Asam asetat
Informasi
Nama sistematis
Asam etanoat
Asam asetat
Nama alternatif
Asam metanakarboksilat
Asetil hidroksida (AcOH)
Hidrogen asetat (HAc)
Asam cuka
Rumus molekul
CH3COOH
Massa molar
60.05 g/mol
Titik lebur
Titik didih
Penampilan
Keasaman (pKa)
4.76 pada 25 C
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris
C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H.
Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan
memiliki titik beku 16.7C.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format.
Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi
sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku
industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena
tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam
industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam
asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan
asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur
ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Penamaan
2 Sejarah
3 Sifat-sifat kimia
4 Biokimia
o 4.1 Biosintesis asam asetat
5 Produksi
o 5.1 Karbonilasi metanol
o 5.2 Oksidasi asetaldehida
6 Penggunaan
7 Keamanan
8 Lihat pula
9 Referensi
10 Pranala luar
[sunting] Penamaan
Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama
yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berarti cuka.
Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama
trivial yang merujuk pada asam asetat yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena asam
asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7 C, sedikit di bawah suhu ruang.
Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakat singkatan resmi bagi asam asetat adalah
AcOH atau HOAc dimana Ac berarti gugus asetil, CH3C(=O). Pada konteks asam-basa, asam
asetat juga sering disingkat HAc, meskipun banyak yang menganggap singkatan ini tidak benar.
Ac juga tidak boleh disalahartikan dengan lambang unsur Aktinium (Ac).
[sunting] Sejarah
ahli kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli
kimia Prancis Pierre Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.
Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk
pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon disulfida menjadi karbon
tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam air menjadi
asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi melalui elektrolisis menjadi asam asetat.
Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari
distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat
yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.
Dimer siklis
Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen.
Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat berpasangan
membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[3] Dimer juga dapat dideteksi pada
uap bersuhu 120 C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatanhidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni.[4] Dimer dirusak dengan adanya
pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0
66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154157 J mol1 K1.[5] Sifat dimerisasi ini juga dimiliki
oleh asam karboksilat sederhana lainnya.
Sebagai Pelarut
Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam asetat
memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa
polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsurunsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan mudah dengan pelarut polar atau
nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur
dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas dalam industri kimia.
Reaksi-reaksi kimia
Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng,
membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga
dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal
adalah reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir semua garam asetat
larut dengan baik dalam air. Salah satu pengecualian adalah kromium (II) asetat. Contoh reaksi
pembentukan garam asetat:
Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)
NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)
Aluminium merupakan logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan
aluminium oksida yang melindungi permukaannya. Karena itu, biasanya asam asetat diangkut
dengan tangki-tangki aluminium.
membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang mudah dikenali dengan baunya yang
tidak menyenangkan.
[sunting] Biokimia
Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat merupakan gugus yang penting bagi biokimia pada
hampir seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berikat pada koenzim A menjadi
senyawa yang disebut Asetil-KoA, merupakan enzim utama bagi metabolisme karbohidrat dan
lemak. Namun demikian, asam asetat bebas memiliki konsentrasi yang kecil dalam sel, karena
asam asetat bebas dapat menyebabkan gangguan pada mekanisme pengaturan pH sel. Berbeda
dengan asam karboksilat berantai panjang, asam asetat tidak ditemukan pada trigliserida dalam
tubuh makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida buatan yang memiliki gugus asetat,
triasetin (trigliserin asetat), adalah zat aditif yang umum pada makanan, dan juga digunakan
dalam kosmetika dan obat-obatan.
Asam asetat diproduksi dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus
Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan,
air, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami diproduksi pada buah-buahan/makanan
yang telah basi. Asam asetat juga terdapat pelumas vagina manusia dan primata lainnya,
berperan sebagai agen anti-bakteri.[6]
[sunting] Produksi
[sunting] Penggunaan
Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia.
Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk memproduksi
monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga digunakan
dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk
penggunaan dalam cuka relatif kecil.
[sunting] Keamanan
Asam asetat pekat bersifat korosif dan karena itu harus digunakan dengan penuh hati-hati. Asam
asetat dapat menyebabkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran
mukosa. Luka bakar atau lepuhan bisa jadi tidak terlihat hingga beberapa jam setelah kontak.
Sarung tangan latex tidak melindungi dari asam asetat, sehingga dalam menangani senyawa ini
perlu digunakan sarung tangan berbahan karet nitril. Asam asetat pekat juga dapat terbakar di
laboratorium, namun dengan sulit. Ia menjadi mudah terbakar jika suhu ruang melebihi 39 C
(102 F), dan dapat membentuk campuran yang mudah meledak di udara (ambang ledakan:
5.4%-16%).
Klasifikasi
Iritan (Xi)
Korosif (C)
Korosif (C)
Frase-R
R36/38
R34
R10, R35
Larutan asam asetat dengan konsentrasi lebih dari 25% harus ditangani di sungkup asap (fume
hood) karena uapnya yang korosif dan berbau. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tidak
berbahaya. Namun konsumsi asam asetat yang lebih pekat adalah berbahaya bagi manusia
maupun hewan. Hal itu dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan
yang mematikan pada keasaman darah.