksi klinis yang menggabungkan temuan terbaik untuk mendiagnosis DVT.
Wells skor atau criteria (PE):
(Kemungkinan skor -2 untuk 8)
Aktif kanker (pengobatan dalam terakhir 6 bulan atau paliatif) - 1 poin
Betis cm> 3 pembengkakan dibandingkan dengan sapi lainnya (diukur 10 cm di
bawah tuberositas tibialis) - 1 poin
Kolateral Superficial Vena (non-varises) - 1 poin
Pitting edema (terbatas pada kaki) - 1 poin
Pembengkakan kaki seluruh - 1 poin
Localized sakit sepanjang distribusi titik dalam vena-1 sistem
Kelumpuhan, kelumpuhan, atau immobilisasi ekstremitas bawah -1 point
Terbaring di tempat tidur> 3 hari, atau operasi besar yang memerlukan anestesi
regional atau umum di masa lalu 4 minggu-1 point
Sebelumnya didiagnosa DVT-1 poin.
Alternatif diagnosis-Kurangi 2 poin
Interpretasi:
Skor 2 atau lebih tinggi kemungkinan deep vein thrombosis. Pertimbangkan
pencitraan pembuluh darah kaki.
Skor kurang dari 2 bukan deep vein thrombosis. Pertimbangkan tes darah seperti
d-dimer test untuk lebih mengesampingkan deep vein thrombosis.
Tes Diagnostik
USG. Ini adalah tes yang paling umum untuk mendiagnosis penggumpalan
pembuluh darah dalam. USG menggunakan gelombang suara untuk
membuat gambar darah mengalir melalui arteri dan vena di kaki yang
terkena.
Tes D-dimer. Tes ini mengukur zat di dalam darah yang dilepaskan ketika
bekuan darah larut. Jika tes menunjukkan tingkat tinggi substansi, Anda
mungkin memiliki gumpalan darah vena dalam. Jika tes Anda normal dan

28

Anda memiliki beberapa faktor risiko, DVT tidak mungkin.


Venography Tes ini digunakan jika USG tidak memberikan diagnosis yang
jelas. Dye disuntikkan ke pembuluh darah, dan kemudian sebuah sinar x
diambil dari kaki. Zat warna membuat vena terlihat pada sinar x. sinar x
akan menunjukkan apakah aliran darah lambat dalam vena. Ini mungkin
menandakan adanya bekuan darah
VQ scan. VQ scan menggunakan bahan radioaktif untuk menunjukkan
seberapa baik oksigen dan darah mengalir ke seluruh area paru-paru. Tes
ini dilakukan bila diduga telah terjadi PE.
Terapi
Tujuan utama mengobati DVT meliputi:
Menghentikan bekuan darah dari semakin besar
Mencegah bekuan darah dari putus dan pindah ke paru-paru Anda
Mengurangi kesempatan Anda memiliki bekuan darah lain
Obat

Antikoagulan
Obat-obatan ini menurunkan kemampuan darah untuk membeku
dan terbentuk semakin besar, tetapi tidak dapat memecahkan bekuan darah
yang telah terbentuk. Warfarin dan heparin adalah pengencer darah dua
digunakan untuk mengobati DVT. Warfarin diberikan dalam bentuk pil.
(Coumadin adalah merek umum untuk warfarin.) Heparin diberikan
sebagai suntikan atau IV. Dapat diberikan keduanya bersamaan, karena
Heparin bertindak cepat sedangkan Warfarin memakan waktu 2 sampai 3
hari sebelum mulai bekerja. Setelah warfarin mulai bekerja, heparin
dihentikan, berlangsung dari 3 sampai 6 bulan.
Wanita hamil biasanya dirawat dengan hanya heparin karena
warfarin berbahaya selama kehamilan.
Orang yang diterapi dengan pengencer darah biasanya dilakukan
tes darah PTT - PT secara rutin, untuk melihat efek dan dosis obat yang
telah dan akan diberikan.

Trombin Inhibitor

29

Trombolitik diberikan untuk melarutkan gumpalan darah. Mereka


digunakan untuk mengobati bekuan darah besar dan dalam situasi yang
mengancam kehidupan karena dapat tejadi perdarahan tiba-tiba.
Pengobatan lainnya
Vena Cava Filter
Filter dimasukkan di dalam vena cava. Filter menangkap thrombus sebelum
masuk ke dalam paru, sehingga dapat mencegah emboli paru. Tetapi pembentukan
thrombus tetap terjadi.
Graduated Compresion Stocking
Stoking ini dapat mengurangi pembengkakan yang mungkin terjadi setelah
gumpalan darah telah berkembang di kaki Anda. Stoking dikenakan pada kaki dari
lengkungan kaki hanya di atas atau di bawah lutut.
Stocking ini ketat di pergelangan kaki dan menjadi longgar sampai di kaki,
sehingga menciptakan tekanan lembut sampai kaki.
Ada tiga jenis stoking kompresi. Satu tipe pantyhose. Ini menawarkan sedikitnya
jumlah tekanannya. Tipe kedua adalah over the-counter compression hose,
memberikan lebih sedikit tekanan. Tipe ketiga adalah Prescription Streght
Compresion Hos, dimana kekuatan tekanannya paling besar.
.
Komplikasi
Pulmonary embolism
Sebuah pulmonary embolism terjadi ketika sepotong bekuan darah dari DVT
istirahat off dan berjalan melalui aliran darah ke paru-paru, di mana blok salah
satu pembuluh darah di paru-paru.
Post trombotik sindrom
Terjadi jika kerusakan DVT katup dalam vena dalam Anda, sehingga bukannya
mengalir ke atas, kolam darah di kaki bawah. Hal ini pada akhirnya dapat
mengakibatkan rasa sakit jangka panjang, pembengkakan dan, dalam kasus yang
parah, borok di kaki Anda.
Limb iskemia
Karena bekuan darah, tekanan dalam vena bisa menjadi sangat tinggi, sehingga

30

dapat memblokir aliran darah melalui arteri, sehingga lebih sedikit oksigen
dibawa ke kaki yang terkena. Hal ini dapat menyakitkan dan menyebabkan bisul
kulit, infeksi dan bahkan gangren.

DYSBARISM (PENYAKIT DEKOMPRESI)


Definisi
dysbarism adalah semua kelainan yang terjadi akibat berubahnya tekanan sekitar
tubuh, kecuali hipoksia.
Klasifikasi
Dysbarism dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1.

Karena pengembangan gas dalam rongga tubuh (barotitis media,


barosinusitis, aerodentalgia)

2.

Karena penguapan gas yang terlarut didalam darah (bends, chokes)

A. Pengaruh Mekanis Gas-gas dalam Rongga Tubuh


1.

Traktus Castro Intestinalis


-

Gas-gas terutama berkumpul dalam lambung dan usus besar.

Sumber gas-gas tersebut sebagian besar adalah dari udara yang ikut
tertelan pada waktu makan dan sebagian kecil timbul dari proses
pencernaan, peragian atau pembusukan (dekomposisi oleh bakteri).
Gas-gas tersebut terdiri dari O2, CO2, metan, H2S dan N2 (bagian
terbesar).
31

Apabila ketinggian dicapai dengan perlahan, maka perbedaan


antara tekanan udara di luar dan di dalam tidak begitu besar sehingga
pressure equalisation yaitu mekanisme penyamanan tekanan berjalan
dengan lancar dengan jalan kentut atau melalui mulut. Gejala-gejala
yang dirasakan adalah ringan yaitu rasa tidak enak (discomfort) pada
perut.

Apabila ketinggian dicapai dengan cepat atau terdapat halangan


dalam saluran pencernaan maka pressure equalisation tidak berjalan
dengan lancar, sehingga gas-gas sukar keluar dan timbul rasa
discomfort yang lebih berat.

Pada ketinggian di atas 25.000 kaki timbul rasa sakit perut yang
hebat; sakit perut ini secara reflektoris dapat menyebabkan turunnya
tekanan darah secara drastis, sehingga jatuh pingsan.

Tindakan preventif agar tidak banyak terkumpul gas dalam saluran


pencernaan, meliputi :
a.

Dilarang minum bir, air soda dan minuman lain yang


mengandung gas CO2 sebelum terbang.

b.

Makanan yang dilarang sebelum terbang adalah bawang


merah, bawang putih, kubis, kacang-kacangan, ketimun, semangka
dan chewing gum.

c.

Tidak dibenarkan makan dengan tidak teratur, tergesagesa dan sambil bekerja.

Tindakan regresif bila gejala sudah timbul, adalah :


a.

Ketinggian segera dikurangi sampai gejala-gejala ini


hilang.

b.

Diusahakan untuk mengeluarkan udara dani mulut atau


kentut

c.
2.

Banyak mengadakan gerakan.


Telinga

Bertambahnya ketinggian akan menyebabkan tekanan dalam telinga


tengah menjadi lebih besar dari tekanan di luar tubuh, sehingga akan

32

terjadi aliran udara dani telinga tengah ke luar tubuh melalui tuba
Eustachii.
-

Bila bertambahnya ketinggian terjadi dengan cepat, maka usaha


mengadakan

keseimbangan

tidak

cukup

waktu;

hal

ini

akan

menyebabkan rasa sakit pada telinga tengah karena teregangnya selaput


gendang, bahkan dapat merobekkan selaput gendang. Kelainan ini
disebut aerotitis atau barotitis.
-

Kejadian serupa dapat terjadi juga pada waktu ketinggian berkurang,


bahkan lebih sering terjadi karena pada waktu turun tekanan di telinga
tengah menjadi lebih kecil dari tekanan di luar sehingga udara akan
mengalir masuk telinga tengah, sedang muara tuba eustachii di
tenggorokan biasanya sering tertutup sehingga menyukarkan aliran
udara.

Bila ada radang di tenggorokan lubang tuba Eustachii makin sempit


sehingga lebih menyulitkan aliran udana melalui tempat itu; hal ini
berarti kemungkinan terjadinya banotitis menjadi lebih besar. Di
samping itu pada waktu turun udara yang masuk ke telinga tengah akan
melalui daerah radang di tenggorokan, sehingga kemungkinan infeksi di
telinga tengah sukar dihindarkan.

Tindakan preventif terhadap kelainan ini adalah :


a. Mengurangi kecepatan naik maupun kecepatan turun, agar tidak
terlalu besar selisih tekanan antana udana luan dengan telinga
tengah.
b. Menelan ludah pada waktu pesawat udana naik agar tuba
Eustachii terbuka dan mengadakan gerakan Valsava pada waktu
pesawat turun. Gerakan Valsava adalah menutup mulut dan
hidung kemudian meniup dengan kuat.
c. Melarang terbang para awak pesawat yang sedang sakit saluran
pernapasan bagian atas.
d. Penggunaan pesawat udana dengan pressurized cabin.

Tindakan represif pada kelainan ini adalah :


a) Bila terjadinya pada waktu naik, dilakukan :

33

o Berhenti naik dan datar pada ketinggian tersebut sambil menelan


ludah berulang-ulang sampai hilang gejalanya.
o Bila dengan usaha tadi tidak berhasil, maka pesawat diturunkan
kembali dengan cepat sampai hilangnya rasa sakit tadi.
b) Bila terjadi pada waktu turun, dilakukan :
o Berhenti turun dan datar sambil melakukan Valsava berulang
sampai gejalanya hilang.
o Bila usaha di atas tidak berhasil, pesawat dinaikkan kembali
sampai rasa sakit hilang, kemudian datar lagi untuk sementara.
o Bila rasa sakit sudah hilang sama sekali, maka pesawat diturunkan
perlahan-lahan sekali sambil melakukan gerakan Valsava terus
menerus.
-

Post Flight Ear Block kejadian barotitis pada waktu selesai terbang
tinggi saat penerbangnya sedang tidur pada malam harinya. Terjadi
kanena penerbang tersebut menggunakan oksigen terus selama
penerbangan sampai mendarat, sehingga udara yang masuk ke telinga
tengah kaya akan oksigen. Oksigen ini akan diserap oleh selaput pelapis
telinga tengah dan tuba Eustachii tertutup sehingga tekanan udara luan
menimbulkan rasa sakit.

3.

Sinus Paranasalia
-

Bila kecepatan naik atau turun sangat besar, maka


untuk penyesuaian tekanan antara rongga sinus dan udara luar tidak
cukup waktu, sehingga akan timbul rasa sakit di sinus yang disebut
aerosinusitis. Karena sifat sinus paranasalis yang selalu terbuka, maka
aerosinusitis ini dapat terjadi pada waktu naik maupun turun.

Pada keadaan radang saluran pernapasan bagian


atas, kemungkinan terjadinya aerosinusitis makin besar.

Aerosinusitis ini lebih jarang bila dibandingkan


dengan aerotitis, karena bentuk saluran penghubung dengan udara luar.

4.

Gigi
34

Pada gigi yang sehat dan normal tidak ada rongga dalam gigi, tetapi pada
gigi yang rusak kemungkinan terjadi kantong udara dalam gigi besar sekali.
Dengan mekanisme seperti pada proses aerotitis dan aerosinusitis di atas,
pada kantong udara di gigi yang rusak ini dapat pula timbul rasa sakit. Rasa
sakit ini disebut aerodontalgia.

B. Pengaruh Penguapan Gas yang Larut dalam Tubuh

Dengan berkurangnya tekanan atmosfer bila ketinggian bertambah, gasgas yang tadinya larut dalam sel dan jaringan tubuh akan keluar sebagian
dari larutannya dan timbul sebagai gelembung-gelembung gas sampai
tercapainya keseimbangan baru.

Mekanismenya adalah sesuai dengan Hukum Henry. Pada kehidupan


sehari-hari peristiwa ini dapat dilihat pada waktu kita membuka tutup
botol yang bersisi limun, air soda atau bir yaitu timbul gelembunggelembung gas. Gelembung-gelembung gas yang timbul dalam tubuh
manusia bila tekanan atmosfer berkurang sebagian besar terdiri dari gas
N2.

Gejala-gejala pada penerbang baru timbul pada ketinggian 25.000 kaki.


Semakin cepat ketinggian bertambah, semakin cepat pula timbul gejala.
Pada ketinggian di bawah 25.000 kaki gas N2 masih sempat dikeluarkan
oleh tubuh melalui paru-paru. Gas tersebut diangkut ke paru-paru oleh
darah dari sel-sel maupun jaringan tubuh. Timbulnya gelembunggelembung ini berhenti bila sudah terdapat keseimbangan antara tekanan
udara di dalam dan tekanan udara di luar.

Gelembung-gelembung ini memberikan gejala karena ujung saraf di


dekatnya tertekan olehnya, di samping itu tertekan pula pembuluhpembuluh darah kecil di sekitarnya.

Menurut sifat dan lokasinya, gejala-gejala ini terdiri atas :


1) Bends

Bends adalah rasa nyeri yang dalam dan terdapat di sendi


serta dirasakan terus-menerus, dan umumnya makin lama makin

35

bertambah berat. Akibatnya penerbang atau awak pesawat tak


dapat sama sekali bergerak karena nyerinya.
Sendi yang terkena umumnya adalah sendi yang besar

seperti sendi bahu, sendi lutut, di samping itu juga sendi yang lebih
kecil seperti sendi tangan, pergelangan tangan dan pergelangan
kaki, tetapi lebih jarang.
2) Chokes

Chokes adalah rasa sakit di bawah tulang dada yang disertai


dengan batuk kering yang terjadi pada penerbangan tinggi, akibat
penguapan gas nitrogen yang membentuk gelembung di daerah
paru-paru.

Chokes lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan bends, tetapi


bahayanya jauh lebih besar, karena dapat mengancam jiwa
penerbang.

3) Gejala-gejala pada kulit

Gejala-gejala pada kulit adalah perasaan seperti ditusuk-tusuk


dengan jarum, gatal-gatal, rasa panas dan dingin, timbul bercak
kemerah-merahan dan gelembung-gelembung pada kulit.

Gejala-gejala ini tidak memberikan gangguan yang berat, tetapi


merupakan tanda bahaya atau tanda permulaan akan datangnya
bahaya dysbarism yang lebih berat.

4) Kelainan pada sistem saraf


Yang sering diketemukan adalah kelainan penglihatan, sakit kepala yang tidak
jelas lokasinya, kelumpuhan, kelainan penginderaan

36

HIPOKSIA
Definisi
Hipoksia adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai di bawah
tingkat fisiologik meskipun perfusi jaringan oleh darah memadai.3,4
Etiologi
Hipoksia dapat terjadi karena defisiensi oksigen pada tingkat jaringan
akibatnya sel-sel tidak cukup memperoleh oksigen sehingga metabolisme sel akan
terganggu. Hipoksia dapat disebabkan karena:
(1) oksigenasi paru yang tidak memadai karena keadaan ekstrinsik, bisa
karena kekurangan oksigen dalam atmosfer atau karena hipoventilasi
(gangguan syaraf otot).
(2) penyakit paru, hipoventilasi karena peningkatan tahanan saluran
nafas atau compliance paru menurun. Rasio ventilasi perfusi tidak
sama. Berkurangnya membran difusi respirasi
(3) shunt vena ke arteri (shunt dari kanan ke kiri pada jaringan)
(4) transpor dan pelepasan oksigen yang tidak memadai (inadekuat). Hal
ini terjadi pada anemia, penurunan sirkulasi umum, penurunan
sirkulasi lokal (perifer, serebral, pembuluh darah jantung), edem
jaringan
(5) pemakaian oksigen yang tidak memadai pada jaringan, misal pada
kekurangan enzim sel karena defisiensi vitamin B.

37

Hipoksia dapat disebabkan oleh gagal kardiovaskuler misalnya syok,


hemoglobin abnormal, penyakit jantung, hipoventilasi alveolar, lesi pirau, masalah
difusi, abnormalitas ventilasi-perfusi, pengaruh kimia misal karbonmonoksida,
ketinggian, faktor jaringan lokal misal peningkatan kebutuhan metabolisme,
dimana hipoksia dapat menimbulkan efek-efek pada metabolisme jaringan yang
selanjutnya menyebabkan asidosis jaringan dan mengakibatkan efek-efek pada
tanda vital dan efek pada tingkat kesadaran.
Dalam anestesi, gagal pernafasan/sumbatan jalan nafas dapat disebabkan
oleh tindakan operasi itu sendiri misalnya karena obat pelumpuh otot, karena
muntahan

atau

lendir,

suatu

penyakit

(koma,

stroke,

radang

otak),

trauma/kecelakaan (trauma maksilofasial, trauma kepala, keracunan).

Klasifikasi
Hipoksia di bagi dalam 4 tipe :

38

(1) hipoksia hipoksik, dimana PO2 darah arteri berkurang. Hipoksia


hipoksik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena kurangnya
oksigen yang masuk paru-paru sehingga oksigen tidak dapat mencapai
darah dan gagal untuk masuk sirkulasi darah. K e g a g a l a n i n i b i s a
d i s e b a b k a n adanya sumbatan atau obstruksi di saluran pernafasan,
baik oleh sebab alamiah (misalnya penyakit yang disertai dengan
penyumbatan saluran pernafasan seperti laringitis difteri,
status asmatikus, karsinoma dan sebagainya) atau oleh trauma atau
kekerasan yang bersifat mekanik, seperti sumbatan jalan nafas,
tercekik, penggantungan, tenggelam dan sebagainya.
(2) hipoksia anemik, dimana PO2 darah arteri normal tetapi jumlah
hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut oksigen berkurang,
s e p e r t i p a d a k e r a c u n a n k a r b o n monoksida karena afinitas
CO terhadap hemoglobin jauh lebih tinggi dibandingkan afinitas
oksigen dengan hemoglobin.
(3) hipoksia stagnant, adalah keadaan hipoksia yang disebabkan
karena darah (hemoglobin) tidak mampu membawa oksigen ke
jaringan oleh karena kegagalan sirkulasi seperti pada heart failure atau
embolisme, baik emboli udara vena maupun emboli lemak walaupun
PO2 konsentrasi hemoglobin normal.
(4) hipoksia histotoksik dimana jumlah oksigen yang dikirim ke suatu
jaringan adalah adekuat tetapi oleh karena kerja zat yang toksik sel-sel
jaringan tidak dapat memakai oksigen yang disediakan, contohnya
pada keracunan sianida. Sianida dalam tubuh akan menginaktifkan
beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal terutama
sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferricheme group dari
oksigen yang dibawa darah. Dengan demikian, proses oksidasi-reduksi
dalam sel tidak dapat berlangsung dan oksihemoglobin tidak
dapat berdisosiasi melepaskan oksigen ke sel jaringan sehingga
timbul hipoksia jaringan. Hal ini merupakan keadaaan paradoksal,
karena korban meninggal keracunan sianida mengalami hipoksia
meskipun dalam darahnya kaya akan oksigen.
Patofisiologi

39

Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan


anestesi, penderita trauma kepala/karena suatu penyakit, maka akan terjadi
relaksasi otot-otot termasuk otot lidah akibatnya bila posisi penderita terlentang
maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup orofaring, sehingga
menimbulkan sumbatan jalan nafas. Sphincter cardia yang relaks, menyebabkan
isi lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan
ancaman terjadinya sumbatan jalan nafas oleh aspirat yang padat dan aspirasi
pneumonia oleh aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk
sudah menurun atau hilang.
Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan
ventilasi. Kegagalan oksigenasi dapat disebabkan oleh:
(1) ketimpangan antara ventilasi dan perfusi.
(2) hubungan pendek darah intrapulmoner kanan-kiri.
(3) tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau
karena tercampur darah yang mengandung oksigen rendah.
(4) gangguan difusi pada membran kapiler alveoler.
(5) hipoventilasi alveoler.
Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari
7,35. Kegagalan ventilasi terjadi bila minute ventilation berkurang secara tidak
wajar atau bila tidak dapat meningkat dalam usaha memberikan kompensasi bagi
peningkatan produksi CO2 atau pembentukan rongga tidak berfungsi pada
pertukaran gas (dead space). Kelelahan otot-otot respirasi /kelemahan otot-otot
respirasi timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma tidak mampu
membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan ventilasi yang
sudah cukup memadai. Tanda-tanda awal kelelahan otot-otot inspirasi seringkali
mendahului penurunan yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang berakibat
kenaikan PaCO2. Tahap awal berupa pernafasan yang dangkal dan cepat yang
diikuti oleh aktivitas otot-otot inspirasi yang tidak terkoordinasi berupa alterans
respirasi (pernafasan dada dan perut bergantian), dan gerakan abdominal
paradoxal (gerakan dinding perut ke dalam pada saat inspirasi) dapat
menunjukkan asidosis respirasi yang sedang mengancam dan henti nafas.

40

Jalan nafas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena


itu langkah yang pertama adalah membuka jalan nafas dan menjaganya agar tetap
bebas. Setelah jalan nafas bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus
dicari penyebab lain. Penyebab lain yang terutama adalah gangguan pada mekanik
ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk inspirasi agar diperoleh volume
udara yang cukup diperlukan jalan nafas yang bebas, kekuatan otot inspirasi yang
kuat, dinding thorak yang utuh, rongga pleura yang negatif dan susunan syaraf
yang baik. Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka akan terjadi
hipoventilasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan
intrakranial, yang dapat menurunkan kesadaran dan menekan pusat nafas, bila
disertai hipoksemia keadaan akan makin buruk. Penekanan pusat nafas akan
menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan memberikan
ventilasi dan oksigenasi. Gangguan ventilasi dan oksigensi juga dapat terjadi
akibat kelainan di paru dan kegagalan fungsi jantung. Parameter ventilasi : PaCO2
(N: 35-45 mmHg), parameter oksigenasi : Pa O2 (N: 80-100 mmHg), Sa O2 (N:
95-100%).
Akibat dari hipoksia, terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat.
Hipoksia akut akan menyebabkan gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan
gambaran klinis yang mempunyai gambaran pada alkoholisme akut. Kalau
keadaan hipoksia berlangsung lama mengakibatkan gejala keletihan, pusing,
apatis, gangguan daya konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan penurunan
kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah parah, pusat batang otak akan terkena,
dan kematian biasanya disebabkan oleh gagal pernafasan. Bila penurunan PaO2
disertai hiperventilasi dan penurunan PaCO2, resistensi serebro-vasculer
meningkat, aliran darah serebral berkurang dan hipoksia bertambah.
Hipoksia juga mengakibatkan konstriksi arteri pulmoner yang selanjutnya
mengakibatkan shunt darah dari daerah yang miskin ventilasi ke daerah paru yang
ventilasinya lebih baik. Namun hipoksia juga meningkatkan resistensi vaskular
paru dan afterload ventrikel kanan. Glukosa secara normal akan dipecah menjadi
asam

piruvat.

Selanjutnya

pemecahan

piruvat

dan

pembentukan

ATP

membutuhkan oksigen, keadaan hipoksia meningkatkan piruvat yang diubah

41

menjadi asam laktat yang selanjutnya tidak dapat diubah lagi, mengakibatkan
asidosis metabolik. Energi total yang dihasilkan dari pemecahan karbohidrat akan
berkurang dan jumlah energi yang dibutuhkan untuk produksi ATP menjadi tidak
cukup.Berkurangnya PaO2 jaringan menyebabkan vasodilatasi lokal dan
vasodilatasi difus yang terjadi pada hipoksia menyeluruh, meningkatkan cardiac
output. Pada pasien dengan didasari penyakit jantung, kebutuhan jaringan perifer
untuk meningkatkan cardiac output dalam keadaan hipoksia dapat mencetuskan
gagal jantung kongestif. Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik, PaO 2 yang
menurun akan memperberat
iskemi miokard dan selanjutnya memperburuk fungsi ventrikel kiri. Hipoksia
yang lama atau berat juga dapat mengganggu fungsi hepar dan ginjal.
Gejala Klinis
-

Sistem

saraf

pusat

gangguan

mental,

gelisah,

mudah

tersinggung,berkeringat, apatis hingga koma bila berlanjut.


-

Sistem kardiovaskuler : takikardi, bradikardi (bila berlanjut), aritmia, mula-mula

hipertensi sampai hipotensi.


Sistem pernafasan : hiperventilasi, dyspnea, nafas cepat dan dangkal

(pernafasan Kaussmaul), gerak nafas cuping hidung, retraksi sela iga.


Kulit : sianosis.

Diagnosis
Setiap keluhan atau tanda gangguan respirasi hendaknya mendorong
dilakukannya analisis gas-gas darah arteri. Saturasi hemoglobin akan oksigen
(SpO2) kurang dari 90% yang biasanya sesuai dengan tegangan oksigen arterial
(PaO2) kurang dari 60 mmHg sangat mengganggu oksigenasi CO 2 arterial
(PaCO2) hingga lebih dari 45-50 mmHg mengandung arti bahwa ventilasi alveolar
sangat terganggu. Kegagalan pernafasan terjadi karena PaO2 kurang dari 60mmHg
pada udara ruangan, atau pH kurang dari 7,35 dengan PaCO 2 lebih besar dari
50mmHg. Dimana daya penyampaian oksigen ke jaringan tergantung pada:
(1) sistem pernafasan yang utuh yang akan memberikan oksigen untuk menjenuhi
hemoglobin
(2) kadar hemoglobin
(3) curah jantung dan mikrovaskular
(4) mekanisme pelepasan oksihemoglobin.

42

Post Mortem
Pemeriksaan post mortem pada hipoksia :
1. Pemeriksaan Luar
a. Lebam mayat jelas terlihat (livide) karena kadar karbondioksida yang
tinggi
dalam darah
b. Sianosis
Sianosis adalah warna kebiruan dari kulit dan membran mukosa yang
merupakan

akibat

dari

konsentrasi

yang

berlebihan

dari

deoksihemoglobin atau hemoglobin tereduksi pada pembuluh darah


kecil. Sianosis terjadi jika kadar deoksihemoglobin sekitar 5 g/dL.
Dapat dengan mudah terlihat pada daerah ujung jari dan bibir.
c. Pada mulut bisa ditemukan busa.
d. Karena otot sfingter mengalami relaksasi, mungkin bisa terdapat feses,
urin atau
cairan sperma
e. Bercak Tardieu yaitu bercak peteki di bawah kulit atau konjungtiva.

Gambar 2. Bercak Tardieu


2. Pemeriksaan Dalam
a. Mukosa saluran pernafasan bisa tampak membengkak
b. Jantung dilatasi, pembendungan sirkulasi organ dalam tubuh
c. Paru-paru mengalami edema. Hal ini disebabkan dari efek
hipoksia pada pusat
vasomotor dengan berbagai macam derajatnya, bila udem paru
berat maka

43

akan tampak buih berwarna merah muda keluar dari hidung dan
mulut,
bila udem paru ringan maka pemeriksaan hanya dapat dilihat
dengan
pemeriksaan histologi paru.
d.

Edema

otak.

Permeabilitas

kapiler

kemudian

meningkat

menyebabkan pelemahan dari


sawar otak yang terdiri dari endotel kapiler dan membrana basalis
beserta astrosit. Bisa karena trauma maupun hipoksia.
e. Bercak-bercak perdarahan peteki tampak di bawah membran mukosa
pada
beberapa organ
f. Hiperemi lambung, hati dan ginjal
g. Darah menjadi lebih encer
Penatalaksanaan
Penilaian dari pengelolaan jalan nafas harus dilakukan dengan cepat, tepat
dan cermat. Tindakan ditujukan untuk membuka jalan nafas dan menjaga agar
jalan nafas tetap bebas dan waspada terhadap keadaan klinis yang menghambat
jalan nafas. Membuka jalan nafas tanpa alat dilakukan dengan cara Chin lift yaitu
dengan empat jari salah satu tangan diletakkan dibawah rahang ibu jari diatas
dagu, kemudian secara hati-hati dagu diangkat ke depan. Manuver Chin lift ini
tidak boleh menyebabkan posisi kepala hiperekstensi. Cara Jaw Thrust yaitu
dengan mendorong angulus mandibula kanan dan kiri ke depan dengan jari-jari
kedua tangan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas,
kedua ibu jari membuka mulut dan kedua telapak tangan menempel pada kedua
pipi penderita untuk melakukan immobilisasi kepala. Tindakan jaw thrust dan
head tilt disebut airway manuver.
Jalan nafas orofaringeal : alat ini dipasang lewat mulut sampai ke faring
sehingga menahan lidah tidak jatuh menutup hipofarings. Jalan nafas
nasofaringeal : alat di pasang lewat salah satu lubang hidung sampai ke faring
yang akan menahan jatuhnya pangkal lidah agar tidak menutup hipofaring. Untuk
sumbatan yang berupa muntahan, darah, sekret, benda asing dapat dilakukan
dengan menggunakan alat penghisap atau suction. Ada 2 macam kateter penghisap
44

yang sering digunakan yaitu rigid tonsil dental suction tip atau soft catheter
suction tip. Untuk menghisap rongga mulut dianjurkan memakai yang rigid
tonsil/dental tip sedangkan untuk menghisap lewat pipa endotrakheal atau
trakheostomi menggunakan yang soft catheter tip. Benda asing misalnya daging
atau patahan gigi dapat dibersihkan secara manual dengan jari-jari. Bila terjadi
tersedak umumnya didaerah subglotis, dicoba dulu dengan cara back blows,
abdominal thrust.
Terapi Oksigen
Tujuan :
1. Mempertahankan oksigen jaringan yang kuat
2. Menurunkan kerja nafas
3. Menurunkan kerja jantung
Indikasi terapi oksigen :
1. Gagal nafas akut
2. Syok oleh berbagai penyebab
3. Infark miokard akut
4. Keadaan dimana metabolisme rate tinggi
5. Keracunan gas CO
6. Tindakan preoksigenasi menjelang induksi anestesi
7. Penderita tidak sadar
8. Untuk mengatasi keadaan-keadaan : emfisema pasca bedah, emboli udara,
pneumotoraks
9. Asidosis
10. Anemia berat
Metode Pemberian Oksigen :
1. Sistem aliran rendah
a. Low flow low concentration (kateter nasal, kanul binasal)
b. Low flow high concentration (sungkup muka sederhana, sungkup
muka kantong rebreathing, sungkup muka kantong non rebreathing)
2. Sistem aliran tinggi
a. High flow low concentration (sungkup venturi)
b. High flow high concentraton (head box, sungkup CPAP)
Kanul binasal : paling sering digunakan untuk pemberian oksigen, dengan
aliran 1-6 liter/menit dengan konsentrasi 24-44%. Keuntungan : pemberian

45

oksigen stabil, baik diberikan pada jangka waktu lama, pasien dapat bergerak
bebas. Kerugian : iritasi hidung, konsentrasi oksigen akan berkurang bila pasien
bernafas dengan mulut. 12
Sungkup muka sederhana : aliran diberikan 6-10 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen mencapai 60%.
Sungkup muka dengan kantong rebreathing : aliran diberikan 6-10
liter/menit dengan konsentrasi oksigen mencapai 80%
Sungkup muka dangan kantong non rebreathing : aliran diberikan 8-12
liter/menit dengan konsentrasi oksigen mencapai 100%.
Bahaya dan efek samping pemberian oksigen :
1. Kebakaran
2. Hipoksia
3. Hipoventilasi
4. Atelektasis paru
5. Keracunan oksigen

BAROTRAUMA
Definisi
Barotrauma adalah kerusakan jaringan dan sekuelenya yang terjadi akibat
perbedaan antara tekanan udara (tekanan barometrik) didalam rongga
udara fisiologis dalam tubuh dengan tekanan disekitarnya. Peningkatan
tekanan udara yang diikuti oleh perubahan volume gas didalam tubuh
dapat mengakibatkan trauma fisik berupa barotrauma aural, barotrauma
pulmoner, penyakit dekompresi (disbarisme) dan emboli udara.
Barotrauma adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan kerusakan
jaringan yang terjadi akibat ketidak seimbangan tekanan pada rongga

46

udara dalam tubuh dengan jaringan tubuh. Barotrauma paling sering


terjadi pada penerbangan dan penyelamann dengan scuba. Tubuh manusia
mengandung gas dan udara dalam jumlah yang signifikan. Beberapa
diantaranya larut didalam cairan tubuh. Udara sebagai gas bebas juga
terdapat didalam saluran pencernaan, telinga tengah dan rongga sinus yang
volumenya akan bertambah dengan bertambahnya ketinggian. Ekspansi
gas yang terperangkap didalam sinus bisa menyebabkan sakit kepala,
ekspansi gas yang terperangkap dalam telingah tengah bisa menyebabkan
nyeri telinga dan ekspansi gas yang terjadi pada saluran pencernaan
menyebabkan perasaan kembung atau penuh pada perut. Ekspansi gas
yang terperangkap dalam usus halus bisa menyebabkan nyeri yang cukup
hebat hingga terkadang bisa menyebabkan penurunan kesadaran. Pada
ketinggian 8000 kaki gas-gas yang terperangkap dalam rongga tubuh
volumenya bertambah 20 % dari volume saat di darat. Semakin cepat
kecepatan

pendakian

maka

semakin

tinggi

resiko

mengalami

ketidaknyamanan atau nyeri.


Epidemiologi
Data internasional tidak tersedia untuk insiden barotrauma pada penyelam.
Di Amerika rata-rata resiko terjadinya Decompresion sicknees (DCS)
berat tipe 2 adalah 2,28 kasus dari 10 ribu penyelaman. Jumlah cedera tipe
1 tidak diketahui karena banyak penyelam tidak melakukan pengobatan.
Resiko DCS meningkat pada penyelam dengan asma. Resiko DCS tipe 2
meningkat 2,5 kali pada pasien dengan patensi foramen ovale.
Secara teoritis wanita lebih beresiko untuk barotrauma dibandingkan lakilaki karena presentasi lemak tubuh lebih besar, namun hal ini masih berupa
hipotesis dan belum ada data yang mendukung. Tidak ada korelasi secara
langsung

antara

umur

dengan

terjadinya

frekuensi

barotrauma.

Kebanyakan kelompok yang terkena berada pada usia 21 dan 40 tahun.


Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap insiden terjadi barotrauma
yang berhubungan ras.
Etiologi

47

Barotrauma paling sering terjadi pada perubahan tekanan yang besar


seperti

pada

penerbangan,

penyelaman

misalnya

pada

penyakit

dekompresi yang dapat menyebabkan kelainan pada telinga, paru-paru,


sinus paranasalis, serta emboli udara pada arteri yang dimana diakibatkan
oleh perubahan tekanan yang secara tiba-tiba misalkan pada telinga tengah
sewaktu dipesawat yang menyebabkan tuba eustachius gagal untuk
membuka. Jika tuba eustachius tersumbat tekanan udara didalam telinga
tengah berbeda dari tekanan diluar gendang telinga menyebabkan
barotrauma.
Barotrauma dapat terjadi pada telinga tengah saat menyelam ataupun saat
terbang. Perubahan tekanan pada kedalaman 17 kaki dibawah air setara
dengan perubahan tekanan pada ketinggian 18 ribu kaki diatas bumi.
Dengan demikian, perubahan tekanan lingkungan terjadi lebih cepat pada
saat menyelam dibandingkan pada saat terbang. Hal ini dapat menjelaskan
tingginya insiden barotrauma pada telinga tengah saat menyelam. Namun
meskipun insdien relatif lebih tinggi pada saat menyelam, masih lebih
banyak orang bepergian dengan pesawat.

Jenis-jenis barotrauma
Barotrauma aural
Barotrauma telinga adalah yang paling sering ditemukan pada penyelam.
dibagi menjadi 3 jenis yaitu barotrauma telinga luar, tengah dan dalam ,
tergantung dari bagian telinga yang terkena. Barotrauma telinga ini bisa
terjadi secara bersamaan dan juga dapat berdiri sendiri.
o Barotrauma telinga luar berhubungan dengan dunia luar, maka
pada waktu menyelam, air akan masuk ke dalam meatus akustikus
eksternus. Bila meatus akustikus eksternus tertutup, maka terdapat
udara yang terjebak. Pada waktu tekanan bertambah, mengecilnya
volume udara tidak mungkin dikompensasi dengan kolapsnya
canalis acusticus externus, hal ini berakibat terjadinya dekongesti,
perdarahan dan tertariknya membrana timpani ke lateral. Peristiwa
ini mulai terjadi bila terdapat perbedaan tekanan air dan tekanan

48

udara dalam rongga canalis acusticus externus sebesar 150


mmHg atau lebih, yaitu sedalam 1,5 2 meter.
o Telinga tengah merupakan suatu rongga tulang dengan hanya satu
penghubung ke dunia luar, yaitu melalui tuba eustachi. Tuba ini
biasanya selalu tertutup dan hanya akan membuka pada waktu
menelan, menguap dan Valsava maneuver. Valsava maneuver
dilakukan dengan menutup mulut dan hidung, lalu meniup dengan
kuat. Dengan demikian tekanan di dalam pharynx akan meningkat
sehingga muara dapat terbuka. Barotrauma telinga tengah akibat
adanya penyempitan, inflamasi atau udema pada mukosa tuba
mempengaruhi kepatenannya dan merupakan penyulit untuk
menyeimbangkan tekanan telinga tengah terhadap tekanan ambient
yang terjadi pada saat ascent maupun descent, baik penyelaman
maupun penerbangan. Terjadinya barotrauma tergantung pada
kecepatan penurunan atau kecepatan peningkatan tekanan ambient
yang jauh berbeda dengan kecepatan peningkatan tekanan telinga
tengah.
o Barotrauma telinga dalam biasanya adalah komplikasi dari
barotrauma telinga tengah pada waktu menyelam, disebabkan
karena malakukan maneuver valsava yang dipaksakan. Bila terjadi
perubahan dalam kavum timpani akibat barotrauma maka
membran timpani akan mengalami edema dan akan menekan
stapes yang terletak pada foramen ovale dan membran pada
foramen rotunda, yang mengakibatkan peningkatan tekanan di
telinga dalam yang akan merangsang labirin vestibuler sehingga
terjadi deviasi langkah pada pemeriksaan Stepping Test. Dapat
disimpulkan, gangguan pada telinga tengah dapat berpengaruh
pada labirin vestibuler dan menampakkan ketidakseimbangan laten
pada tonus otot melalui refleks vestibulospinal.
Seperti yang dijelaskan di atas, tekanan yang meningkat perlu diatasi
untuk menyeimbangkan tekanan, sedangkan tekanan yang menurun
biasanya dapat diseimbangkan secara pasif. Dengan menurunnya tekanan
lingkungan, udara dalam telinga tengah akan mengembang dan secara
49

pasif akan keluar melalui tuba eustakius. Dengan meningkatnya tekanan


lingkungan, udara dalam telinga tengah dan dalam tuba eustakius menjadi
tertekan. Hal ini cenderung menyebabkan penciutan tuba eustakius. Jika
perbedaan tekanan antara rongga telinga tengah dan lingkungan sekitar
menjadi terlalu besar (sekitar 90 sampai 100 mmHg), maka bagian
kartilaginosa diri tuba eustakius akan semakin menciut. Jika tidak
ditambahkan udara melalui tuba eustakius untuk memulihkan volume
telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga tengah dan jaringan
didekatnya akan rusak dengan makin bertambahnya perbedaan.
Terjadi rangkaian kerusakan yang dapat dipekirakan dengan berlanjutnya
keaadan vakum relatif dalam rongga telinga tengah. Mula-mula membrana
timpani tertarik kedalam. Retraksi menyebabkan membrana dan pecahnya
pembuluh-pembuluh darah kecil sehingga tampak gambaran injeksi dan
bula hemoragik pada gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gendang
telinga tengah juga mukosa telinga tengah juga akan berdilatasi dan pecah,
menimbulkan hemotapimum. Kadang-kadang tekanan dapat menyebabkan
ruptur membrana timpani.
Gejala-gejala klinik barotrauma telinga:
1.
Gejala descent barotrauma:
o Nyeri (bervariasi) pada telinga yang terpapar.
o Kadang ada bercak darah dihidung atau nasofaring.
o Rasa tersumbat dalam telinga/tuli konduktif.
2.
Gejala ascent barotrauma:
o Rasa tertekan atau nyeri dalam telinga.
o Vertigo.
o Tinnitus/tuli ringan.
o Barotrauma telinga dalam sebagai komplikasi.
Grading klinis kerusakan membrane timpani akibat barotrauma adalah
Grade 0 : bergejala tanpa tanda-tanda kelainan.
Grade 1 : injeksi membrane timpani.
Grade 2 : injeksi, perdarahan ringan pada membrane timpani.
Grade 3 : perdarahan berat membrane timpani.
Grade 4 : perdarahan pada telinga tengah (membrane timpani menonjoldan
agak kebiruan.
Grade5 : perdarahan pada meatus eksternus + rupture membrane timpani.

50

Kompikasi : Ruptur atau perforasi gendang telinga, infeksi telinga akut,


kehilangan pendengaran yang menetap, tinnitus yang menetap, dan
vertigo.

Barotrauma sinus
Rongga tubuh yang lain yang sering mendapat gangguan akibat adanya
perbedaan tekanan antara di dalam rongga dan sekitar tubuh adalah sinus
paranasalis. Dinding sinus ini dilapisi mukosa dan muaranya pada cavum
nasi. Ada 4 buah sinus pada tubuh kita, tapi yang sering terganggu adalah
2 buah, yaitu sinus maxilaris dan sinus frontalis, sedang yang 2 buah lagi,
yaitu sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis jarang terganggu. Kelainan
di sinus-sinus ini disebut : Barosinusitis. Presentase kejadiannya kira-kira
1,17 1,5%.(1).
Sinus adalah kantung udara di tulang atau sekeliling hidung. Sinus
barotrauma terjadi ketika terjadi perbedaan tekanan antara udara di dalam
sinus dengan tekanan di luar. Penderita dapat merasakan nyeri di sekitar
tulang pipi atau di bagian atas mata, kadang juga dapat terjadi infeksi
sinus, perdarahan dari hidung, dan sakit kepala.
Sinus paranasalis bermuara di rongga hidung. Lubang muara tersebut
relatif sempit. Dinding rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa dan selalu
dalam keadaan basah, maka di dalam rongga sinus itu selalu ada uap air
yang jenuh. Karena cara terjadinya serangan pada semua sinus adalah
sama saja, maka akan diterangkan salah satunya saja, yaitu pada sinus
maxilaris. Sekarang mari kita lihat apa yang terjadi pada saat pesawat naik.
Sewaktu di permukaan laut, tekanan udara di sinus maxilaris sama dengan
di rongga hidung/di udara luar sekitar tubuh, yaitu 760 mmHg. Bila
kemudian orang ini kita bawa ke ketinggian tertentu, misalnya 5,5 km,
dimana tekanan udara kira-kira 1/2 Atm, maka akan terjadi perbedaan
tekanan di dalam rongga sinus dan di rongga hidung.
Bila kecepatan naiknya secara perlahan-lahan, perbedaan tekanan tersebut
akan dapat diatasi dengan adanya aliran udara dari rongga sinus ke rongga
hidung. Tetapi bila kecepatan naik dari pesawat demikian besar, maka

51

mengingat sempitnya lubang muara sinus itu, aliran udara yang terjadi
tidak akan dapatmencapai keseimbangan tekanan, berarti tekanan di dalam
rongga sinus lebih tinggi daripada di rongga hidung, dengan akibat
terjadinya penekanan terhadap mukosa sinus. Inilah yang mengakibatkan
timbulnya rasa sakit dan inflamasi, yang disebut Barosinusitis. Hal yang
sebaliknya akan terjadi pada waktu pesawat menurun.
Dari penjelasan diatas ternyata bahwa besarnya lubang muara sinus turut
menentukan proses terjadinya barosinusitis. Semakin kecil muara sinus itu,
makin besar kemungkinan terjadinya barosinusitis. Jadi pada seseorang
yang

menderita

sakit

di

saluran

pernafasan

bagian

atas,

pembengkakan/penebalan mukosa mengakibatkan penyempitan muara


sinus, sehingga akan mengalami kesulitan dalam mencapai keseimbangan
tekanan. Mengenai prosentase kejadian sewaktu naik/turun, Adler
berpendapat bahwa prosentase waktu turun lebih besar daripada waktu
naik. Sebenarnya hal ini tergantung pada bentuk mukosa di muara sinus
tersebut. Pada orang normal muara ini terbuka rata. Sedang pada beberapa
orang mukosa di muara sinus itu berbentuk seperti bibir, maka hal ini akan
mengakibatkan aliran udara cenderung untuk lebih mudah keluar daripada
memasuki

rongga

sinus.

Dalam

kondisi

seperti

ini

prosentase

barosinustitis akan lebih besar pada waktu pesawat menurun daripada


waktu naik.
Barotrauma pulmoner
Barotrauma pulmoner mengacu pada cedera terkait tekanan. Barotrauma
pulmoner dikenal dengan banyak nama seperti paru-paru over-ekspansi,
burst lung dan exploded lung. Barotrauma pulmoner sering terjadi hampir
di tingkat mikroskopis. Barotrauma pulmoner adalah cedera yang
disebabkan ketika tekanan luar berbeda dari tekanan udara dalam paruparu. Barotrauma pulmoner dapat bermanifestasi dalam beberapa jenis
yaitu emboli udara, empisema dan pneumothorax.
Penyelam berenang dengan tabung kompresi udara untuk bernapas di
bawah air. Jika penyelam memiliki terlalu banyak kompresi udara dan naik

52

tanpa benar mengembuskan napas, paru-paru mungkin overinflate. Salah


satu komplikasi adalah terjadinya penyakit dekompresi.
Penyakit dekompresi memiliki nama lain seperti bends, penyakit kompresi
udara, penyakit Caisson, paralisis penyelam dan disbarisme.Penyakit
dekompresi terjadi ketika nitrogen, zat kimia terlarut dalam darah dengan
tekanan tinggi, membentuk gelembung sebagai penurunan tekanan (seperti
ketika berenang ke permukaan ketika menyelam). Gelembung ini bisa
bocor keluar ke dalam aliran darah sebagai gelembung udara, yang disebut
emboli udara. Emboli udara dapat berjalan ke organ dalam tubuh dan
menyumbat pembuluh darah seperti jantung, paru-paru dan otak. Penyakit
dekompresi diklasifikasikan sebagai Tipe 1 atau Tipe 2. Tipe 1 adalah
ketika gelembung mempengaruhi jaringan di sekitar sendi. Lutut, siku dan
bahu yang paling sering terkena. Tipe 2 lebih serius dan melibatkan sistem
saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) atau paru-paru dan
jantung.
Patofisiologi
Bumi diselubungi oleh udara yang disebut atmosfer bumi. Atmosfer ini
terbentang mulai dari permukaan bumi sampai ketinggian 300 km. Udara
tersebut mempunyai masa dan berat lapisan udara ini akan menimbulkan
suatu tekanan yang disebut tekanan udara. Makin tinggi lokasi semakin
renggang udaranya, berarti semakin kecil tekanan udaranya. Sehingga
pinggir atmosfer bumi tersebut akan berakhir dengan suatu keadaan hampa
udara. Trauma akibat perubahan tekanan secara umum dijelaskan melalui
hukum boyle. Hukum Boyle menyatakan bahwa volume gas berbanding
terbalik dengan tekanan atau P1 X V1 = P2 X V2
Ada bagian-bagian tubuh yang berbentuk seperti rongga, misalnya : cavum
tympani, sinus paranasalis, gigi yang rusak, traktus digestivus dan traktus
respiratorius. Pada penerbangan, sesuai dengan Hukum Boyle yang
mengatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanannya,
maka pada saat tekanan udara di sekitar tubuh menurun/meninggi, terjadi
perbedaan tekanan udara antara di rongga tubuh dengan di luar, sehingga

53

terjadi penekanan/penghisapan terhadap mukosa dinding rongga dengan


segala akibatnya.
Berdasarkan Hukum Boyle diatas dapat dijelaskan bahwa suatu penurunan
atau peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau
menekan (secara berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup. Bila
gas terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat rusak
karena ekspansi ataupun kompresi. Barotrauma dapat terjadi bilamana
ruang-ruang berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru) menjadi
ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan darah lengkap
Pada suatu penelitian pasien yang memiliki hematokrit 48 %
atau lebih memiliki kelainan neurologik yang persisten 1 bulan
setelah cedera, jumlah white blood cell dengan diferensiasi
membantu untuk menentukan penyebab infeksi.
o Pemeriksaan ABG ( arterial blood gas )
Pemeriksaan ABG dilakukan untuk menentukan gradien
alveolar-arterial pada pasien yang dicurigai terjadi emboli
o Kadar serum kreatin phospokinase
Peningkatan kreatin phospokinase mengindikasikan adanya
kerusakan jaringan yang
peningkatan

kadar

berhubungan dengan DCS

serum

kreatin

phospokinase

mengindikasikan kerusakan jaringan yang menyebabkan mikro


emboli

pemeriksaan radiologi
o pemeriksaan foto thoraks
foto thoraks dilakukan pada pasien dengan keluhan adanya rasa
tidak nyaman pada dada atau kesulitan bernafas
o pemeriksaan foto sendi atau ekstremitas
pemeriksaan radiografi sendi dan ekstremitas diindikasikan
untuk pasien dengan fraktur atau dislokasi
o CT scan dan MRI
CT spiral adalah pemeriksaan yang paling sensitif untuk
mengevaluasi pasien dengan pneumothoraks, pemeriksaan ini

54

dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami barotrauma


yang berhubungan dengan pneumotrhoraks ketika pemeriksaan
radiografi thoraks menunjukan hasil yang negatif
o Echokardiografi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk deteksi jumlah dan
ukuran gelembung udara pada jantung. Pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk menentukan dignosis dan prognosis.

Pemeriksaan lainnya
o ECG
ECG berguna untuk menentukan penyebab potensial jantung

dari status kesadaran mental atau syok.


Penanganan
Barotrauma aural
Obat-obatan yang direkomendasikan, termasuk dalam golongan:
o Antihistamin
o Dekongestan
o Steroid
Obat-obatan tersebut bisa membantu melegakan hidung tersumbat dan
membiarkan terbukanya tuba eustasius. Antibiotik dapat membantu
mencegah infeksi telingan jika barotrauma cukup parah.
Namun jika obat-obatan tidak juga dapat membuka tuba, maka
pembedahan akan dibutuhkan. Sebuah operasi kecil untuk menyayat
gendang telinga (myringotomy) akan membantu menyeimbangkan
tekanan udara dan membiarkan cairan terdrainase. Namun operasi
sangat jarang sampai dibutuhkan Jika kegiatan anda mengharuskan
Anda untuk sering berada pada ketinggian yang berubah-ubah, atau
Anda rentan terhadap barotrauma, maka alternatifnya, sebuah tuba
kecil bisa dipasangkan di kedua gendang telingan anda melalui
operasi.

Barotrauma sinus
Menggunakan sistemik dan topikal vasokonstriktor (pseudoefedrin,
phenylephrin dan oxymetazoline), analgetik, berhenti menyelam saat
gejala masih ada, dan antihistamin jika perlu. Kortikosteroid 3-5 hari
mempercepat penyembuhan. Pemberian antibiotik apabila terdapat
mukus purulen dan post nasal drip.
55

Barotrauma pulmoner
Penanganan untuk barotrauma pulmoner adalah oksigen 100%, hidrasi
dan dekompresi.

MOTION SICKNESS
Defenisi
Motion sickness atau kinetosis, juga dikenal sebagai penyakit perjalanan, adalah
suatu kondisi dimana ada perbedaan antara sinyal yang diterima otak dari mata
dan organ-organ sesnsitif terhadap posisi lainnya termasuk sistem vestibular
mengeni posisi tubuh. Penyakit disekitar kita ini diindentifikasikan dengan
terminologi sebagai mabuk laut, mabuk udara, mabuk darat, mabuk ski, dan
bahkan mabuk gajah atau unta.
Etiologi
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa konflik berasal dari dua organ
penting keseimbangan yaitu mata dan koklea di telinga dalam menyesuaikan diri
terhadap kecepatan yang berbeda ketika terjadinya gerakan. Mata menyesuaikan
diri secara cepat sedangkan telinga dalam lebih lama. Sampai kedua organ ini
menyesuaikan diri dan menetapkan sinyal yang indentik untuk dikimkan ke otak
maka kekacauan pemusatan perhatian terhadap posisi tubuh dapat terjadi.
Penyakit ini dapat diprovokasi oeh gerakan yang tiba-tiba seperti saat berada
diperjalanan yang tidak rata, penerbangan yang berputar, dan pelayaran yang
bergelombang.

56

Patofisiologi
Sekarang ini belum ada teori yang adekuat yang dapat menjelaskan perjalanan
penyakit ini. Dan ada banyak teori yang menjelaskan mengenai penyakit ini.
1.

Teori darah dan sistem pencernaan. Teori ini menjelaskan bahwa muntah
adalah respon refleks dari iritasi mukosa lambung. Dan dari teori darah yaitu
karena aliran darah yang sedikit ke otak meyebabkan iritasi pada mata dan
secara cepat menyebabkan spasme kapiler otak yang menyebabkan muntah.
Dan teori ini ditolak karena individu yang kehilangan fungsi vestibular kebal
terhadap penyakit ini.

2.

Teori detektor toksin. Sistem vestibuler bertindak sebagai detektor toksin.


Otak berkembang untuk mengetahui setiap perubahan yang terjadi di sistem
vestibular, visual dan informasi kinetotik sebagi bukti dari malfungsi sistem
saraf pusat. Inisiasi muntah adalah sebagai pertahanan melawan neurotoksin
yang mungkin termakan. Sistem detektor toksin yang utama adalah
kemoreseptor di nervus vagus dan di batang otak.

3.

Teori perbedaan sensori berhubungan dengan perangsangan penyakit sebagai


perbedaan antara sistem vestibular sebagai transduser dengan indera lain
sebagai sinyal atau antara kanalis semisirkularis dan otolith yang lebih
spesifik terhadap tubuh yang bergerarak. Bagaimanapun juga, teori ini kurang
dapat menjelaskan dan tidak dapat mengindentifikasi kenapa beberapa
keadaan dapat memprovokasi dan keadaan yang lain tidak.
Binatang percobaan menunjukkan sensitivitas yang menurun cukup dalam

terhadap obat-obatan emesis setelah dilakukannya labirinthectomi bilateral.


Banyak perubahan baik secara autonim atau endokrin yang terjadi selama
terserang penyakit ini dan stress juga menyertainya. Pemindahan area proyeksi
vestibular di serebelum membuat monyet jadi tidak mudah terserang penyakit ini,
hal ini juga dapat membuktikan apakah pemindahan juga menyingkirkan respon
muntah terhadap obat-obatan yang menyebabkan muntah.
Muntah disebabkan oleh aktivasi yang terkoordinir antara otot polos dan
somatik yang menghasilkan perubahan yang tepat sesuai dengan tekanan

57

intrabadominal dan tekanan intrathoracic yang membuka spinkter esofagus.


Mekanisme koordinasi sistem saraf pusat adalah kompleks dan sekarang ini sudah
banyak dipahami secara baik. Penyakit ini yang parah dengan serangan muntah
yang hebat dan berulag dapat mengakibatkan suatu keadaan alkalosis karena
hilangnya ion hidrogen dan menyebabkan peningkatan ekskresi ginjal terhadap
bikarbonat yang mengakibatkan defesiensi klorida yang dapat menyebabkan otototot melemah, konstipasi dan aritmia.
Hilangnya natrium dapat menyebabkan hipotensi, pelepasan Anti-Diuretic
Hormone (ADH) juga meningkat. Adanya sisitem vestibular tidaklah menjadi
penting lagi terhadap proses muntahnya. Muntah dapat ditimbulkan dari berbagai
aktivasi baik sentral atau perifer.
Kepekaan terhadap penyakit ini sulit ditentukan. Kepekaan terhadap satu
kondisi tertentu mungkin tidak dapat disamaratakan terhadap situasi yang lain.
Walaupun sistem vestibular penting terhadap penyakit ini tetapi kepekaan
penyakit ini tidak berhubungan dengan sensitivitas sistem vestibular. Setipa
individu mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap bentuk stimulasi yang
berbeda.
Gerakan kepala yang dibuat selama rotasi tubuh yang pasif dapat
menyebabkan pola yang ganjil pada stimulasi sistem kanal dan organ-organ
otolith.
Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda dari penyakit ini adalah :
1. Sindroma mual.
1. Gangguan epigastrik seperti rasa tidak nyaman epigastrik, mual dan
muntah.
2. Gejala-gejala pada kulit seperti pucat, keringat dingin, mulut kering.
3. Gejala-gejala SSP seperti sakit kepala, mengantuk, rasa tegang dimata, dan
lesu.
Penatalaksaan dan Pencegahan

58

Pencegahan dan pengobatan penyakit ini adalah kompleks. Sebagian kecil


individu normal sangat mudah terkena penyakit ini untuk hampir pada semua
keadaan, sebagian lagi tidak mudah terkena dan yang lainnya berada diantaranya.
Pencegahan terbaik untuk orang-orang dengan kepekaan tinggi adalah
penghindaran dan membangun adaptasi terhadap situasi atau keadaan yang
memprovokasinya.
Secara

alternatif,

penambahan

paparan

secara

perlahan-lahan

meningkatkan derajat stimulasi provokasi seperti membuat kepala bergerak


selama tubuh secara pasif berotasi dengan kecepatan rotasi yang tinggi dapat
menyebabkan adaptasi dapat dicapai tanpa membangkitkan penyakit ini bahkan
derajat stressor yang dicapai di step pertama bukanlah provokasi yang dapat
ditolerir.
Tehnik modifikasi perilaku telah sangat lama dipromosikan untuk
mencegah penyakit ini, keberhasilan juga sudah banyak dilaporkan, tapi jarang
disebarkan didunia sebenarnya dimana pelatihannya pun tidak ada. Sebagai
tambahan studi ini sebenarnya tidak pernah mencakup kontrol yang sesuai dengan
plasebo. Sejumlah obat-obatan dapat mengurangi kepekaan terhadap penyakit ini
seperti dimenhydrinate, meclizine, cyclizine.
Obat-obatan penyakit ini bekerja dengan mengurangi sensitivitas terhadap
gerakan. Dengan menguranginya berarti mengurangi kekacauan sinyal yang akan
diterima oleh otak dan obat-obatan ini dapat mencegah penyakiti ini. Obat-obatan
ini dapat diklasifiksikan kedalam dua kategori yaitu over the counter (OTC) dan
obat-obat yang harus diresepkan. Produk-produk OTC berisikan antihistamin dan
cocok untuk gejala yang ringan dan merupakan self-medication. Sedangkan obat
yang diresepkan berisi scopolamin yaitu antikolinergik dan menurut penelitian
lebih efektif. Scopolamin cocok untuk mengobati gejala sedang-berat.
Obat anti motion sickness:
Obat

Rute

Cyclizine
Dimenhydrinate

Dosis

dewasa Onset (Jam Durasi

(mg)

Oral

50

0.51

Oral

50100

(Jam)
1224
8
59

Meclizine

1224

Oral

2550

0.51

Diphenhydramine Oral

2550

0.250.5

Promethazine

Oral

25

0.51

Buclizine

Oral

50

0.5

Oral

0.40.8

Dermal

1.5

46

72

Scopolamine
Patch
Tablet

46
812
12

Obat-obatan diatas mempunyai efek samping berupa rasa ngantuk dan


mulut kering. Scopolamin untuk meningkatkan efeknya sering digunakan
bersamaan dengan amfetamin, dan promethazin sering digunakan bersamaan
dengan efedrin. Kontraindikasi penggunaan scopolamin adalah orang-orang
dengan glaukoma, hipertrofi prostat, penyakit hati dan ginjal. Wanita hamil dan
menyusui juga sebaiknya tidak mengkonumsi scopolamine kecuali keadaan yang
sangat diperlukan. Alkohol dapat meningkatkan edek ngantuk jika digunakan
bersamaan dengan scopolamin sehingga tidak boleh digunakan saat berkendaraan.

60

JETLAG
Definisi
Jet lag atau pengar udara adalah kelainan waktu tidur sementara atau merasa lelah
dan kebingungan setelah perjalanan panjang dengan melintasi beberapa zona
waktu menggunakan pesawat terbang. Akibat dari jet lag, gejala yang umumnya
terjadi adalah gangguan pada pola tidur dan membuat merasa selalu mengantuk
dan kelelahan.
Gejala-gejala Jet Lag
Jet lag memiliki gejala yang berbeda-beda antara orang satu dengan orang
lainnya. Jarak dan jumlah zona waktu yang dilintasi akan berpengaruh kepada
tingkat keparahan gejala yang muncul. Kasus jet lag biasanya mulai dirasakan
setelah melintasi setidaknya tiga zona waktu. Jika pasien melakukan penerbangan
pendek dan melintasi kurang dari tiga zona waktu, Apasien hanya akan merasakan
gejala ringan dari jet lag. Gejala yang terjadi biasanya membaik dalam dua hari,
tergantung kepada kecepatan tubuh pasien dalam menyesuaikan diri dengan zona
waktu yang baru, gejala-gejalanya antara lain:

Gangguan tidur. Ini adalah gejala yang paling umum dari jet lag,
misalnya insomnia, tidur berlebihan, bangun terlalu cepat

Gangguan pencernaan seperti konstipasi atau diare.

Merasa kelelahan dan kehabisan energi.

Merasa tidak enak badan.

Kebingungan, sulit untuk konsentrasi, atau berpikir seperti biasanya.

Gangguan menstruasi pada wanita.

Kehilangan selera makan.

Mual dan muntah.

61

Gangguan ingatan.

Cemas dan mudah marah

Pusing dan sakit kepala.

Otot-otot terasa sakit.

Jika pasien sering melakukan perjalanan antar zona waktu, baik untuk urusan
bisnis atau berlibur, disarankan bagi pasien untuk menemui dokter spesialis
gangguan tidur.
Penyebab Terjadinya Jet Lag
Jet lag adalah dampak dari perjalanan jarak jauh dengan pesawat hingga melintasi
beberapa zona waktu. Akibatnya, kebiasaan fisik tubuh menjadi terganggu. Di
bawah ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi risiko pasien mengalami jet
lag:
Jam internal Jam internal atau ritme sirkadian adalah jam biologis yang
mengatur siklus tubuh selama 24 jam. Jika jam internal terganggu, tubuh dapat
mengalami jet lag. Jam biologis sendiri tersebar di seluruh tubuh dan terdiri dari
kelompok-kelompok sel yang saling berinteraksi. Seluruh kelompok sel ini
dikendalikan oleh jam utama di dalam otak yang bertugas menyelaraskan seluruh
jam internal tubuh. Secara berkelanjutan, tubuh memiliki respons tersendiri
terhadap cahaya dan kegelapan, yaitu kondisi yang juga menentukan waktu
bangun dan tidur. Rutinitas ini akan terganggu ketika seseorang melakukan
perjalanan jauh menuju zona waktu yang berbeda. Hanya dalam penerbangan
selama beberapa jam, tubuh sudah bisa berada di zona waktu yang berbeda.
Perjalanan yang cukup cepat ini membuat tubuh harus menyelaraskan dan
menyusun ulang ritme sirkadian. Beberapa penyesuaian yang harus dilakukan
tubuh antara lain:

Perbedaan kemunculan cahaya.

Perbedaan datangnya gelap atau malam.

Perbedaan waktu makan.

Perbedaan suhu udara.

62

Arah perjalanan Arah perjalanan juga akan menentukan tingkat keparahan jet
lag yang dialami. Saat bepergian ke arah barat, gejala jet lag yang dialami
biasanya juga lebih ringan. Hal ini disebabkan tubuh lebih mudah menyesuaikan
diri dengan hari yang lebih panjang. Dengan kata lain, waktu yang dijalani akan
bertambah saat bepergian ke barat dan begitu pula sebaliknya. Lebih mudah untuk
menunda waktu tidur beberapa jam daripada memaksakan untuk tidur lebih cepat.
Faktor risiko Berikut ini adalah beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko
mengalami jet lag atau memperparah kondisi jet lag yang dialami:

Jumlah zona waktu yang dilintasi cukup banyak.

Usia yang sudah senja.

Sering bepergian menggunakan pesawat, terutama bagi seorang pilot,


awak pesawat, dan pebisnis yang sering ke luar negeri.

Mengalami dehidrasi.

Mengonsumsi minuman keras dan kopi selama penerbangan.

Kurang tidur.

Mengalami stres.

Pengobatan Jet Lag


Jet lag bukanlah kondisi medis yang serius dan berkelanjutan. Kondisi ini akan
membaik dengan sendirinya dalam jangka waktu sekitar dua hari. Untuk
mengurangi dampak dari jet lag, Pasien bisa berusaha membuat penyesuaian pada
jam biologis di zona waktu yang baru, terutama dalam hal:

Makan. Usahakan makan sesuai dengan jam makan di zona waktu yang
baru.

Tidur. Ikuti jam tidur pada zona waktu yang baru.

Beraktivitas. Lakukan aktivitas di luar ruangan agar tubuh lebih mudah


menyesuaikan dengan rutinitas yang baru.

Obat-obatan yang dapat diberikan pada pasien jetlag:

Melatonin Melatonin adalah hormon yang dikeluarkan tubuh pada malam


hari dan berfungsi memberi tahu otak jika tubuh membutuhkan tidur.
Selain melatonin, jam internal di dalam tubuh juga dipengaruhi oleh

63

cahaya alami. Hormon melatonin akan berhenti diproduksi saat cahaya


menyinari tubuh dan membantu untuk bangun. Saat pasien

kesulitan untuk tidur di malam hari setelah tiba di zona waktu yang baru,
pasien mungkin akan diberikan obat yang mengandung melatonin untuk
memudahkan tidur. Obat yang mengandung melatonin sangat efektif jika
dikonsumsi tiga jam sebelum waktu tidur. Tapi kepastian apakah obat ini
efektif untuk mengatasi jet lag masih belum bisa dibuktikan secara pasti.

Pil tidur Obat ini sangat membantu bagi beberapa orang yang mengalami
jet lag. Tapi karena obat ini bisa membuat kecanduan, maka dokter jarang
menganjurkan konsumsi obat ini lebih dari beberapa hari. Obat ini juga
menimbulkan efek samping, seperti sakit kepala, diare, dan hidung berair.

Mencegah Jet Lag


Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan efek dari
jet lag:

Mengubah rutinitas tidur. Sesuaikan waktu tidur dengan waktu tempat


tujuan beberapa hari sebelum berangkat.

Tidur yang cukup. Usahakan untuk tidur secukupnya sebelum a melakukan


penerbangan. Kelelahan bisa memperburuk gejala jet lag yang dialami.

Check in secara daring. Hindari stres dengan melakukan check in secara


daring. Keramaian di bandara bisa menimbulkan stres, suatu kondisi yang
akan memperparah jet lag.

Menghindari dehidrasi. Pastikan untuk mengonsumsi banyak air putih


ketika dalam perjalanan dan setelah sampai di tujuan. Hal ini bertujuan
melawan efek dari udara kering di dalam kabin pesawat dan mencegah
dehidrasi.

Batasi konsumsi kafein dan minuman keras. Sebaiknya hindari minuman


yang mengandung alkohol dan kafein. Kedua bahan ini bisa meningkatkan
risiko dehidrasi dan memperparah gejala jet lag yang dialami.

Istirahat selama perjalanan. Lakukan tidur beberapa waktu selama dalam


perjalanan.

64

Sampai di tujuan lebih awal. Ini untuk memberikan tubuh waktu untuk
beradaptasi dengan perubahan pola tidur yang terjadi.

SPATIAL DISORIENTATION
Penerbangan dapat pula mempengaruhi alat keseimbangan awak pesawat
sehingga dapat membahayakan jiwa. Kelainan yang timbul pada penerbangan ini
biasanya berbentuk ilusi atau disorientasi sehingga dikenal sebagai ilusi
penerbangan atau juga disebut spatial disorientation tetapi kadang-kadang
dinamakan pula pilot's vertigo. Spatial disorientation atau pilot's vertigo adalah
suatu fenomena yang sejak dulu merupakan bahaya dalam penerbangan.
Khususnya bagi seorang penerbang militer yang harus melaksanakan tugas
penerbangan yang cukup kompleks dalam kondisi cuaca apapun. Fenomena ini
merupakan suatu masalah yang tidak boleh dianggap enteng. Dengan mengetahui
mekanisme pilot's vertigo maupun macam ilusi yang dapat dialami oleh seorang
penerbang diharapkan dapat diambil langkah-langkah pencegahan demi keamanan
dan keselamatan penerbang, pesawat dan orang lain.
Fungsi alat-alat keseimbangan
Manusia makhluk darat dapat menjaga keseimbangan badannya karena
dilengkapi dengan tiga alat/sistem : Sistem Vestibuler, Sistem Visuil dan Sistem
Proprioseptif. Selama manusia masih berhubungan dengan bumi seperti berjalan,
berlari, melompat dan lain-lain maka ketiga sistem tersebut berfungsi secara
adekuat dan alat alat keseimbangan bekerja secara cermat dan efektif. Akan tetapi
apabila ia meninggalkan bumi dan terbang, alat-alat tersebut dapat membuat
kesalahan-kesalahan, karena impuls-impuls yang tidak lagi adekuat. Kesalahan
tersebut

dapat

menimbulkan

ilusi

dan

sering

mengakibatkan

spatial

disorientation.
1.

Alat Vestibular, mempunyai 3 bagian :


1.

Tip canalis semicularis (saluran berisi endolymph) yang tegak


lurus satu sama lain pada bidang-bidang horisontal, vertikal dan
tranversal. Pada muara tiap-tiap saluran ada suatu pelebaran
65

dengan di dalamnya sel-sel berambut. Rambut-rambut tersebut


berhimpun menjadi (cupula) dan merupakan reseptor sensorik.
Karena gerakan dan aliran endolymph, cupula ikut bergerak sesuai
arah aliran. Tiap gerakan/akselerasi angulair (roll, pitch, yaw)
menimbulkan impuls mekanis pada otak dan melaporkan bahwa
sedang ada gerakan rotasi dari kepala.
2.

Utriculus dan Sacculus berisi reseptor sensorik yang dapat


menerima impuls mekanis akibat gerakan/akselerasi linear.
Reseptor terdiri dari membran otolith yang berisi butir-butir
kalsium karbonat. Membran ini ada di atas lapisan sel-sel berambut
dengan rambut-rambutnya dalam masa clan membran. Gravitasi
maupun akselerasi linear dapat menggerakkan membran otolith
dan dengan demikian rambut-rambut sel berambut. Impuls ini
diterima dan diteruskan lewat syaraf vestibular ke otak.

3.

Cochlea. Alat ini digunakan untuk proses pendengaran. Pola


akselerasi di udara adalah berbeda daripada di bumi, misalnya
akselerasi di udara biasanya tidak segera diikuti dengan deselerasi
seperti terjadi di bumi.

2.

Sistem visuil, adalah alat terpenting dalam menjaga keseimbangan. Dengan


menggunakan penglihatan, kita dapat menentukan lokasi dan posisi suatu
obyek dalam ruangan. Dengan adanya visual horizon seorang penerbang
masih dapat mengadakan orientasi walaupun terjadi ilusi-ilusi akibat
persepsi yang salah dari alat vestibular maupun priprioseptif. Di udara
sistem visuil adalah orientation sense yang paling dapat dipercaya dan
dengan melalui sistem tersebut, si penerbang dapat menginterprestasikan
instrumen pesawat.

3.

Sistem proprioseptif, adalah reseptor sensorik yang mengadakan respons


terhadap tekanan atau tarikan pada jaringan tubuh. Reseptor ini terdapat
dalam jaringan antara lain kulit dan sendi, dan dapat dirasakan di bagian
bagian badan apabila duduk, berdiri atau berbaring. Sistem proprioseptif
ini dikenal sebagai body sense atau seat of the pants sense.

66

Mekanisme Ilusi
1.

Grave Yard Spin dan Grave Yard Spiral Pada waktu masuk ke dalam spin,
maka setelah 15 20 detik kecepatan endolymph dalam saluran
semisirkuler telah sama dengan kecepatan dinding saluran, sehingga
cupula (reseptor) kembali pada keadaan istirahat. Pada waktu pesawat
keluar dari spin, cupula akan bergerak dengan arah yang berlawanan
sehingga seolah-olah terjadi spin untuk kedua kalinya dengan arah
berlawanan. Dengan mengadakan koreksi maka pesawat masuk spin
kembali dengan arah semula. Pada grave yard spiral tidak ada spin tetapi
banked down.

2.

Coriolis Illusion

Ini terjadi apabila endolymph dari satu set saluran semisirkuler kiri telah mencapai
kecepatan yang sama dengan dinding saluran, kemudian ada gerakan dari satu set
lainnya dalam dinding bidang yang lain dari set pertama. Akibatnya ialah suatu
perasan seolah-olah badan berputar dalam bidang di luar bidang tersebut misalnya
bila ada gerakan yawing dengan kecepatan yang konstan, maka dengan gerakan
pitching dari kepala akan terasa seolah-olah badan mengalami roll. Coriolis
illusion paling berbahaya dan biasanya terjadi sewaktu dalam manuver yang
relatif rendah.
1.

Oculo Gyral Illusion

Dalam ilusi ini terlihat suatu obyek di muka mata seolaholah bergerak. Hal ini
akibat rangsangan pada saluran semisirkuler dan dapat terjadi waktu grave yard
spin, grave yard spiral dan coriolis illusion.
2.

Oculo Grave Illusion

Ilusi ini analog dengan oculo gyral illusion bukan akibat rangsangan dari saluran
semisirkuler tetapi rangsangan pada otolith. Ilusi terjadi pada waktu terbang datar
dengan high performance air craft dengan kecepatan akselerasi yang tinggi
sehingga menimbulkan rasa seolah-olah pesawat dalam nose-up attitude. Bila
penerbang mengadakan koreksi, maka ia akan dive dengan akibat crash. Ilusi ini
sering terjadi bila terbang malam atau dalam cuaca buruk, dan tidak terjadi bila di
luar ada visual reference yang adekuat.
3.

Elevator Illusion

67

Ilusi ini juga terjadi akibat makin besarnya gaya gravitasi seperti waktu akselerasi
ke atas. Hal ini mengakibatkan suatu refleks bola mata ke bawah sehingga
kelihatan seolah-olah panel instrumen dan hidung pesawat naik ke atas.
4.

The Keans

Ini adalah ilusi vestibuler yang sering terjadi karena saluran semisirkuler tidak
dapat mendeteksi akselerasi angular di bawah ambang (2,5/detik). Misalnya pada
terbang instrumen mengadakan roll ke kiri tanpa dirasakan karena kecepatannya
di bawah ambang. Bila ia mengadakan roll ke kanan ia merasakan pesawatnya
dalam keadaan roll ke kanan walaupun sebenarnya datar. Hal ini dapat dilihat
dalam sikap badannya.
5.

Autokinesis

Sebuah titik cahaya dalam ruangan yang cukup gelap setelah dipandang beberapa
detik akan kelihatan seolah-olah bergerak. Fenomena ini dikenal sebagai
autokinesis effect dan dapat menyebabkan kekeliruan bila terbang formasi malam
hari.
6.

Kacau antara bumi dan langit

Bila terbang malam dan cukup gelap maka lampu-lampu landasan dilihat sebagai
bintang-bintang. Hal ini membahayakan karena horizon yang diterimanya
kelihatan lebih rendah dari horizon yang sesungguhnya. Akibatnya pesawat akan
diarahkan ke bawah.
7.

Permukaan bumi atau awan

Terbang di atas daerah yang tidak rata (di atas kaki gunung) atau awan yang
miring permukaannya mengakibatkan terbang tidak lurus dan tidak datar.
8.

Seat of the pants sense

Bila pesawat membelok maka arah gaya sentrifugal dan gravitasi selalu menuju ke
arah lantai pesawat. Dengan demikian si penerbang dengan pressure sensors
tersebut sukar mengetahui mana bawah. Di samping itu perasaan ini dapat
menguatkan oculogravic illusion yang terjadi akibat akselerasi linear pada high
performance aircraft.
Tindakan Pencegahan

68

1.

Indoktrinasi kepada para penerbang berupa ceramah, demonstrasi dan film


mengenai fenomena tersebut untuk mengurangi kecelakaan pesawat
karena spatial disorientation.

2.

Mengubah kedudukan alat peralatan dalam panel instrumen sedemikian


rupa sehingga memerlukan gerakan-gerakan kepala yang ekstrim.

3.

Beberapa latihan terbang seperti instrumen take off and night formation
rejoin dipandang cukup membahayakan dan tidak diadakan lagi.

EMBOLI PARU
Definisi
Pulmonary embolism atau emboli paru adalah peristiwa infark jaringan
paru akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis oleh peristiwa emboli.
Keadaan ini dapat memberikan gambaran klinis dengan spektrum luas, mulai
69

darei satu gambaran klinis yang asimtomatik sampai keadaan yang mengancam
jiwa berupa hipotensi, shock kardiogenik, dan keadaan henti jantung yang tibatiba.
Penyebab utama dari suatu emboli adalah tromboemboli vena, namun demikian
penyebab lain dapat berupa emboli udara, emboli lemak, cairan amnion, fragmen
tumor dan sepsis. Diagnosis suatu emboli paru dapat ditegakkan dari penilaian
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang berupa fototoraks, d-dimer test,
pencitraan ventilasi-perfusi, CT-angiograph toraks dengan kontras, angiografi
paru, Magnetic Resonance Angiograph, Duplex Ultrasound Extremitas dan
Echocardiography Transthoracal.
Insidensi
Insidensi emboli paru di Amerika Serikat dilaporkan hampir 200.000 kasus
per tahun dengan angka kematian mencapai 15% yang menunjukkan bahwa
penyakit ini masih merupakan problema yg menakutkan dan salah satu penyebab
emergensi kardiovaskular yang tersering. Laporan lain menyebutkan bahwa
emboli paru secara langsung menyebabkan 100.000 kematian dan menjadi faktor
kontribusi kematian oleh penyakit-penyakit lainnya.

Patofisiologi
Ada tiga faktor yang dapat menimbulkan suatu keadaan koagulasi
intravaskuler, yaitu:
1. Trauma lokal pada dinding pembuluh darah
2. Hiperkoagulobilitas darah
3. Stasis vena
Trauma lokal pada dinding pembuluh darah dapat terjadi oleh karena
cedera pada dinding pembuluh darah, kerusakan endotel vaskuler khususnya
dikarenakan

tromboplebitis

sebelumnya.

Sedangkan

keadaan

keadaan

hiperkoagulobilitas darah dapat disebabkan oleh terapi obat-obtan tertentu


termasuk obat kontrasepsi oral, hormone replacement therapy dan steroid.
Disamping itu masih ada sejumlah faktor genetik yang menjadi suatu faktor

70

predisposisi suatu trombosis. Sementara stasis vena dapat disebabkan oleh


imobilisasi yang berkepanjangan atau katup vena yang inkompeten yang
dimungkinkan terjadi oleh proses tromboemboli sebelumnya. Bila trombus vena
terlepas dari tempat terbentuknya, emboli ini akan mengikuti aliran sistem vena
yang seterusnya akan memasuki sirkulasi arteri pulmonalis. Jika emboli ini cukup
besar, akan dapat menempati bifurkasio arteri pulmonalis dan membentuk saddleembolus. Tidak jarang pembuluh darah paru tersumbat karenanya. Keadaan ini
akan menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang akan melepaskan
senyawa-senyawa vasokonstriktor arteri pulmonalis seperti serotonin, refleks
vasokonstriksi dan hipoksemia yang pada akhirnya akan menimbulkan hipertensi
pulmonal. Peningkatan arteri pulmonal yang tiba-tiba akan meningkatkan tekanan
ventrikel kanan dengan konsekuensi dilatasi dan disfungsi ventrikel kanan yang
pada gilirannya menimbulkan septum interventrikuler tertekan ke kiri dengan
dampak terjadinya gangguan pengisian ventrikel dan penurunan distensi diastolik.
Dengan berkurangnya pengisiam ventrikel kiri maka curah jantung sistemik akan
menurun yang akan mengurangi perfusi koroner dan menyebabkan iskemia
miokard. Peninggian tekanan dinding ventrikel kanan yang diikuti oleh adanya
emboli paru masif akan menurunkan aliran koroner kanan dan menyebabkan
kebutuhan oksigen ventrikel kanan meningkat yang selanjutnya menimbulkan
iskemia dan kardiogenik syok. Siklus ini dapat menimbulkan infark ventrikel
kanan, kolaps sirkulasi dan kematian.
Secara garis besar emboli paru akan menimbulkan efek patofisiologi
berikut:
1. Peningkatan resistensi vaskular paru yang disebabkan obstruksi,
neurohumoral, atau baroreseptor arteri pulmonalis atau peningkatan
tekanan arteri pulmonalis.
2. Pertukaran gas terganggu dikarenakan peningkatan ruang mati alveolar
dari dampak obstruksi vaskuler dan hipoksemia karena hipoventilasi
alveolar, rendahna unit ventilasi-perfusi dan shunt dari kanan ke kiri dan
juga gangguan transfer karbon monoksida.
3. Hiperventilasi alveolar dikarenakan stimulasi refeleks oleh iritasi reseptor.
4. Peningkatan resistensi jalan nafas oleh karena bronkokonstriksi.
5. Berkurangnya compliance paru disebabkan edema paru, perdarahan paru
dan hilangnya surfaktan.
71

Gejala Klinis
Gambaran klinis emboli paru cukup bervariasi mulai dari yang paling
ringan tanpa gejala (asimtomatik) sampai yang paling berat dengan gejala yang
paling kompleks. Variasi gambaran klinis emboli paru tergantung pada beratnya
obstruksi pembuluh darah, jumlah emboli paru (tunggal atau multipel), ukuran
(kecil, sedang atau masif), lokasi emboli, umur pasien dan penyakit
kardiopulmonal yang ada.
a. Emboli Paru Masif
Gejala klinis timbul akibat tersumbatnya arteri pulmonalis sampai cabang
pertama dari arteri pulmonalis yaitu berupa sesak napas, sinkop, sianosis
dengan hipotensi arteri sistemik persisten. Obstruksi terjadi pada < 50%
vaskular paru, dan disfungsi dari ventrikel kanan dapat dijupai.
b. Emboli Paru Sedang sampai Besar (Submasif)
Gejala klinis timbul akibat tersumbatnya cabang arteri pulmonalis
segmental dan subsegmental yaitu berupa tanda-tanda pleuritis, adanya
area konsolidasi paru yang terkena, dan efusi pleura.
c. Emboli Paru Kecil sampai Sedang
Gambaran klinis timbul akibat tersumbatnya cabang-cabang arteri
pulmonalis berupa sesak napas sewaktu beraktivitas dan apabila emboli
terjadi berulang kali, dapat mengakibatkan hipertensi pulmonal.
d. Infark Paru
Gejala yang timbul adalah gangguan hemodinamik dan gangguan
respiratorik.

Gangguan

hemodinamik

berupa

vasokonstriksi arteri

pulmonal sehingga menimbulkan peningkatan resistensi vaskular paru dan


hipertensi pulmonal. Ganggua respiratorik berupa bronkokonstriksi
sehingga menimbulkan hipoksemia arterial dan menurunnya rasio
ventilasi/perfusi.
Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Analisis Gas Darah
Biasanya didapatkan PaO2 yang rendah (hipoksemia) < 80 mmHg akibat
gangguan fungsi ventilasi-perfusi paru. PaCO 2 juga menurun <40 mmHg
yang disebabkan oleh reaksi kompensasi hiperventilasi sekunder.
b. Pemeriksaan D-Dimer

72

Plasma D-Dimer merupakan hasil degradasi produk yang dihasilkan oleh


proses fibrinolisis endogen yang dilepas dalam sirkulasi saat adanya
bekuan. Jadi, apabila kadar D-Dimer didapati mengalami peningkatan di
dalam tubuh maka dicurigai telah ada proses pembekuan (clotting) dalam
sirkulasi. Batas yang sering digunakan adalah < 500 ng/ml. Apabila kadar
D-Dimer > 500 ng/ml maka patut dicurigai adanya bekuan pada sirkulasi.
Berikut adalah kadar D-Dimer pada berbagai status klinis.
Status Klinis
Normal
Umur
Kehamilan
TrombosisVena Dalam(DVT)
EmboliParu(PE)
D.I.C.
Infarct Myocard
Terapitrombolitik
Disseminated cancer
Infeksi/Radang
KelainanHepar

Kadar Normal
< 500 ng/ml
500 1.000 ng/ml pada70 th
2001.000 ng/ml
5005.000 ng/ml
500 5.000 ng/ml
200 100.000 ng/ml
200 6.000 ng/ml
200 100.000 ng/ml
200 6.000 ng/ml
200 20.000 ng/ml
200 3.000 ng/ml

c. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang ditemukan pada EKG tidak spesifik untuk emboli paru,
tetapi paling tidak dapat dipakai sebagai pertanda dugaan adanya emboli
paru, apalagi bila dikaitkan dengan kondisi klinis yang timbul. Sebagian
besar gambaran EKG yang timbul pada emboli paru masif sama seperti
pada kondisi korpulmonal akut, berupa:
Gelombang T inversi pada sadapan prekordial kanan
Gelombang P Pulmonal pada sadapan II, III, aVF
Gambaran Right Bundle Branch Block
Lain-lain : aritmia, takikardia, flutter atrial
d. Pemeriksaan Radiologis
1. Foto Toraks
Pemeriksaan x-ray

toraks

tidak

dapat

membuktikan

ataupun

menyingkirkan diagnosis emboli paru secara pasti. Berbagai kelainan


radiologi dapat ditemukan pada hasil foto toraks pasien emboli paru.
Gambaran atelektasis, efusi pleura, pembesaran arteri pulmonal,

73

kardiomegali, bahkan gambaran toraks normal dapat ditemukan pada


pasien emboli paru.
Beberapa tanda khas radiografi yang mungkin dapat ditemukan pada
pasien emboli paru, namun tidak spesifik dan tidak sensitif yaitu:
Hamptons Hump
Gambaran ini menunjukkan adanya gambaran radioopak
berbentuk segitiga dengan apeks menghadap ke hilus. Ini
menunjukkan adanya infark paru di daerah distal dari thrombus.

Pallas sign
Pembesaran arteri pulmonal desending
Westermarks Sign
Terdapat penurunan corakan vascular paru di area yang
terlokalisasi.

74

Panah putih menunjukkan Westermarks sign, panah hitam menunjukkan


Pallas sign.
2. CT Pulmonary Angiography (CTPA)
Pemeriksaan spiral CT yang menggunakan media kontras untuk
mengevaluasi pembuluh darah paru.
Emboli Akut:
luput isi (filling defect) sentral
oklusi pembuluh darah
distensi pembuluh darah
Emboli Kronik:
luput isi (filling defect) yang eksentrik
kalsifikasi

3. Spiral Pulmonary CT-Scan


Pemeriksaan ini tidak invasive dan cepat. Kelemahannya ialah sulit
dapat mendeteksi emboli paru subsegmental.
4. Angiografi Paru
Pemeriksaan ini adalah baku emas (gold standard) untuk diagnosis
emboli paru. Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan yang invasive,
sehingga tidak efektif dilakukan untuk keadaan kritis. Pemeriksaan ini
digantikan oleh spiral CT-Scan yang memiliki akurasi yang sama.
Hasil yang positif menunjukkan adanya luput isi (filling defect)
intraluminal atau cut off aliran darah.
5. Magnetic Resonance Angiography
Spsesifisitas dan sensitivitasnya sama dengan CT angiografi.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan tanpa menggunakan kontras. Namun
tidak dapat dilakukan pada pasien gawat.
6. V/Q Scan

75

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya mismatch antara


ventilasi dan perfusi paru. Bahan radioaktif diinhalasikan dan
diinjeksikan melalui vena. Pada paru yang normal, bahan tersebut akan
terdistribusi ke seluruh lapangan paru. Hal ini menunjukkan ventilasi
yang normal. Untuk menilai perfusi, bahan radioaktif diinjeksikan
melalui vena. Bila terdaapt emboli, bahan radioaktif yang diinjeksikan
melalui vena tidak akan tampak pada bagian distal dari emboli akibat
oklusi.

Diagnosis
Bagan diagnosis yang dapat digunakan untuk menegakkan emboli paru
adalah sebagai berikut:

Kecurigaan Klinis
Emboli Paru

Tingkat Kecurigaan
Rendah

Tingkat Kecurigaan Tinggi


76

Fungsi Ginjal baik dan


Fungsi Ginjal
Tes Pencitraan
tidak alergi terhadap
terganggu dan alergi
Tidak
Tidak
USGDijumpai
Dijumpai
Tungkai
Pulmonal
V/Q
Scankontras
bahan kontras Arteriografi
terhadap
bahan

Tes D-Dimer

CT Scan Thoraks

Penatalaksanaan
1. Antikoagulan
Merupakan pengobatan utama. Contohnya adalah :

heparin,

low

molecular weight heparin (enoxaparin dan dalteparin), atau fondaparinux


diberikan pada saat awal, disertai pemberian warfarin yang memerlukan
beberapa hari untuk efektif. Terapi warfarin erring membutuhkan
penyesuaian dosis dan peantauan INR. Pada Emboli Paru INR idealantara
2,0 dan 3,0. Jika serangan Emboli paru berkurang saat terapi warfarin,
rentang INR dinaikkan menjadi 2,5 3,5, atau menggunakan antikoagulan
lain seperti

low molecular weight heparin.

Terapi warfarin biasanya

dilanjutkan hingga 3 6 bulan atau seumur hidup jika ada riwayat Emboli
Paru atau thrombosis vena dalam sebelumnya, atau terdapat factor resiko.
77

Nilai D-dimer yang tidak normal pada akhir pengobatan merupakan tanda
untuk lanjutan pengobatan.
2. Trombolisis
Pada Emboli
hemodinamik

Paru

massif

yang

menyebabkan

ketidakstabilan

(syok, hipotensi, hipovolemia, atau sepsis) merupakan

indikasi memulai trombolisis.


3. Embolektomi
4. Vena cava filters
Komplikasi
Komplikasi dari emboli paru adalah :

Sudden cardiac death


Obstructive shock
Pulseless electrical activity
Atrial or ventricular arrhythmias
Secondary pulmonary arterial hypertension
Cor pulmonale
Severe hypoxemia
Right-to-left intracardiac shunt
Lung infarction
Pleural effusion
Paradoxical embolism
Heparin-induced thrombocytopenia
Thrombophlebitis

Prognosis
Prognosis emboli paru tergantung pada luas paru yang terlibat dan kondisi
medis yang menyertainya. Emboli kronik paru dapat menyebabkan hipertensi
pulmonal. Kematian Emboli Paru yang tidak diobati mencapai 26%
Pencegahan
Pada orang-orang yang memiliki resiko untuk menderita emboli paru,
dilakukan berbagai usaha untuk mencegah penggumpalan darah di dalam vena.
Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua),
disarankan untuk :
-

Menggunakan stoking elastic

78

Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi


kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko
-

emboli paru.
Melakukan latihan kaki
Bangun daritempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan

Daftar Pustaka
4.

Dr. H. Sukotjo Danusastro, DSKP, MBA, Makalah Aspek Aerofisiologi


dalam Penerbangan. Perkespra Pusat, Jakarta

5.

Ernsting John. Aviation Medicine, Butterworth University. Press


Cambridge, 2002.

6.

Whitton Randall. Flights Surgeong Guide. USAM Brooks. AFB Texas


1996

7.

Daugal Watson, Effect of Alcohol on pilot performance and safety, AV


Media, 1997

8.

Direktorat Kesehatan TNI AU, Dasar-dasar Kesehatan Penerbangan, Jilid


I dan II, Jakarta, 1995

9.

Rudge, Drug and Flier, in USAF fligt Surgeons Guide.

10.

Soemarwoto, Airmanship untuk keselamatan terbang, Simposium


Kesehatan Penerbangan Berkelanjutan, Bandung 2001.

79

11.

Samuel Starus, Jet lag and Trans Meridian Flight, Aerospace Medicine
Virginia Mason Clinic, via internet.

12.

Threvor Thom, Human factor and Pilot performance, in the Air Pilot
Manual 6, shrupshine, 1997.

80

Anda mungkin juga menyukai