Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1.

Deskripsi Pengumpulan Data


Pengumpulan data pasien stroke perdarahan intraserebral di RSUD dr.
Soedarso Pontianak diperoleh dari penelusuran rekam medis pasien pada tahun
2014 2010. Pada tahun 2010 2014 didapatkan sebanyak 1036 pasien yang
terdiagnosa stroke perdarahan intraserebral dan sebanyak 98 pasien stroke
perdarahan intraserebral yang memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini.

4.2.

Analisis Univariat
4.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Pasien berjenis kelamin laki-laki yang menderita stroke perdarahan
intraserebral non diabetik pada penelitian ini sebanyak 46 orang (46,9%),
dan 52 orang (53,1%) berjenis kelamin perempuan, dari total 98 pasien
yang memenuhi kriteria inklusi. Secara lengkap distribusi subjek
penelitian berdasarkan jenis kelamin terdapat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
No
1

Jenis Kelamin
Laki-laki

Frekuensi
46

%
46,9

52
98

53,1
100,0

Perempuan
Jumlah
Sumber : Data Sekunder 2014

4.2.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia


Usia pasien stroke perdarahan intraserebral non diabetik pada
penelitian ini didapatkan dengan rata-rata usia 56,70 tahun. Kelompok usia
dengan insiden stroke perdarahan intraserebral non diabetik terbanyak
adalah kelompok usia 43-51 tahun, dengan jumlah 26 orang (26,5%).
Sedangkan insiden terkecil terjadi pada tiga kelompok usia, yaitu 25-33
tahun dan 79-87 tahun yang hanya berjumlah 2 orang (2,0%). Secara
lengkap distribusi subjek penelitian berdasarkan kelompok usia terdapat
pada tabel 4.2.

31

32

Tabel 4.2. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Kelompok Usia


No
1

Kelompok Usia (tahun)


25-33

Frekuensi
2

%
2,0

34-42

11

11,2

43-51

26

26,5

52-60

23

23,5

61-69

19

19,4

70-78

12

12,2

79-87

2,0

3
98

3,1
100,0

88-96
Jumlah
Sumber : Data Sekunder 2014

4.2.3. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Status Mortalitas


Pasien stroke perdarahan intraserebral non diabetik pada penelitian
ini yang meninggal saat dirawat di rumah sakit adalah sebanyak 44 orang
(44,9%) dan pasien stroke perdarahan intraserebral yang hidup saat
dirawat dan pulang dengan keadaan membaik atas indikasi dokter adalah
54 orang (55,1%). Secara lengkap distribusi subjek penelitian berdasarkan
status mortalitas terdapat pada tabel 4.4.
Tabel 4.3. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Status Mortalitas
No
1
2

Status
Meninggal

Hidup
Jumlah
Sumber : Data Sekunder 2014
4.3.

Frekuensi
44

%
44,9

54
98

53,1
100,0

Analisis Pengaruh Kadar Gula Darah Saat Masuk Rumah Sakit Terhadap
Kejadian Mortalitas Pasien Stroke Perdarahan Intraserebral Non Diabetik
Hasil penelitian yang diperoleh disusun dalam table 2x2 untuk
menganalisis ada atau tidaknya pengaruh antara kadar gula darah saat masuk
rumah sakit dengan kejadian mortalitas pada pasien stroke perdarahan
intraserebral non diabetik. Kemudian dilakukanlah uji hipotesis chi-square dan

33

perhitungan nilai risiko relatif menggunakan program Statistical Product for


Service Solution 20.0.
Tabel 4.4. Pengaruh Kadar Gula Darah Saat Masuk Rumah Sakit Terhadap
Kejadian Mortalitas pada Pasien Stroke Perdarahan Intraserebral Non
Diabetik
Status Mortalitas
Meningga
Hidup
l
Kadar
Gula

150 mg/dL
<150 mg/dL

n
40
4

%
81,6
8,2

n
9
45

%
18,4
91,8

Total

44

44,9

54

55,1

RR
(IK 95%)

<0,001

10,00
(3,87 25,81)

Darah

Berdasarkan analisis SPSS 20.0 didapatkan nilai observed sebesar 40, 9, 4,


45 dan nilai expected sebesar 22, 27, 22, serta 27. Karena tidak ada nilai observed
yang bernilai 0 dan tidak ada nilai expected yang bernilai kurang dari 5, maka data
tersebut layak diuji dengan menggunakan chi-square.
Nilai signifikansi yang didapatkan dengan uji chi-square adalah <0,001
(p<0,05), hal ini berarti kadar gula darah saat masuk rumah sakit berpengaruh
terhadap kejadian mortalitas pada pasien stroke perdarahan intraserebral non
diabetik.
Risiko relatif (RR) menunjukkan besar peran faktor risiko terhadap
terjadinya efek. Pada penelitian ini didapatkan nilai RR sebesar 10,00 dengan
interval kepercayaan 95% berkisar antara 3,87 dan 25,81. Nilai RR sebesar 10,00
memiliki arti bahwa pasien dengan kadar gula darah saat masuk rumah sakit 150
mg/dL mempunyai

kemungkinan

10

kali

untuk

mengalami

mortalitas

dibandingkan dengan pasien yang kadar gula darah saat masuk rumah sakitnya <
150 mg/dL. Nilai RR sebesar 10,00 dapat juga diinterpretasikan bahwa
probabilitas pasien dengan kadar gula darah saat masuk rumah sakit 150 mg/dL
untuk mengalami mortalitas adalah sebesar 58,8%.

34

4.4. Pembahasan
4.4.1. Distribusi Pasien Stroke Perdarahan Intraserebral Non Diabetik
Berdasarkan Jenis Kelamin
Pada penelitian ini, ditemukan pasien berjenis kelamin, pria
sebanyak 46 orang (46,9%) dan wanita sebanyak 52 orang (53,1%). Hasil
tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kedua jenis
kelamin. Walaupun penelitian lainnya tidak menunjukkan persentase
serupa, namun hanya terdapat selisih yang kecil antara insiden pada lakilaki dan perempuan. Pada penelitian Bejot et al (2011) persentasi insiden
pada perempuan sebesar 52,5%.,35 Sedangkan pada penelitian Lee et al
(2010) didapatkan persentase laki-laki sebanyak 54,3%. 37 Disimpulkan
pada kedua penelitian tersebut bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan
insiden pada kedua jenis kelamin untuk menderita stroke perdarahan
intraserebral. Hal ini kurang sejalan dengan beberapa penelitian lain
seperti yang dikatakan Hu et al (2013) bahwa perbandingan insiden stroke
perdarahan intraserebral laki-laki dan perempuan adalah sebesar 2:1,
dikarenakan laki-laki cenderung memiliki aktivitas fisik yang lebih berat
serta gaya hidup tidak sehat seperti minum-minuman beralkohol dan
merokok.38 Variasi ini dikarenakan penelitian ini bukan merupakan
penelitian epidemiologi yang memasukkan seluruh pasien stroke
perdarahan

intraserebral,

sehingga

terdapat

kriteria

yang

harus

dipertimbangkan dalam pengambilan sampel, diantaranya adalah kasus


stroke bukan rekuren dan ada tidaknya riwayat diabetes mellitus. Pada
penelitian ini juga tidak diapaparkan data jumlah laki-laki dan perempuan
di setiap kelompok usia, dimana sesuai dengan data epidemiologi stroke
dari AHA 2014 bahwa insiden stroke didominasi oleh laki-laki hingga usia
45 tahun, namun akan bergeser menjadi dominasi perempuan di usia lebih
tua, yaitu pada masa pasca menopause karena efek neuroprotektif dari
hormon seks perempuan sudah memudar fungsinya.2
Stroke perdarahan intraserebral memiliki

penyebab

yang

multifaktorial, dimana faktor-faktor risiko yang menjadi penyebabnya juga

35

akan mempengaruhi dominansi insiden pada laki-laki atau perempuan. Di


Indonesia, prevalensi penyakit hipertensi yang merupakan penyebab
tersering stroke tipe ini, lebih tinggi pada perempuan sehingga stroke
perdarahan intraserebral dapat lebih banyak diderita oleh perempuan.3
4.4.2. Distribusi Pasien Stroke Perdarahan Intraserebral Non Diabetik
Berdasarkan Usia
Pada penelitian ini didapatkan pasien usia termuda adalah 25 tahun
dan pasien tertua berusia 93 tahun. Berdasarkan kelompok usia, ditemukan
frekuensi terbanyak pada usia 43-51 tahun. Rerata usia adalah 56,70 tahun,
dimana hal ini tidak jauh berbeda dengan banyak penelitian sebelumnya
maupun kepustakaan, yang melaporkan bahwa rerata usia insiden stroke
perdarahan intraserebral adalah 58,8 tahun (Chen et al 2014), 57,9 tahun
(Hu et al 2013), dan 55,4 tahun (Indiyarti 2009).21,38,39 Smith dalam
penelitiannya memaparkan kecenderungan peningkatan insiden pada usia
di atas 55 tahun didapatkan sebanyak 71,4% disebabkan oleh faktor
hemodinamik seperti tekanan darah sistemik arteri yang tinggi, dimana
pembuluh darah otak sudah berkurang elastisitasnya dan tidak dapat
menahan tekanan darah yang meningkat.5 Selain itu, faktor yang terkait
juga dengan jenis kelamin bahwa dari banyak penelitian diambil hipotesis
tentang memudarnya efek neuroprotektif oleh hormon seks perempuan
pada usia di atas 55 tahun.2
4.4.3. Distribusi Pasien Stroke Perdarahan Intraserebral Non Diabetik
Berdasarkan Status Mortalitas
Pasien stroke perdarahan intraserebral non diabetik pada penelitian
ini ditemukan meninggal saat dirawat di rumah sakit sebanyak 44 orang
(44,9%) dan yang berhasil dirawat hingga pulang dengan keadaan
membaik atas indikasi dokter adalah 54 orang (53,1%). Hal ini sejalan
dengan penelitian status mortalitas yang dilakukan Damian et al (2014)
yang

memaparkan

bahwa

walaupun

insiden

stroke

perdarahan

intraserebral jauh lebih rendah dari stroke iskemik, namun angka kejadian
mortalitas dapat mencapai hingga 44% dalam pemantauan 30 hari

36

pertama.10 Hal ini dapat dikarenakan pengeluaran darah dari pembuluh


darah otak yang pecah dapat dengan cepat mendesak jaringan parenkim
otak dan memenuhi ruang otak sehingga akan diikuti dengan peningkatan
tekanan intrakranial yang dapat berujung pada kematian.40
4.4.4. Pengaruh Kadar Glukosa Darah Saat Masuk Rumah Sakit Terhadap
Kejadian Mortalitas pada Pasien Stroke Perdarahan Intraserebral
Non Diabetik
Berdasarkan analisis SPSS 20.0, Nilai signifikansi yang didapatkan
dengan uji chi-square adalah <0,001 (p<0,05), hal ini berarti hipotesis
penelitian kadar gula darah saat masuk rumah sakit berpengaruh terhadap
kejadian mortalitas pada pasien stroke perdarahan intraserebral non
diabetik diterima.
Pada penelitian ini didapatkan nilai RR sebesar 10,00 dengan
interval kepercayaan 95% berkisar antara 3,87 dan 25,81, yang berarti
bahwa pasien dengan kadar gula darah saat masuk rumah sakit 150
mg/dL mempunyai kemungkinan 10 kali untuk mengalami mortalitas
dibandingkan dengan pasien yang kadar gula darah saat masuk rumah
sakitnya < 150 mg/dL atau probabilitas pasien pada kelompok ini sebesar
58,8% untuk mengalami mortalitas.
Hasil yang telah dipaparkan pada penelitian ini sejalan dengan
beberapa penelitian sebelumnya. Fogelholm et al (2005) memaparkan
bahwa terdapat pengaruh kadar gula darah saat masuk rumah sakit
terhadap kejadian mortalitas pasien stroke perdarahan intraserebral tanpa
riwayat diabetes dengan nilai p 0,004 (p<0,05) Disebutkan juga nilai rerata
kadar gula darah saat masuk rumah sakit pasien yang mengalami
mortalitas sebesar 163,8 mg/dL, jika dibandingkan dengan pasien yang
bertahan hidup yang reratanya 122,4 mg/dL. Hal ini juga didukung
penelitian Appelboom et al (2011) yang menyatakan bahwa status
mortalitas dan perdarahan intraventrikular (IVH) lebih banyak ditemukan
pada pasien yang tiba dengan keadaan hiperglikemia di unit stroke.6,8

37

Eksperimen terhadap hewan coba yang dilakukan Song et al


(2003) menunjukkan bahwa keadaan hiperglikemia menyebabkan edema
otak baik yang bersifat sitotoksik maupun vasogenik. Hal ini diakibatkan
oleh adanya peningkatan mediator inflamasi dan bradikinin yang dipicu
oleh peningkatan kadar glukosa dalam darah sebagai respon tubuh
terhadap pecahnya pembuluh darah otak.31
Disregulasi metabolik, edema perihematom, dan stress oksidatif
merupakan rangkaian kejadian molekuler yang merusak jaringan parenkim
otak atau sering disebut dengan bentuk kerusakan otak sekunder.
Peningkatan kadar glukosa dalam darah memicu disregulasi dan
sitotoksisitas lewat peningkatan laktat serta glutamat yang kemudian
menyebabkan asidosis intrasel dan hiperstimulasi pada neuron. Jika hal ini
terus berlangsung, terjadilah edema sitotoksik pada sel saraf yang dalam
skala besar dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Selain itu, keadaan
hiperglikemia memicu peningkatan aktivasi mediator inflamasi yang dapat
membuat sawar darah otak menjadi lebih mudah untuk ditembus, serta
bradikinin, yang

merupakan agen dilatasi poten dimana ia dapat

meningkatkan aliran darah ke otak sehingga edema perihematom dapat


meluas lebih cepat. Proses kerusakan lainnya juga diperankan oleh adanya
peningkatan bahan radikal bebas (ROS) akibat penumpukan baik laktat
maupun glutamat. ROS meningkatkan pembentukan faktor transkripsi NFB yang merupakan koordinator dari keseluruhan produksi mediator
inflamasi seperti ICAM-1, sitokin, TNF, IL-1, dan COX-2. Proses
inflamasi selanjutnya dapat memperburuk kerusakan sawar darah otak dan
edema sitotoksis. Ketiga proses kerusakan sekunder tersebut dapat
menimbulkan efek massa yang dalam skala besar akan meningkatkan
pergeseran midline shift, tekanan intrakranial, hingga kompresi batang
otak yang berujung kematian.8,21,25
Dilihat dari banyaknya serangkaian kejadian molekuler yang tidak
bisa diabaikan untuk mempertahankan keadaan pasien pasca stroke
perdarahan intraserebral, Chuang et al (2009) dalam penelitiannya,
memperbaharui skoring perdarahan intraserebral yang nilainya dapat

38

membantu tim medis memperkirakan prognosis pasien. Pada skoring


tersebut ditambahkan variabel kadar gula darah saat masuk rumah sakit
karena dari banyak penelitian internasional nilai ini memiliki pengaruh
sebagai faktor risiko keluaran yang buruk. Skoring ini kemudian diujikan
dan didapat peningkatan sensitivitas sebesar 12,5% dari skoring stroke
perdarahan intraserebral sebelumnya.7
Hingga saat ini kadar gula darah saat masuk berdasarkan hasil
beragam penelitian, merupakan faktor risiko independen mortalitas jangka
pendek pada pasien stroke perdarahan intraserebral tanpa riwayat DM (non
diabetik), bersamaan dengan variabel lain seperti skor GCS dan volume
perdarahan. AHA 2014 dalam buku petunjuk terbarunya untuk penanganan
faktor risiko pasien stroke perdarahan intraserebral telah menambahkan
pernyataan untuk tim medis agar selalu memeriksa kadar gula darah saat
masuk unit stroke pada pasien, dan mempertahankannya dalam keadaan
normoglikemi selama perawatan intensif di rumah sakit untuk mencegah
perburukan yang dapat terjadi.2,6,7

4.5. Keterbatasan Penelitian


Terdapat beberapa keterbatasan dari hasil penelitian ini, diantaranya :
1. Data kadar HbA1c yang tidak terdapat pada rekam medis pasien sehingga
riwayat penyakit diabetes mellitus yang menyertai pasien dengan stroke
perdarahan intraserebral hanya dikonfirmasi dari penegakkan diagnosis dokter
spesialis penyakit dalam.
2. Identifikasi luas volume perdarahan tidak dapat dilakukan karena hasil

pengukuran yang ada pada laporan pembacaan CT scan kepala hanya berupa
diameter perdarahan.

Anda mungkin juga menyukai