Q.S. Al Maun
Q.S. Al Maun adalah surat yang ke 107 dalam urutan mushaf Al Quran. Kata Al Maun
diambil dari ayat ke tujuh yang artinya barang-barang yang berguna. Q.S. Al Maun terdiri
dari 7 ayat. Surat. ini diturunkan di Mekah sehingga dinamakan surat makiyah. Berikut ini
adalah Q.S. Al Maun.
Dengar
:Keterangan bacaan
Pada ayat pertama terdapat bacaan idgam syamsiyah yaitu kata
Huruf pada kata
merupakan bacaan izhar qamariyah jadi lam sukun harus dibaca jelas
Pada kata terdapat bacaan idgam bilagunnah karena tanwin bertemu
Kata
dengan lam
Pada kata
mengandung bacaan mad arid lis sukun sebab mad tabiI diikuti huruf
Keterangan bacaan:
huruf mim sukun dibaca jelas karena merupakan bacaan izhar syafawi
merupakan bacaan qalqalah sugra
Ketika rasululah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya telah berhijrah ke Madiah
dan telah menjadi negri Islam, maka mulailah wahyu yang berkaitan dengan syariat (yang
berupa hukum-hukum ibadah amali) turun, pada ayat-ayat sebelumnya pada surat Al Baqarah
ini dijelaskan tentang hukum qishash, washiat, dan pengawasan Allah akan hal itu, maka pada
ayat ini Allah Taala menjelaskan satu ibadah yang menjadikan seorang hamba tumbuh
ketakwaan dan keimanannya yaitu dengan menjalankan shaum selama beberapa waktu (yaitu
hanya sebulan lamanyapada bulan Ramadhan), yang perintah ini turun pada tahun kedua
dari hijrahnya Nabi shallallahu alaihi wasallam. Allah Taala berfirman:
{ 183}
{184}
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang
tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada harihari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
berpuasa) membayar fidyah, (yaitu), memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang
dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan
berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (Al-Baqarah: 183-184).
Tafsir Ayat : 183
Allah Taala mengabarkan tentang segala yang Dia karuniakan kepada hamba-hambaNya
dengan cara mewajibkan atas mereka berpuasa sebagaimana Allah telah mewajibkan puasa
itu atas umat-umat terdahulu, karena puasa itu termasuk di antara syariat dan perintah yang
mengandung kemaslahatan bagi makhluk di setiap zaman, berpuasa juga menambah
semangat bagi umat ini yaitu dengan berlomba-lomba dengan umat lain dalam
menyempurnakan amal perbuatan dan bersegera menuju kepada kebiasaan-kebiasaan yang
baik, dan puasa itu juga bukanlah suatu perkara sulit yang merupakan keistimewaan kalian.
Kemudian Allah Taala menyebutkan hikmah disyariatkannya puasa seraya berfirman, {
" } Agar kamu bertakwa," karena sesungguhnya puasa itu merupakan salah satu faktor
penyebab ketakwaan, karena berpuasa adalah merealisasikan perintah Allah dan menjauhi
laranganNya. Dan di antara gambaran yang meliputi ketakwaan dalam puasa itu adalah
bahwa orang yang berpuasa akan meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah seperti
makan, minum, melakukan jima' dan semacamnya yang sangat diinginkan oleh nafsunya
dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah seraya mengharapkan pahala dalam
meninggalkan hal-hal tersebut, inilah hal yang merupakan ketakwaan, di antaranya juga
sebagai gambaran bahwasanya orang yang berpuasa itu melatih dirinya dengan selalu merasa
diawasi oleh Allah Taala, maka meninggalkan apa yang diinginkan oleh nafsunya padahal
dia mampu melakukannya karena dia tahu bahwa Allah melihatnya.
Gambaran lain dalam puasa adalah bahwasanya puasa itu mempersempit gerakan setan
karena setan itu selalu berjalan dalam tubuh manusia seperti jalannya darah, maka puasa akan
melemahkan pengaruhnya dan meminimkan kemaksiatan, di antaranya juga bahwa seorang
yang berpuasa biasanya akan bertambah ketaatannya, sedang ketaatan itu adalah gambaran
dari ketakwaan, yang lainnya lagi adalah bahwa orang yang kaya bila merasakan susahnya
kelaparan, pastilah ia menghibur kaum miskin lagi papa, dan ini pun dari gambaran
ketakwaan.
" } membayar fidyah" dari setiap hari yang mereka batalkan, { " } memberi
makan seorang miskin" hal ini pada awal-awal kewajiban berpuasa ketika mereka belum
terbiasa berpuasa dan saat itu kewajiban tersebut adalah suatu yang harus dilakukan oleh
mereka yang akhirnya sangat berat bagi mereka untuk melakukannya, lalu Allah Rabb yang
Maha Bijaksana memberikan jalan yang paling mudah bagi mereka, Dia memberikan pilihan
bagi orang yang tidak mampu berpuasa antara melakukan puasa dan itulah yang paling baik
dan
utama
atau
memberikan
makan.
alaih)
Dalam shaum juga terdapat banyak sekali faidah baik secara diniyah atau secara ijtimaiyah
(kemasyarakatan), yang hal itu diisyaratkan dalam firmanNya, jika kamu mengetahui.
Diantara faidah-faidah tersebut adalah :
Shaum membiasakan seseorang merasa takut (khasyah) kepada Allah Taala baik dalam
ketika sendirian atau ketika dihadapan orang lain
Melunturkan atau meredam syahwat yang tinggi, oleh karena itu seorang yang masih lajang
(belum menikah) dianjurkan untuk berpuasa sebagaimana hadits rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, Wahai para pemuda..! Barang siapa diantara kalian ada yang mampu menikah
maka hendaklah ia menikah, sungguh ia (pernikahan) itu dapat lebih menahan pandangan dan
dapat memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah ia
berpuasa. Sesungguhnya (berpuasa) itu adalah peredam baginya . (Muttafaq alaih)
Berpuasa mendidik pelakunya untuk bersifat lembut, sayang terhadap diri dan orang lain
Didalam syariat berpuasa terdapat isyarat adanya keadilan antara orang kaya dan orang
miskin, orang-orang yang memiliki jabatan dan rakyat biasa.
Sesungguhnya shaum yang di wajibkan atas kaum mukminin adalah hanya beberapa hari
saja. Pengungkapan dengan firmanNya (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu,
menunjukkan perintah tersebut adalah ringan bagi orang yang diperintah. Dan hal itu
menunjukkan karunia dan rahmat Allah Taala terhadap hambaNya karena hanya mewajibkan
shaum
beberapa
hari
saja.
Dari ayat tersebut dapat diambil qaidah, Anna al masyaqqah tajlibu at taisiir (sesungguhnya
kesulitan itu mendatangkan keringanan), sebagaimana dalam ayat Maka barangsiapa di
antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Karena sakit dan
safar adalah kondisi yang dominannya terdapat kesulitan atau rasa berat.
Bolehnya berbuka (tidak berpuasa) bagi orang yang sakit. Akan tetapi yang dimaksud disini
adalah
sakit
yang
memberatkan
apabila
sambil
berpuasa,
atau
memperlambat
Pertama, safar yang tidak memberatkan sama sekali, baginya sama shaum ketika muqim atau
ketika safar jenis ini, yaitu tidak memberatkan, maka dalam kondisi seperti ini shaum adalah
lebih afdhal, dan jika ia ingin berbuka (tidak berpuasa) maka tidak apa-apa; berdasarkan
hadits Abu Darda radhiallahu anhu beliau berkata, Kami keluar bersama rasulullah
shallallahu alaihi wasallam pada sebagian safar-safarnya di hari yang panas sehingga
seseorang meletakkan tangannya diatas kepalanya karena panas yang sangat; dan diantara
kami tidak ada yang berpuasa kecuali rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan Ibnu
Rawahah. (HR, Bukhari dan Muslim). Diantara alasan lebih afdhal baginya untuk berpuasa
adalah bahwa shaum ketika safar lebih cepat dalam melepas kewajiban dirinya; pada
umumnya hal itu adalah lebih mudah baginya karena orang lain sama-sama melakukannya,
dan terkadang mengqadha di waktu lain justru lebih berat baginya; dan pula bertepatanya
dengan bulan untuk berpuasa yaitu ramadhan.
Kondisi kedua, musafir yang ketika ia berpuasa maka akan memberatkannya akan tetapi tidak
sangat berat; kondisi seperti ini yang afdhal adalah berbuka (tidak berpuasa). Berdasarkan
sabda nabi shallallahu alaihi wasallam ketika beliau safar lalu melihat sekumpulan orang
sedang berkerumun dan seseorang yang di naungi maka beliau menanyakan tentang orang
itu, mereka menjawab dia orang yang berpuasa, maka rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda, Bukanlah suatu kebaikan perpuasa ketika safar. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Kondisi ketiga, musafir yang ketika ia berpuasa maka puasanya akan sangat
memberatkannya, maka orang yang seperti ini diwajibkan untuk berbuka, sebagaimana sabda
rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada orang yang sedang safar bersamanya lalu
merasa sangat berat karena puasanya, maka beliau bersabda, Mereka adalah orang-orang
yang bermaksiat, mereka adalah orang-orang yang bermaksiat.. (HR. Bukhari). Dan suatu
perbuatan tidaklah di sebut maksiat kecuali perbuatan tersebut adalah sesutau yang
diharamkan atau meninggalkan kewajiban.
Safar yang dibolehkan untuk berbuka didalam ayat adalah tidak dibatasi oleh waktu, tidak
pula jarak tempuh, karena keumuman safar yang disebutkan dalam ayat; oleh karena itu maka
ukurannya adalah dikembalikan kepada urf (kebiasaan), maka perjalanan yang dianggap
oleh manusia pada umumnya sebagai safar maka itu disebut safar dan inilah yang dipilih oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, karena membatasi perjalanan yang dianggap
safar
dengan
ukuran
waktu
atau
jarak
tempuh
membutuhkan
kepada
dalil.
Seseorang yang lemah tidak mampu berpuasa yang tidak lagi diharapkan kembali
kekuatannya untuk berpuasa, maka wajib baginya membayar fidyah yaitu memberi makan
satu orang miskin untuk setiap harinya. Pendalilannya adalah bahwa Allah Taala menjadikan
memberi makan sebagai ganti dari puasa ketika memilih keduanya, maka apabila terdapat
udzur sehingga terhalang untuk berpuasa maka wajib berpindah kepada gantinya yaitu
memberi makan.
Seorang wanita yang sedang hamil (mengandung) atau menyusui, maka baginya dibolehkan
berbuka (tidak berpuasa) dengan mengqadha shaumnya di hari yang lain, demikian pula
lansia yang lemah tidak mampu lagi untuk berpuasa dan orang yang sakit yang tidak bisa
diharapkan kesembuhannya maka baginya boleh berbuka dan tidak perlu mengqadha akan
tetapi keduanya harus membayar fidyah dengan memberi makan setiap harinya satu orang
miskin. Dan jika bagi seorang wanita yang sedang hamil atau menyusui khawatir akan
janinnya, atau anaknya atau dirinya maka baginya harus membayar fidyah yaitu dengan
memberi makan satu orang miskin pada setiap harinya. Wallahu alam
1. Lanjutan ayat .
a. a.
b.
c.
d.
2. Lafaz wala yahuddu ditulis dengan huruf arab yang benar adalah
a. b. c.
d. `
3. Surat Al Fil mengungkapkan riwayat pasukan akan
menghancurkan kabah
a. gajah
b. burung
c. kuda
d. onta
4. Seseornag yang menerima wahyu dari Allah hanya untuk dirinya
sendiri disebut a. rasul
b. sahabat
c. Nabi
5. artinya: orang-orang yang berbuat .
d. Wali
a. syirik
b. nifak
c. riya
d. hasud
6. Rukun iman yang ketiga adalah iman kepada .
a. Malaikat
b. qada dan qadar
c. Kitab-kitab d. hari kiamat
7. Al-Quran menurut bahasa artinya .
a. bacaan
b. lembaran c. ucapan
d. kumpulan
8. Peristiwa turunnya Al-Quran disebut .a. Nuzulul Quran b. lailatul
Qadar c. Asbabun Nuzul
d. Asbabul wurud
9. Kitab suci umat islam adalah .
a. Nuzulul Quran b. lailatul Qadar c. Asbabun Nuzul
d. Asbabul
wurud
10. Jumlah Nabi dan Rasul yang wajib diketahui ada .
a. 5
b. 15
c. 25 d. 35
11. Ilmu yang membahas tentang tata cara membaca Al Quran
adalah(tajwid)
12. Kalimat adalah hukumnya harus dibaca secara ..
13. Surat Al Fil terdiri dari (5). Ayat
14. Jelaskan yang dimaksud dengan Tahun Fil (gajah) !
15.
Salinlah ayat tersebut ke dalam huruf latin !
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
biddin)
Termasuk orang yang celaka, apabila kita ...( melalaikan salat)
Surat Al Fiil termasuk surat ....(makiyah)
Surat Al fiil berisi kisah hancurnya ....(pasukan gajah)
Pasukann bergajah dihancurkan Allah SWT sebab akan merusak ....
(kabah)
10.
Kalimat tairan ababil terdapat pada surat Al fiil ayat ....( 3)
11.
Allah menghancurkan pasukan bergajah melalui tentaranya yang
berupa .... (Burung ababil)
12.
Lafadz Yaduulyatim jika ditulis ke dalam huruf hijriyah/arab adalah
....
13.
Dalam surat al-Maun lafal yang mendustakan agama adalah ....
14.
Utusan Allah SWT untuk menghancurkan pasukan gajah adalah ....
15.
Tiang agama islam adalah .....