Anda di halaman 1dari 24

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Kegiatan Belajar Mengajar IPS di SD


Dalam pembelajaran IPS selalu berkenaan dengan kehidupan
manusia yang melibatkan segala macam tingkah laku dan
kebutuhannya. Ilmu Pengetahuan Sosial selalu melibatkan manusia
untuk berusaha memenuhi kebutuhan materinya, memenuhi
kebutuhan budayanya, kebutuhan kejiwaan, pemanfaatan sumber
daya yang ada dan terbatas untuk bisa mengatur kesejahteraan
hidupnya. Sehingga dapat dikatakan yang menjadi ruang lingkup
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah manusia pada konteks sosialnya
atau manusia sebagai anggota masyarakat.
Sesuai dengan tujuan lembaga Sekolah Dasar, IPS di SD
tidak bersifat keilmuan melainkan bersifat pengetahuan. Ini berarti
bahwa yang diajarkan bukanlah teori-teori sosial melainkan hal-hal
yang bersifat praktis yang berguna bagi dirinya dan kehidupannya
kini maupun masa yang akan datang dalam berbagai lingkungan
dan aspek sosial yang berlainan. Pembelajaran IPS bersipat
pembekalan (pengetahuan, sikap dan kemampuan) mengenai seni
berkehidupan.
Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar hendaknya menggunakan
lingkungan sebagai sumber belajar, terutama yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari anak. Dalam proses pembelajaran

diupayakan mengaitkan bahan pelajaran IPS dengan pelajaranpelajaran lain. Disamping itu perlu digunakan kejadian yang aktual
untuk mendukung atau memperkuat pembelajaran IPS yang sudah
ada.
Dalam proses kegiatan belajar dan mengajar dibutuhkan
aspek-aspek untuk mencapai tujuan intruksional dari suatu
pembelajaran. Aspek-aspek tersebut adalah: 1) aspek tujuan
intruksional, 2) aspek materi pengajaran, 3) aspek metode atau
strategi belajar-mengajar, 4) aspek media intruksional, 5) aspek
penilaian,

6)

aspek

penunjang

fasilitas,

waktu,

tempat,

perlengkapan, dan7) aspek ketenagaan.


Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar diharapkan untuk
membina generasi penerus (anak) agar dapat memahami potensi
dan peran dirinya dalam berbagai tata kehidupannya, menghayati
tuntunan keharusan dan pentingnya bermasyarakat dengan penuh
kebersamaan dan kekeluargaan serta mahir berperan serta
dilingkungannya sebagai insane sosial dan warga negara yang baik.

a. Strategi Pembelajaran IPS


Strategi pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan
kegiatan, cara mengorganisasikan materi pelajaran dan siswa,
peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (kompetensi
dasar) yang telah ditentukan. Strategi pembelajaran dapat pula

disebut sebagai cara yang sistematis dalam mengkomunikasikan isi


pelajaran kepada siswa untuk mencapai kompetensi dasar tertentu.
Jadi strategi pembelajaran berkenaan dengan bagaimana (the how)
menyampaikan isi pelajaran atau memberikan pengalaman belajar
kepada siswa.
Strategi pembelajaran didalamnya terkandung 4 pengertian
sebagai berikut: (a) urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan
kegiatan guru dalam menyampaikan isi pelajaran kepada siswa; (b)
metode pembelajaran, yaitu cara guru mengorganisasikan materi
pelajaran dan siswa agar terjadi proses belajar secara efektif dan
efisien; (c) media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan
pembelajaran yang digunakan guru dan siswa dalam kegiatan
pembelajaran; dan (d) waktu yang digunakan oleh guru dan siswa
dalam menyelesaikan setiap langkah dalam kegiatan pembelajaran.
b. Sumber pembelajaran IPS
1. Media Sebagai Sumber Pembelajaran
Media sebagai sumber pembelajaran erat kaitannya
dengan peran guru sebagai mediator dan fasilitator. Sebagai
mediator,

guru

hendaknya

memiliki

pengetahuan

dan

pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena


media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih
mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian
media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan
yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral dalam

proses belajar mengajar guna mencapai tujuan pembelajaran.


Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang media,
tetapi

juga

harus

memiliki

keterampilan

memilih

dan

menggunakan serta mengusahakan media dengan baik. Memilih


dan menggunakan media harus sesuai dengan tujuan, materi,
metode, evaluasi dan yang lebih utama dapat memperlancar
pencapaian tujuan serta menarik minat siswa. Sebagai mediator,
guru pun menjadi perantara siswa dengan siswa, dan siswa
dengan lingkungan sehingga guru pun dituntut untuk memiliki
keterampilan tentang komunikasi dan berinteraksi. Sehingga
siswa dikembangkan kemampuannya dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
2. Kelas Sebagai Sumber Belajar
Pada dasarnya pengelolaan kelas merupakan suatu
rentetan

kegiatan

guru

mempertahankan

suasana

terselenggaranya

kegiatan

untuk
kelas
belajar

menumbuhkan
yang

efektif

mengajar,

dan
bagi
yang

keberhasilannya akan bergantung kepada : tujuan pembelajaran,


penggunaan waktu, pengaturan ruang dan sarana belajar serta
pengaturan kegiatan belajar siswa.
Dalam hal ini, guru berperan sebagai pengelola kelas
(learning manager) hendaknya memiliki kemampuan untuk
mengelola

kelas

sebagai

lingkungan

belajar

yang

menyenangkan bagi siswa. Kelas sebagai sumber pembelajaran

tidak terbatas pada pemeliharaan dan penciptaan suasana belajar


yang efektif, melainkan juga dapat dijadikan sebagai tempat
pameran hasil karya siswa. Kelas yang memiliki pajangan atau
pameran hasil karya siswa dapat menjadi tempat yang menarik
dan dapat memotivasi siswa untuk belajar. Melihat adalah
bagian dari kegiatan belajar. Para siswa belajar melalui kegiatan
mendengar, melihat, meraba, mencium dan berbuat. Hasil karya
siswa yang baik akan mendorong

para siswa untuk

menggunakan panca indera penglihatannya untuk belajar


dengan membaca dan memanfaatkan hasil karya siswa tersebut.
3. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Lingkungan sebagai sumber pembelajaran menuntut
kreativitas guru untuk memanfaatkannya dan mengeliminasi
kebiasaan mengajar yang rutinitas dan monoton. Terdapat empat
jenis sumber pembelajaran yang dapat dimanfaatkan dari
lingkungan, yaitu: masyarakat, lingkungan fisik, bahan sisa atau
limbah

dan

peristiwa

alam

dan

sosial.

Memanfaatkan

lingkungan sebagai sumber pembelajaran mendorong siswa


untuk berpikir logis, sisitematis dan logis, karena dari
lingkungan muncul berbagai fenomena yang menarik dan
menantang bagi siswa, oleh karena itu guru dituntut memiliki
keterampilan ke dalam kelas dan atau membawa siswa ke luar
kelas. (Winataputra U. S., 2008)

II.2 Karakteristik Anak di Sekolah Dasar


1. Memahami karakteristik anak di sekolah dasar
Masa usia SD (6 -12 tahun ) ini merupakan tahapan
perkembangan penting

dan bahkan fundamental bagi

kesuksesan perkembangan selanjutnya. Karena itu, guru


tidaklah mungkin mengabaikan kehadiran dan kepentingan
mereka.

Ia

akan

selalu

dituntut

memahami

betul

karakteristik anak Sekolah Dasar. Karakteristik anak usia


sekolah dasr secara umum sebagaimana dikemukakan
Basset,Jacka dan Logan( 1983) berikut ini:
a. Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang
kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi
mereka sendiri.
b. Mereka

senang

bermain

dan

lebih

suka

bergembira/riang.
c. Mereka suka mengatur dirinya untuk menangani
berbagai

hal,

mengeksplorasisuatu

situasi

dan

mencobakan usaha usaha baru.


d. Mereka biasanya tergetar perasaanya dan terdorong
untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka
mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan
kegagalan
e. Mereka belajar secara efektif ketika mereka puas
dengan situasi yang terjadi.

f. Mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi,


berinisiatif, dan mengajar anak - anak lainnya.
Masa usia SD ada yang mengatakannya sebagai masa
kanak kanak akhir yang berlangsung dari usia 6 tahun
hingga kira kira usia sebelas atau dua belas tahun. Usia
ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar ,
dan mulailah sejarah baru dalam kehidupannya yang kelak
akan mengubah sikap- sikap dan tingkah laku lainnya. Para
pendidik mengenal masa ini sebagai Masa Sekolah , oleh
karena itu, pada usia inilah anak untuk pertama kalinya
menerima pendidikan formal.
Seorang ahli berpendapat lagi bahwa masa usia sekolah
adalah masa matang untuk belajar, maupun masa matang
untuk sekolah. Disebut masa anak sekolah, karena sudah
menamatkan taman kanak kanak. Disebut masa matang
untuk bersekolah karena mereka sudah menginginkan
kecakapan kecakapan baru yang dapat diberikan oleh
sekolah. Ada yang berpendapat bahwa masa usia sekolah
sering disebut sebagai masa intelektual atau masa
keserasian sekolah. Masa keserasian bersekolah ini dapat
diperinci menjadi dua fase, yaitu ;
a. Masa kelas rendah sekolah dasar, kira kira umur 6
atau 7 sampai 9 atau 10

Beberapa sifat khas anak anak pada masa ini antara


lain :
1) Adanya korelasi positif yang tinggi antar
keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dan
prestasi sekolah
2) Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi
peraturan

peraturan

permainan

yang

tradisional.
3) Ada kecenderungan memuji sendiri.
4) Suka membanding bandingkan dirinya dengan
anak lain, kalau itu dirasanya menguntungkan
untuk meremehkan anak lain.
5) Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal,
maka soal itu dianggapnya tidak penting.
Pada masa ini( terutama pada umur 6 -8 ) anak
menghendaki nilai yang baik, tanpa mengingat
apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik
atau tidak
b. Masa kelas kelas tinggi sekolah dasar, yaitu umur 9
atau 10 sampai 12 atau 13
Beberapa sifat khas anak anak pada masa ini adalah
sebagai berikut:
1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari
hari yang konkrit ; hal ini menimbulkan
8

adanya kecenderungan untuk membandingkan


pekerja pekerjaan yang praktis
2) Amat realistic, ingin tahu, dan ingin belajar
3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat
terhadap hal hal dan mata pelajaran khusus.
4) Sampai kira kira umur 11 anak membutuhkan
guru atau orang-orang dewasa lainnya, untuk
menyelesaikan

tugasnya

dan

memenuhi

keinginannya; setelah kira-kira umur 11 pada


umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya
dengan bebas dan berusaha menyelesaikan
sendiri.
5) Pada masa ini anak memandang nilai (angka
rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai
prestasi sekolah.
6) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk
kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain
bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya
anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan
yang tradisional, mereka membuat peraturan
sendiri.

Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang


perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta

didik khususnya ditingkat Sekolah Dasar. Sebagai guru harus dapat


menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan keadaan
siswanya

maka

sangatlah

penting

bagi

seorang

pendidik

mengetahui karakteristik siswanya. Selain karakteristik yang perlu


diperhatikan kebutuhan peserta didik.
II.2.1 Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Anak SD merupakan anak dengan katagori banyak
mengalami perubahan yang sangat drastis baik mental maupun
fisik. Usia anak SD yang berkisar antara 6 12 tahun menurut
Seifert dan Haffung memiliki tiga jenis perkembangan :
1. Perkembangan Fisik Siswa SD
Mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan
otak, otot dan
tulang. Pada usia 10 tahun baik lakilaki maupun perempuan tinggi
dan berat
badannya bertambah kurang lebih 3,5 kg. Namun setelah usia
remaja yaitu 12 13
tahun anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada lakilaki,
Sumantri dkk
(2005).

10

Usia masuk kelas satu SD atau MI berada dalam


periode peralihan dari pertumbuhan cepat masa anak anak
awal ke suatu fase perkembangan yang lebih lambat.
Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama tahun
tahun di SD.
Usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak lakilaki dan
perempuan kurang lebih sama. Sebelum usia 9 tahun anak
perempuan relatif sedikit lebih pendek dan lebih langsing
dari anak lakilaki.
Akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan
mulai mengalami masa lonjakan pertumbuhan. Lengan
dan kaki mulai tumbuh cepat.
Pada akhir kelas lima, umumnya anak perempuan lebih
tinggi, lebih berat dan lebih kuat daripada anak lakilaki.
Anak lakilaki memulai lonjakan pertumbuhan pada usia
sekitar 11 tahun.
Menjelang awal kelas enam, kebanyakan anak perempuan
mendekati puncak tertinggi pertumbuhan mereka. Periode
pubertas

yang

ditandai

dengan menstruasi umumnya

dimulai pada usia 1213 tahun. Anak lakilaki memasuki


masa pubertas dengan ejakulasi yang terjadi antara usia
1316 tahun.
Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa
pubertas. Pada masa ini terjadi perubahan fisiologis yang

11

mengubah manusia yang belum mampu bereproduksi


menjadi mampu bereproduksi. Hampir setiap organ atau
sistem tubuh dipengaruhi oleh perubahan perubahan ini.
Anak pubertas awal (prepubertas) dan remaja pubertas
akhir (postpubertas) berbeda dalam tampakan luar karena
perubahan perubahan dalam tinggi proporsi badan serta
perkembangan

ciriciri

seks

primer

dan

sekunder.

Meskipun urutan kejadian pubertas itu umumnya sama


untuk tiap orang, waktu terjadinya dan kecepatan
berlangsungnya kejadian itu bervariasi. Ratarata anak
perempuan memulai perubahan pubertas 1,5 hingga 2 tahun
lebih cepat dari anak lakilaki. Kecepatan perubahan itu
juga bervariasi, ada yang perlu waktu 1,5 hingga 2 tahun
untuk mencapai kematangan reproduksi, tetapi ada yang
memerlukan

waktu

tahun.

Dengan

adanya

perbedaanperbedaan ini ada anak yang telah matang


sebelum anak yang sama usianya mulai mengalami
pubertas.

2. Perkembangan Kognitif Siswa SD


Hal tersebut mencakup perubahan perubahan dalam
perkembangan pola pikir.

Tahap

perkembangan

kognitif

individu menurut Piaget melalui empat

12

stadium:
a. Sensorimotorik (02 tahun), bayi lahir dengan sejumlah
refleks bawaan
medorong mengeksplorasi dunianya.
b.

Praoperasional(27 tahun), anak belajar menggunakan dan

merepresentasikan objek dengan gambaran dan katakata. Tahap


pemikirannya yang lebih simbolis tetapi tidak melibatkan
pemikiran operasiaonal dan lebih bersifat egosentris dan intuitif
ketimbang logis
c. Operational Kongkrit (711), penggunaan logika yang memadai.
Tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda
konkrit.
d. Operasional Formal (1215 tahun). kemampuan untuk berpikir
secara abstrak,
menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia
3. Perkembangan Psikososial
Hal

tersebut

berkaitan

dengan

perkembangan

dan

perubahan emosi individu. J. Havighurst mengemukakan bahwa


setiap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan
aspek lain seperti di antaranya adalah aspek psikis, moral dan

13

sosial.

Menjelang masuk SD, anak telah Mengembangkan

keterampilan berpikir bertindak dan pengaruh sosial yang lebih


kompleks. Sampai dengan masa ini, anak pada dasarnya egosentris
(berpusat pada diri sendiri) dan dunia mereka adalah rumah
keluarga, dan taman kanakkanaknya. Selama duduk di kelas kecil
SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah diri. Pada
tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka
"dewasa". Mereka merasa "saya dapat mengerjakan sendiri tugas
itu, karenanya tahap ini disebut tahap "I can do it my self". Mereka
sudah mampu untuk diberikan suatu tugas. Daya konsentrasi anak
tumbuh pada kelas kelas besar SD. Mereka dapat meluangkan lebih
banyak waktu untuk tugas tugas pilihan mereka, dan seringkali
mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Tahap ini juga
termasuk

tumbuhnya

tindakan

mandiri,

kerjasama

dengan

kelompok dan bertindak menurut cara cara yang dapat diterima


lingkungan mereka. Mereka juga mulai peduli pada permainan
yang jujur.
Selama masa ini mereka juga mulai menilai diri
mereka sendiri dengan membandingkannya dengan orang lain.
Anak anak yang lebih mudah menggunakan perbandingan sosial
(social comparison) terutama untuk normanorma sosial dan
kesesuaian jenisjenis tingkah laku tertentu. Pada saat anakanak
tumbuh

semakin

lanjut,

mereka

cenderung

menggunakan

14

perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan menilai kemampuan


kemampuan mereka sendiri.
Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka,
anak pada kelas tinggi di SD berupaya untuk tampak lebih dewasa.
Mereka

ingin

diperlakukan

sebagai

orang

dewasa.Terjadi

perubahan perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan


emosional mereka. Di kelas tinggi SD anak lakilaki dan
perempuan menganggap

keikutsertaan

dalam

kelompok

menumbuhkan perasaan bahwa dirinya berharga. Tidak diterima


dalam kelompok dapat membawa pada masalah emosional yang
serius Temanteman mereka menjadi lebih penting daripada
sebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman sebaya sangat
tinggi. Remaja sering berpakaian serupa. Mereka menyatakan
kesetiakawanan

mereka

dengan anggota

kelompok

teman

sebaya melalui pakaian atau perilaku. Hubungan antara anak


dan guru juga seringkali berubah. Pada saat di SD kelas rendah,
anak dengan mudah menerima dan bergantung kepada guru. Di
awal awal tahun kelas tinggi SD hubungan ini menjadi lebih
kompleks.

Ada

siswa

yang menceritakan informasi pribadi

kepada guru, tetapi tidak mereka ceritakan kepada orang tua


mereka. Beberapa anak pra remaja memilih guru mereka sebagai
model. Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru dengan
cara cara yang tidak mereka bayangkan beberapa tahun
sebelumnya. Malahan, beberapa anak mungkin secara terbuka

15

menentang gurunya.

Salah satu tanda mulai munculnya

perkembangan identitas remaja adalah reflektivitas


kecenderungan

untuk

berpikir

tentang

apa

yang

yaitu
sedang

berkecamuk dalam benak mereka sendiri dan mengkaji diri sendiri.


Mereka juga mulai menyadari bahwa ada perbedaan antara apa
yang

mereka

pikirkan

mereka berperilaku.

dan mereka rasakan serta bagaimana


Mereka

mulai

mempertimbangkan

kemungkinankemungkinan. Remaja mudah dibuat tidak puas oleh


diri mereka sendiri. Mereka mengkritik sifat pribadi mereka,
membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba
untuk mengubah perilaku mereka. Pada remaja usia 18 tahun
sampai 22 tahun, umumnya telah mengembangkan suatu status
pencapaian identitas. rumah keluarga, dan taman kanakkanaknya.
II.2.2 Kebutuhan Peserta Didik Siswa SD
1. Anak SD Senang Bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan
kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih lebih
untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model
pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di
dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran
yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya
diselang

saling

antara

mata pelajaran serius seperti IPA,

Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan

16

seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan


(SBK).
2. Anak SD Senang Bergerak.
Orang dewasa dapat duduk berjamjam, sedangkan anak
SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh
karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang
memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak
untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak
sebagai siksaan.
3. Anak usia SD Senang Bekerja dalam Kelompok.
Anak usia SD dalam

pergaulannya dengan kelompok

sebaya, mereka belajar aspekaspek yang penting dalam proses


sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturanaturan kelompok,
belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya
dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar
bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai
olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang
model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja
atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan
demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru
harus merancang model pembelajaran

yang memungkinkan

anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat


meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota

17

34 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas


secara kelompok.
4. Anak SD Senang Merasakan atau Melakukan/
memperagakan Sesuatu Secara Langsung.
Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD
memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di
sekolah, ia belajar menghubungkan konsepkonsep baru dengan
konsepkonsep

lama.

membentukkonsepkonsep

Berdasar
tentang

pengalaman
angka,

ini,

ruang,

siswa
waktu,

fungsifungsi badan, pera jenis kelamin, moral, dan sebagainya.


Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih
dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan
memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru
hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan
anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai
contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angin,
dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian
menunjuk langsung setiap arah angina, bahkan dengan sedikit
menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana
angina saat itu bertiup.

18

II.3 Kesiapan Belajar Anak (siswa) Dalam Pembelajaran IPS


Sifat-sifat anak yang telah diuraikan terdahulu akan bermuara
pada

kesiapan

belajar.

Yang merupakan

suatu

gambaran

keseluruhan secara utuh. Artinya dalam kesiapan ini yang siap


adalah siswa. Bukan hanya kesiapan berpikir atau kesiapan afektif
saja, akan tetapi merupakan kesiapan seutuhnya. Menurut Connel
dkk tingkat kesiapan belajar dapat dibagi menjadi dua yaitu,
kesiapan kognitif dan kesiapan afektif ( Connel, et al.1968; dalam
buku Djodjo Suradisastra. Pendidikan IPS 3. 1991 ).
Kesiapan
pengetahuan,

kognitif
berfikir,

bertalian
dan

dengan

penalaran.

hal-hal

Kesiapan

tentang
kognitif

dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, bergantung pada


kematangan

intelektual.

Selanjutnya

ialah

latar

belakang

pengalaman dan tingkat pencapaian. Ketiga, struktur pengetahuan


yang telah dimiliki. Keempat, penyajian bahan belajar yang baru.
Carol (1995) menuntut penciptaan lingkungan belajar
sesuai dengan tiga dimensi perkembangan anak SD, yaitu
dimensi perkembangan fisik, dimensi perkembangan sosialemosiuonal, dan dimensiperkembangan bahasa atau kognisi.
1. Dilihat dari dimensi perkembangan fisik
Perkembangan fisik anak usia SD memang tidak
sepesat pertumbuhan yangterjadi pada usia lima tahun
sebelumnya. Akan tetapi kemampuan anak mengendalikan
tubuhnya dan kemampuan duduk serta merta berada dalam
suatu periode waktu yang relatif lebih lama merupakan ciri
perkembangan fisik anak usia SD.

19

Kegiatan fisik merupakan hal yang penting bagi anak


usia SD, tidak hanya akan memperhalus perkembangan
ketrampilan dan harga dirinya tatapi juga aspek kognisinya.
Misalnya pada saat anak menghadapi suatu

konsep

yangabstrak, aktivitas fisik akan sangat dibutuhkan.


Aktivitas fisik itu memberi pengalaman nyata bagi anak
memahami arti suatu konsep yang abstrak.
Sehubungan hal tersebut di atas, prinsip yang relevan
dalam

penciptaan

lingkungan

belajar

dilihat

dari

perkembangan fisik anak, adalah anak akan dapat belajar


dengan cara terlibat aktif (secara fisik) dari pada bersifat
pasif, lingkungan belajar selayaknya disediakan yang
memungkinkan anak bereksplorasi dengannya.
2. Dilihat dari aspek perkembangan sosial emosional/moral
Keterlibatandalam
kerjasama)

bagi

anak

kelompok
usia

danperhatiannya.Perkembangan

(kolaborasi
SDmerupakan
hubungan

atau
minat
sosial-

emosionaldan adanya kesadaran etis normatif pada anak


usia SD merupakan ciri yang kuat nampak pada usia SD.
Kompetensi-kompotensi sosial yang positif dan produktif
akan berkembang pada usia ini, seperti kemampuan bekerja
sama, kesadaran berkompetisi, menghargai karya orang,
toleran, kekeluargaan, dan aspek budaya lainnya.
Sehubungan hal di atas, prinsip yang relevan dengan
penciptaan lingkungan belajar anak adalah pengembangan
pengajaran yang menyediakan kesempatan anak untuk
secara kelompok adalah sangatpenting.
3. Dilihat dari dimensi perkembangan bahasa atau kognisi
Perkembangan

kognisi

pada

anak

usia

SD

menurutPiaget berada dalamtahapan dua masa transisi,


yaitu masa transisi dari pra operasional ke masa operasional
konkret, dan masa transisi operasional konkret ke tahap

20

operasional formal.Skema perkembangan kognitif pada


tahap

ini

berkaitan

danpemecahan

dengan

masalah,

ketrampilan

seperti

berpikir

mengklasifikasi,

memahami keadaan sesuatuyang tetap atau tidak berubah,


mengurutkandan seterusnya. Juga pada tahap anak usia SD
ini, perkembangan kognisinya memperlihatkan ke arah
kemampuan atau kecakapan berpikir secara simbolik,
yaituberpikir yang lebihlogis,abstrak danimajinatif.Namun
demikian,

karena

berada

perkembanganantara

dalam

tahap

keadaan

operasional

transisi
konkritke

tahapopersional formal, anakusia SD inimasih memerlukan


bantuan obyek nyatauntuk berpikir tersebut.
Sehubungan dengan hal di atas, prinsipyang relevan
dalam

penciptaan

lingkungan

adalahpengembangan

belajar

bagi

pengajaran

anak
yang

menyediakankesempatan anak untuk bereksplorasi,berpikir


danmemperoleh

kesempatanuntuk

berdiskusi

dan

berinteraksi dengan orang lain (guru, teman-temannya


ataupihak lain). Kemampuan guru dalam memanipulasi
obyek fisik menjadi obyekberpikiranak, akan selalu dituntut
dalam pengembangan pengajarannya

Connel dkk menyatakan bahwa banyak guru dan petugas


bimbingan yang menganggap anak yang mempunyai kemampuan
intelektual tinggi tetapi kurang berhasil dalam belajar adalah
karena kurang siap secara afektif. Mereka kurang termotivasi untuk
belajar. Motivasi untuk berprestasi pada mereka kurang tinggi.
Walaupun yang mempengaruhi keberhasilan belajar adalah
tingkat kesiapan secara keseluruhan umun yang sering ditnjolkan
adalah kesiapan kognitif. Oleh karena itu Bruner menganggap

21

bahwa

kesiapan

anak.Dapat

juga

sesuai

dangan

diartikan

perkembangan

sebagai

cara

intelektual

bagaimana

anak

memandang dunia realistis. Bagi Bruner kesiapan merupakan


peristiwa aktif yang mempengaruhi lingkungan belajar. Kesiapan
bukanlah peristiwa yang ditunggu kedatangannya. Kesiapan tidak
bersifat pasif.
Berdasarkan pada anggapan tersebut Bruner mengungkapkan
bahwa dalam belajar kita menghadapi tiga presentasi tentang dunia
realitas: enaktif (enactive), ikonik (iconic), dan simbolik (symboli).
Perwujudan

enaktif

bersifat

manipulativ,

harus

ditangani.

Perwujudan enaktif merupakan pengalaman langsung. Perwujudan


ikonik merupakan pengalaman yang didasarkan pada media, visual
dan pada imaginasi internal. Perwujudan simbolik dadasarkan pada
yang abstrak, relativ dan fleksibel.
Menurut Bruner kesiapan bergantung pada paduan dari tiga
bentuk perwujudan di atas, bukan suatu penungguan. Kesiapan
merupakan peristiwa yang timbul dari lingkungan belajar yamg
kaya dan bermakna dihadapkan pada guru yang mendorong siswa
dalam belajar sebagai peristiwa yang menggugah.
Kesiapan untuk membaca sudah tersedia bahan tesnya.
Sedangkan tes khusus untuk mengetahui kesiapan dalam
pengajaran IPS tidak ada (Preston dan Herman, 1981; dalam buku
Djodjo Suradisastra. Pendidikan IPS 3. 1991). Oleh karena itu
tingkat kesiapan dalam pengajaran IPS lebih banyak bersifat

22

dugaan. Walaupun demikian kita dapat menerima pendapat Bruner


yang menyatakan bahwa setiap bahan belajar dapat disajikan
kapada anak pada tingkatan perkembangan manapun. Hal ini perlu
ditafsirkan bahwa sajian tersebut bukanlah mengenai seutuhnya
keseluruhan teori yang rumit.
Seperti telah diungkapkan di atas bahwa dalam pengajaran
IPS terdapat konsep jauh dari pengalaman siswa. Juga terdapat
konsep abstrak. Dalam hal ini maka dengan melihat adanya tingkat
kesiapan yang berbeda kita dituntut untuk lebih berhati-hati. Giru
dituntut untuk berfikir lebih jauh, bahkan belajar ditata secara
bertahap berkesinambungan. Dengan meningkatnya kecanggihan
sarana komunikasi elektronik, misalnya internet, akses informasi
dari

seluruh

penjuru

dunia

lebih

cepat

dan

mudah.

Hal-hal ini walaupun terbatas juga akan mempercepat perluasan


anak-anak. Dengan melihat hal ini pada masa sekarang lingkungan
anak menjadi semakin luas. Dengan demikian penginerpretasian
lingkungan

meluas

tidak

bersifat

terlalu

kaku.

Cukup

disayangkan bahwa bahan belajar IPS kurang populer di kalangan


anak. Kekurangpopuleran ini bertambah karena anak tampaknya
kurang peduli terhadap IPS. Oleh karena itu dalam pembelajaran
IPS perlu diamati kapan kesiapan anak belajar dapat dirangsang.
Hal ini perlu dilakukan karena kesiapan merupakan paduan antara
lingkungan belajar dan suasana belajar. Di dalam lingkungan
belajar yang menantang seperti itulah anak dibawah dorongan guru

23

siap belajar. Siswa yang belajar IPS terdiri dari anak-anak yang
beraneka umur dan perkembangannya.
Pentingnya hal-hal yang dibahas di atas ialah menjadikan
guru lebih awas dan waspada. Guru tidak dapat begitu saja
beranggapan bahwa anak telah siap untuk belajar. Guru pun tidak
dapat bernggapan bahwa karena bahan belajar yang dapat
dikembangkan dalam pengajarn IPS cukup beragam, maka IPS
akan menarik minat anak. Pendeknya, dengan memahami beberapa
sifat anak yang belajar dan sifat pengajaran IPS maka guru
mempunyai bekal yang memadai dalam menyiapkan pengaraha
IPS. Dengan demikian diharapkan kekeliruan dalam pembelajaran
IPS dapat diperkecil.

24

Anda mungkin juga menyukai